Anda di halaman 1dari 66

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III

DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MAULINA JUWITA
NIM : 050600141

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2009

Maulina Juwita

Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block

xi + 51 halaman

Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar

untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini

terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah

terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu

terlihat lebih menonjol.

Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan

untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block

sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi

maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined

plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin

Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain,

yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block

cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk

merawat pasien pada masa gigi bercampur.

Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan

efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama

Universitas Sumatera Utara


perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus

bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan

sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara

signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama

beberapa bulan pertama perawatan Twin Block.

Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo

Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila

dan mandibulanya minimal.

Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 )

Universitas Sumatera Utara


SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIPERTAHANKAN PADA
TANGGAL 05 SEPTEMBER 2009

OLEH :

Pembimbing

Prof. Nazruddin, drg., Ph.D


NIP. 19520622 198003 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Ortodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort


NIP. 195402120 198102 2 001

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Universitas Sumatera Utara


Skripsi Berjudul

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III


DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

MAULINA JUWITA
050600141

Telah dipertahankan di depan tim penguji skripsi


Pada tanggal 05 September 2009
Dan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji

Prof. Nazruddin, drg., Ph.D


NIP. 19520622 198003 1 001

Anggota Tim Penguji

Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort


NIP. 19481230 197802 2 002 NIP. 19580828 198803 1 002

Medan, 5 September 2009


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Ketua,

Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort


NIP. 195402120 198102 2 001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat

dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana

mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan penghormatan yang

teristimewa kepada Ibunda tercinta Hj. Nur Asma dan Ayahanda H. Abdullah B.R,

yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberikan dukungan kepada penulis

dengan sepenuh hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

serta Abangnda Abdul Azis, SP., MM. dan Abdul Malik, ST. yang juga turut membantu

dan memberi semangat, doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis banyak mendapat pengarahan, bantuan,

bimbingan dan motivasi serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D, Sp.Pros (K) selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., C.Ort, sebagai dosen pembimbing dan penguji

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing,

membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


3. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku Koordinator Skripsi Departemen

Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji.

4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort. sebagai dosen penguji.

5. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort, selaku Ketua Departemen Ortodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Gema Nazriyanti, drg. selaku dosen wali yang telah membimbing penulis

dalam menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya Mimi Marina Lubis, drg,

Kak Emi dan Bang Tulus.

8. Keluarga dan kerabat, Kak Siah, Kak Indah, Kak Dian, Tante Tatik, om

Nasrun, Mami, Waled, Mak Po, Kak Ucha, dr. Irzal H dan lain-lain, yang tak henti-

hentinya memberikan motivasi dan doa kepada penulis.

9. D’Zero ( Fantok, Lala, Uput, Lily, dan Beby ) dan Aya, yang selalu bersama

penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani hari-hari di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

10. Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis: Ulfa,

Meilysa, Dian P, Dina, Bang Khadafi, Linni, Ratna, Kak Trixy, Kak Nidya, Def,

Pipit, Ririn, Beby Dona, Opi, Kak Ade, Adi Praja, Nuni, Ivana 70, Reren, Andi, Fiza,

Indri dan teman-teman stambuk 2005 FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu.

Universitas Sumatera Utara


10. Kepada sahabat penulis sejak kecil hingga kini: Ika Hijriani dan An Nissa

yang senatiasa selalu mendukung penulis dalam doa dan motivasi walau terbentang

jarak yang jauh.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi fakultas,

pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 05 September 2009

Penulis,

( Maulina Juwita )
NIM: 050600141

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI..........................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................ 4
1.5 Ruang Lingkup ..................................................................... 4

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III


2.1 Pengertian ............................................................................ 5
2.2 Etiologi................................................................................. 7
2.2.1 Faktor Dental ...................................................................... 7
2.2.2 Faktor Skeletal.................................................................... 8
2.2.3 Faktor Muskular ................................................................. 10

BAB 3 PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III


3.1 Pengertian............................................................................. 12
3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III...................................... 13
3.2.1 Komponen Ekspansi............................................................... 15
3.2.2 Labial Bow.......................................................... ................. 16
3.2.3 Retensi Pesawat...................................................................... 16
3.2.4 Occlusal Inclined Plane ...................................................... 17
3.2.5 Komponen Tambahan..................................................... ...... 19
3.2.5.1 Skrup Advancement ........................................................ 19

Universitas Sumatera Utara


3.2.5.2 Kekuatan Magnetik ......................................................... 19
3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik ............................... 21
3.2.5.4 Lip Pads ......................................................................... 22
3.2.5.5 Incisal Capping................................................................ 22
3.3 Indikasi dan Kontraindikasi .................................................. 23
3.3.1 Indikasi ............................................................................... 23
3.3.2 Kontraindikasi .................................................................... 24
3.4 Keuntungan dan Kerugian .................................................... 24
3.4.1 Keuntungan ........................................................................ 25
3.4.2 Kerugian ............................................................................. 27
3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan................................ 28
3.5.1 Fase Aktif ........................................................................... 28
3.5.2 Fase Pendukung .................................................................. 31
3.5.3 Fase Pendukung .................................................................. 33

BAB 4 EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III


4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal... ............. 34
4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental .................. 37
4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III ................. 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .......................................................................... 46
5.2 Saran .................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Variasi pada profil maloklusi Klas III ........................................... 2

2 Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III .............. 6

3 Desain Twin Block Klas III........................................................... 14

4 Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas ..... 16

5 Klamer Delta ................................................................................ 17

6 Kontak oklusal hanya pada inclined plane .................................... 18

7 Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas ................. 19

8 Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III............................... 20

9 Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin


Block Klas III di malam hari........................................................... 21

10 Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva.


Mekanisme kerjanya sama saja seperti pada Frankel’s III............. 22

11 A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah


B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang ba-
wah setelah perawatan.................................................................... 23

12 Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat


Twin Block................................................................................................ 30

13 Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan


Twin Block Klas III .................................................................... 31

14 Fase pendukung dengan anterior inclined plane............................ 32

15 Oklusi sebelum perawatan.............................................................. 34

16 A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan


B. Oklusi setelah perawatan
C. Lengkung rahang atas setelah perawatan .................................. 35

Universitas Sumatera Utara


17 A,B Oklusi saat follow up ............................................................. 36

18 Gambaran sefalometri .................................................................. 36

19 Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2 bulan (sebelum


perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah perawatan), dan 11 tahun
4 bulan (setelah masa retensi).......................................................... 37

20 A-B Gambaran oklusi sebelum perawatan .................................... 38

21 A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan


B. Oklusi 6 tahun kemudian saat follow up (umur 14 tahun
3 bulan) ................................................................................... 38

22 A. Sefalometri sebelum perawatan.


B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan.
C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).................. 39

23 Perubahan profil wajah sebelum, setelah perawatan,


dan saat 6 tahun kemudian............................................................... 39

24 Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya atrisi yang berat


pada gigi-geligi maksila................................................................... 41

25 A. Pergeseran fungsional mandibula.


B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat secara intaroral..................... 42

26 Perubahan profil wajah pasien......................................................... 43

27 Oklusi setelah dua tahun (follow up)............................................... 43

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III skeletal ........... 37

2 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi Klas III dental.............. 40

3 Analisa sefalometri pada kasus maloklusi pseudo Klas III ............ 44

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2009

Maulina Juwita

Perawatan Maloklusi Klas III Dengan Pesawat Twin Block

xi + 51 halaman

Maloklusi Klas III merupakan salah satu masalah ortodonti yang paling sukar

untuk dirawat. Pada maloklusi Klas III, dijumpai profil wajah pasien cekung. Hal ini

terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III memiliki kombinasi masalah

terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar yang menyebabkan posisi dagu

terlihat lebih menonjol.

Pesawat Twin Block merupakan salah satu alat ortodonti yang diciptakan

untuk memperbaiki maloklusi Klas III. Pesawat Twin Block berupa bite block

sederhana yang didesain untuk dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi

maloklusi lebih cepat, dengan cara meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined

plane terbalik yang menutupi gigi-geligi posterior. Perawatan dengan pesawat Twin

Block mempunyai keunggulan yang lebih baik dibandingkan pesawat fungsional lain,

yaitu nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Namun, pesawat Twin Block

cenderung meningkatkan vertikal dimensi serta hanya benar-benar efektif untuk

merawat pasien pada masa gigi bercampur.

Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block dapat memberikan

efek terhadap skletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama

Universitas Sumatera Utara


perawatan adalah terjadinya proklinasi insisivus atas, retroklinasi pada insisivus

bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan

sudut SNA serta penurunan sudut SNB. Efek terhadap muskular juga terlihat secara

signifikan, dimana terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama

beberapa bulan pertama perawatan Twin Block.

Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif untuk merawat maloklusi pseudo

Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah, serta kelainan pertumbuhan maksila

dan mandibulanya minimal.

Daftar Pustaka : 35 ( 1985 - 2008 )

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar

yang diterima sebagai bentuk normal. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak ada

keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan jaringan dentofasial. Keseimbangan

dentofasial disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan, pertumbuhan, perkembangan,

etnik, fungsionil, dan patologi yang saling mempengaruhi.1

Prevalensi maloklusi Klas III bervariasi diantara berbagai etnik suku bangsa. Pada

kawasan Asia, kasus maloklusi Klas III karena kurang berkembangnya maksila mengalami

frekuensi yang lebih tinggi dibanding etnik bangsa lain. Insiden ini terjadi antara 4%

sampai 5% pada masyarakat Jepang, dan 4% sampai 14% pada masyarakat China.2,3,4,5

Prevalensi maloklusi pada anak umur 9 sampai 15 tahun di China mencapai 2,3% untuk

pseudo Klas III dan 1,7% untuk maloklusi Klas III sejati.3 Dengan demikian, perawatan

maloklusi Klas III mempunyai masalah-masalah yang signifikan dalam perawatan secara

ortodontik dan ortopedik pada beberapa negara seperti Jepang, China, Korea dan Indonesia.6,7

Pada maloklusi Klas III Angle dijumpai profil wajah pasien dari samping

terlihat cekung atau konkaf. Hal ini terjadi karena individu dengan maloklusi Klas III

memiliki kombinasi masalah terhadap komponen skeletal dan dentoalveolar.3,5,8,9

Kombinasi ini menyebabkan variasi diantara maloklusi Klas III, antara lain dapat

terjadi lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi, maksila retrusi dan

mandibulanya normal, maksila dan mandibulanya normal, atau maksila retrognasi dan

Universitas Sumatera Utara


mandibulanya prognasi.3,8 Pada kasus maloklusi Klas III dapat terjadi gangguan

fungsi dan estetis yang disebabkan oleh beberapa kelainan seperti otot dagu yang

tebal, mandibula lebih besar dari maksila, maksila kurang berkembang, gigitan

terbalik anterior, hubungan edge to edge, atau gigitan bersilang. 1

Gambar 1. Variasi pada profil maloklusi Klas III: 3,5,36


A. Lengkung maksila normal dan mandibulanya prognasi
B. Maksila retrusi dan mandibulanya normal
C. Maksila dan mandibulanya normal
D. maksila retrognasi dan mandibulanya prognasi

Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar

ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik.7,10 Kunci utama perawatan

maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang berlebihan adalah

menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula yang salah dan

mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung pertumbuhan normal

maksila.11,12 Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya dilakukan pada masa gigi

bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa pertumbuhan aktif, sehingga

potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-geligi dapat dimanfaatkan untuk

koreksi kraniodentofasial.10,13,14

Universitas Sumatera Utara


Pesawat fungsional merupakan salah satu perawatan ortodonti paling efektif

dalam mengoreksi maloklusi Klas III.2 Kelainan posisi rahang yang terjadi dalam masa

pertumbuhan akan lebih cepat terkoreksi dengan pesawat fungsional. Hal ini karena

prinsip kerja pesawat fungsional sesuai dengan sifat adaptive response dari tulang

yang mempengaruhi perubahan profil jaringan lunak wajah terutama disekitar bibir,

hidung dan dagu.13,15 Konsep pesawat fungsional didesain sebagai pesawat lepas

dengan tujuan memperoleh perkembangan yang harmonis dari struktur dentofasial,

dengan menghilangkan faktor-faktor myofungsional dan faktor oklusal yang kurang

baik serta memperbaiki lingkungan fungsional dari gigi-geligi yang sedang

berkembang dengan cara mengubah posisi gigi-geligi dan jaringan pendukungnya.

Dengan demikian, kondisi fungsional yang baru menjadi lebih baik untuk mendukung

posisi baru yang lebih seimbang dari kondisi awal. 16

Twin Block adalah salah satu pesawat fungsional yang dapat memperbaiki

maloklusi. Pesawat Twin Block merupakan bite block sederhana yang didesain untuk

dipakai sepanjang hari. Alat ini dapat mengoreksi maloklusi dengan cepat dengan

meneruskan kekuatan oklusal ke occlusal inclined plane yang menutupi gigi-geligi

posterior.10,16,17,18

Pengembangan pesawat Twin Block untuk perawatan maloklusi bertujuan

untuk mendapatkan suatu teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan ke

fungsional protrusi mandibula dengan menggunakan pesawat sederhana dan

menyenangkan untuk dipakai serta secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,16,17

Perawatan maloklusi Klas III dilakukan dengan mengubah posisi occlusal inclined

plane menjadi berlawanan terhadap bentuk occlusal inclined plane pada perawatan

Universitas Sumatera Utara


maloklusi Klas II. Hal ini bertujuan untuk memberikan gaya ke depan pada maksila

serta gaya ke bawah dan ke distal pada regio molar mandibula.10,16

Berdasarkan alasan di atas, penulis ingin mengangkat permasalahan maloklusi

Klas III dan perawatannya dengan pesawat Twin Block menjadi sebuah tulisan skripsi

karena akan sangat bermanfaat sebagai pertimbangan bagi dokter gigi dalam

melakukan perawatan yang efektif dan efisien untuk maloklusi Klas III.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana mekanisme kerja dan efek perawatan maloklusi Klas III dengan

pesawat Twin Block ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui mekanisme

kerja dan efek pemakaian Twin Block pada perawatan maloklusi Klas III.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan keilmuan

di bidang ortodonsia, khususnya mengenai mekanisme kerja dan efek perawatan

maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block, sehingga diharapkan dapat menjadi

pertimbangan bagi dokter gigi dalam melakukan perawatan yang efektif dan efisien

apabila dijumpai kasus yang sama.

1.5 Ruang Lingkup

Pada tulisan ini akan diuraikan tentang maloklusi Klas III, Twin Block,

mekanisme kerja dan efek pemakaian Twin Block.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

MALOKLUSI KLAS III

2.1 Pengertian

Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan

hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

apabila tonjol mesio bukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan groove

bukal dari molar pertama permanen bawah.5,30 Maloklusi Klas III ditandai dengan

groove bukal molar pertama permanen mandibula berada di sebelah anterior dari

tonjol mesio bukal molar pertama permanen maksila sebagai hubungan yang mesio-

oklusi.15 Jika mandibula sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke depan dalam

hubungannya dengan maksila, maka sudah dapat digolongkan sebagai maloklusi Klas

III Angle.16

Tweed membagi maloklusi Klas III dalam 2 kategori. Pertama, pseudo Klas

III dengan mandibula normal dan maksila yang kurang berkembang. Kedua,

maloklusi Klas III sejati (true Class III) dengan ukuran mandibula yang besar. Cara

untuk membedakan keduanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan pola penutupan

mandibula pada relasi sentrik normal dan habitual. Pada Pseudo Klas III, saat relasi

sentrik diperoleh overjet yang normal atau posisi insisivus yang edge to edge.

Maloklusi pseudo Klas III dapat ditandai dengan terjadinya gigitan terbalik habitual

dari seluruh gigi anterior, tanpa kelainan skeletal, dan dihasilkan dari pergeseran

fungsional mandibula saat menutup. Hal tersebut menjadi kunci dalam diagnosa

untuk membedakan antara pseudo dan true pada maloklusi Klas III.11

Universitas Sumatera Utara


Pada maloklusi Klas III biasanya dijumpai gambaran klinis berupa:7

a. Pasien mempunyai hubungan molar Klas III.

b. Gigi insisivus dalam hubungan edge to edge atau dapat juga terjadi crossbite

anterior.

c. Maksila biasanya sempit dan pendek sementara mandibula lebar, sehingga

dapat terjadi crossbite posterior.

d. Gigi-geligi pada maksila sering berjejal sedangkan gigi-geligi pada

mandibula sering diastema.

e. Profil wajah pasien cekung karena dagu yang lebih menonjol.

f. Pertumbuhan vertikal yang berlebihan akan meningkatkan ruang intermaksiler

sehingga dapat terjadi anterior open bite. Pada beberapa pasien dapat juga terjadi deep

overbite.

g. Pada maloklusi pseudo Klas III ditandai dengan oklusi yang prematur akibat

kebiasaan menempatkan mandibula ke depan.

Gambar 2. Profil wajah, dental dan skeletal pada maloklusi Klas III.35

Universitas Sumatera Utara


2.2 Etiologi

Moyers membagi maloklusi Klas III berdasarkan faktor etiologi, yaitu: skeletal,

dental, dan muskular.3 Beberapa faktor yang berhubungan dengan maloklusi Klas III

akan diuraikan sebagai berikut:

2.2.1 Faktor Dental

Pada maloklusi Klas III, hubungan dentoalveolar tidak menunjukkan kelainan

sagital-skeletal yang jelas. Sudut ANB tidak melebihi ukuran yang normal. Masalah

utama biasanya karena insisivus maksila miring (tipping) ke lingual dan insisivus

mandibula miring ke labial.3 Gigi-geligi mandibula biasanya tidak berjejal karena

umumnya mandibula berukuran lebih besar dari maksila, sehingga gigi-geligi

cenderung tersusun lebih jarang (spacing) dibandingkan dengan gigi-geligi maksila

yang cenderung berjejal.26,31

Pada mandibula dijumpai hubungan insisivus Klas III seperti insisal edge yang

terletak di depan lereng singulum insisivus maksila. Hal tersebut bertentangan dengan

prinsip oklusi yang ideal seperti pada Klas I Angle.26

Overbite sangat bervariasi antara satu kasus dengan kasus yang lain.

Overbite dipengaruhi oleh tinggi ruang intermaksilaris di bagian anterior.

Apabila ruang intermaksilaris anterior besar, maka akan terjadi open bite

anterior. Sebaliknya jika ruang intermaksilaris kecil, maka akan dijumpai

overbite yang dalam.26

Gigitan silang (crossbite) juga sering terjadi pada maloklusi Klas III

khususnya pada segmen bukal. Gigitan silang dapat terjadi baik secara unilateral

maupun bilateral. Gigitan silang unilateral biasanya berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara


pergeseran lateral mandibula untuk mendapat interkuspal maksimal. Gigitan

silang dapat disebabkan karena maksila lebih sempit daripada mandibula atau

karena terdapat hubungan oklusi Klas III. 26

2.2.2 Faktor Skeletal

Berdasarkan dari faktor skeletal, penyebab terjadinya maloklusi Klas III

biasanya karena terdapat pertumbuhan abnormal yang dilihat dari segi ukuran, bentuk

atau karena terdapat prognasi tulang kraniofasial. Apabila bagian tulang wajah

tumbuh tidak normal karena terlambat, terlalu cepat atau karena tidak seimbang,

maka bentuk penyimpangan ini dapat menyebabkan masalah ortodonti. Penyebab lain

dari maloklusi Klas III adalah pertumbuhan mandibula yang berlebihan. Hal ini

tercermin pada kasus prognasi mandibula atau maloklusi Klas III skeletal yang

hingga kini diakui sebagai salah satu kelainan fasial yang paling nyata.4

Pada pasien Klas III skeletal biasanya sudut ANB negatif dengan sudut SNA

yang lebih kecil dari normal. Namun, dapat pula terjadi karena sudut SNB yang

lebih besar dari normal.3 Maloklusi Klas III skeletal jarang disebabkan oleh satu

faktor kelainan saja. Biasanya keadaan tersebut berhubungan dengan kombinasi

beberapa faktor seperti ukuran dan posisi mandibula, maksila, tulang alveolar,

dasar kranial, dan pertumbuhan vertikal yang walaupun masing-masing masih

dalam batas normal, namun dapat bergabung membentuk pola skeletal Klas

III.3,8,25,26

Ada tiga aspek penting bentuk skeletal yang mempengaruhi hubungan oklusi:

a. Hubungan skeletal antero-posterior

Universitas Sumatera Utara


Sebagian besar maloklusi Klas III berhubungan dengan pola skeletal Klas III.

Meskipun demikian, maloklusi Klas III juga dapat berhubungan dengan pola skeletal

Klas I. Pada keadaan tersebut, inklinasi gigi-geligi atau letak dasar skeletal sangat

berpengaruh dalam membentuk malrelasi antero-posterior.26

Penyimpangan skeletal secara antero-posterior umumnya berpengaruh terhadap

hubungan oklusal Klas III dan overjet yang terbalik. Pada beberapa kasus,

penyimpangan skeletal ini berhubungan dengan gigitan yang terbalik pada gigi-geligi

bukal.31 Analisa sefalometri dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antero-

posterior dari maksila dan mandibula.3

c. Lebar relatif dari rahang atas dan bawah

Crossbite unilateral maupun bilateral bisa disebabkan karena ada penyimpangan

pada lebar rahang. Crossbite bilateral biasanya disebabkan oleh sempitnya tulang

basal atau karena terdapat hubungan skeletal Klas III yang simetris dengan lintasan

sentral dari penutupan mandibula. Sedangkan pada crossbite unilateral, ciri asimetris

biasanya berhubungan dengan penyimpangan lateral pada lintasan penutupan

mandibula.31

d. Dimensi vertikal dari wajah

Tinggi wajah bagian bawah dibentuk dari tinggi rahang dan gigi-geligi. Tinggi

wajah juga dipengaruhi oleh sudut gonial mandibula. Sudut gonial yang besar

cenderung menimbulkan wajah yang panjang, sedangkan sudut gonial yang kecil

cenderung menghasilkan wajah yang pendek pada dimensi vertikal. Keadaan ini

tercermin pada hubungan oklusi karena terdapat variasi pada overbite insisal. Wajah

Universitas Sumatera Utara


pendek cenderung memiliki overbite yang dalam, sedangkan wajah yang panjang

cenderung membentuk gigitan terbuka anterior.31

2.2.3 Faktor Muskular

Faktor muskular pada maloklusi Klas III menimbulkan masalah yang

bervariasi, seperti pada bentuk dan fungsi bibir akan sedikit berpengaruh terhadap

oklusi. Kecenderungan bagi insisivus mandibula untuk lebih retroklinasi diduga

karena ada hubungan antara fungsi bibir bawah dengan penyimpangan-

penyimpangan skeletal yang ada. 31 Apabila tinggi intermaksilaris anterior besar, maka

fungsi bibir sering kurang sempurna. Pada kasus seperti ini sering terjadi openbite anterior

yang bersifat skeletal dan terjadi variasi adaptasi dari cara menelan yang ditandai dengan

letak lidah lebih anterior dari celah antara gigi-geligi seri.26

Lidah yang melekat pada tepi bagian dalam mandibula, biasanya sesuai

dengan ukuran lengkung gigi mandibula. Jika lengkung maksila lebih kecil daripada

lengkung mandibula, ukuran lidah dan fungsinya akan berpengaruh hingga terbentuk

gigitan terbuka anterior.31

Tujuan utama dilakukan perawatan adalah untuk mendapatkan hubungan serta

adaptasi jaringan lunak, bukan semata-mata untuk mendapatkan oklusi yang ideal.

Kesinambungan jaringan lunak pada dua proporsi yang seimbang antara kulit wajah

dengan gigi-geligi yang berhubungan terhadap bibir dan wajah adalah faktor utama

yang menentukan penampilan wajah seseorang. Oleh karena itu, adaptasi jaringan

lunak terhadap posisi gigi akan menentukan apakah hasil perawatan ortodonti akan

stabil atau tidak.18

Universitas Sumatera Utara


Ketepatan dalam mendiagnosis maloklusi Klas III menjadi hal yang sangat penting

dalam upaya mencapai keberhasilan perawatan.15 Hal tersebut penting karena untuk

memilih perawatan yang paling tepat tergantung dari tingkat maloklusi mana yang dapat

dihubungkan dengan masalah dento-alveolar atau skeletal yang terjadi.32

Penanganan masalah ortodontik meliputi identifikasi dari kemungkinan faktor

etiologinya serta melakukan usaha untuk menghilangkan keadaan yang sama dari

sebelumnya. Hal tersebut sangat bermanfaat untuk menunjang usaha preventif dan

interseptif yang memungkinkan maloklusi dapat dicegah atau dihindari dengan cara

menghilangkan masalah utamanya sedini mungkin.7,9 Jika maloklusi ditangani ketika

masih dalam pertumbuhan tahap dini dan mandibula serta pola pertumbuhan wajah

dikendalikan sebagaimana mestinya, maka resiko untuk melakukan perawatan secara

bedah akan semakin kecil.30

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

PESAWAT TWIN BLOCK KLAS III

Perawatan dengan pesawat fungsional bertujuan untuk memperbaiki

hubungan fungsional struktur dentofasial dengan cara menghilangkan faktor

pertumbuhan yang kurang baik serta memperbaiki lingkungan muskular sebagai

pembungkus oklusi yang sedang berkembang. Twin Block sebagai salah satu pesawat

fungsional, mampu memperbaiki keadaan maloklusi Klas III yang diakui sebagai

salah satu masalah ortodonti yang paling sukar untuk dirawat.10

3.1 Pengertian

Pesawat Twin Block merupakan pesawat fungsional lepasan yang didesain

pada tahun 1982 oleh seorang berkebangsaan Skotlandia bernama William J Clark.

Pesawat Twin Block pada dasarnya terdiri dari bite-block atas dan bite-block bawah.

Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70° terhadap dataran oklusal

apabila maksila dan mandibula beroklusi. Twin Block yang terpisah antara rahang

atas dan rahang bawah, saling berkontak pada occlusal inclined plane. Modifikasi

occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke depan atau ke

belakang pada posisi oklusi yang tepat.10,11,16,17,29

Pada saat Twin Block pertama kali diciptakan, alat ini lebih diindikasikan

untuk merawat maloklusi Klas II divisi 1 yang disebabkan oleh retrognasi mandibula

dengan maksila yang normal.10,11,16,17 Tujuan utama pengembangan pesawat Twin

Block pada perawatan maloklusi Klas II divisi 1 adalah untuk menghasilkan suatu

Universitas Sumatera Utara


teknik yang dapat memaksimalkan respon pertumbuhan terhadap fungsional protusi

mandibula dengan menggunakan suatu sistem pesawat yang sederhana, nyaman

dipakai dan secara estetis dapat diterima oleh pasien.10,11,19

Penampilan wajah pasien secara jelas diperbaiki saat Twin Block dipasang.

Efek perawatan dengan pesawat Twin Block dapat memuaskan pasien dan operator,

sehingga alat ini dapat disebut sebagai pesawat fungsional yang paling bersahabat

jika dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya.10

Mekanisme perawatan Twin Block Klas III adalah dengan memanfaatkan

kekuatan oklusal pada mandibula dengan tujuan untuk memberikan gaya ke bawah

dan ke belakang oleh inclined plane yang terbalik. Gerakan tersebut tidak merusak

kondilus, karena gigitan digantung terbuka bersamaan dengan kondilus yang

digerakkan ke bawah dan ke depan di dalam fossa, serta inclined plane pada gigi-

geligi mandibula dituntun ke bawah dan ke belakang secara bersamaan. Arah tekanan

pada mandibula melewati molar bawah ke arah sudut gonial. Area ini merupakan

bagian terbaik dari mandibula untuk menyerap tekanan oklusal yang merugikan.

Sebelum memulai perawatan Twin Block Klas III, sangat penting untuk memastikan

terlebih dahulu letak kondilus pasien tidak lebih superior atau lebih posterior dari

fossa glenoidalis pada saat oklusi penuh. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin

keefektifan dari pesawat Twin Block Klas III.10

3.2 Desain Pesawat Twin Block Klas III

Nyaman dan estetis adalah dua faktor yang paling penting dalam mendisain

suatu pesawat. Pesawat Twin Block rahang atas dan rahang bawah adalah suatu

Universitas Sumatera Utara


komponen yang terpisah, sehingga disain pesawat dapat disesuaikan secara bebas

dalam memecahkan masalah pada kedua lengkung rahang.10

Pesawat Twin Block bekerja di lingkungan gigi-geligi dan jaringan. Pesawat ini

didesain untuk memanfaatkan gigi-geligi sebagai penjangkar sehingga dapat

membatasi pergerakan gigi secara individual dan memaksimalkan reaksi ortopedik

pada perawatan. Pada awalnya, Twin Block didesain dengan komponen dasar sebagai

berikut:10

a. Sebuah skrup midline untuk ekspansi lengkung rahang atas.

b. Occlusal bite blocks.

c. Klamer di Molar dan Premolar atas.

d. Klamer di Molar dan Premolar bawah.

e. Sebuah labial bow untuk meretraksi.

f. Pegas untuk memindahkan gigi secara individual dan untuk memperbaiki

bentuk lengkung rahang seperti semestinya.

g. Penggunaan traksi ekstraoral pada beberapa kasus.

Labial Bow

Klamer Ball ended

Bite block

Klamer Adam
A B

Gambar 3. Desain Twin Block Klas III. A. Twin Block rahang atas. B. Twin Block rahang bawah.19

Universitas Sumatera Utara


3.2.1 Komponen Ekspansi

Pada Twin Block Klas III, skrup ekspansi didesain secara sagital untuk

memajukan insisivus atas sehingga oklusi lingual dapat dikoreksi. Pada banyak kasus,

maksila diekspansi secara lateral untuk memperbaiki hubungan distal dengan

mandibula. Oleh karena itu, desain pesawat pada maksila seharusnya mengikuti

syarat ekspansi tiga arah untuk menambah ukuran maksila pada dimensi sagital dan

transversal. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menggunakan tiga buah skrup

sagital, termasuk skrup midline untuk mengimbangi kerja dari skrup sagital.10

Pemutaran skrup mempunyai efek timbal balik antara pergerakan molar ke

distal dengan gerakan protrusi insisivus. Skrup-skrup sebaiknya diposisikan dengan

baik sehingga dapat dibuka pada arah yang sama. Selain untuk melebarkan maksila,

mekanisme skrup ekspansi tiga arah ini juga sangat efektif untuk mengoreksi oklusi

lingual pada maloklusi Klas III jika dikombinasikan dengan inclined plane terbalik.10

Posisi potongan untuk peletakan skrup akan mempengaruhi kerjanya terhadap

masing-masing gigi. Potongan-potongan tersebut dapat diposisikan di bagian distal

insisivus lateralis untuk memajukan keempat insisivus maksila. Posisi potongan pada

bagian mesial molar atas akan menyebabkan proses distalisasi molar-molar tersebut

semakin meningkat. Hal tersebut dapat dicegah dengan adanya tahanan oklusi dari

bite block bawah sehingga akan memperluas seluruh bagian dari lengkung rahang

atas dari bagian mesial sampai ke bagian molar.10

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Skrup ekspansi tiga arah pada Twin Block Klas III rahang atas.10

3.2.2 Labial Bow

Pada tahap awal perkembangan pesawat Twin Block Klas III, pesawat rahang

bawah selalu digabungkan dengan labial bow. Berdasarkan penelitian, labial bow

cenderung lebih dapat mengoreksi angulasi insisivus selama proses perbaikan

fungsional jaringan mulut. Namun, labial bow tidak selalu diperlukan dalam perawatan

kecuali untuk memperbaiki insisivus dengan kasus proklinasi berat. Labial bow tidak

boleh diaktifkan terlebih dahulu sampai perbaikan fungsional seluruhnya selesai dan

didapatkan hubungan Klas I pada segmen bukal.10,19

3.2.3 Retensi Pesawat

Klamer retensi yang sering digunakan pada pesawat ini adalah klamer Adams.

Klamer ini merupakan retensi utama yang diletakkan pada molar pertama permanen

rahang atas. Klamer Delta yang dikembangkan oleh Clark (1985) dapat juga

digunakan sebagai retensi pesawat Twin Block. Klamer Delta mempunyai prinsip

yang sama dengan klamer Adams, tetapi mempunyai keistimewaan dalam

meningkatkan retensi, menghindari kerusakan kawat dan meminimalisir waktu kerja

tiap kontrol. Hal ini disebabkan karena bentuk dari klamer Delta adalah triangle yang

tidak mengalami perubahan meskipun pesawat dilepas dan dipasang secara berulang-

Universitas Sumatera Utara


ulang, sehingga memberikan retensi yang lebih stabil serta mengurangi resiko

kerusakan kawat. Keuntungan lainnya adalah klamer Delta memberikan retensi yang

sangat baik pada premolar bawah dan cocok digunakan untuk semua gigi posterior

pada gigi permanen maupun gigi desidui.10,17

Gambar 5. Klamer Delta10

Klamer ball-ended pada interdental dan klamer jari atau klamer C dapat digunakan

untuk menambah retensi, serta meningkatkan daya tahan gigi-geligi terhadap gerakan

tipping antero-posterior. Klamer ball-ended biasa ditempatkan di mesial kaninus

bawah dan di premolar atas atau pada regio molar desidui untuk memperoleh retensi

interdental pada gigi-geligi yang berdekatan. Klamer C sangat baik digunakan pada

masa gigi bercampur, karena dapat dimanfaatkan sebagai pegangan perifer bagi

molar dan kaninus desidui.10,17

3.2.4 Occlusal Inclined Plane

Occlusal inclined plane merupakan dasar dari mekanisme fungsional gigi-

geligi secara alamiah. Cuspal inclined plane memegang peranan penting dalam

menentukan gigi-geligi hingga gigi tersebut mencapai oklusinya.16 Posisi dan

angulasi yang efisien dari occlusal inclined plane sangat berpengaruh dalam

Universitas Sumatera Utara


mengoreksi hubungan lengkung rahang. Koreksi fungsional pada maloklusi Klas III

dapat dicapai pada perawatan Twin Block dengan cara membalikkan angulasi inclined

plane. Karena jika dibandingkan dengan pesawat Twin Block Klas II, posisi bite

block pada pesawat Twin Block Klas III adalah terbalik. Occlusal block ditempatkan

di seluruh molar desidui atas dan molar pertama permanen bawah. Hal tersebut dapat

diusahakan dengan cara memanfaatkan tekanan oklusal sebagai mekanisme

fungsional.10

Occlusal inclined plane yang bekerja pada angulasi 70°, menuntun gigi-geligi

rahang atas untuk bergerak ke depan dengan bantuan kekuatan oklusi dan pada saat

yang sama berfungsi untuk membatasi pertumbuhan mandibula ke depan.10,29 Mekanisme

tersebut bertujuan untuk memperbaiki hubungan lengkung rahang dengan cara

memajukan maksila dan mandibula berperan sebagai penjangkar. Pergerakan untuk

mengoreksi oklusi lingual didapatkan dengan cara membuka gigitan dan

menempatkan pesawat sehingga kontak yang terjadi hanya pada inclined plane,

bukan pada permukaan blocks.10

Gambar 6. Kontak oklusal hanya pada inclined plane.10

Universitas Sumatera Utara


3.2.5 Komponen Tambahan

Terdapat beberapa komponen yang dapat ditambahkan untuk menambah efisiensi

kerja Twin Block, yaitu:

3.2.5.1 Skrup Advancement

Sebuah alternatif untuk mengaktivasi pesawat adalah menggunakan skrup

berbentuk kerucut yang dipasang pada upper block atau lebih dikenal sebagai skrup

advancement. Skrup ini juga dapat digunakan pada perawatan pertumbuhan

mandibula yang asimetris. Apabila sudah menggunakan skrup jenis ini, trimming

bagian upper block yang berguna untuk memudahkan proses erupsi molar bawah

pada perawatan deep bite tidak boleh dilakukan. Hal tersebut menjadi kekurangan

dari penggunaan skrup advancement.10,34

Gambar 7. Skrup advancement diletakkan pada block rahang atas.10

3.2.5.2 Kekuatan Magnetik

Peran utama manget pada perawatan Twin Block adalah mepercepat koreksi

hubungan rahang. Magnet berguna untuk memperbesar terjadinya kontak oklusi pada bite block

sehingga dapat memaksimalkan kekuatan fungsional dalam memperbaiki maloklusi.10,20,23,24 Jenis

Universitas Sumatera Utara


magnet yang dapat digunakan pada perawatan Twin Block adalah samarium cobalt

dan neodynium boron.10

Pada kasus maloklusi Klas III skeletal dengan crossbite tetap yang sulit diperbaiki

dengan perawatan mekanik yang konvensional, ternyata dapat berhasil dirawat dengan

Twin Block magnetik.10 Gaya magnet menjadi suatu sumber tarikan yang khas dalam

perawatan ortodonti. Menurut Xu Yun et al, gaya magnet sebesar 2,5 T tidak akan

menimbulkan kerusakan terhadap tubuh manusia.24 Gaya magnetik tidak berpengaruh

buruk terhadap ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Penggunaan gaya

magnetik sangat menguntungkan dalam hal perbaikan jaringan dan pergerakan gigi. Selain

itu, kekuatan magnet dapat memperlancar sistem peredaran darah di sekitar jaringan gigi,

mempercepat proses penghancuran dan pembentukan tulang, serta memperpendek waktu

perawatan.20,24

Twin Block Klas III magnetik yang disertai dengan penambahan komponen ekspansi

sagital, bekerja dengan menggunakan kekuatan ortopedik untuk memperbaiki posisi mandibula

dan melebarkan maksila (Gambar 8). Hal tersebut sangat efektif dalam memperbaiki posisi

mandibula dengan cepat. Prognosis Twin Block magnetik pada koreksi Klas III adalah sangat

baik.10,24

Gambar 8. Twin Block magnetik pada maloklusi Klas III. A. Batangan magnet pada
bite block rahang atas. B. Batangan magnet pada bite block rahang bawah.10

Universitas Sumatera Utara


3.2.5.3 Face Mask dengan Tarikan Terbalik

Face Mask atau Facial Mask dengan tarikan terbalik merupakan komponen

tambahan kekuatan ortopedik untuk memajukan maksila dengan bantuan traksi

elastik. Mekanisme ini dapat juga dilekatkan pada Twin Block rahang atas untuk

memaksimalkan kekuatan komponen yang memajukan maksila, sehingga terjadi

perubahan teknik dari sistem fungsional ke sistem fungsional ortopedik.

Kekuatan elastik yang dipakai harus ditingkatkan secara bertahap sejak Face

Mask dipasang dan sejak pasien sudah beradaptasi terhadap tekanan yang

ditimbulkan. Jika pasien merasakan sakit atau terjadi iritasi pada jaringan lunak,

maka kekuatan elastik harus dikurangi hingga ke level yang lebih nyaman.10,33

Perawatan dengan penambahan Face Mask sangat efektif dan digunakan

hanya dalam periode yang pendek, yaitu selama 4 sampai 6 bulan pemakaian. Alat

tambahan ini tidak wajib dipakai sepanjang hari, melainkan dapat dipakai sebagai

kekuatan tambahan di malam hari.10

Gambar 9. Penggunaan Face Mask sebagai kekuatan tambahan pada Twin Block Klas II di
malam hari.10

Universitas Sumatera Utara


3.2.5.4 Lip Pads

Untuk meningkatkan pergerakan ke depan pada segmen labial atas, lip pads

dapat ditambahkan untuk mendukung bibir atas agar bebas dari insisivus sama seperti

pada Frankel’s III. Lip pads yang berisi kawat berdiameter tebal tidak perlu

diikutsertakan pada bagian midline, agar frenulum terhindar dari iritasi. Penting untuk

melekatkan lip pads ke segmen anterior pesawat, sehingga lip pads akan ikut maju

ketika skrup dibuka. Dalam hal ini, lip pads harus disesuaikan agar bebas ke depan

dari ginggiva ketika insisivus dimajukan untuk menghindari gingiva tertekan pada

segmen labial.10

Gambar 10. A,B Lip pads harus tidak boleh berkontak dengan gingiva.
Mekanisme kerjanya sama seperti pada Frankel’s III.10

3.2.5.5 Incisal Capping

Modifikasi desain pesawat dengan menambahkan insisal capping di seluruh

permukaan insisal gigi insisivus bawah menjadi pilihan sebagian ortodontis.10

Penambahan insisal capping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan

pecahnya Twin Block rahang bawah.22 Twin Block digunakan pada saat makan, oleh

karena itu, oral hygiene merupakan faktor yang sangat penting selama perawatan.10,22

Universitas Sumatera Utara


A B
Gambar 11. A. Incisal capping pada Twin Block rahang bawah
B. Demineralisasi dan karies yang tejadi pada insisal rahang bawah
setelah perawatan.22

Pada pasien yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman

berkarbonasi dan disertai dengan oral hygiene yang buruk, penambahan incisal

capping pada Twin Block cekat dapat memungkinkan terjadinya resiko dekalsifikasi

pada gigi. Hal tersebut menjadi kekurangan dari pemakaian incisal capping.10,22

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Pada setiap awal penggunaan teknik baru, sangat penting untuk menyeleksi

kasus-kasus dan mempelajari dasar-dasar perawatan tanpa menimbulkan komplikasi.

Hal ini sangat penting dilakukan bagi operator yang belum berpengalaman dalam

menangani perawatan fungsional.10

Adapun indikasi dan kontraindikasi perawatan menggunakan Twin Block Klas

III, antara lain:

3.3.1 Indikasi

Seleksi kasus untuk penggunaan Twin Block Klas III pada tahap awal dapat

dilihat dari beberapa kriteria di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


1. Maloklusi pseudo Klas III dengan bentuk lengkung gigi yang normal.

Kasus seperti ini lebih mudah untuk dirawat dibandingkan pada kasus maloklusi yang

disertai crowded.10,11

2. Lengkung rahang dalam keadaan baik atau dapat dikoreksi dengan mudah.10,11

3. Pada pemeriksaan klinis harus terlihat perubahan ketika pasien

memundurkan mandibulanya untuk mengoreksi crossbite.10

4. Untuk memperoleh perubahan skeletal yang baik selama perawatan, pasien

harus sedang dalam masa pertumbuhan.10,11,16

5. Pada perawatan maloklusi kompleks yang disebabkan oleh kombinasi

faktor dental dan skeletal.16

6. Overjet dan deep overbite yang terbalik pada maloklusi Klas III.19

7. Kondisi pasien yang memiliki kekurangan skeletal maksila yang minimal

dan sudut mandibular plane yang tidak terlalu curam.11

3.3.2 Kontraindikasi

Hal-hal yang menjadi kontraindikasi perawatan Twin Block Klas III, yaitu:

1. Pada kasus gigi yang sangat berjejal.10,11,16,17

2. Pasien dengan protrusi mandibula yang sangat parah.24

3. Pasien yang mempunyai sudut gonial yang besar.

4. Pasien yang memiliki sudut mandibular plane yang curam.

3.4 Keuntungan dan Kerugian

Adapun keuntungan dan kerugian pada perawatan menggunakan pesawat

Twin Block, antara lain:

Universitas Sumatera Utara


3.4.1 Keuntungan

Twin Block mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan

pesawat fungsional lainnya, antara lain:

a. Nyaman. Pasien memakai Twin Block selama 24 jam sehari dan dapat makan

dengan nyaman meskipun pesawat sedang dipakai.10,11,16,17,27

b. Estetis. Twin Block dapat didisain dengan kawat yang tidak tampak di bagian

anterior tanpa kehilangan efisiensi dalam mengoreksi hubungan lengkung rahang.10,16

c. Fungsi. Occlusal inclined planes adalah mekanisme yang paling alami daripada

mekanisme yang lain.10

d. Kooperatif pasien. Twin Block dapat dicekatkan ke gigi secara sementara ataupun

permanen untuk menjamin kooperatif pasien. Twin Block lepasan dapat dicekatkan di

dalam mulut pada minggu pertama atau selama 10 hari perawatan untuk memastikan

pasien dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat memakainya sepanjang hari.10,16

e. Perawakan wajah. Sejak Twin Block dipasang, perawakan wajah langsung

diperbaiki. Tidak ada pads pada bibir, pipi ataupun pada lidah seperti yang digunakan pada

beberapa pesawat lainnya, menjadikan tidak ada batasan baginya pada fungsi normal serta

tidak mengganggu perawakan wajah pasien selama perawatan. Pemulihan keseimbangan

wajah tampak membaik dalam tiga bulan pertama perawatan.10,11,16,17

f. Pasien dapat berbicara secara normal. Pesawat Twin Block tidak mengganggu

fungsi fonetik akibat terhalangnya lidah, bibir ataupun mandibula jika dibandingkan

dengan pesawat fungsional lainnya.10,16

Universitas Sumatera Utara


g. Manajemen klinis. Penyesuaian dan aktivasi pesawat sangat sederhana. Pesawat ini

kuat dan tidak mudah patah. Waktu kerja dapat dikurangi dengan melakukan koreksi

ortopedi mayor.10

h. Perkembangan lengkung rahang. Twin Block dapat mengontrol lebar lengkung

rahang atas dan bawah secara tersendiri. Desain pesawat dapat dimodifikasi dengan mudah

dalam perawatan lengkung rahang secara transversal maupun sagital.10

i. Memposisikan mandibula. Pemakaian pesawat seharian penuh dapat memposisikan

mandibula agar tetap stabil setelah masa retensi.10

j. Kontrol vertikal. Twin Block dapat mengontrol dimensi vertikal dengan sangat

baik pada perawatan deep overbite dan openbite anterior. Kontrol vertikal secara signifikan

dapat tercapai dengan pemakaian sepanjang hari.10,28

k. Asimetri wajah. Aktivasi pesawat untuk mengoreksi asimetri wajah dan asimetri

gigi-geligi dapat dilakukan saat anak dalam masa pertumbuhan.10

l. Aman. Twin block dapat dipakai selama berolah raga kecuali berenang dan olah

raga kasar yang diharuskan untuk melepas pesawat demi keamanan.10,16

m. Efisiensi. Twin Block dapat mengoreksi maloklusi lebih cepat dibandingkan

pesawat fungsional lain yang hanya terdiri dari satu unit, karena Twin Block dipakai

sepanjang hari. Keuntungan ini berlaku pada pasien di semua umur.9

n. Lama perawatan. Hubungan lengkung rahang dapat dikoreksi mulai dari masa

kanak-kanak sampai dewasa. Namun, perawatan akan lebih lama pada pasien dewasa dan

hasilnya akan lebih sulit diprediksi.10

o. Kerjasama dengan pesawat cekat. Kerjasama Twin Block dengan pesawat cekat

konvensional lebih sederhana dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya. Dengan

Universitas Sumatera Utara


teknik kombinasi, Twin Block memaksimalkan koreksi skeletal ketika pesawat cekat

digunakan untuk memperbaiki oklusi secara detail. Pesawat Twin Block tidak memerlukan

kawat di bagian anterior sehingga breket dapat dipasang pada gigi bagian anterior untuk

memperbaiki susunan gigi secara bertahap, dengan cara mengoreksi hubungan lengkung

rahang selama fase ortopedik. Selama fase pendukung, suatu transisi dapat mudah

dihasilkan dengan mencekatkan pesawat.10

p. Perawatan terhadap disfungsi TMJ. Twin block dapat difungsikan sebagai splint

yang efektif pada pasien yang mengalami disfungsi TMJ dengan memindahkan kondilus

bagian distal ke disc articulare. Pemakaian sepanjang hari menjadikan disc articulare pada

TMJ yang mungkin bermasalah akan berkurang pada stadium awal dan akan kembali ke

posisi normal. Pada saat yang sama, perkembangan lengkung rahang secara sagital, vertikal

dan transversal menghilangkan kontak oklusi yang tidak baik.10

3.4.2 Kerugian

Adapun beberapa kerugian pada perawatan menggunakan Twin Block Klas

III, antara lain:

1. Alat ini hanya benar-benar efektif jika digunakan untuk merawat anomali

pada pasien dalam masa pertumbuhan aktif.10,11,16,17

2. Hanya benar-benar efektif digunakan pada maloklusi pseudo Klas III,

dimana kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya minimal.6,7

3. Twin Block cenderung meningkatkan tinggi wajah secara vertikal.28

4. Pemakaian Twin Block cekat pada pasien yang mempunyai oral hygiene yang

buruk dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonasi, cenderung

menyebabkan demineralisasi dan karies pada gigi.22

Universitas Sumatera Utara


3.5 Mekanisme Kerja dan Tahap Perawatan

Perawatan Twin Block dideskripsikan dalam tiga fase. Twin Block digunakan

pada fase aktif untuk mengoreksi hubungan antero-posterior dan dimensi vertikal.

Pada fase selanjutnya Twin Block diganti dengan pesawat tipe Hawley pada rahang

atas yang terdapat anterior inclined plane untuk membantu mengoreksi posisi seperti

gigi posterior menuju oklusi yang penuh. Perawatan diakhiri dengan fase retensi

untuk mempertahankan posisi gigi yang sudah diperbaiki.10 Mekanisme kerja akan

dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.

3.5.1 Fase Aktif

a. Pengepasan pesawat

Hal pertama yang paling penting dilakukan oleh operator adalah memastikan

bahwa pasien dapat menggigit secara nyaman pada gigitan retrusif saat inclined plane

beroklusi. Untuk menghindari iritasi selama pemakaian pesawat pada minggu pertama,

penting untuk membebaskan sedikit bagian palatal gingiva insisivus atas dari pesawat

rahang atas. Klamer-klamer diatur agar dapat meretensikan pesawat dengan aman tanpa

mengenai gingival margin. Jika memakai labial bow, sebaiknya tidak berkontak dengan

inisisvus bawah.10

b. Kontrol pertama, setelah 10 hari

Pasien harus dapat memakai pesawat dengan nyaman termasuk pada saat makan.

Pasien telah dapat beradaptasi dengan baik sehingga ketidaknyamanan dalam memakai

pesawat seperti pertama kali sudah teratasi dan pasien dapat menggigit dengan gigitan

retrusif secara konsisten. Pasien diintruksikan untuk memutar skrup midline pada

pesawat rahang atas satu kali putaran per minggu.10

Universitas Sumatera Utara


Pada tahap ini, sangat penting untuk mendeteksi kemampuan pasien dalam

meretrusikan inclined plane secara konstan ketika melakukan oklusi. Apabila pasien

sulit melakukannya, hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa pesawat sudah

diaktifkan melewati tingkat toleransi jaringan muskular. Hal yang perlu dilakukan

adalah mengurangi aktivasi pesawat dengan cara melakukan grinding pada incline

planes sampai didapatkan posisi oklusi yang nyaman bagi pasien. Angulasi inclined

planes dapat dikurangi menjadi 45° jika pasien gagal untuk mengoklusikan bite

blocks ke belakang secara benar. Hal tersebut dapat menjadi pertanda awal bahwa

progress perawatan akan lebih lambat jika dibandingkan dengan inclined planes

angulasi 70°.10

c. Kontrol setelah 4 minggu

Pada kontrol di bulan pertama, kemajuan perawatan sudah terlihat secara

signifikan yaitu terjadi perubahan keseimbangan wajah menjadi lebih baik. Kemajuan

perawatan juga ditandai dengan berkurangnya overjet yang diukur secara intraoral

ketika mandibula diretraksikan secara penuh.10

Apabila sikap kooporatif pasien diragukan, maka disarankan agar memfiksasi

pesawat pada mulut. Hal tersebut dilakukan agar pasien mudah beradaptasi terhadap

pemakaian pesawat selama 24 jam sehari. Teknik untuk memfiksasi pesawat pada

tempatnya cukup sederhana. Gigi-geligi pertama kali harus di fissure sealent dan

dirawat dengan topical fluoride untuk mencegah kerusakan gigi pada waktu

pemakaian. Ada dua cara untuk memfiksasi Twin Block. Pertama, dengan

memasukkan semen di atas permukaan gigi dari pesawat. Kedua, teknik bonding

langsung ke gigi, dengan cara menaruhkan composite di sekeliling klamer retensi.10,16

Universitas Sumatera Utara


Kontrol pesawat pada tahap ini minimal dilakukan. Dalam memonitor kemajuan

perawatan, hal yang perlu dilakukan adalah memeriksa kerja skrup serta mencocokkan

klamer-klamer yang mendukung retensi jika perlu. Apabila labial bow termasuk sebagai

komponen pesawat, pastikan agar tetap tidak berkontak dengan insisivus bawah.10

Penambahan occlusal inclined plane dilakukan untuk menuntun mandibula

dalam mengoreksi hubungan fungsional yang benar terhadap maksila, yaitu dari Klas

III yang protrusi menjadi relasi rahang Klas I secara skeletal dengan cepat. Pada

semua perawatan fungsional, koreksi sagital dicapai sebelum pertumbuhan vertikal

pada gigi-geligi posterior selesai.10

Pada perawatan deep over bite, bite blocks bawah digrinding secara selektif menjauhi

molar atas sehingga menyisakan ruang sebesar 1-2 mm agar erupsi molar tidak terhambat.

Di sepanjang rentetan proses grinding, penting untuk tidak mengurangi pinggiran penuntun

dari inclined plane, sehingga dukungan fungsional oklusal yang adekuat tetap dapat

diberikan sampai didapatkan kontak oklusi yang baik.10,16

A B C

D E

Gambar 12. Rentetan proses grinding pada perawatan deep bite dengan pesawat Twin Block.

Universitas Sumatera Utara


Pada perawatan open bite anterior dan pola pertumbuhan vertikal, posterior bite

block tidak dikurangi dan tetap utuh selama perawatan. Hal tersebut menghasilkan efek

intrusi pada gigi posterior, sementara gigi anterior dapat erupsi secara utuh. Hal

tersebut dapat membantu mencapai overbite yang normal dan membawa gigi anterior

beroklusi.10,30

d. Kontrol rutin, interval waktu 6 minggu

Pola kontrol alat yang sama seperti sebelumnya tetap terus dilakukan untuk

mengoreksi oklusi mesial dan mengurangi overjet. Lebar lengkung rahang atas selalu

diperiksa tiap kunjungan, sampai proses ekspansi cukup untuk membantu rahang

bawah berada pada posisi yang benar, sehingga tidak diperlukan lagi pemutaran

skrup.10

Pada akhir fase aktif perawatan Twin Block, tujuan selanjutnya adalah

mencapai perbaikan oklusi menjadi oklusi Klas I dan mengontrol dimensi vertikal

hingga mencapai kontak oklusi di tiga titik ketika insisivus dan molar beroklusi. Pada

tahap ini, overjet, overbite, dan oklusi mesial harus seluruhnya diperbaiki.10,16

A B C

Gambar 13. A,B,C Perubahan yang terjadi sebelum, saat, dan sesudah perawatan Twin Block Klas III.10

Universitas Sumatera Utara


3.5.2 Fase Pendukung

Tujuan dari fase pendukung adalah mempertahankan hubungan insisivus yang

sudah terkoreksi sampai oklusi pada segmen bukal berinterdigitasi dengan baik.

Sebuah pesawat fungsional rahang atas lepasan dicocokkan dengan anterior inclined

plane beserta labial bow untuk menjaga posisi insisivus dan caninus bawah.10,16

Pesawat Twin Block bawah dilepaskan pada fase ini. Bite block bagian

posterior dihilangkan untuk memberi jalan erupsi gigi posterior. Pemakaian pesawat

secara rutin sangat penting untuk mendukung terjadinya perubahan tulang internal

dalam memperbaiki oklusi seperti yang telah terjadi pada segmen bukal.10

Kontrol vertikal merupakan hal utama yang dilakukan pada fase ini setelah

pengurangan overbite selesai. Untuk mencapai vertikal dimensi yang baik, sebuah occlusal

stop datar dari akrilik yang bermula dari inclined plane diperluas ke depan untuk menahan

insisivus bawah. Occlusal stop adalah komponen tambahan yang penting untuk mengontrol

tinggi intergingival yang benar saat gigi posterior erupsi mencapai oklusi. Bukal geligi-gigi

pada rahang atas dan bawah harus dituntun mencapai oklusi yang normal dalam 2-6 bulan,

tergantung dari kedalaman overbite.10

Gambar 14. Fase pendukung dengan anterior inclined plane.10

Universitas Sumatera Utara


Pasien harus mengerti akan pentingnya pemakaian pesawat pendukung

sepanjang waktu untuk mencegah relapse pada fase kritis perawatan. Kuncinya

adalah pesawat yang nyaman dan didesain dengan baik dapat diterima oleh pasien

tanpa ada keraguan.10

3.5.3 Fase Retensi

Perawatan juga diikuti dengan fase retensi, dengan menggunakan anterior

inclined plane pada rahang atas. Pemakaian pesawat retensi hanya digunakan pada

malam hari ketika oklusi penuh telah dicapai. Pada perawatan dini kelainan skeletal

sejati, pesawat tipe monoblock dapat dipakai sebagai retainer. Pesawat tersebut

berperan sebagai pendukung tambahan dan dapat diaktifkan untuk memperbesar

respon ortopedik terhadap perawatan yang diberikan selama masa transisi gigi-

geligi.10

Lamanya waktu perawatan dengan pesawat Twin Block secara keseluruhan

adalah berkisar 18 bulan. Fase aktif sekitar 6-9 bulan untuk mendapatkan pengurangan

overjet ke hubungan insisivus yang normal dan mengoreksi oklusi bagian distal. Fase

pendukung berkisar 3-6 bulan sampai gigi premolar dan molar mencapai oklusi yang

optimal. Tujuannya adalah untuk membantu mengoreksi posisi mandibula setelah

terjadi perpindahan aktif sampai gigi-geligi bukal beroklusi dengan baik. Oklusi

segmen bukal yang baik ditandai dengan adanya landasan yang stabil setelah

mengoreksi hubungan antar lengkung rahang. Fase retensi lebih kurang 9 bulan dan

pengurangan waktu pemakaian dilakukan hingga posisi keseluruhan stabil.10,16

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

EFEK PERAWATAN TWIN BLOCK KLAS III

Perawatan maloklusi Klas III dengan Twin Block menghasilkan berbagai

perubahan yang signifikan terhadap tercapainya keseimbangan fungsional wajah yang

harmonis.10,11,19,24 Efek tersebut selanjutnya akan lebih dideskripsikan pada kasus-

kasus di bawah ini.

4.1 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Skeletal

Seorang gadis berumur 8 tahun 2 bulan, menderita pola maloklusi Klas III

skeletal ringan dengan konveksitas maksila mencapai -1 mm disertai oklusi lingual

pada keempat insisivus atas. Kedua insisivus lateralis atas linguoversi. Retroklinasi

insisivus atas diduga karena terdapat sudut naso-labial yang tumpul.10

Gambar 15. Oklusi sebelum perawatan.10

Perawatan pada masa gigi bercampur menghasilkan respon pertumbuhan yang

positif. Pada akhir perawatan terjadi perkembangan konveksitas wajah menjadi +5

mm. Lip pads ditambahkan pada Twin Block rahang atas dengan skrup twin sagital

Universitas Sumatera Utara


untuk memperbaiki reaksi terhadap maksila. Hasilnya, proklinasi dari insisivus

meningkat selama perawatan sejauh 6 mm, dari -1 mm menjadi 5 mm.10

A B C

Gambar 16. A. Lengkung rahang atas sebelum perawatan


B. Oklusi setelah perawatan
C. Lengkung rahang atas setelah perawatan.10

Perbaikan yang paling menguntungkan pada keseimbangan wajah, sebagian

tergantung pada rotasi mandibula yang searah jarum jam disertai dengan rotasi yang

signifikan dari sumbu fasial. Hal tersebut merubah sudut sumbu fasial dari 26 o saat

sebelum perawatan, menjadi 19o setelah perawatan, dan 22o ketika dilakukan follow

up 1 tahun 3 bulan kemudian. Perubahan yang sama juga didapatkan pada sudut

bidang mandibula. Pergerakan mandibula ke bawah yang terjadi dapat memperbaiki

profil wajah. Perawatan dengan menggunakan pesawat Twin Block yang terbalik ini,

oklusi lingual terkoreksi setelah 5 bulan dan perawatan selesai setelah 12 bulan.

Selanjutnya, perawatan juga diikuti dengan fase retensi hingga 12 bulan. Laporan

terakhir menunjukkan keadaan oklusi pasien 1 tahun setelah lepas dari fase retensi,

yaitu saat masa transisi pertumbuhan gigi-geligi permanen selesai.10

Universitas Sumatera Utara


A B
Gambar 17. A,B Oklusi saat follow up.10

A B

Gambar 18. Gambaran sefalometri:10 A. Sebelum perawatan ( umur 8 tahun 2 bulan)


B. Setelah perawatan (umur 10 tahun 1 bulan)
C. Saat follow up (umur 11 tahun bulan)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 19. Perubahan profil pasien saat umur 8 tahun 2
bulan (sebelum perawatan), 10 tahun 1 bulan (setelah
perawatan), dan 11 tahun 4 bulan (saat follow up).10

Tabel 1. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI KLAS III


SKELETAL
UMUR ( tahun )
Jenis Pengukuran
8,2 10,1 11,4
(sebelum perawatan) (sesudah perawatan) (Follow Up)
Sudut Basis Kranii 30 29 30
Sudut Fasial (Npog-FH) 26 19 22
MP-FH 26 34 29
Sudut Kraniomandibular 56 63 59
Bidang Palatal/Maksila -1 -2 0
Konveksitas -1 5 4
I atas : Vertikal 5 13 14
I bawah : Vertial 24 27 27
I bawah : A/Po (mm) 4 1 1
LI : GRS-E (mm) 0 -2 -3
Molar atas : Pt Vertikal 8 6 7

4.2 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Klas III Dental

Gadis berumur 7 tahun 5 bulan menderita maloklusi Klas III dental berat yang

terjadi segera setelah erupsi insisivus permanen. Kedua insisivus lateralis atas

bergerak ke lingual dari kedua insisivus sentaralis di sebelahnya, dan terdapat oklusi

Universitas Sumatera Utara


ke lingual pada segmen labial atas yang ditandai dengan overjet terbalik sejauh 3 mm,

serta tidak terdapat pergerakan mandibula ke depan saat penutupan. Hubungan

skeletal menunjukkan konveksitas wajah -1 dengan mandibula yang normal dan

maksila yang cukup retrusi.10

A B C

Gambar 20. A-C Gambaran oklusi sebelum perawatan.10

Perawatan Twin Block periode pendek sukses dilakukan dengan cara

membalikkan kecenderungan pertumbuhan yang ada, serta membentuk oklusi Klas I

yang tetap bertahan selama 6 tahun setelah seluruh fase perawatan selesai dilakukan,

tanpa dibutuhkan perawatan lanjutan.10

A B

Gambar 21. A. Oklusi setelah 8 bulan perawatan. B. Oklusi 6 tahun kemudian saat
follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10

Universitas Sumatera Utara


A B

Gambar 22. A. Sefalometri sebelum perawatan. B. Sefalometri setelah 5 bulan perawatan.


C. Sefalometri saat follow up (umur 14 tahun 3 bulan).10

Gambar 23. Perubahan profil wajah sebelum, setelah


perawatan dan saat follow up 6 tahun kemudian.10

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MAOLKLUSI KLAS III DENTAL

UMUR ( tahun )
Jenis Pengukuran
7,5 7,10 14,3
(sebelum perawatan) (sesudah perawatan) (Follow Up)
Sudut Basis Kranii 29 29 30
Sudut Fasial (Npog-FH) 28 27 31
MP-FH 27 27 21
Sudut Kraniomandibular 56 56 52
Bidang Palatal/Maksila -4 -1 0
Konveksitas -1 0 -4
I atas : Vertikal 11 29 30
I bawah : Vertial 26 26 18
Sudut Interinsisal 143 125 132
I bawah : A/Po (mm) 3 2 2
LI : GRS-E (mm) -5 -3 -8
Molar atas : Pt Vertikal 8 10 20

4.3 Laporan Kasus Pasien Maloklusi Pseudo Klas III

Seorang pasien perempuan berumur 8 tahun dengan keluhan utama yaitu tidak

teraturnya gigi-geligi anterior atas dan bawah. Pada pemeriksaaan ekstraoral, tampak

profil wajah cekung dan menunjukkan masalah pertumbuhan maksila yang terhambat

( Gambar 25 A ).11

Pada pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa pasien dalam masa awal gigi

bercampur yang ditandai dengan telah erupsinya insisivus sentralis atas dan bawah

serta molar pertama permanen. Seluruh gigi maksila mulai dari kaninus desidui kanan

(53) hingga molar pertama desidui kiri (64) mengalami crossbite dengan molar

pertama desidui rahang bawah pada sisi kanan (84) sampai molar pertama desidui sisi

kiri (74), kecuali insisivus lateralis desidui kanan maksila (52) yang sebagian

terkunci. Relasi molar pada kedua sisi rahang berkembang menjadi maloklusi Klas

Universitas Sumatera Utara


III, dimana molar mandibula berada 3 mm di depan dari ujung tonjol bukal molar

maksila. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita maloklusi Klas III.11

Pada pemeriksaan dengan RS-OS dan penuntun penutupan mandibula, terlihat

adanya pergeseran fungsional. Erupsi gigi 11 berpengaruh terhadap perubahan

fungsional yang terjadi, sehingga menyebabkan oklusi yang prematur pada relasi rahang

(Gambar 24 A). Pertumbuhan maksila tampak terhambat. Hal ini menyebabkan

terjadinya perubahan postural pada mandibula menjadi posisi Klas III Angle. Pada

foto sefalogram lateral menunjukkan bahwa titik A masih pada kisaran yang normal.

Sebaliknya, pada titik B sedikit lebih besar dari normal. Berdasarkan penemuan-

penemuan tersebut, hasil diagnosa adalah maloklusi pseudo Klas III.11

Gambar 24. Foto sebelum perawatan menunjukkan terjadinya


atrisi yang berat pada gigi-geligi maksila.11

Tujuan perawatan adalah untuk memperbaiki keadaan terkuncinya gigi di

bagian anterior. Karena tidak terdapat hambatan pada pertumbuhan maksila, dan

berdasarkan observasi ternyata mandibula bermasalah pada saat penutupan, maka

dibuat keputusan untuk merawat pasien dengan menggunakan pesawat Twin Block

Klas III. Hal tersebut diharapkan dapat memposisikan mandibula ke belakang dan

memicu pertumbuhan maksila.11

Universitas Sumatera Utara


A B
Gambar 25. A. Pergeseran fungsional mandibula. B. Pesawat Twin Block Klas III terlihat
secara intaroral.11

Metode perawatan terdiri dari pembuatan gigitan kerja dari wax dalam posisi

retrusi maksimal. Kemudian, bite blocks atas dan bawah dibuat dari bahan heat cured

PMMA, disertai pemakaian klamer-klamer pada molar pertama maksila dan

mandibula. Bite blocks dibuat menutupi molar pertama dan kedua desidui atas dan

molar pertama permanen bawah dengan arah inclined plane yang terbalik. Labial bow

pasif pada rahang bawah juga ditambahkan yang berguna sebagai retensi. Pasien

diinstruksikan untuk menggunakan pesawat sepanjang hari termasuk saat makan.11

Adaptasi pasien terhadap pemakaian pesawat saat makan sangat buruk pada

dua bulan pertama perawatan. Namun, keadaan tersebut teratasi setelah dilakukan

motivasi dan penyuluhan pada pasien dan orang tua. Membaiknya profil wajah pada

saat memakai pesawat juga menjadi salah satu faktor motivasi yang positif.11

Pesawat diaktifkan setiap tiga minggu sekali dengan menambahkan resin

akrilik pada inclined plane bite block.10,34 Selama dua bulan pemakaian pesawat,

pasien telah mampu menghasilkan penutupan yang habitual pada mandibula ke posisi

belakang dan mengoreksi crossbite anterior. Pasien diharuskan untuk melanjutkan

Universitas Sumatera Utara


pemakaian pesawat selama enam bulan berikutnya untuk tujuan retensi. Pada akhir

bulan ke-10, diperoleh perubahan pada profil pasien yang signifikan (gambar 24 B).11

A B
Gambar 26. Perubahan profil wajah pasien. A. Profil sebelum perawatan.
B. Profil setelah perawatan.11

Gambar 27. Oklusi setelah dua tahun (follow up).11

Setelah perawatan, analisa sefalometri menunjukkan terjadinya peningkatan

pada SNA sebesar 2o, yaitu dari 82o menjadi 84 o dan tidak terdapat perubahan pada

sudut SNB. Sudut ANB berubah dari -2o sebelum perawatan, menjadi 0o pasca

perawatan. Meskipun ANB masih 0o, namun telah terjadi perbaikan pada profil wajah

yang diharapkan akan meningkat lebih jauh lagi sehingga kemudian berpengaruh

Universitas Sumatera Utara


terhadap sudut ANB. Berdasarkan dari efek-efek yang ditimbulkan, maka terlihat

pertumbuhan maksila tidak mengalami hambatan. Hal tersebut diikuti perbaikan gigi

anterior yang terkunci serta terjadi perubahan posisi mandibula menjadi normal ke

belakang. Pada pembacaan FMA sebelum perawatan dan sesudah perawatan adalah

26o dan 27o secara berurutan. Pada pemeriksaan intraoral setelah dua tahun kontrol,

menunjukkan hubungan overjet dan overbite yang normal.11

Tabel 3. ANALISA SEFALOMETRI PADA KASUS MALOKLUSI PSEUDO KLAS III

Jenis Pengukuran Sebelum Setelah


Perawatan Perawatan
SNA 82o 84o
SNB 84o 84o
ANB -2o 0o
FMA 26o 27o
IMPA 86o 80o
Interinsisal 135o 135o
Panjang SN 66,5 mm 67 mm
Co-A 69 mm 78 mm
Co-Gn 98 mm 110 mm
Panjang Corpus (PTM-Pt. A Perpendicular) 41 mm 45 mm
Konveksitas wajah -2 mm 0 mm

Berdasarkan deskripsi kasus-kasus di atas, tampak jelas bahwa dengan

menggunakan pesawat Twin Block Klas III dapat memberikan efek skeletal dan

dental.10,18,24,29 Hal tersebut dapat terjadi karena pesawat Twin Block menghasilkan

kombinasi reaksi pada mandibular-skeletal dan maksilo-dentoalveolar.21 Perubahan

yang tampak selama perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas dan

retroklinasi pada insisivus bawah. Perawatan juga menyebabkan penurunan sudut

SNB dengan meningkatnya vertikal dimensi di bagian anterior wajah.19,24

Universitas Sumatera Utara


Perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien terlihat secara konsisten

selama beberapa bulan pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini

dapat dilihat dari perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang

seimbang.10,16 Hasil analisa sefalometri mengindikasikan bahwa pesawat Twin Block

lebih menunjukkan perubahan yang signifikan pada jaringan lunak jika dibandingkan

dengan hasil perawatan yang menggunakan pesawat fungsional lain.28 Pada anak-

anak yang sedang dalam masa pertumbuhan aktif, otot-otot wajah beradaptasi sangat

cepat terhadap perubahan fungsi oklusal. Hal tersebut sangat menguntungkan karena

pasien sudah merasakan manfaatnya sejak pesawat pertama kali dipakai.10,16

Bentuk bibir yang kompeten selalu diperoleh dari fungsi normal pesawat Twin

Block tanpa diperlukan lagi latihan bibir. Apabila overjet atau crossbite telah

dihilangkan dengan memakai pesawat tetap pada mulutnya pada waktu makan dan

minum, maka pasien akan dengan mudah mengadaptasikan bibirnya. Hal tersebut

sangat membantu untuk mendapatkan posisi bibir yang kompeten, sehingga secara

fungsional dapat mencegah makanan dan cairan keluar dari mulut.16

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Perawatan maloklusi Klas III adalah salah satu perawatan yang paling sukar

untuk ditangani, baik secara ortodontik maupun ortopedik. Kunci utama pada

perawatan maloklusi Klas III skeletal dengan pertumbuhan mandibula yang

berlebihan adalah menghambat atau mengarahkan kembali pertumbuhan mandibula

yang salah dan mengembalikan posisi mandibula ke posterior serta mendukung

pertumbuhan normal maksila. Perawatan pada maloklusi Klas III sebaiknya

dilakukan pada masa gigi bercampur karena pada waktu ini anak sedang dalam masa

pertumbuhan aktif, sehingga potensi pertumbuhan wajah dan perkembangan gigi-gigi

dapat dimanfaatkan untuk koreksi kraniodentofasial.

Salah satu pesawat fungsional yang digunakan untuk merawat maloklusi Klas

III adalah Twin Block. Twin Block terdiri dari bite-block rahang atas dan rahang

bawah. Kedua bite-block tersebut saling mengunci pada sudut 70o terhadap dataran

oklusal bila maksila dan mandibula saling berkontak pada occlusal inclined plane

yang terbalik jika dibandingkan dengan Twin Block pada perawatan Klas II.

Modifikasi occlusal inclined plane ini akan menuntun dan menahan mandibula ke

depan atau ke belakang pada posisi oklusi yang tepat. Twin Block didisain agar

nyaman dipakai, estetis cukup baik, dan efisien. Berdasarkan prinsip ini, Twin Block

memuaskan pasien dan operator, sehingga alat ini dapat disebut alat fungsional yang

paling bersahabat jika dibandingkan dengan alat fungsional yang lain.

Universitas Sumatera Utara


Perawatan maloklusi Klas III dengan pesawat Twin Block memiliki efek

terhadap skeletal, dental, dan muskular. Perubahan dental yang tampak selama

perawatan adalah terjadinya proklinasi pada insisivus atas, retroklinasi pada insisivus

bawah, koreksi overjet, dan overbite. Perawatan juga menyebabkan peningkatan

sudut ANB serta penurunan sudut SNB akibat meningkatnya vertikal dimensi di

bagian anterior. Efek terhadap muskular juga didapatkan secara signifikan, dimana

terjadi perubahan yang cepat pada perawakan wajah pasien selama beberapa bulan

pertama perawatan Twin Block. Karakteristik perubahan ini dapat dilihat dari

perkembangan bentuk bibir dan perbaikan harmonisasi wajah yang seimbang. Hal

tersebut diperoleh dari tercapainya keseimbangan otot-otot kraniofasial dan bibir

yang kembali pada posisi dan fungsi yang normal.

Pesawat Twin Block Klas III sangat efektif jika digunakan untuk merawat

maloklusi pseudo Klas III tanpa disertai gigi berjejal yang parah. Hal tersebut karena

pada maloklusi pseudo Klas III biasanya disebabkan oleh kombinasi masalah antara

faktor dental dan skeletal serta kelainan pertumbuhan maksila dan mandibulanya

minimal.

5.2 Saran

Maloklusi Klas III pada anak-anak dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan sebaiknya dirawat dengan pesawat fungsional Twin Block. Jika

dibandingkan dengan pesawat fungsional lainnya, alat ini lebih sederhana dari segi

ukuran dan desain sehingga adaptasi pasien lebih mudah diperoleh.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Tjut R. Oklusi, Maloklusi dan Etiologi Maloklusi. Penuntun Kuliah Ortodonti I

Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan, 1997: 17-8.

2. Ngan P. Early Timely Treatment of Class III Malocclusion. Seminars in

Orthodontic. Elsivier 2005: 11(3): 140-453.

3. Bishara SE, Textbook of Orthodontics. Toronto: W.B Saunders Company, 2001:

375-87.

4. Pan JY, Chou ST, Chang HP, Liu PH. Morphometric Analysis of The Mandible in

Subjects with Class III Malocclusion. Kaohsiung J Med Sci 2006; 22(7): 331-8.

5. McNamara JAJr, Bruddon WL. Orthodontic and Orthopedic Treatment in The

Mixed Dentition. Michigan: Needham Press, 1994: 117-9.

6. Hendro K. Non Extraction Treatment of Class III Malocclusion in Young Adult

Patient. M.I Kedokt Gigi FKG Usakti 1999: 14(37): 3-17.

7. Bhalajhi. Orthodontics: The Art and Science. 1st ed. New Delhi: Arya (Medy)

Publishing House. 1997: 291-94, 413-4.

8. Delaire J. Maxillary Development Revisited: Relevance to The Orthopaedic

Treatment of Class III Malocclusions. Eu J Orthod 1997; 19: 289-311.

9. Ngan P, Hagg U, Yiu C. Soft Tissue and Dentoskeletal Profile Changes

Associated with Maxillary Expansion and Protraction Headgear Treatment. Am j

Orthod Dentofac Orthop 1996; 109: 38-49.

Universitas Sumatera Utara


10. Clark WJ. Twin Block Functional Theraphy. Applications in dentofacial

orthopaedics. 2nd ed. Edinburgh: Mosby, 2002: 6-7, 13-5, 18, 31-2, 75-87, 100-

103, 217-230, 291-292.

11. Kapur A, Chawla HS, Utreja A, Goyal A. Early Class III Occlusal Tendency in

Children and Its Selective Management. J Indian Soc Pedod Prevent Dent. 2008:

26(3): 107-13.

12. Woodwise DG. Do Functional Appliances Have an Orthopedic Effect? Editorial

of Am J Orthod 1998; 113(1): 1-28.

13. Maheswari S, Gupta ND, Rohtak. Early Treatment of Skeletal Class III: A Case

Report. J Indian Soc Pedo Prev Dent 2001; 19(4): 148-51.

14. Meikle MC. Remodelling the Dentofacial Skeleton : The Biological Basis of

Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. J Dent Res 2007; 86(1): 12-24.

15. Hendro K. Soft Tissue Profile Changes After Orthodontic Treatment in Class III

Malocclusion. Jurnal PDGI 1994: 43(1): 72-81.

16. Nazruddin. Perawatan Anomali Klas II dengan Pesawat Twin Block. Diktat

Kuliah Ortodonti III FKG USU, 2007: 1-15.

17. Clark WJ. The Twin Block Technique: A Functional Orthopaedic Appliance

System. Am J Orthod Dentofacial Orthod 1988: 93(1): 1-18.

18. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 4th ed. Canada:

Elsivier, 2007. 237, 300, 397.

19. Kidner G, Dibiase A, Dibiase D. Class III Twin Block : A Case Series. J Orthod

2003; 30: 197-201.

Universitas Sumatera Utara


20. Tuo J, Xu Y, Li S. The Effect of Class III Intermaxillary Orthopedic Force

Loading on the Maxilla of Puberty Rhesus: A Histomorphologic Study. Stomato

Shanghai J 2005; 14(6): 629-34.

21. Trenouth MJ. Proportional Changes in Cepalometric Distances During Twin

Block Appliance Therapy. Eur J Orthod 2002; 24: 485-91.

22. Dixon M, Jones Y, Mackie IE. Mandibular Incisal Edge Demineralization and

Caries Associated with Twin Block Appliance Design. J Orhod 2005; 32: 3-10.

23. Tuncer C, Uner O. Effects of A Magnetic Appliance in Functional Class III

Patiens. Angle Orthod 2005; 75(5): 768-77.

24. Xu Y, Hu J, Ij P. The Effects of Twin-Block Magnetic Appliance on The Early

Skeletal Class III Malocclusion. Stomato Chin J 1999; 34(3): 148-50.

25. Hong PC, Treatment of Mandibular Prognathism. J Formos Med Assoc 2006;

105(10): 781-90.

26. Houston WJB. Ortodonti Walther. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono. Ed.4.

Jakarta: Hipokrates, 1990: 40-43,129-35.

27. Caldwell S, Cook P. Predicting The Outcome of Twin Block Functional

Appliance Treatment: A Prospective Study. Eur J Orthod 1999; 21: 533-39.

28. Lee RT, Kyi CS, Mack GJ. A Controlled Clinical Trial of The Effects of Twin

Block and Dynamax Appliances on The Hard and Soft Tissues. Eur J Orthod

2007; 29: 272-82.

29. Illing HM, Morris DO, Lee RT. A Prospective Evaluation of Bass, Bionator and

Twin Block Appliances Part I - The Hard Tissues. Eur J Orthod 1998; 20: 501-16.

Universitas Sumatera Utara


30. Shinji H, Higama T, Yamaguchi M. Interception of Decompensated Class III

Malocclusions in Early Mixed Dentition. Bulletin of Kanagawa College 2007;

35(1): 105-11.

31. Foster TD. A Textbook of Orthodontics. Alih bahasa Drg. Lilian Yuwono ( Buku

Ajar Ortodonsia). Ed 3. Jakarta: EGC, 1993: 287-99.

32. Chilander B, Ronning O. Introduction to Orthodontics. Stockholm:

Tandlakarforlaget, 1985: 193-7.

33. Chang C, Chang HP, Chen YJ. Evaluation of The Changes in Midfacial

Configuration After Face Mask Therapy in Skeletal Class III Growing Patients by

Morphometric Analysis Techniques. J Former Med Assoc 2005; 104(12): 935-41.

34. Brennan JA, Littlewood SJ. Twin block Re-activation. J of Orthod 2006; 33: 3-6.

35. Mason R. My Habsburg Jaw. <http://rachelannmason.com/Images/thumbnail

image/bigger%20images/habsburg%20jaw/prognathia2.jpg> ( 12 Februari 2009 )

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai