Anda di halaman 1dari 222

PENDIDIKAN

TEKNOLOGI KEJURUAN

Herminarto Sofyan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 2
Undang-Undang ini berlaku terhadap:
a. Semua ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum
Indonesia;
b. Semua ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan
penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali
dilakukan Pengumuman di Indonesia;
c. Semua ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan
bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:
1. Negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia
mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau
2. Negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta
dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan
Hak Terkait.

BAB XVII KETENTUAN PIDANA


PASAL 112
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagai-
mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, pidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
PENDIDIKAN
TEKNOLOGI KEJURUAN

Herminarto Sofyan

2018
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
© 2018 Herminarto Sofyan

ISBN: 978-602-....-....-....
Edisi Pertama

Diterbitkan dan Dicetak oleh:


UNY Press
Jl. Gejayan, Gg. Alamanda, Komplek Fakultas Teknik UNY
Kampus UNY Karangmalang Yogyakarta 55281
Mail: unypress.yogyakarta@gmail.com
Telp: 0274–589346

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)


Anggota Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)
Editor: Shendy Amalia
Desain Sampul: Nur Fitria
Tata Letak: Fathoni

HERMINARTO SOFYAN
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
-Ed.1, Cet.1.- Yogyakarta: UNY Press, 2018
xiv + 218 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-602-.....-....-....
1. PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Isi di luar Tanggung Jawab Percetakan


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Swt., Alham-


dulillah buku ini telah dapat diselesaikan. Buku ini disusun sebagai
referensi bagi mahasiswa program S-1 pendidikan vokasional yang
mengambil mata kuliah Pendidikan Teknologi Kejuruan (PTK) di
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Buku ini berupaya
memberikan deskripsi tentang pengertian pendidikan kejuruan,
landasan, karakteristik dan model penyelenggaraannya. Selain itu,
dalam buku ini juga dibahas permasalahan yang berkaitan dengan
isu-isu pendidikan vokasional, terutama yang berkaitan dengan
kurikulum pendidikan kejuruan, kompetensi, dan pengembangan
sumber daya manusia. Di samping itu, buku ini juga membahas
arah pengembangan pendidikan kejuruan pasca diterbitkannya
Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Pendidikan
Menengah Kejuruan dalam upaya peningkatan kualitas dan daya
saing sumber daya manusia Indonesia. Dengan Inpres ini menun-
jukkan betapa pentingnya peran pendidikan kejuruan dalam upaya
meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia.
Kami sangat menyadari apa yang ditulis dalam buku ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan baik menyangkut sub-
stansi maupun bahasa. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk
penyempurnaan buku ini sangat kami harapkan. Penulis secara
pribadi mengucapkan banyak terima kasih kepada pimpinan

v
KATA PENGANTAR

Universitas dan Fakultas yang telah memberi kesempatan dan


menyediakan dana untuk penulisan buku ini. Demikian juga kami
menghaturkan ucapan terima kasih yang tulus kepada Reviewer
materi, yaitu Bapak Prof. Dr. Thomas Sukardi, M.Pd yang telah
banyak memberikan masukan terutama yang berkaitan dengan
substansi materi. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada
Bapak Prof. Dr. Burhan Nurgiantoro yang telah memberi masukan
untuk perbaikan dari sisi bahasa. Semoga Allah Swt. membalas ke-
baikan bapak-bapak semuanya dan menjadikannya sebagai ibadah.
Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada teman-
teman tim kajian pendidikan vokasi Bapak Prof. Parjono, M.Sc,
Ph.D, Bapak Wardan Suyanto, Ed.D, Bapak Dr. Wagiran, dan Bapak
Dr. Agus Budiman, M.Pd. Melalui hasil-hasil penelitian beliau data-
data yang berkaitan dengan kesesuaian kurikulum SMK dengan
DU/DI, dan analisis kompetensi lulusan SMK dengan kompetensi
yang dibutuhkan DU/DI dalam buku ini semakin lengkap.
Kepada para mahasiswa terima kasih atas saran dan masukannya
untuk penyempurnaan buku ini. Semoga masukan dan saran dari
teman-teman sejawat, mahasiswa, dan para peminat buku ini dapat
digunakan untuk penyempurnaan buku ini agar lebih sempurna.

Yogyakarta, September 2018

Herminarto Sofyan

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN


KEJURUAN ........................................................................... 1
A. Pendahuluan .......................................................................... 3
B. Pengertian Dasar Pendidikan Kejuruan ............................. 8
C. Tujuan Pendidikan Kejuruan .............................................. 12
D. Landasan Pendidikan Kejuruan .......................................... 14
1. Asumsi tentang Anak Didik ........................................... 15
2. Konteks Sosial Pendidikan Kejuruan ............................ 15
3. Dimensi Ekonomi Pendidikan Kejuruan ..................... 16
4. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan ......... 16
E. Karakteristik Pendidikan Kejuruan .................................... 17
1. Orientasi Pendidikannya ................................................ 18
2. Justifikasi untuk Eksistensinya ....................................... 18
3. Fokus Kurikulumnya ....................................................... 19
4. Kriteria Keberhasilannya ................................................ 19
5. Kepekaannya terhadap Perkembangan Masyarakat ... 19
6. Perbekalan Logistiknya ................................................... 20
7. Hubungannya dengan Masyarakat Dunia Kerja ......... 20

vii
DAFTAR ISI

F. Prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan ............................... 20


G. Peran Pendidikan Kejuruan ............................................... 24
H. Struktur Pendidikan Kejuruan di Indonesia ..................... 29
I. Wawasan Link and Match untuk Pemenuhan Tenaga
Terampil ................................................................................. 33
J. Sistem Pendidikan Vokasi di Dunia ................................... 41
K. Komposisi Tenaga Kerja Lulusan Sekolah Kejuruan ...... 43
1. Perbandingan Jumlah Lulusan SMK dengan
Kebutuhan Tenaga Kerja Industri ................................ 43
2. Komposisi Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan
Jenjang Pendidikan ........................................................ 44

BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN


KEJURUAN .......................................................................... 51
A. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan ........... 53
1. Landasan Hukum ............................................................ 53
2. Landasan Filosofis ........................................................... 54
3. Landasan Ekonomi ......................................................... 55
4. Landasan Psikologi ......................................................... 56
5. Landasan Sosiologi ......................................................... 56
B. Definisi Istilah ....................................................................... 57
1. Model Pembelajaran ...................................................... 57
2. Strategi Pembelajaran ..................................................... 58
3. Metode Pembelajaran ..................................................... 58
4. Pendekatan Pembelajaran ............................................. 58
C. Model Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan ................. 59
1. Model Sekolah ................................................................. 59
2. Model Sistem Ganda ...................................................... 59

viii
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

3. Model Magang ............................................................... 60


4. School Based Enter Prise ............................................... 60
D. Pendidikan Berbasis Dunia Kerja ...................................... 60
1. Strategi Pendidikan Berbasis Dunia Kerja (PBDK) ... 62
2. Model Pembelajaran Praktik Kerja Industri ............... 63
3. Model Pembelajaran Teaching Factory ........................ 68

BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN ................. 73


A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Kejuruan .................. 75
B. Fungsi Kurikulum ................................................................ 78
C. Model Pengembangan Kurikulum .................................... 81
D. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum ........................ 85
1. Kerangka Dasar Kurikulum .......................................... 85
2. Struktur Kurikulum SMK .............................................. 95
3. Karakteristik Kurikulum SMK ...................................... 100

BAB IV KOMPETENSI .................................................................... 103


A. Konsep Dasar Kompetensi ................................................ 105
B. Arti Kompetensi .................................................................. 107
C. Kompetensi Kejuruan ........................................................ 109
D. Peran Kompetensi dalam Pendidikan Kejuruan ............ 113
E. Kompetensi Kerja ............................................................... 116
1. Standar Kompetensi ...................................................... 116
2. Kompetensi Lulusan SMK ............................................ 119
3. Kompetensi Utama yang Dimiliki Guru Abad ke-21 121
4. Urgensi Aspek Hard Skill bagi Guru SMK ................. 122
5. Urgensi Aspek Soft Skill bagi Guru SMK .................... 123

ix
DAFTAR ISI

6. Profil Hard Skill Calon Guru SMK ............................... 124


7. Profil Soft Skill Calon Guru SMK ................................ 125
8. Kesesuaian Kompetensi SMK dengan Kebutuhan
DU/DI .............................................................................. 126
F. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ......... 128
1. Jenjang dan Penyetaraan KKNI ................................... 130
2. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) ................................ 135
3. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) .......................................................................... 138
4. Struktur SKKNI ............................................................. 142
5. Unit Kompetensi SMK .................................................. 143
6. Pengelompokan Unit Kompetensi pada SKKNI ....... 145
7. Unit Kompetensi pada Standar Kompetensi di SMK 145
8. Kompetensi Kunci ......................................................... 146
9. Implementasi SKKNI ..................................................... 147
G. Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan .... 151
1. Pengertian Spektrum ..................................................... 151
2. Tujuan Spektrum ............................................................ 152
3. Fungsi Spektrum ............................................................. 153

BAB V MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ............... 163


A. Manajemen SDM ................................................................ 165
1. Pengertian Manajemen SDM ....................................... 166
2. Manajemen SDM dalam Pendidikan ........................... 168
3. Fungsi Manajemen SDM .............................................. 171
B. Strategi Pengembangan SDM ............................................ 176
1. Pelatihan di Tempat Kerja (On the Job Training) ...... 177
2. Pelatihan di luar Tempat Kerja (Off the Job Training) . 178

x
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

C. Pengembangan SDM Melalui Kursus dan Pelatihan ...... 183


D. Revitalisasi SMK .................................................................. 186
1. Tujuan Revitalisasi SMK ............................................... 187
2. Tahapan Revitalisasi SMK ............................................. 187
3. Langkah Revitalisasi SMK ............................................. 193

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 197

xi
DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Sistem Pendidikan Vokasi yang Diterapkan di Dunia . 41


Tabel 1.2 Jumlah Lulusan SMK dan Kebutuhan Tenaga Kerja
Industri ............................................................................... 43
Tabel 1.3 Deskripsi Jenjang Kualifikasi Lulusan Berdasarkan
KKNI ................................................................................... 44
Tabel 1.4 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat
Pendidikan .......................................................................... 46
Tabel 1.5 Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama ............................................................... 48
Tabel 1.6 Persentase Penduduk Menurut Pendidikan Tinggi
yang Ditamatkan ................................................................ 48
Tabel 1.7 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan ............... 49
Tabel 3.1 Cakupan Kelompok Mata Pelajaran ................................ 86
Tabel 3.2 Elemen Perubahan Kurikulum 2013 ................................ 93
Tabel 3.3 Penyebaran Mata Pelajaran Kurikulum SMK ................ 98
Tabel 4.1 Domain yang Dikembangkan dalam Pembelajaran ..... 112
Tabel 4.2 Sepuluh Kemampuan Lulusan SMK Menurut Guru ..... 120
Tabel 4.3 Sepuluh Kemampuan Lulusan SMK Menurut DU/DI .. 120
Tabel 4.4 Sepuluh Kompetensi Guru Abad ke-21 ........................... 121
Tabel 4.5 Sepuluh Aspek Hard Skill Guru SMK ............................ 122
Tabel 4.6 Sepuluh Aspek Soft Skill Guru SMK ................................ 123
Tabel 4.7 Sepuluh Aspek Hard Skill Calon Guru SMK ................. 124
Tabel 4.8 Sepuluh Aspek Soft Skill Calon Guru SMK ................. 125

xii
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Tabel 4.9 Deskripsi Jenjang Kualifikasi Lulusan Berdasarkan


KKNI ................................................................................ 132
Tabel 4.10 Gradasi Kompetensi Kunci ........................................... 147
Tabel 4.11 Rekapitulasi Bidang Keahlian dan Program Keahlian . 155
Tabel 4.12 Program dan Kompetensi Keahlian pada Bidang
Keahlian Tekonologi dan Rekayasa ............................... 156
Tabel 4.13 Persebaran dan Proporsi Jumlah SMK ........................ 160
Tabel 4.14 Kompetensi Keahlian SMK per Provinsi .................... 161
Tabel 5.1 Jumlah Jenis Keterampilan yang Diselenggarakan
Lembaga Kursus ............................................................. 163
Tabel 5.2 Jumlah Bidang Keahlian dan Jenis Program Kursus .. 163

xiii
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sistem Persekolahan di Indonesia .............................. 29


Gambar 1.2 Piramida Ketenagakerjaan dan Jenjang Pendidikan
Sekolah ........................................................................... 32
Gambar 1.3 Keterkaitan Pendidikan Kejuruan untuk
Masyarakat dan Dunia Kerja ...................................... 38
Gambar 4.1 Penjenjangan Kualifikasi Kompetensi ....................... 129
Gambar 4.2 Peran KKNI ................................................................... 130
Gambar 4.3 KKNI .............................................................................. 132
Gambar 5.1 Sepuluh Langkah Revitalisasi SMK ............................ 194

xiv
BAB I
PENGANTAR PENDIDIKAN
TEKNOLOGI KEJURUAN
BAB I
PENGANTAR PENDIDIKAN
TEKNOLOGI KEJURUAN

A. Pendahuluan
Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo mengeluarkan
sembilan program kebijakan yang disebut dengan Nawa Cita. Pro-
gram ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan
menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri
dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan
(www.kpu.go.id). Dari sembilan program kebijakan tersebut dua di
antaranya pada butir (5) dan (6) adalah:

(5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui


peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan pro-
gram "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia
Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepe-
milikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret
atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial
untuk rakyat di tahun 2019.
(6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

3
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Menyimak kebijakan tersebut pemerintah mempunyai kemauan


yang kuat untuk mensejahterakan rakyat melalui peningkatkan kua-
litas pendidikan dan pelatihan. Sebagai landasan implementasinya
Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016
tentang Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan dalam Rangka
Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indo-
nesia. Dengan inpres ini menunjukkan betapa pentingnya peran
pendidikan kejuruan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia Indonesia (Panduan Penyusunan Peta Jalan Revital-
isasi Pendidikan Vokasi di Provinsi, 2017).
Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan mengeluar-
kan kebijakan Revitalisasi SMK mempunyai berbagai alasan yaitu
berkenaan dengan tantangan masa depan dalam upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia, yaitu, pertama, Revolusi Industri
keempat yang baru saja hadir. Sekarang kita memasuki Revolusi
Industri ke-4 yang bertumpu pada cyber physical system yang akan
mengubah secara radikal cara manusia berkehidupan, bekerja dan
berkomunikasi. Pekerjaan yang semula dilakukan manual dan hanya
mengandalkan kognitif semata sudah mulai digantikan oleh mesin/
robot dan teknologi informasi. Diperkirakan 35% keterampilan
dasar akan hilang pada 2020, digantikan oleh jenis-jenis pekerjaan
baru yang belum bisa dibayangkan. Dengan demikian, keteram-
pilan seperti apa yang perlu dibekalkan pada peserta didik agar dapat
beradaptasi dengan jenis pekerjaan masa depan. Kedua, globalisasi.
Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai akhir 2015,
dimungkinkan akan terjadi peningkatan mobilitas dan persaingan
tenaga kerja secara bebas antarsesama negara anggota ASEAN.
Pada 2025 mobilitas tenaga kerja antarnegara anggota ASEAN
diperkirakan sekitar 14,2 juta orang. Sementara itu daya saing tenaga
kerja Indonesia masih menduduki peringkat ke-6 di ASEAN. Glo-
balisasi tidak saja menghadirkan lalu-lalang manusia, namun juga
budaya dan peradaban dari berbagai penjuru dunia. Di sinilah sering

4
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

terjadi benturan karena adanya perbedaan budaya dan peradaban


(class of civilization) antar suku, ras dan bangsa. Ketiga, pemenuhan
kebutuhan melahirkan generasi emas 2045 dengan memanfaatkan
momentum bonus demografi. Generasi baru yang mampu merawat
persatuan dalam kebhinnekaan Indonesia dengan kokoh dan seka-
ligus menciptakan keadilan sosial dan kemakmuran bangsa. Gene-
rasi yang mampu menjadikan anugerah kekayaan keragaman alam
dan budaya sebagai motor daya saing yang menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan kekuatan ekonomi nomor 5 dunia pada 2045.
Struktur tenaga kerja sekarang yang 64% berpendidikan maksimal
SMP harus diubah menjadi didominasi lulusan SMK/SMA. Keempat,
hadirnya generasi milenial Indonesia. Mereka adalah generasi yang
cerdas, pembelajar cepat, dan pengguna aktif sosial media, mendam-
bakan fleksibilitas dan kebebasan untuk bekerja di mana saja, kapan
saja dan dengan siapa saja. Mereka adalah generasi yang sangat suka
melakukan eksplorasi (Panduan Revitalisasi SMK, 2017).
Memperhatikan berbagai tantangan pendidikan kejuruan pada
masa mendatang, maka diperlukan kajian-kajian yang berkenaan
dengan pendidikan kejuruan itu sendiri mulai dari konsep, aplikasi,
dan pengembangannya. Kajian ini diperlukan agar ada pemahaman
yang sama tentang apa, mengapa, dan bagaimana pendidikan
kejuruan khususnya pada bidang kejuruan teknik, sehingga dapat
dijadikan sebagai bekal dalam mempersiapkan hidup dan peng-
hidupan pada masa depan.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur berdasarkan
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003, pada Ketentuan Umum Bab I, disebutkan beberapa istilah yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut.

o Jalur Pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik


untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur

5
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

pendidikan meliputi jalur formal, nonformal, dan jalur


informal.
o Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang di-
tetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikem-
bangkan. Jenjang pendidikan ini terdapat pada pendidi-
kan formal, yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
o Jenis Pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Jenis pendidikan dibedakan menjadi pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
o Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non-
formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendi-
dikan.
o Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruk-
tur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pen-
didikan menengah, dan pendidikan tinggi.
o Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan di luar pen-
didikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.
o Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab VI


Pasal 15 disebutkan jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

o Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan


menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang

6
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan


ke jenjang yang lebih tinggi.
o Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu.
o Pendidikan Akademik merupakan pendidikan tinggi pro-
gram sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada
penguasaan disiplin ilmu pengetahuan.
o Pendidikan Profesi merupakan pendidikan tinggi setelah
program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
o Pendidikan Vokasi merupakan pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
program sarjana.
o Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat
SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar
yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
o Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan
khusus.

(Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun


2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).

7
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

B. Pengertian Dasar Pendidikan Kejuruan


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidi-
kan Nasional, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-
kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia,
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003). Pendidi-
kan nasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non-
formal, dan informal. Ketiga jalur tersebut penyelenggaraannya
saling melengkapi dan memperkaya. Pada jalur pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan bahwa jenjang pendidikan tingkat
menengah terdapat dua macam model pendidikan yaitu; (1) pen-
didikan umum (general education) dan (2) pendidikian kejuruan
(vocational education), sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi
lebih lanjut dinyatakan pada pasal 20 ayat (3) bahwa Perguruan

8
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan


atau vokasi. Vokasi di sini tidak lain dimaksudkan sebagai program
vokasional atau kejuruan. Pendidikan kejuruan sebagaimana di-
sebutkan dalam pasal 21 UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa
pendidikan kejuruan merupakan jenjang pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam
bidang tertentu, sedangkan pendidikan vokasi adalah pendidi-
kan kejuruan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program profesi atau diploma.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi-
dikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan vokasional adalah
pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam
bidang tertentu. Vokasional di sini berarti kepandaian khusus atau
keterampilan, sedangkan juru artinya orang yang pandai di suatu
pekerjaan yang memerlukan latihan, kecakapan, dan kecermatan,
mulai dari kejuruan dasar sampai kejuruan tinggi sebagai profesi
dan profesional. Dengan demikian, pendidikan vokasional dimak-
sudkan adalah pendidikan untuk menyiapkan tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh dunia usaha, industri, dan masyarakat pada
umumnya. Pengertian ini lebih lanjut ditegaskan dalam peraturan
pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 bahwa pendidikan di tingkat
menengah vokasional adalah pendidikan pada jenjang menengah
yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik
untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu atau mempersiapkan
karier peserta didik untuk dapat bekerja setelah selesai belajarnya.
Sementara itu menurut Hansen yang dikutip oleh Billet (2011: 60),
kata vocation atau dalam bahasa Indonesia berarti kejuruan, ber-
asal dari kata Latin vocare yang menunjuk pada “a call, summons,
or invitation to a particular way of life”, yaitu suatu panggilan yang
menjadi cara hidup. Pemaknaan di atas oleh Billet dikatakan bahwa
kejuruan dapat disebut: (1) okupasi/pekerjaan, dan (2) sesuatu yang
menggambarkan minat atau “panggilan hati” seseorang. Dengan

9
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

demikian, pendidikan kejuruan (vocational education) dapat di-


maknai sebagai “educational training that provides practical experi-
ences in a particular occupational field, as agricultur, home economics,
or industry” (http://dictionary.reference.com/browse/vocational%20
education?s=t).
Clarke & Winch (2007: 9) mendefinisikan pendidikan kejuruan
adalah pendidikan yang menyiapkan anak-anak muda dan remaja
untuk memasuki lapangan kerja, pendidikan kejuruan adalah suatu
proses yang pembelajarannya berkaitan dengan masalah teknik
dan praktik. Definisi tersebut mempertegas bahwa tujuan pendidi-
kan kejuruan adalah untuk mempersiapkan lulusannya memiliki
keahlian di bidang tertentu yang dapat menunjang pekerjaan yang
akan ditekuni lulusan pendidikan kejuruan.
Sementara itu, Wenrich & Wenrich (1974) menyatakan pendidi-
kan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang memper-
siapkan seseorang untuk mampu bekerja dan meniti karier dalam
bidang pekerjaannya, sedangkan Wenrich and Gollaway (1988)
mengemukakan bahwa “Vocational education might be defined as
specialized education that prepares the learner for entrance into a
particular occupation or family occupation or to upgrade employed
workers”.
Seiring dengan dinamika perkembangan tuntutan terhadap
pendidikan kejuruan, pengertian pendidikan kejuruan juga terus
berkembang secara dinamis seiring dengan arah kebijakan dan
tujuan penyelenggaraan pendidikan kejuruan oleh suatu negara.
Di dunia internasional pendidikan kejuruan dikenal dengan istilah
Technical and Education and Training (TVET). Perubahan nama
tersebut didasarkan pada hasil pembahasan dalam forum The Second
International Congress on Technical and Vocational Education yang
diselenggarakan di Seoul Korea pada 26-29 April 1999 (Sudiro, 2016:
1). Forum tersebut dihadiri oleh 700 delegasi dari berbagai negara di

10
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

antaranya terdapat 39 menteri dan pembantu menteri pendidikan.


Pada kongres kedua technical and vocational education mengambil
tema “technical and vovational education and training: a vison for
the twenty-first century”. Tema sentral tersebut fokus pada peleta-
kan visi TVET abad XXI, hal ini menunjukkan betapa pentingnya
pendidikan vokasi menghadapi abad XXI. Salah satu keputusan
penting dalam kongres tersebut para delegasi peserta kongres yang
berasal dari anggota UNESCO dan ILO sepakat menggunakan termi-
nologi “Technical and Vocational Education and Training (TVET)”.
Sejak adanya keputusan bersama tersebut nomenklatur TVET
digunakan secara luas dalam pembahasan pendidikan dan pela-
tihan vokasional di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia istilah
TVET mengandung pengertian pendidikan kejuruan teknik dan
pendidikan vokasi. Hanya karena di dalam Undang-undang sistem
pendidikan nasional pendidikan kejuruan merupakan pendidi-
kan yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia
kerja pada tingkat menengah, sedangkan pendidikan vokasi pada
level pendidikan tinggi. Pada perkembangan selanjutnya agar tidak
terjadi dikotomi istilah pendidikan kejuruan pada level pendidi-
kan menengah dan pendidikan tinggi, maka digunakan istilah pen-
didikan vokasi. Dalam konteks ini pendidikan vokasi memayu-
ngi berbagai bidang kejuruan tidak terbatas hanya pada bidang
keteknikan saja. Apabila pembahasan fokus pada kejuruan bidang
keteknikan, maka digunakan istilah Pendidikan Teknik Vokasional
(PTV).
Berdasarkan kajian beberapa pendapat tentang pendidikan
kejuruan, pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda
dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji
dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan
dan lulusannya. Pendidikan kejuruan bertujuan untuk mening-
katkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti

11
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Selain


hal tersebut mempunyai makna pendidikan kejuruan menyiapkan
tenaga kerja yang profesional dan juga mempersiapkan peserta didik
untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.

C. Tujuan Pendidikan Kejuruan


Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 menyebutkan
tujuan pendidikan kejuruan adalah “Pendidikan kejuruan meng-
utamakan penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja
serta mengembangkan sikap profesional”. Tujuan pendidikan keju-
ruan tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam Kepmendikbud Nomor
0490/U/1990 sebagai berikut: (1) mempersiapkan peserta didik untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih dan/atau meluaskan
pendidikan dasar, (2) mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya, dan sekitar, (3) meningkatkan kemam-
puan peserta didik untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan
pengembangan ilmu, teknologi dan kesenian, serta (4) menyiapkan
peserta didik untuk memasuki lapangan pekerjaan. Mengacu pada
rumusan tujuan pendidikan kejuruan tersebut mengandung kesa-
maan yaitu mempersiapkan peserta didik sebagai calon tenaga kerja
dan mengembangkan eksistensi peserta didik untuk kepentingan
peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara (Wardiman, 1998: 36).
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecer-
dasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Agar dapat be-
kerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian
dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi,
menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan
dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berko-

12
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

munikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki


kemampuan mengembangkan diri (BSNP: Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah). Berdasarkan rumusan tujuan
pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidi-
kan kejuruan di samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional
juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pen-
didikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan
atau bidang keahlian (Https://kejuruan.wordpress.com/2008/10/27/
tujuan-pendidikan-kejuruan/, diakses pada 19 Juli 2018, jam 09.30).
Sementara itu, dari sisi yang berbeda Evans dalam Wibowo
(2005: 21) menyatakan bahwa pendidikan vokasional bertujuan
untuk (1) memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja,
(2) meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu, dan (3)
menumbuhkan motivasi untuk belajar sepanjang hayat. Selanjut-
nya Wibowo menyatakan pada pendidikan menengah tujuan pen-
didikan kejuruan di Indonesia masih mendua, yaitu: (1) menyiap-
kan peserta didik memasuki dunia kerja, dan juga (2) melanjutkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Akibat dari tujuan ganda
tersebut adalah (1) program dan proses pendidikan harus menyiap-
kan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus
untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi; (2) lulusan sekolah
menengah kejuruan tidak sepenuhnya menfokuskan perhatian untuk
memasuki lapangan kerja. Lebih lanjut, menurut Wibowo, pendidi-
kan teknologi dan kejuruan (vokasional) adalah pendidikan yang
spesifik, demokratis, pendidikan yang dapat melayani berbagai ke-
butuhan individu. Bakat, minat, dan kemampuan seseorang dapat
disalurkan melalui pendidikan kejuruan. Salah satu kebutuhan indi-
vidu yang sangat penting adalah kebutuhan akan pekerjaan agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Program pendidikan teknologi
dan kejuruan tidak hanya menyiapkan peserta didik memasuki dunia
kerja, tetapi juga menempatkan lulusannya pada pekerjaan tertentu.

13
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Mengacu pada beberapa pendapat di atas, tujuan pendidikan


vokasional sangat beragam. Menurut Billett (2011: 4-5) bahwa ter-
dapat empat tujuan pendidikan vokasional berdasarkan proyeknya,
yaitu pendidikan vokasional yang berfokus pada (1) persiapan untuk
kehidupan kerja termasuk memberi tahu individu tentang pilihan
mereka dari sebuah okupasi (pekerjaan); (2) persiapan awal individu
untuk kehidupan kerja termasuk mengembangan kapasitas untuk
mempraktikkan pekerjaan yang telah dipilih; (3) perkembangan
yang berlangsung dari individu selama masa kerja sesuai persyaratan
untuk pertunjukan dari transformasi kerja dari waktu ke waktu;
dan (4) ketentuan pengalaman pendidikan yang mendukung tran-
sisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain karena individu memilih
atau dipaksa untuk mengubah pekerjaan di seluruh kehidupan kerja
mereka. Sementara itu Sudiro (2016: 5) menyatakan pendidikan
vokasional bertujuan untuk membekali diri peserta didik dengan
berbagai kompetensi dalam rangka memperoleh panggilan atau
penugasan kerja atau okupasi. Menurut Sudiro tujuan ini didasar-
kan pada pengertian kata vokasi berasal dari vocation yang berasal
dari bahasa Latin vocare, yang artinya dipanggil, surat panggilan
atau undangan (Sudiro, 2016: 4). Maka makna pengertian pendi-
dikan vokasional pada dasarnya membekali peserta didik dengan
berbagai kemampuan, keahlian, keterampilan pada pekerjaan ter-
tentu, sehingga dengan keahliannya tersebut peserta didik mampu
untuk hidup dan mencari penghidupan secara mandiri.

D. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan


Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di atas, maka
untuk memahami filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari
landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut
(https://kejuruan.wordpress.com/2008/10/27/tujuan-pendidikan-
kejuruan, diakses pada 19 Juli 2018).

14
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

1. Asumsi tentang Anak Didik


Pendidikan kejuruan harus memandang anak didik sebagai in-
dividu yang selalu dalam proses untuk mengembangkan pribadi dan
segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut
proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi
lebih dewasa, menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang, yang
menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, antara
lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial
ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya menyediakan stimu-
lus berupa pengalaman belajar untuk membantu mereka dalam
mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu, keunikan
setiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui
pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang
proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini
tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan learning by doing,
dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.

2. Konteks Sosial Pendidikan Kejuruan


Tujuan dan isi pendidikan kejuruan senantiasa dibentuk oleh
kebutuhan masyarakat yang berubah begitu pesat, sekaligus juga
harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan tingkat dan arah
perubahan masyarakat dalam bidang kejuruannya tersebut.
Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan perkembangan
tuntutan masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi
sosial yang berupa struktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian
peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan dengan pemilihan,
perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang kedua, berupa
pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian
budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.

15
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

3. Dimensi Ekonomi Pendidikan Kejuruan


Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara
konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan
(value of return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyeleng-
garaannya, pendidikan kejuruan baik swasta maupun pemerintah
semestinya memiliki konsekuensi investasi lebih besar daripada
pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan
seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih
cepat dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi tersebut
dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang
sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-
tugas pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta
didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan ter-
hadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah
ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa
lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi
lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

4. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan harus lebih memfokuskan usahanya pada
komponen pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan
potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan
antara pendidikan kejuruan dan kebijakan ketenagakerjaan adalah
hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus
selalu diingat bahwa hubungan penyelenggaraan pendidikan keju-
ruan tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi.
Dalam konteks ini dapat diartikan bahwa pendidikan kejuruan,
dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya men-
didik anak didik dengan seperangkat skill atau kemampuan spesifik
untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperha-

16
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

tikan anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemam-


puan spesifik secara terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti
memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai
tenaga kerja.

E. Karakteristik Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan pendidikan umum. Dimana pendidikan umum akan meng-
hasilkan sumber daya manusia dengan pengetahuan umum, sedang-
kan pendidikan kejuruan akan menghasilkan sumber daya manusia
dengan pengetahuan khusus/spesifik. Perbedaan ini tidak hanya
dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja,
tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya
dengan perencanaan kurikulum. Karakteristik pendidikan keju-
ruan tersebut adalah: (1) pendidikan kejuruan diarahkan untuk
memasuki lapangan kerja; (2) pendidikan kejuruan didasarkan atas
demand driven; (3) fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada
penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
dibutuhkan oleh dunia kerja; (4) penilaian yang sesungguhnya ter-
hadap kesuksesan peserta didik harus pada hands on atau performa
dalam dunia kerja; (5) hubungan yang erat dengan dunia kerja
merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan; (6) pendidikan
kejuruan yang baik adalah yang responsif dan antisipatif terhadap
kemajuan teknologi; (7) pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada
learning by doing dan hands on experience; (8) pendidikan keju-
ruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik; dan (9)
pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional
lebih besar dari pada pendidikan umum (Wardiman, 1998: 37).
Karakteristik pendidikan kejuruan juga mengacu pada penger-
tian dan pendidikan kejuruan yang mempersiapkan peserta didik-
nya memasuki dunia kerja. Berdasarkan pada pengertian tersebut,

17
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

maka karakteristik pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang


membekali segala yang dibutuhkan peserta didiknya untuk siap
memasuki dunia kerja. Salah satu hal yang sangat penting di-
bekalkan dalam pendidikan kejuruan adalah kompetensi profe-
sional. Itulah sebabnya karakteristik pembelajaran pendidikan
kejuruan didasarkan pada bagan yang sangat diperlukan dari ada-
nya perkembangan kompetensi profesional. Dengan didasarkan
pada perkembangan kompetensi profesional tersebut, pembelajaran
pada pendidikan kejuruan didesain meliputi pembelajaran teori,
praktik, dalam suasana yang menyenangkan, dan kebermaknaan
dalam suatu pekerjaan.
Lebih lanjut, ditinjau dari perspektif yang berbeda (http://kptk.
weebly.com/indonesia.html, diakses pada 16 Juni 2014), karakteristik
pendidikan kejuruan meliputi: .

1. Orientasi Pendidikannya
Pendidikan kejuruan fokus utamanya adalah untuk memberi-
kan bekal keterampilan tertentu kepada peserta didik sebagai bekal
mereka untuk memasuki dunia kerja. Dengan demikian, orientasi
pendidikan kejuruan adalah untuk mempersiapkan lulusan yang
mempunyai kompetensi sebagaimana diharapkan oleh dunia kerja.
Oleh karena itu, penguasaan kemampuan dan keterampilan kerja
menjadi tuntutan utama penyelenggaraan program pendidikan
kejuruan.

2. Justifikasi untuk Eksistensinya


Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan dunia
kerja. Keberadaan pendidikan kejuruan karena adanya kebutuhan
tenaga kerja terampil di bidangnya. Dengan demikian, pendidikan
kejuruan harus dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja baik dari
kuantitas maupun kualitas kerjanya.

18
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

3. Fokus Kurikulumnya
Stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pen-
didikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar
yang mengembangkan domain afektif, kognitif, dan psikomotor.
Kurikulum pendidikan kejuruan didesain untuk memberikan bekal
kemampuan di bidang teori kejuruan, sikap dan nilai-nilai, dan
kemampuan praktik kejuruan. Ketiga ranah tersebut harus dapat
dicapai secara terintegrasi menjadi kemampuan yang utuh yang
tercermin dalam kompetensi lulusannya.

4. Kriteria Keberhasilannya
Berlainan dengan pendidikan umum, kriteria untuk menentu-
kan keberhasilan pendidikan kejuruan meliputi dua hal, yaitu
inschool success dan out of school success. Kriteria pertama meliputi
aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler
yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja. Sedangkan
kriteria kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan
lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya. Keberhasilan
pendidikan kejuruan juga dapat dilihat dari banyaknya lulusan
yang dapat dihasilkan, dan banyaknya lulusan yang langsung dapat
diterima di lapangan pekerjaan atau dunia kerja sesuai dengan
kompetensinya.

5. Kepekaannya terhadap Perkembangan Masyarakat


Karena komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia
kerja, pendidikan kejuruan mempunyai kepekaan atau daya saing
yang tinggi terhadap perkembangan masyarakat dan dunia kerja.
Perkembangan ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu
bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang
produksi barang dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya
terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan kejuruan.

19
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

6. Perbekalan Logistiknya
Dilihat dari segi peralatan belajar, maka untuk mewujudkan
situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi
dunia kerja diperlukan sarana dan prasarana, peralatan praktik, serta
kebutuhan bahan-bahan praktik. Sarana bengkel dan laboratorium
merupakan kebutuhan utama yang harus tersedia pada sekolah
kejuruan.

7. Hubungannya dengan Masyarakat Dunia Kerja


Keberadaan sekolah kejuruan dalam rangka menyiapkan tenaga
kerja yang terampil sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh dunia kerja. Hubungan antara sekolah dengan masyarakat
dunia usaha harus dijalin sehingga penyelenggaraan pendidikan
selalu terjaga relevansinya. Hubungan lebih jauh dengan masya-
rakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lulusan pendi-
dikan kejuruan sangat penting perannya bagi hidup dan matinya
suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal
balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasihat kuri-
kulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia
kerja menampung peserta didik untuk melaksanakan praktik kerja,
magang, atau pengalaman industri sebagai bentuk usaha sekolah
dalam membekali peserta didik untuk mendapatkan pengalaman
belajar di lapangan.

F. Prinsip-Prinsip Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang spesifik, demo-
kratis, yaitu pendidikan yang dapat melayani berbagai kebutuhan
individu. Bakat, minat, dan kemampuan seseorang dapat disalur-
kan melalui pendidikan kejuruan. Salah satu kebutuhan individu
yang sangat penting adalah kebutuhan akan pekerjaan agar dapat

20
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

memenuhi kebutuhan hidup. Program pendidikan teknologi dan


kejuruan tidak hanya menyiapkan peserta didik memasuki dunia
kerja, tetapi juga menempatkan lulusannya pada pekerjaan ter-
tentu. Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan dunia
usaha dan dunia industri menjadi pusat perhatian pendidikan
teknologi dan kejuruan. Untuk mencapai hal itu, Hadiwaratama
(2002: 6) mengemukakan bahwa dalam penyelenggaraan pendidi-
kan kejuruan hendaknya mengikuti proses: (1) pengalihan ilmu
(transfer of knowledge) ataupun pembinaan ilmu (acquisition of
knowledge) melalui pembelajaran teori; (2) pencernaan ilmu (diges-
tion of knowledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah, dan tuto-
rial; (3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui perco-
baan-percobaan di laboratorium secara empiris atau visual (simulasi
atau virtual reality); (4) pengembangan keterampilan (skill develop-
ment) melalui pekerjaan-pekerjaan nyata di bengkel praktik sekolah
atau kampus.
Dalam rangka menyiapkan peserta didik memasuki dunia
kerja, pemerintah telah menerapkan konsep link and match dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan (Wardiman, 1998) yang real-
isasinya melalui program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Ada tiga
prinsip dasar dalam penyelenggaraan PSG (Soenarto, 2003), yaitu:
(1) kurikulum dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan
mengacu pada keahlian yang diperlukan di dunia kerja, sehingga
tercapai keseimbangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan
(demand); (2) dalam penyelenggaraan pendidikan, pelajaran teori
diberikan di sekolah dan pelajaran praktikum dilaksanakan di
industri sebagai kegiatan kerja yang sebenarnya; dan (3) mengikut-
sertakan dunia usaha dalam menyusun kurikulum, pelaksanaan
pembelajaran, uji profesi, dan penyaluran lulusan. Prinsip dasar
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan vokasi yang di-
kemukakan oleh Prosser (1950).

21
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Prosser dalam Vocational Educational in a Democracy (1950)


memberikan 16 butir dalil-dalil pendidikan vokasi yang dikenal
dengan Prosser’s Sixteen Theorems on Vocational Education-A Basic
for Educational Philosophy. Dasar filosofi tersebut selanjutnya di-
kenal sebagai prinsip-prnsip pendidikan kejuruan. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan tempat
peserta didik dilatih merupakan replika lingkungan tempat
nanti ia akan bekerja.
2. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan
ketika tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, mesin
yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
3. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang
dalam kebiasaan berpikir, dan bekerja seperti yang diper-
lukan dalam pekerjaan itu sendiri.
4. Pendidikan kejuruanakan efektif jika dia dapat memam-
pukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya
dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
5. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jaba-
tan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang
yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang
dapat untung darinya.
6. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan
untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir
yang benar diulangkan sehingga sesuai seperti yang diper-
lukan dalam pekerjaan nantinya.
7. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mem-
punyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keteram-
pilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang
akan dilakukan.

22
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

8. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus


dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada
jabatan tersebut.
9. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan
pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja).
10. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada peserta didik
akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang
nyata (pengalaman sarat nilai).
11. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pela-
tihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman
para ahli pada okupasi tesebut.
12. Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
13. Pendidikan kejuruan merupakan layanan sosial yang efisien
jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang
memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan me-
lalui pengajaran kejuruan.
14. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran
yang digunakan ada hubungan pribadi dengan peserta didik
dan mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika diseleng-
garakan secara fleksibel, lentur tidak kaku.
16. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika
tdak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh di-
paksakan beroperasi (Wardiman, 1999: 38-39).

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, pendidikan vokasi


mestinya dimulai dari dunia kerja dan diakhiri di dunia kerja.
Mengapa demikian, karena pendidikan vokasi dirancang untuk
memenuhi kebutuhan dunia kerja, sehingga pembelajarannya harus

23
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

mengacu pada kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja, dan


berakhir di dunia kerja. Artinya, output pendidikan vokasi harus
dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan oleh
dunia kerja.
Implementasi prinsip dasar pendidikan vokasi dalam pembe-
lajaran dapat dilakukan dengan: (1) penyediaan dan pemutakhiran
sarana praktik bengkel yang memadahi; (2) pemberian pemagangan
pada peserta didik di dunia industri; (3) peningkatan keterampilan
praktik bagi guru melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelan-
jutan sehingga guru mampu mengoperasikan produk-produk
teknologi terkini yang semakin berkembang; (4) dan pengayaan
pengetahuan dan keterampilan praktik melalui kegiatan praktik di
bengkel. Dengan demikian, diharapkan penyelenggaraan pendidi-
kan kejuruan bisa optimal. Penyelenggaraan pendidikan vokasi di-
katakan optimal jika memenuhi kriteria: (1) dapat mempersiapkan
peserta didik dengan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan oleh
masyarakat berdasarkan kebutuhan pasar kerja; (2) menjamin ke-
butuhan yang cukup (jumlahnya) atas permintaan sesuai bidang
pekerjaan; dan (3) peserta didik mendapatkan pekerjaan sesuai
dengan keterampilan yang telah dilatih di sekolah (Sarbiran, 2006)

G. Peran Pendidikan Kejuruan


Peran pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah,
menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 terdapat pada pasal 15 dan pasal 18, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) termasuk pada satuan pendidikan menengah keju-
ruan sebagai lanjutan dari pendidikan dasar yang bertujuan mem-
persiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu.
Oleh karena itu, SMK dirancang untuk menyiapkan peserta didik
atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengem-
bangkan sikap profesional di bidang pekerjaannya.

24
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Pada lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang


Standar Isi, disebutkan bahwa pendidikan kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan meng-
ikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya.
Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan
keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang
tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu peng-
etahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu
berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki
kemampuan mengembangkan diri.
Mengacu pada hal tersebut, pendidikan kejuruan mempunyai
peran yang sangat strategis dalam menyiapkan tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan industri. Dengan demikian, keberadaan pen-
didikan dirasakan manfaatnya bagi peserta didik, dunia kerja, dan
masyarakat. Manfaat bagi peserta didik, pendidikan kejuruan ialah
sebagai (1) wahana peningkatan kulaitas diri; (2) upaya pening-
katan penghasilan; (3) penyiapan bekal pendidikan lebih lanjut; (4)
penyiapan diri agar berguna bagi masyarakat dan bangsa; dan (5)
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Manfaat bagi dunia kerja
ialah (1) dapat memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi; (2) dapat
meningkatkan biaya usaha; (3) dapat membantu memajukan dan
mengembangan usaha. Sedangkan manfaat bagi masyarakat, (1)
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) dapat mening-
katkan produktivitas nasional, jadi dapat meningkatkan penghasilan
negara; (3) dapat mengurangi pengangguran (Wardiman, 1998).
Selain dari sisi manfaat pendidikan kejuruan mempunyai peran
yang sangat strategis, pendidikan kejuruan juga mempunyai fungsi
untuk:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi manusia Indonesia se-
utuhnya yang mampu:

25
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

a. Meningkatkan kualitas hidup;


b. Mengembangkan dirinya, dan;
c. Mengembangkan keahlian dan keberanian membuka
peluang untuk meningkatkan penghasilannya.
2. Menyiapkan peserta didik menjadi tenaga kerja produktif,
sehingga mampu:
a. Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia usaha dan
industri;
b. Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang
lain, dan;
c. Mengubah status peserta didik dari ketergantungan
menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).

3. Menyiapkan peserta didik menguasai IPTEK, sehingga:


a. Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan diri
dengan kemajuan IPTEK;
b. Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengem-
bangkan diri secara berkelanjutan.

Selain peran-peran tersebut, pendidikan kejuruan juga sangat


berperan dalam penyiapan tenaga yang terampil. Tenaga terampil
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tenaga
yang berarti kekuatan atau daya yang dapat menggerakkan sesuatu.
Sedangkan terampil memiliki arti mampu, cekatan atau cakap dalam
menyelesaikan tugas. Tenaga terampil merupakan individu yang
memiliki daya untuk memulai dan melakukan suatu kegiatan atau
tugas tertentu hingga mampu menyelesaikan tugas tersebut dengan
tuntas, tepat dan sesuai proporsinya. Tenaga terampil adalah orang
yang berada di barisan terdepan dan terlibat langsung dalam proses
pembuatan objek tertentu. Sejalan dengan pernyataan Wardiman
(1988), tenaga terampil adalah orang yang terlibat secara langsung

26
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

dalam proses produksi baik barang maupun jasa, karena itu men-
duduki peranan penting dalam menentukan tingkat mutu dan biaya
produksi.
Di Indonesia, tenaga terampil masih menjadi kebutuhan negara
karena masih banyak industri yang menggunakan tenaga kerja
manusia. Pemerintah menjadikan program pendidikan kejuruan
sebagai lembaga untuk melahirkan sumber daya manusia yang te-
rampil sebagai aset dan investasi bangsa. Tenaga terampil sangat
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industrialisasi suatu
negara. Di era persaingan global dengan kemajuan teknologi yang
sangat canggih, sangat dibutuhkan peran tenaga kerja yang terampil
yang mampu, cekatan dan cakap menguasai dan mengaplikasikan
teknologi tersebut. Oleh sebab itu, orang yang mempunyai kete-
rampilan pada zaman modern ini akan memiliki peluang tinggi
untuk bekerja dan produktif. Jika dihitung secara kuantitas, bangsa
yang memiliki banyak tenaga kerja yang terampil akan semakin kuat
dari segi aspek ekonomi dan dibutuhkan dunia internasional sebab
memiliki aset tenaga terampil. Sebaliknya, jika suatu bangsa minim
tenaga kerja yang terampil maka tingkat pengangguran akan semakin
tinggi dan menjadi beban ekonomi bagi bangsa tersebut.
Dalam konteks dunia kerja abad ke-21, peralatan secanggih
apapun bukan lagi menjadi aset utama tanpa adanya sumber daya
manusia yang terampil menggunakan dan mengaplikasikannya.
Pengembangan, pengelolaan dan peningkatan mutu sumber daya
manusia melalui tenaga kerja yang terampil dan terdidik merupakan
prioritas utama yang menjadi aset utama. Sejalan dengan tuntutan
global tersebut, pemerintah Indonesia menjadikan pendidikan ke-
juruan sebagai lembaga penggerak untuk menyiapkan tenaga kerja
terampil, terdidik dan profesional dengan skill yang tinggi agar
dapat mudah untuk memasuki pasar tenaga kerja dan berkembang
karirnya.

27
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Pendidikan kejuruan merupakan lembaga pendidikan yang ter-


bentuk karena tujuan bangsa Indonesia untuk menyiapkan tenaga
kerja yang terampil dan profesional. Pendidikan kejuruan memiliki
tanggung jawab besar dalam berperan utama dalam melatih kom-
petensi masyarakat Indonesia untuk bekerja dan mengembangkan
karirnya. Pendidikan kejuruan berperan menyediakan keterampilan
bekerja agar masyarakat dapat hidup sesuai kebutuhan. Untuk men-
capai kehidupan yang sesuai kebutuhan, masyarakat harus memi-
liki keahlian tertentu yang dibutuhkan industri sehingga mendapat
panggilan bekerja sesuai kapasitasnya. Peran pendidikan kejuruan
semakin dibutuhkan lantaran kesepakatan negara-negara ASEAN
terkait dimulainya era MEA. Kesepakatan yang terjalin diantara
negara-negara ASEAN dalam MEA antara lain, aliran bebas barang,
aliran bebas jasa, aliran bebas investasi, aliran modal yang lebih bebas
dan aliran bebas tenaga kerja terampil (Putu Sudira, 2017: 76).
Peran pendidikan kejuruan semakin terlihat jelas dan eksis
untuk meningkatkan standar kompetensi yang dimiliki masyarakat
Indonesia sehingga memiliki keterampilan untuk bersaing dengan
tenaga kerja dari berbagai negara di ASEAN. Pemerintah sangat
mengharapkan melalui pendidikan teknologi dan kejuruan ini
masyarakat Indonesia dapat mencapai kesejahteraan yang lebih
dari cukup dengan akses bebas untuk bekerja di luar negeri dalam
regional ASEAN. Pendidikan kejuruan harus dapat menyediakan
tenaga kerja Indonesia yang terampil sesuai standar kompetensi
yang dibutuhkan industri agar tidak kalah bersaing dan semakin
terpuruk dalam mencari pekerjaan. Sektor pekerjaan yang menjadi
fokus dalam MEA antara lain, jasa transportasi udara, kesehatan,
dan pariwisata. Pendidikan kejuruan harus lebih memprioritaskan
sesuai dengan peluang yang ada di MEA sehingga Indonesia memi-
liki daya saing di ASEAN.

28
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

H. Struktur Pendidikan Kejuruan di Indonesia


Sistem pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dibedakan menjadi satuan pen-
didikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan.

Gambar 1.1
Sistem Persekolahan di Indonesia Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003

29
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar


yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan
sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah
merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang dise-
lenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang
tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
Berdasarkan gambar 1.1 tersebut sistem pendidikan di Indo-
nesia diselenggarakan melalui pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah. Pendidikan melalui jalur sekolah dilaksanakan mulai
dari jenjang prasekolah pada anak usia 5 s.d 6 tahun, jenjang pen-
didikan dasar anak usia 7 s.d 15 tahun, pendidikan menengah pada
usia 16 sd 18 tahun dan pendidikan tinggi pada usia diatas 19 tahun.
Pendidikan prasekolah diselenggarakan melalui Taman kanak-
kanak, pendidikan dasar diselenggarakan di Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pendidikan menengah terdiri
atas Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Keju-
ruan (SMK). Pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan didalam
keluarga dan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekelompok
masyarakat yang meliputi: penitipan anak, kelompok bermain, kejar
paket A setara dengan SD, kejar paket B setara dengan SMP, dan
kejar paket C setara dengan SMA, dan kursus-kursus.
Penyelenggaraan pendidikan, berdasarkan sistem pendidikan
nasional di Indonesia, dibedakan menjadi dua kelompok pendidi-
kan, yaitu: (1) pendidikan akademik; dan (2) pendidikan profesional.
Pendidikan akademik merupakan penyelenggaraan program pen-
didikan yang bertujuan mempersiapkan peserta didik mengem-
bangkan potensi akademik untuk melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan profesional merupakan

30
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

penyelenggaraan program pendidikan yang mempersiapkan peserta


didik meningkatkan potensi kompetensi sesuai bidang keahliannya.
Pendidikan profesional ini termasuk dalam kategori penyelengga-
raan pendidikan yang berorientasi dunia kerja. Penyelenggaraan
pendidikan mengacu pada sistem pendidikan nasional yang ber-
orientasi pada dunia kerja di Indonesia, terdapat dua istilah pendidi-
kan yang digunakan, yaitu: pendidikan kejuruan dan pendidikan
vokasi. Pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mempersiapkan peserta
didik untuk memasuki dunia kerja, baik pendidikan kejuruan dan
pendidikan vokasi memberikan bekal kompetensi untuk bekerja
pada bidang pekerjaan tertentu. Pendidikan kejuruan pada satuan
pendidikan menengah, sedangkan pendidikan vokasi untuk pendi-
dikan tinggi. Pada perkembangan selanjutnya lebih banyak dipakai
istilah pendidikan vokasi baik yang diselenggarakan di tingkat
menengah (SMK) maupun pendidikan tinggi (Politeknik).
Pasal 15 Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
menjelaskan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam
bidang tertentu, sedangkan pendidikan vokasi merupakan pendi-
dikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
program sarjana. Dengan demikian, pendidikan kejuruan merupa-
kan penyelenggaraan jalur pendidikan formal yang dilaksanakan
pada jenjang pendidikan tingkat menengah, yaitu pendidikan
menengah kejuruan yang berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Pendidikan vokasi merupakan penyelenggaraan jalur pendi-
dikan formal yang diselenggarakan pendidikan tinggi, seperti
politeknik, program diploma, atau sejenisnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan dan
pendidikan vokasi merupakan penyelenggaraan program pendidi-

31
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

kan yang terkait erat dengan ketenagakerjaan. Berikut ini disajikan


hubungan antara jenjang pendidikan di sekolah dengan ketenaga-
kerjaan digambarkan sebagaimana pada gambar berikut ini.

Gambar 1.2.
Piramida Ketenagakerjaan dan Jenjang Pendidikan Sekolah

Menyimak gambar 1.2 di atas, jenjang pendidikaan (mulai dari


pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi) dan jenis pendidikan
(akademik atau profesi) berkaitan erat dengan struktur ketenaga-
kerjaan di Indonesia. Artinya, pintu masuk ke jenjang pekerjaan
dapat dilalui baik melalui pendidikan akademik maupun profesi.
Pendidikan kejuruan merupakan jalur pendidikan profesi karena
sesuai dengan tujuannya yaitu untuk mempersiapkan lulusannya
untuk memasuki dunia kerja. Sementara itu, pada level pendidikan
menengah pada jalur pendidikan akademik jika akan memasuki

32
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

dunia kerja harus melalui kursus-kursus kejuruan sesuai dengan


bidang kejuruan yang diinginkan untuk mendapatkan bekal kete-
rampilan kejuruan. Demikian juga pada level pendidikan tinggi,
jenjang pendidikan juga berpengaruh terhadap struktur ketenaga-
kerjaan di dunia kerja.
Berdasarkan pengalaman di lapangan selama ini, kemampuan
dan keterampilan tenaga kerja di Indonesia variannya sangat besar
meskipun pada level yang sama. Hal ini juga terjadi baik pada level
pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Oleh
karena itu, diperlukan standardisasi kemampuan dan keterampilan
pada setiap level. Menyimak hal tersebut pemerintah telah menge-
luarkan standar kemampuan yang disusun berdasarkan kualifikasi
pekerjaan di dunia kerja. Kerangka kualifikasi tersebut untuk mem-
berikan standar kemampuan dan keterampilan bagi tenaga kerja
baik yang berasal dari pendidikan akademik, profesi, maupun bagi
tenaga kerja yang berasal dari pendidikan non formal (kemampuan
dan keterampilannya diperoleh melalui kursus-kursus), atau bagi
tenaga kerja yang memperoleh kemampuan dan keterampilannya
berdasarkan pengalaman pribadi hasil dari belajar secara mandiri.
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

I. Wawasan Link and Match untuk Pemenuhan


Tenaga Terampil
Istilah link and match dipopulerkan oleh Wardiman Joyone-
goro pada 1990-an. Pada waktu itu beliau menjabat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. Link and match diartikan sebagai
keberkaitan dan keberpadanan antara dunia pendidikan dengan
dunia kerja, dengan konsep link and match ini diharapkan orientasi
pendidikan kejuruan menjadi jelas yaitu menciptakan lulusan yang

33
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

siap kerja. Di sisi lain dunia kerja dalam hal ini pengusaha juga tidak
lagi terlalu dibebani dengan pelatihan menyiapkan tenaga kerjanya
karena setiap lulusan sudah siap kerja bukan lagi siap latih.
Peran pendidikan kejuruan dalam menyiapkan tenaga terampil
akan terwujud bila pendidikan menggunakan wawasan link and
match, yaitu proses pendidikan yang memiliki:

1. Wawasan Masa Depan


Wawasan ini membawa konsekuensi, tenaga terampil yang
dihasilkan adalah tamatan yang memiliki keahlian sesuai dengan
kebutuhan pada saat itu dan memiliki sejumlah kemampuan dasar
untuk mengembangkan diri. Mereka harus menguasai modal dasar
untuk bekerja, memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif
sebagai modal untuk menghadapi persaingan dan menjalin atau
membangun tim yang andal, memiliki modal dasar pengetahuan,
keterampilan dan sikap sebagai bekal untuk belajar secara berkelan-
jutan.

2. Wawasan Mutu
Tenaga terampil dihasilkan adalah lulusan yang memilki
etos kerja dan cara kerja industri. Mereka terbiasa dengan ukuran
produktivitas industri dengan kualitas kerja standar. Muncul per-
ilaku standar dengan hasil kerja yang memenuhi kriteria industri.
Ukuran hasil kerja industri adalah go dan not go. Mereka dilatih
dengan pelatihan didasarkan pada hal-hal yang diharapkan siswa
di tempat kerja, seperti cara kerja dengan persyaratan teknis, tidak
gagap teknologi, sehingga terjadi kebiasaan-kebiasaan menggunakan
sikap kerja, apa yang dapat dilakukan oleh seseorang sebagai hasil
pelatihan, bukan kuantitas dari jumlah pelatihan.

34
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

3. Wawasan Keunggulan
Tenaga yang unggul adalah tenaga terampil yang bermutu tinggi.
Mereka harus memiliki keunggulan kompetitif dan siap bersaing
dengan tenaga lain di tingkat global. Mereka harus dibekali kom-
petensi kunci, pembelajaran terjadi dalam situasi yang sehat untuk
kreatif, bersaing dalam konteks kerja, membentuk sikap positif. Hal
ini penting, untuk menghadapi era keterbukaan tenaga kerja, maka
tenaga kerja harus bersaing dengan tenaga kerja asing.

4. Wawasan Profesionalisme
Wawasan ini dilakukan dengan membentuk perilaku profesional
sebagai karakter tenaga kerja, seperti peduli mutu, menjaga reputasi,
bekerja cepat, efisien, dan produktif. Bekerja tanpa pengawasan ber-
tanggung jawab pada kualitas kerja.

5. Wawasan Nilai Tambah


Wawasan ini menjadikan lulusan yang mampu bekerja bukan
penganggur. Kualitas meningkat dibandingkan saat masuk ke SMK,
dapat menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik dibandingkan
dengan bukan lulusan SMK.

6. Wawasan Efisiensi
Efisiensi dilihat dari lulusan dengan kemampuan, jumlah, mutu
sesuai dengan kebutuhan pembangunan, dan investasi dana dilihat
dari rate of return.

Tantangan kebijakan utama yang dihadapi banyak negara maju


adalah bagaimana memastikan keterampilan yang dimiliki oleh
orang yang baru pertama kali bekerja dengan pekerja yang sudah
ada tetap sesuai sepanjang karier mereka. Kesenjangan keterampilan
dapat menghambat pertumbuhan perusahaan dan membahayakan

35
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

kemampuan dipekerjakan para pegawai. Perubahan struktural pada


perekonomian dan semakin ketatnya persaingan antarperusahan
mengurangi jumlah pekerjaan yang memiliki persyaratan keteram-
pilan rendah. Tantangan-tantangan ini membutuhkan akses luas
terhadap pelatihan sejak para pekerja masuk pasar kerja, pening-
katan kesesuaian dan kualitas pelatihan, dan perluasan kesempatan
pembelajaran sepanjang hayat, semuanya dijadikan satu dengan
kebijakan pasar kerja yang aktif. Sejumlah besar populasi yang be-
kerja membutuhkan keterampilan yang lebih banyak dan lebih baik.
Selain dari keterampilan teknis khusus, kompetensi transversal, dan
keterampilan ‘halus’ menjadi semakin penting termasuk kemam-
puan untuk terlibat dan berinteraksi secara efektif dengan orang
lain, membangun kesepakatan, dan memberikan bantuan, arahan
dan kepemimpinan sesuai kebutuhan. Karena mobilitas pekerjaan
dan tenaga kerja semakin meningkat, portabilitas keterampilan dan
migrasi internasional sumber daya manusia pun menjadi isu yang
penting.
Pengembangan keterampilan meningkatkan kemampuan sese-
orang bekerja dan juga kesempatannya di tempat kerja, memberikan
lebih banyak ruang bagi kreativitas dan kepuasan pada pekerjaan.
Manfaat pendidikan teknologi kejuruan dalam menghasilkan tenaga
terampil yaitu:
1. Memberdayakan manusia sehingga dapat mengembangkan
kapasitasnya dan mendapatkan kesempatan kerja dan sosial.
2. Meningkatkan produktivitas, baik bagi pekerja maupun
perusahaan.
3. Berkontribusi untuk peningkatan inovasi dan pengembangan
di masa datang.
4. Mendorong investasi dalam negeri dan asing, dan pada akhir-
nya meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja, menurun-
kan angka pengangguran, dan setengah pengangguran.

36
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

5. Menghasilkan upah yang lebih tinggi.


6. Ketika diakses secara meluas, dapat memperluas kesempatan
pasar kerja dan mengurangi ketidaksetaraan sosial.

Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang berorientasi untuk


dunia kerja. Pendidikan kejuruan sebagai pendidikan untuk dunia
kerja yang ideal spektrumnya mengacu pada pekerjaan yang ada
di dunia usaha/industri di wilayah pendidikan kejuruan tersebut.
Sebagai contoh, di suatu daerah tersebut kebutuhan akan tenaga
kerja bidang perkebunan dan pertanian, seyogianya di wilayah atau
daerah tersebut juga tersedia sekolah yang menghasilkan lulusan
yang mempunyai kompetensi di bidang perkebunan dan pertanian.
Jika daerah tersebut terdapai unit usaha jasa bidang otomotif atau
industri di bidang otomotif sehingga dibutuhkan tenaga kerja bidang
otomotif, maka seyogianya di wilayah tersebut dibuka sekolah yang
menyelenggarakan program keahlian teknik otomotif, demikian
seterusnya pada bidang-bidang yang lain.
Keberhasilan lulusan kendidikan kejuruan ditentukan oleh
empat komponen utama yaitu: (1) sekolah, (2) dunia kerja/industri,
(3) pemerintah, dan (4) masyarakat pengguna jasa lulusan pendid-
ikan kejuruan. Pendidikan kejuruan sangat tidak efektif jika tidak
menggandeng para pemangku kepentingannya dengan baik. Pen-
didikan kejuruan membutuhkan jaringan dan kerja sama yang baik
dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikannya.
Kerja sama dalam pengembangan pendidikan kejuruan menjadi
keharusan dan syarat mutlak. Utamanya kerja sama dengan pemakai
lulusan, karena pendidikan kejuruan menghasilkan lulusan yang
siap kerja di dunia usaha dan industri sehingga kerjasama dengan
dunia usaha dan industri mutlak dilakukan. Gambar 1.3 menunjuk-
kan model relasi Pendidikan kejuruan, pemerintah, masyarakat atau
dunia industri untuk pemenuhan tenaga terampil.

37
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Gambar 1.3
Keterkaitan Pendidikan Kejuruan untuk Masyarakat dan Dunia Kerja
(Adaptasi dari Putu Sudira, 2009)

Pada gambar 1.3 di atas menunjukkan bahwa pendidikan keju-


ruan, untuk menghasilkan tenaga terampil membutuhkan partner-
ship and networking di antara sekolah atau lembaga pendidikan keju-
ruan dengan pemerintah, dunia kerja, dan masyarakat pengguna jasa
pendidikan kejuruan. Pemerintah bersama-sama masyarakat swasta
dan pengusaha memetakan berbagai jenis kebutuhan kerja dan dunia
kerja dalam kurikulum sekolah.
Pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan ketenagaker-
jaan dan pendidikan dalam teknologi kejuruan harus memainkan
peranannya dengan baik. Pemerintah sangat perlu memahami bahwa
pendidikan teknologi kejuruan membutuhkan kebijakan lintas
departemen mencakup kebijakan ekonomi ketenagakerjaan, pe-
merataan pembangunan pengembangan industri, pengentasan
kemiskinan dan pengangguran, pendidikan dan pelatihan. Tanpa
kebijakan ekonomi, ketenagakerjaan pemerataan pembangunan
pengembangan industri pengentasan kemiskinan dan pengang-
guran, pendidikan kejuruan tidak dapat berfungsi efektif. Kebijakan
pemerintah Indonesia terkait pendidikan kejuruan dilaksanakan
melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (Dir.

38
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

PSMK) bersifat teknis mengelola pembinaan pembelajaran sarana


prasarana, dan pengembangan kesiswaan. Kebijakan Dir. PSMK ter-
batas ke sekolah dan fungsi SMK dalam melaksanakan proses pem-
belajaran.
Masyarakat pengguna jasa lulusan pendidikan kejuruan mem-
punyai pengetahuan yang utuh tentang keahlian pekerjaan yang
dibutuhkan, sejak awal melakukan analisis program. Wawasan
masyarakat dan industri berkaitan dengan kevokasionalan (keju-
ruan) menjadi sangat penting. Pemilihan Program Keahlian kejuruan
didasarkan pada minat, bakat, ketersedian sumber daya pendukung,
dan ketersediaan lapangan kerja yang jelas dan memadai.
Sebagai dasar bahan pembelajaran, pengujian dan sertifikasi
keterampilan, industri perlu berperan aktif dalam membentuk
suatu standar keahlian. Untuk tahun tahun pertama pekerjaan ini
akan dilakukan berdasarkan struktur industri maupun pendidikan
yang sudah ada dan akan dikonsentrasikan dalam lingkup terbatas
pada beberapa bidang industri tertentu. Penekanan kegiatan akan
ditujukan pada pengembangan bahan pembelajaran yang bermutu
tinggi, yang dirancang sesuai kebutuhan dan diperuntukkan bagi
seluruh penyelenggara pendidikan dan pelatihan kejuruan berbasis
kompetensi.
Pendidikan kejuruan yang menitikberatkan pada penguasaan
kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan,
dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan dan persyaratan
di tempat kerja. Prinsip dasar penyelenggara pendidikan kejuruan
sebagai pemenuhan tenaga terampil yaitu:
1. Dilaksanakan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan
pelatihan (gap competency) yang dilakukan melalui Uji Kom-
petensi.
2. Adanya pengakuan terhadap kompetensi yang telah dimiliki.
3. Berpusat pada peserta didik dan bersifat individual.

39
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

4. Setiap peserta didik dinilai berdasarkan pencapaian kompe-


tensi sesuai dengan standar kompetensi.

Sistem kurikulum pendidikan kejuruan diawali dengan pemben-


tukan komite-komite industri serumpun yang selanjutnya akan bek-
erja sama dengan para instruktur kejuruan untuk mengembangkan
seperangkat standar keterampilan yang berkaitan langsung dengan
kebutuhan nyata lapangan kerja. Standar keterampilan terbagi dalam
berbagai tingkat keterampilan di tempat kerja. Standar keterampilan
tersebut juga mencantumkan keterampilan umum yang harus dimi-
liki oleh pemegang sertifikat supaya dapat menjadi pekerja yang
baik, misalnya melek huruf, bahasa, dan keterampilan sosial lainnya.
Standar keterampilan meliputi:
1. Standar internasional yang berlaku di berbagai industri,
karena industri-industri tersebut melaksanakan pekerjaan
dalam konteks internasional (termasuk ASEAN).
2. Standar nasional yang diperlukan di sebagian besar wilayah
Indonesia yang menunjukkan kebutuhan lapangan kerja di
industri Indonesia.
3. Standar regional atau perusahaan dipakai untuk memenuhi
kebutuhan khusus regional atau perusahaan.
4. Keterampilan umum yang diperlukan untuk kegiatan industri
kecil/rumahan, industri pedesaan dan kegiatan swakarya
rakyat khususnya pada berbagai keterampilan yang diper-
lukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup terutama di
daerah terpencil.

40
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

J. Sistem Pendidikan Vokasi yang Diterapkan di


Dunia Periode 2016
Sistem pendidikan vokasi yang diselenggarakan berbagai negara
berbeda-beda, perbedaan tersebut menyangkut bentuk kelembagaan-
nya, sistem penyelenggaraan, peranannya, dan bentuk kerjasama
dengan industri. Untuk lebih memahami sistem penyelenggaraan
pendidikan vokasi, berikut ini disajikan sistem pendidikan vokasi
yang diterapkan di beberapa negara (Profil Pendidikan dan Pelatihan
Vokasi di Indonesia, 2017: 23)

Tabel 1.1
Sistem Pendidikan Vokasi yang Diterapkan di Dunia

1 2 3
Pendidikan Pemagangan
Sistem Ganda
Menengah Vokasi Formal
Merupakan Mencakup Merupakan sistem
bagian pokok dari pemagangan dan yang mengadopsi
pendidikan menengah pelatihan formal kurikulum sesuai
lanjutan antara institusi kebutuhan industri
pendidikan
(sekolah)
dengan industri
(penguasaha)
Memiliki kurikulum Skema insentif, Semua pemangku
Konsep kombinasi antara durasi kontrak kepentingan
Dasar pengetahuan umum dan pemberian menyusun
dan skill spesifik kualifikasi kurikulum
namun mudah kompetensi
diajarkan menjadi hal
Menjadi salah satu mendasar dalam Sekolah menyiapkan
alternatif jalur sistem ini sarana yang
pendidikan mendukung
pemagangan
Industri harus
memenuhi standar

41
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

1 2 3

Pendidikan Pemagangan
Sistem Ganda
Menengah Vokasi Formal
Negara yang Indonesia, Spanyol, Inggris, Australia, Austria, Jerman,
menerapkan Perancis, Belanda, Amerika Serikat Denmark, Swiss
Italia
Beberapa negera yang Salah satu isu Sistem ganda ini
mengadopsi sistem utama yang menuntut kesiapan
ini, seperti Spanyol, menjadi poin baik di sisi pasokan
masih memiliki penting dalam (sekolah) maupun
tingkat pengangguran skema ini adalah permintaan
yang tinggi mengenai siapa (industri) dalam hal
yang membayar infrastruktur
biaya training

Untuk sukses Industri yang Pemangku


menerapkan sistem cocok dengan kepentingan
ini, setidaknya ada skema ini juga harus sudah
5 hal yang harus contohnya terintegrasi dan
diperhatikan: industri berada dalam satu
• Kurikulum harus kerajinan, koordinasi sehingga
relevan dengan konstruksi dan dapat terbangun
industri teknik mesin kurikulum dan
Inti Pokok (montir, dan lain- standar yang sama
• Hubungan yang erat
dengan pasar tenaga lain)
kerja
• Menjamin pelatihan
berkualitas Di sisi lain, Kontinuitas dan
• Membangun perusahaan adaptasi kurikulum
kerangka kualifikasi yang mampu yang sesuai
• Indonesia harus mengadopsi dengan kebutuhan
mengevaluasi sistem ini industri harus terus
penerapan sistem umumnya diperbaharui dan
ini dengan harus memiliki dikonsolidasikan
mempertimbangkan infrastruktur, dengan seluruh
sistem vokasi 2 asosiasi industri pemangku
(pemagangan serta instruktur kepentingan
formal) dan 3 yang kuat dan
(sistem ganda) memadahi

42
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

K. Komposisi Tenaga Kerja Lulusan Sekolah


Kejuruan
1. Perbandingan Jumlah Lulusan SMK dengan
Kebutuhan Tenaga Kerja Industri
Berikut ini disajikan perbandingan jumlah lulusan SMK dengan
kebutuhan tenaga kerja per bidang keahlian sebagaimana tabel 1.2
berikut ini.

Tabel 1.2.
Jumlah Lulusan SMK dan Kebutuhan Tanaga Kerja per Bidang

Jumlah Persentase Lulusan


No. Bidang Keahlian Kebutuhan
Siswa (%) SMK
ILMU PENGETAHUAN ALAM
1 Teknologi dan 1.513.713 34,25% 445.047 638.652
Rekayasa
2 Teknologi Informasi 962.326 21,77% 277.545 327.813
dan Komunikasi
3 Kesehatan 197.717 4,47% 60.944 68.245
4 Agribisnis dan 186.154 4,21% 52.319 445.792
Agroteknologi
5 Perikanan dan 56.617 1,28% 17.249 3.364.297
Kelautan
ILMU SOSIAL
6 Bisnis dan 1.172.091 26,52% 348.954 119.255
Managemen
7 Pariwisata 286.465 6,48% 82.171 707.600
8 Seni Rupa & Kriya 36.396 0,82% 12.017 88.113
9 Seni Pertunjukkan 8.238 0,17%
TOTAL 4.419.717 100% 1.296.246 5.759.767

Sumber: Kebijakan Pengembangan Vokasi di Indonesia


(Kemdikbud 2017: 17 )

43
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

2. Komposisi Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan


Jenjang Pendidikan
Kualifikasi tenaga kerja Indonesia dibedakan berdasarkan jen-
jang pendidikan sebagaimana diatur pada Kerangka Kerja Nasioal
Indonesia (KKNI).
Tabel 1.3
Deskripsi Jenjang Kualifikasi Lulusan Berdasarkan KKNI

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
Mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas, bersifat
1
umum, dengan menggunakan alat, aturan, dan proses yang
Pendidikan
telah ditetapkan, serta di bawah bimbingan, pengawasan, dan
Dasar
tanggung jawab atasannya.
Mampu melaksanakan satu tugas spesifik, dengan manggunakan
alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan,
serta menunjukkan kinerja dengan mutu yang terukur, di bawah
2 pengawasan langsung atasannya.
Pendidikan
Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan
Menengah
faktual bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih
Kejuruan
penyelesaian yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab membimbing orang lain.
Mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik, dengan
menerjemahkan informasi dan menggunakan alat, berdasarkan
sejumlah pilihan prosedur kerja, serta mampu menunjukkan
kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur, yang sebagian
merupakan hasil kerja sendiri dengan pengawasan tidak
langsung.
3 Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-
Pendidikan prinsip serta konsep umum yang terkait dengan fakta bidang
Diploma 1 keahlian tertentu, sehingga mampu menyelesaikan berbagai
masalah yang lazim dengan metode yang sesuai.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi dalam
lingkup kerjanya.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain.

44
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
Mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas dan kasus spesifik
dengan menganalisis informasi secara terbatas, memilih metode
yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu
menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.
4 Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian tertentu dan
Pendidikan mampu menyelaraskan dengan permasalahan faktual di bidang
Diploma 2 kerjanya.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, menyusun
laporan tertulis dalam lingkup terbatas, dan memiliki inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas hasil kerja orang lain.
Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih
metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah
maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu
menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.
5 Menguasai konsep teoretis bidang pengetahuan tertentu secara
Pendidikan umum, dan mampu memformulasikan penyelesaian masalah
Diploma 3 prosedural.
Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan
tertulis secara komprehensif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.
6 Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan
Pendidikan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
Sarjana/ pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu
Diploma 4 beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
Mampu merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah
tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif
kerjanya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan atau seni untuk menghasilkan langkah-langkah
7 pengembangan strategis organisasi.
Pendidikan Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan,
Profesi teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui
pendekatan monodisipliner.
Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis
dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua
aspek yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya.

45
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau
8
seni di dalam bidang kelimuannya atau praktik profesionalnya
Pascasarjana
melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji.
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/
9
atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktik
Program
profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya
Doktor
kreatif, original, dan teruji.

Mengacu pada tabel di atas, pendidikan kejuruan (jenjang pen-


didikan menengah) berada pada jenjang 2 (dua), dan pendidikan
vokasi (jenjang pendidikan diploma) berada pada jenjang 3 (tiga)
sampai 5 (lima), sedangkan pendidikan tinggi dan diploma 4
(empat) berada pada jenjang 6 (enam). Perbedaan jenjang kuali-
fikasi tersebut berpengaruh terhadap jenjang pekerjaan di dunia
kerja. Kondisi saat ini struktur ketenagakerjaan di Indonesia masih
didominasi oleh tenaga kerja pada jenjang 1 (pendidikan dasar), di-
susul pada jenjang 2 (pendidikan menengah) dan tenaga kerja yang
mempunyai kualifikasi jenjang 6 (pendidikan tinggi) lebih sedikit.
Lebih lanjut, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.4
Komposisi Tenaga Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tahun
No. Pendidikan
2010 2015 2025
1 SD 50,4 % 40 % 20 %
2 SLTP 19,1 % 24 % 20 %
3 SLTA Kejuruan 14,7 % 16 % 20 %
4 SLTA Umum 8,2 % 10 % 18 %
5 Diploma 2,8 % 4% 8%
6 Perguruan Tinggi 4,8 % 6% 8%
Sumber: Diolah dari Dir. PSMK

46
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Berdasarkan tabel 1.4 di atas, komposisi tenaga kerja pada


tahun 2010, 50,4% didominasi dari lulusan pendidikan dasar, 14,7 %
lulusan pendidikan menengah kejuruan, dan hanya 2,8% berasal dari
lulusan pendidikan vokasi atau diploma. Dengan demikian, tenaga
kerja di Indonesia masih didominasi oleh lulusan pendidikan dasar
dan menengah dan pendidikan tinggi masih sangat kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih
beradaa pada jenjang atau level 1 (satu) dan 2 (dua). Melihat kondisi
yang demikian Pemerintah pada tahun 2015 menargetkan dari tahun
ke tahun komposisi tenaga kerja di Indonesia berubah, tenaga kerja
yang mempunyai kualifikasi jenjang 1 (satu) berkurang, dan tenaga
kerja yang mempunyai kualifikasi jenjang 2 (dua) dan 3 (tiga) sampai
jenjang 9 (sembilan) bertambah, sehingga diharapkan pada tahun
2025 komposisi tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi jenjang
1 (satu) dan 2 (dua) berkurang, dan tenaga kerja yang mempunyai
kualifikasi jenjang 3 (tiga) sampai 9 (sembilan) bertambah. Hal ini
diharapkan tenaga kerja di Indonesia kedepan semakin berkualitas
karena mempunyai kompetensi yang terstandar sehingga kualitas
dan produktivitasnya akan semakin berkembang.
Jika dilihat dari perspektif penduduk bekerja menurut status
pekerjaannya, persentase tertinggi masih didominasi oleh buruh/
karyawan/pegawai, diikuti bekerja dengan berusaha sendiri, dan
berusaha sendiri dibantu oleh buruh tidak tetap. Berikut ini di-
sajikan data mulai Februari 2017 s.d Februari 2018 (BPS Keadaan
Ketenagakerjaan Indonesia, Februari 2018, No. 42/05/Th. XX1, 07
Mei 2018).

47
BAB I PENGANTAR PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Tabel 1.5
Persentase Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

No. Status Pekerjaan Februari 2017 Agustus 2017 Februari 2018


1 Buruh/Karyawan/ 38,08 % 39,71 % 38,11 %
Pegawai
2 Berusaha Sendiri 17,55 % 19,13 % 18,58 %
3 Berusaha dibantu 17,09 % 14,89 % 16,48 %
buruh tidak tetap
4 Pekerja keluarga/tak 14,58 % 12,26 % 14,56 %
dibayar
5 Pekerja bebas di non- 4,86 % 5,92 % 4,99 %
pertanian
6 Berusaha dibantu 3,57 % 3,26 % 3,68 %
buruh tetap
7 Pekerja bebas di 4,30 % 4,83 % 3,60 %
Pertanian
Sumber: BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018
No. 42/05/Th.XX1, 07 Mei 2018.

Jika ditinjau dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan,


penduduk yang bekerja pada tahun 2017 sampai tahun 2018 data ter-
akhir pada bulan Februari 2018, jumlahnya dapat dilihat pada tabel
1.6 berikut ini.

Tabel 1.6
Persentase Penduduk Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan

No. Tingkat Pendidikan Februari 2017 Agustus 2017 Februari 2018


1 Rendah 60,39 % 60,07 % 50,80 %
2 Menengah 27,35 % 27,86 % 28,23 %
3 Tinggi 12,26 % 12,07 % 11,97 %
Sumber: BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018
No. 42/05/Th.XX1, 07 Mei 2018.

48
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk mempersiapkan lulusan


memasuki lapangan kerja pada bidang pekerjaan tertentu. Tabel 1.5
dan tabel 1.6 menunjukkan persentase jumlah penduduk yang bek-
erja berdasarkan status pekerjaan utama dan pendidikan tertinggi
yang ditamatkan. Data tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat
penduduk yang sampai saat ini belum mendapatkan pekerjaan. Pen-
duduk belum bekerja tersebut berdasarkan tingkat pendidikannya
menyebar dari yang tidak tamat sekolah dasar sampai yang sudah
tamat dari perguruan tinggi. Berikut ini disajikan tabel yang menun-
jukkan jumlah pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi
yang ditamatkan.

Tabel 1.7
Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Pendidikan Tertinggi
No. Februari 2017 Agustus 2017 Februari 2018
yang Ditamatkan
1 Tidak/belum pernah 92.331 62.984 42.039
sekolah
2 Tidak/belum tamat SD 546.897 404.435 446.812
3 SD 1.292.234 904.561 967.630
4 SLTP 1.281.240 1.274.417 1.249.761
5 SLTA/Umum/SMU 1.552.894 1.910.829 1.650.636
6 SLTA Kejuruan/SMK 1.383.022 1.621.402 1.424.428
7 Akademi/Diploma 249.705 242.937 300.845
8 Universitas 606.939 618.758 789.113
Total 7.005.262 7.005.262 6.871.264

Sumber: BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018


No. 42/05/Th.XX1, 07 Mei 2018.

49
BAB II
MODEL PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN KEJURUAN
BAB II
MODEL PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN KEJURUAN

A. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan


Pendidikan merupakan suatu sistem yang penyelenggaraannya
melibatkan berbagai komponen, yang satu dengan lain saling terkait
sehingga diperlukan suatu landasan yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraannya. Berikut ini akan dibahas
beberapa landasan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan di
Indonesia.

1. Landasan Hukum
Beberapa produk hukum yang dapat digunakan sebagai landasan
penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah sebagai berikut.
a. UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bagian Pertama Pasal
14 Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
b. Pasal 15 Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
c. Pasal 16 Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujud-
kan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

53
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

d. Pasal 18 ayat (3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah


Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
e. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pen-
didikan.
f. Permendikbud Nomor 6/D.D5/KK/2018 tentang Spektrum
Pendidikan Menengah Kejuruan dan Madrasah Aliyah Keju-
ruan di Indonesia.
g. Permendikbud Nomor 7/D.D5/KK/2018 tentang Struktur
Kurikulum Pendidikan Menengah Kejuruan dan Madrasah
Aliyah Kejuruan di Indonesia.

2. Landasan Filosofi
Makna kata pendidikan kejuruan sama dengan makna kata pen-
didikan vokasional. Kata kejuruan merupakan terjemaahan dari
bahasa Inggris yaitu vocational. Istilah pendidikan vokasi merupakan
istilah dalam penugasan kerja yang sangat sempit dan statis. Pen-
didi-kan vokasi menjadi bagian kecil dari pendidikan vokasional.
Pendidikan vokasional atau pendidikan kejuruan sendiri memi-
liki cakupan yang luas serta dinamis jika dibandingkan pendidi-
kan vokasi. Dalam penyelenggaraanya pendidikan kejuruan selalu
mengalami pengembangan pada sifat-sifat, karakteristik, dan cara
pengembangannya.

a. Aliran Filosofi Eksistensialisme


Aliran filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan
kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan
hidup, bukan merampasnya. Filosofi eksistensialisme berkeyaki-
nan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan
eksistensi peserta didik seoptimal mungkin, Hal ini sejalan dengan

54
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

penjelasan UU Nomor 20 Tahun 2003, bahwa pendidikan kejuruan


mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja. Dalam
peranannya pada pendidikan kejuruan, Aliran ini juga menekankan
pada budaya lama yang ada di masyarakat, misalnya disiplin yang
menunjang pelaksanaan pendidikan kejuruan dalam hal praktik.

b. Aliran Filosofi Esensialisme


Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan kejuruan
dan vokasi harus berfungsi dan relevan dengan berbagai kebutuhan,
baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, maupun kebu-
tuhan berbagai sektor dan sub-sub sektor pembangunan nasional.
Esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus me-
ngaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi,
politik, sosial, ketenagakerjaan serta religi dan moral. Filosofi esen-
sialisme dimana pendidikan kejuruan dan vokasi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.

c. Aliran Fiosofi Pragmatisme


Dalam proses perkembangan pendidikan kejuruan di Indo-
nesia, terjadi berbagai perubahan filosofis, dimana dapat dilihat
dari aliran filosofis esensialisme, hingga indikasi pergeseran ke
aliran filosofis pragmatisme, dalam aliran ini menekankan tentang
bagaimana memecahkan suatu masalah yang dihadapi, dan me-
menuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi, dalam peranannya ter-
hadap pendidikan teknologi kejuruan, juga menekankan pada hal
yang bersifat praktis sebagai aktualisasi (Muslimin, 2017).

3. Landasan Ekonomi
Pendidikan kejuruan diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip
efisiensi, baik internal maupun eksternal. Pendidikan kejuruan
dijalankan atas dasar prinsip investasi (human capital), hal ini dapat

55
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

diartikan bahwa semakin tinggi pendidikan/pelatihan maka akan


semakin produktif, dan seseorang dengan tingkat produktivitas
tinggi akan mendapatkan upah yang lebih besar.

4. Landasan Psikologi
Pada ranah bahasan filosofi bicara tentang “apa” yang seharus-
nya diajarkan kepada peserta didik; seangkan psikologi mem-
persoalkan tentang “bagaimana” cara mengajarkan “apa” pada
peserta didik. Pendidikan kejuruan melandaskan diri pada keyaki-
nan bahwa manusia itu memiliki perbedaan dalam dimensi fisik,
intelektual, emosional, dan spiritualnya. Hal ini berkaitan dengan
sistem belajar pendidikan kejuruan yang lebih berorientasi pada
pengorganisasian diri baik secara individu maupun kelompok.
Sehingga pada pendidikan kejuruan cenderung menggunakan pem-
belajaran dengan cara penyampaian yang berbeda-beda sesuai
dengan tujuan pembelajaran tiap-tiap satuan pendidikan.

5. Landasan Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang memusatkan per-
hatian pada hubungan antarmanusia, antarkelompok, serta antar-
sistem. Pendidikan kejuruan sendiri mendasarkan pada sosiologi,
oleh kerena itu segala upaya yang dilakukan harus selalu berpegang
teguh pada keharmonisan hubungan antarsesama individu, antar-
sistem pendidikan dengan sistem yang lain (ekonomi, sosial, politik,
religi, dan moral). Sosiologi yang disisipkan ini akan bermanfaat
sebagai pengetahuan dalam pengelolaan maupun pengorganisasian
prinsi-prinsip kerja serta kolaborasi.

6. Link and Match


Link and match dalam penyelenggaraan PTK merupakan reali-
sasi dari penggabungan kerja sama antara dunia pendidikan dengan

56
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

industri. Link and match pada dunia pendidikan merupakan pem-


bentukan industri dalam sekolah yang bersinergi dan berkolabo-
rasi dengan memanfaatkan unit produksi yang telah terbangun di
sekolah. Unit produksi yang berkembang dikemas dalam program
teaching factory.

B. Definisi Istilah
Sebelum membicarakan lebih lanjut tetang model penyeleng-
garaan pendidikan kejuruan, perlu kiranya diberikan penjelasan
beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah model, strategi,
metode, dan pendekatan yang biasa digunakan dalam pembelajaran
kejuruan.

1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi-
kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu yang berfungsi sebagai pedoman para perancang, dan
pengembang pembelajaran dan pengajar dalam merancang dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Menurut Joyce and Weil
(2000), model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan
belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, rancangan
unit pembelajaran, dan media pembelajaran. Pola yang digunakan
dalam proses penyelenggaraan pembelajaran mempunyai konsep
yang jelas yang terdiri atas struktur, komponen, isi komponen,
langkah-langkah penggunaan, serta memiliki spesifikasi. Model
pembelajaran juga merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu metode, strategi dan pendekatan pembelajaran. Contoh model
pembelajaran seperti model pembelajaran contextual teaching and
learning (CTL), inquiry, mastery learning, quantum teaching, dan
lain-lain.

57
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara tertentu yang diguna-
kan secara sistematis dan prosedural dalam kegiatan pembelajaran
untuk menigkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Strategi pem-
belajaran juga diartikan sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif dan efisien (Sanjaya, 2010). Strategi pembela-
jaran terkandung makna perencanaan yang masih bersifat konsep-
tual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran. Contoh strategi pembelajaran seperti
exposition, discovery learning, group-individual learning, problem
based learning, dan lain-lain.

3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk meng-
implementasikan rencara yang sudah disusun dalam bentuk kegia-
tan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
pengertian lain Nana Sudjana (2005) menjelaskan bahwa metode
pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam meng-
adakan komunikasi dengan siswa pada saat berlangsungnya proses
pembelajaran. Pengertian yang lain metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik
agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya men-
capai tujuan pembelajaran (Sutikno, 2009). Contoh metode pembela-
jaran seperti metode ceramah, metode diskusi, metode demonstrasi,
debat, simposium, brainstorming, dan lain-lain.

4. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pan-
dang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum,

58
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari


metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu
(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
siswa (student centered approach), dan (2) pendekatan pembela-
jaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach).

C. Model Penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan


Model penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibedakan men-
jadi 4 model (Wardiman, 1998). Keempat model tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Model Sekolah
Pemberian pelajaran dimana seluruh kegiatan dilaksanakan
di sekolah. Pada model ini diasumsikan bahwa seluruh pembela-
jaran, transfer ilmu, segala hal yang berkaitan ditempat kerja serta
sumber belajar dilakukan di lingkungan sekolah. Model ini telah
banyak menuai kritikan dari berbagai pihak terutama jika dikaitkan
dengan pendidikan kejuruan. Namun pada kenyataan di lapangan
masih didapati sekolah-sekolah yang masih menggunakan metode
ini sebagai rutinitas di sekolah. Banyak masalah-masalah yang harus
diselesaikan berdasarkan pada masalah ini. Oleh karenanya peme-
rintah mengadakan tentang revitalisasi SMK guna meratakan mutu
pendidikan di Indonesia.

2. Model Sistem Ganda


Sebagai upgrade pengetahuan maka pemerintah telah lama
melaksanakan program pengajaran yang dikombinasikan dengan
pengalaman kerja. Model sistem ganda yang sekarang kita kenal
dengan istilah praktik kerja nyata merupakan solusi guna menambah

59
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

pengetahuan peserta didik tentang dunia kerja yang sarat akan nilai
pengetahuan. Model ini merupakan model yang tersistem, terpadu,
nyata dan konkret. Walaupun pada kenyataan di lapangan masih
ditemui kendala-kendala di lapangan, diharapkan dengan adanya
model ini dapat memberikan pengalaman lebih tentang zona kerja
sesungguhnya pada peserta didik.

3. Model Magang
Pada model ini hampir sama dengan praktik kerja lapangan
dimana siswa diserahkan sepenuhnya pada pihak DU/DI untuk
dilatih dengan keadaan yang sesungguhnya. Model magang mem-
berikan siswa pengalaman nyata tentang gambaran DU/DI yang
akan dihadapi.

4. School Based Enter Prise


Model ini merupakan model yang mengembangkan usaha seko-
lah menjadi sebuah unit produksi yang memproduksi jasa/barang
hasil kerja praktik siswa. Dengan adanya model ini dimaksudkan
agar sekolah tidak tergantung kepada industri dalam pelatihan
kerja serta dapat membantu pemasukkan sekolah. Unit produksi
yang berkembang di sekolah dapat dikembangkan menjadi teaching
factory. Program teaching factory ini merupakan program hasil
pengembangan dari unit produksi.

D. Pendidikan Berbasis Dunia Kerja


Model penyelenggaraan pendidikan kejuruan mengacu pada
pendidikan berbasis dunia kerja (PBDK). Pendidikan berbasis dunia
kerja dikenal dengan model Work Based Learning (WBL). Banyak
arti yang berkaitan dengan Work Based Learning, di antaranya:

60
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

1. Work based learning is one form of work experience, pembela-


jaran berbasis kerja merupakan bentuk pengalaman belajar di
tempat kerja.
2. A work based learning programe is a process for recognising,
creating, and applying knowledge through, for, and at work
wich foms part (credit) or all of higher education qualifica-
tion (Medhat, 2008:8). Work based learning merupakan
suatu proses memperkenalkan, merancang, dan memberikan
pengetahuan untuk dan di tempat kerja yang sesuai dengan
keahlian di sekolah/pendidikan tinggi.
3. Work based learning is much more than the familiar experi-
ental learning wich consist of adding a layer of simulated expe-
rience to conceptual knowledge (Raelin, 2008:64). Work based
learning lebih dekat kepada pengalaman belajar yang berisi
contoh-contoh pengalaman menjadi pengetahuan konsep-
tual.
4. Work based learning generally describes learning while a
person is employed (The Data Service, 2008). Pembelajaran
berbasis kerja secara umum mendeskripsikan bagaimana
orang dipekerjakan.
5. Work based learning means instructional programs that de-
liberately use the workplace as a site for student learning
(Bragg). Pembelajaran berbasis kerja adalah program pem-
belajaran yang dengan bebas menggunakan tempat kerja
sebagai tempat belajar.
6. Work-Based Learning is an approach which focuses upon the
practical utility of learning and is therefore directly relevant to
learners and their work environment. Pembelajaran berbasis
kerja merupakan pendekatan pembelajaran yang fokus pada
kegiatan praktik yang sesuai dengan lingkungan kerjanya.

61
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

Berdasarkan beberapa pengertian di atas pembelajaran ber-


basis kerja sangat relevan dengan konsep pendidikan kejuruan yang
bertujuan untuk membekali peserta didik untuk siap memasuki
pekerjaan tertentu. Untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai
kemampuan kerja, pembelajaran harus didesain menggunakan
model pembelajaran yang fokus pada kegiatan praktik yaitu pem-
bentukan keterampilan kerja.

1. Strategi Pendidikan Berbasis Dunia Kerja (PBDK)


Strategi pendidikan berbasis dunia kerja meliputi:
a. Job Shadowing (nyantrik), a student is able to observe a person
in a typical work day in a chosen field. Job Shadowing meru-
pakan bentuk pembelajaran yang memberikan pengalaman
peserta didik ikut bersama karyawan (di tempat kerja) pada
waktu hari-hari kerja (activities), yang memiliki kesamaan
dengan magang (biasanya siswa juga mendapat imbalan).
b. Mentorship, provide an opportunity for students to enhance
their life experiences through an informal relationship with
someone in the local workforce. Pembelajaran yang mem-
berikan peluang pada peserta didik untuk menambah pe-
ngalaman melalui kerjasama informal dengan orang di
tempat kerja.
c. Internship (magang), allows a student to gain a structured
hands-on experience in a given occupation for a specific period
of time. Intership merupakan bentuk pembelajaran yang
dilakukan dengan cara mengirimkan peserta didik untuk
beberapa mingggu atau bulan dengan pekerjaan yang dipilih
disesuaikan dengan kurikulum di sekekolah atau di kampus.
d. Cooperative (Co-Op) Education), is a school-supervised,
structured, paid work experience arranged by a school and
an employer to lead to an occupational goal. Co-operatif edu-

62
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

cation. Pembelajaran ini menghubungkan kegiatan kelas


dengan dunia bisnis. Peserta didik mendapatkan pendidikan
dan pelatihan di tempat kerja, tetapi tetap melaksanakan
instruksi pembelajaran di sekolah.
e. School Based Enterprise, Pembelajaran bagi peserta didik,
di bawah pengawasan guru mengorganisasikan suatu usaha
layanan di dalam sekolah atau kampus. Model pembelajaran
ini dilakukan melalui kegiatan pembukaan unit produksi.
f. Apprenticesship (PSG, Prakerin). Pembelajaran yang meng-
integrasikan pembelajaran di kelas dan di tempat kerja
dengan waktu tertentu. Model pembelajaran ini dilaksanakan
melalui pendidikan sistem ganda, yaitu pembelajaran yang
diselenggarakan dengan mengintegrasikan kegiatan pendi-
dikan teori di sekolah, dengan pendidikan praktik di industri.

2. Model Pembelajaran Praktik Kerja Industri


Pratek kerja industri (Prakerin) adalah pola penyelenggaraan
pendidikan dan latihan (pembelajaran) pada pendidikan kejuruan
yang dalam pelaksanaan pembelajarannya dikelola bersama antara
SMK dengan dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) sebagai
institusi pasangan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Pola penyelenggaraan Prakerin ada beberapa macam.
Ditinjau dari waktu penyelenggaraan, Prakerin ada dilaksanakan
selama 3 bulan atau 6 bulan. Ditinjau dari strategi penyelengga-
raannya ada yang model blok waktu tetapi ada yang berdasarkan
materi kegiatannya.

a. Tujuan Praktik Kerja Industri


Praktik kerja industri (Prakerin) secara umum bertujuan untuk
mengenalkan kepada peserta didik tentang dunia kerja sebagai
tempat bekerja kelak setelah mereka menyelesaikan studinya. Pe-

63
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

ngenalan meliputi macam-macam pekerjaan, budaya kerja, standar


kerja, kualitas produk, dan ketenagakerjaan. Peserta didik peserta
Prakerin diwajibkan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Pra-
kerin sesuai dengan kompetensi keahliannya, dan di bawah bimbi-
ngan dari unsur DU/DI. Kegiatan Prakerin meliputi aspek teknik
dan manajerial, dengan demikian setelah selesai mengikuti Pra-
kerin peserta didik mendapatkan pengalaman langsung melakukan
pekerjaan yang berstandar industri, dan mendapatkan pengalaman
tentang pengelolaan industri atau dalam lingkup sekolah pengelo-
laan bengkel.
Secara khusus praktik industri (Prakerin) bagi peserta didik
bertujuan untuk:
1) Meningkatkan keterampilan peserta didik sehingga hasil
pekerjaannya dapat memenuhi standar dunia kerja/industri
dengan baik.
2) Mengembangkan sikap tanggung jawab, disiplin, jujur,
mental kerja, etika yang baik serta dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya.
3) Memberikan motivasi dan rasa percaya diri untuk meraih
cita-cita.
4) Mengembangkan potensi dan kreativitas sesuai dengan bakat
yang dimilikinya.
5) Melatih peserta didik dalam membuat suatu laporan secara
terperinci apa yang telah mereka kerjakan selama mengikuti
kegiatan Prakerin.

b. Manfaat Praktik Kerja Industri


Manfaat praktik kerja industri bagi dunia usaha dan industri
(DU/DI) antara lain meliputi:

64
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

1) Sebagai media pengabdian pada dunia pendidikan dalam


rangka mencerdaskan anak bangsa.
2) Sebagai media transfer pengetahuan dan teknologi bagi
peserta didik khususnya peralatan-peralatan yang ada di
industri yang membutuhkan teknologi tinggi.
3) Menjalin kerja sama dengan lembaga lain sebagaimana di-
amanatkan oleh perundang-undangan perindustrian.

Manfaat bagi sekolah adalah:


1) Menambah wawasan pada peserta didik
2) Membina hubungan kerja sama yang baik antara pihak
sekolah dengan perusahaan atau lembaga instansi lainnya.
3) Mendapatkan pengalaman untuk bekal pada saat bekerja
nantinya.
4) Menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan antara
pihak sekolah dengan pihak perusahaan.

c. Pola Penyelenggaraan Praktik Kerja Industri (Prakerin)


di SMK
Pelaksanaan praktik industri (Prakerin) di SMK pelaksanaannya
dibedakan menjadi empat model, yaitu: (1) Prakerin dilaksanakan
dengan pendekatan dual system, (2) Prakerin dilaksanakan dengan
pendekatan teaching industry, (3) Prakerin dilaksanakan dengan
pendekatan teaching factory, (4) Prakerin khusus bagi sekolah yang
tidak dapat memenuhi ketiga pendekatan model pembelajaran
tersebut (Panduan Pelaksanaan Teaching Factory, 2016).

1) Model Prakerin dengan Pendekatan Dual System (Sistem Ganda)


Pendidikan sistem ganda (PSG) adalah suatu bentuk penyeleng-
garaan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara

65
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

sistematik dan sinkron antara pendidikan sekolah dan program


penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran
langsung di dunia kerja yang terarah untuk mencapai tujuan keahlian
profesional.

SMK Industri

2) Model Teaching Industry


Konsep teaching Industry:
a) SMK bekerja sama dengan industri dalam penyediaan tempat
produksi di sekolah.
b) Industri melakukan transfer knowledge kepada SMK sesuai
dengan kompetensi keahlian/peminatan dalam rangka men-
capai kompetensi mata pelajaran produktif.
c) SMK memiliki lisensi terbatas untuk memasarkan dan mem-
produksi hasil kerja sama.

SMK Industri

Teaching industry dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan


antara sekolah dengan industri untuk membuat site plan industri di
sekolah. Hal ini dapat dilakukan bagi industri-industri yang proses

66
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

produksinya menunjang atau sesuai dengan kompetensi yang harus


dimiliki oleh siswa dalam menempuh satu atau beberapa mata pela-
jaran produktif.

3) Model Teaching Factory


Teaching factory adalah model pembelajaran yang memanfaat-
kan sarana prasarana yang dimiliki sekolah dalam menciptakan
suasana industri di sekolah untuk mencapai kompetensi satu atau
beberapa mata pelajaran produktif. Siswa melakukan pekerjaan
nyata sesuai kompetensi yang harus dimiliki dari mata pelajaran
tersebut sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi
antara kebutuhan industri dan kompetensi yang didapatkan di
sekolah.

SMK Industri

Konsep Teaching Factory:


a) Pencapaian kompetensi mata pelajaran produktif, dengan
cara menerima atau membuat order sesuai dengan kompe-
tensi keahlian (peminatan), dan produknya dapat diterima
industri (pasar).
b) Unit produksi sebagai pendukung proses pembelajaran.
c) Produknya bisa berupa barang maupun jasa.
d) Peserta didik sebagai employee melakukan praktik kerja sesuai
kompetensi keahliannya.

67
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

3. Model Pembelajaran Teaching Factory


Pembelajaran teaching factory merupakan model pembelaja-
ran di SMK berbasis industri/jasa yang mengacu pada standar
dan prosedur yang berlaku di industri serta dilaksanakan seperti
suasana yang terjadi di industri. Definisi lain disebutkan, teaching
factory sebagai model pembelajaran berbasis industri (produk dan
jasa) melalui sinergi sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri
(DU/DI) untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan
kebutuhan pasar (Panduan Pelaksanaan Teaching Factory, 2016: 9).
Model pembelajaran berbasis industri berarti bahwa setiap
produk praktik yang dihasilkan adalah sesuatu yang berguna dan
bernilai ekonomi atau daya jual dan diterima oleh pasar. Sinergi
antara SMK dengan industri merupakan elemen kunci sukses utama
dalam teaching factory, dimana teaching factory akan menjadi sarana
penghubung untuk kerja sama antara sekolah dengan industri.
Pelaksanaan teaching factory di SMK terbagi atas 4 model,
keempat model tersebut adalah sebagai berikut.
a. Model Dual System dalam bentuk praktik kerja industri
adalah pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang
dikenal sebagai experience based training atau enterprise
based training.
b. Model Competency Based Training (CBT) atau pelatihan
berbasis komtepensi merupakan sebuah pendekatan pem-
belajaran yang menekankan pada pengembangan dan pe-
ningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini, peni-
laian peserta didik dirancang sehingga dapat memastikan
bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi
yang ditempuh.

68
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

c. Model Production Based Education and Training (PBET)


merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi.
Kompetensi yang telah dimiliki oleh peserta didik perlu
diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan mem-
berikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibu-
tuhkan oleh dunia kerja (industri dan masyarakat).
d. Model teaching factory adalah konsep pembelajaran ber-
basis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan
industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan
kebutuhan pasar. (Panduan Pelaksanaan Teaching Factory,
2016: 12)

Adapun prinsip dasar penyelenggaraan teaching factory adalah


sebagai berikut (Panduan Pelaksanaan Teaching Factory, 2017).

a. Prinsip Dasar Penyelenggaraan Teaching Factory


Agar pelaksanaan teaching factory tidak mengalami kendala
SMK harus memiliki:
1) Adanya integrasi antara pengalam dunia kerja ke dalam kuri-
kulum SMK.
2) Semua sumber daya manusia, peralatan dan bahan disusun
untuk melakukan proses produksi/layanan jasa dengan
tujuan menghasilkan produk/jasa.
3) Dalam pembelajaran produksi, siswa harus terlibat langsung
dengan proses produksi.
4) Pelaksanaan proses produksi merupakan bagian dari proses
belajar dan mengajar.

69
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

b. Nilai-nilai Dasar yang Terkandung dalam Teaching


Factory di SMK
Beberapa nilai dasar yang harus dikembangkan untuk men-
dukung kesiapan teaching factory, adalah sebagai berikut.
1) Sadar mutu (sense of quality), memberikan keterampilan
dasar kepada peserta didik yang berkaitan dengan standar
objektif kualitas.
2) Sadar mutu, waktu dan biaya (sense of efficiency), membekali
peserta didik dengan kemampuan untuk bekerja secara
efisien guna menciptakan efisiensi kerja yang optimal dan
megukur tingkat produktivitas seperti praktik yang umum-
nya dilakukan oleh industri.
3) Kreatif dan inovatif (sense of creatifity and innovation), meng-
ajarkan peserta didik untuk bekerja secara kreatif dan ino-
vatif, melatih kemampuan problem solving sebagai ukuran
kreativitas, dan kemampuan untuk melihat peluang-peluang
baru di industri seperti produk, desain, dan lain-lain.

c. Kondisi Ideal yang Ingin Dicapai SMK Melalui Teaching


Factory
Program teaching factory di SMK adalah melakukan realisasi
untuk menghasilkan produk dalam sistem pembelajaran, sedangkan
secara khusus bertujuan antara lain untuk:
1) Pemanfaatan dan keberlanjutan penggunaan peralatan
(melalui penerapan sistem pembelajaran blok dan kontinyu).
2) Integrasi produksi atau layanan jasa ke dalam alur belajar dan
bahan ajar.

Pembuktian capaian kedua indikator tersebut melalui beberapa


aspek sebagai berikut.

70
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

1) Pembelajaran
a) Alur belajar dan bahan ajar, yang bertujuan untuk men-
capai kompetensi, merupakan sesuatu yang multiguna. Bagi
paket keahlian yang tidak menghasilkan produk/jasa dapat
diarahkan pada simulasi dari situasi kerja riil di lapangan.
b) Sistem penilaian berbasis teaching factory dan dimungkin-
kan untuk dilakukan uji kompetensi dan sertifikasi.
c) Sistem pembelajaran schedule blok dan kontinyu.

2) Sumber Daya Manusia


a) Berkemampuan design engineering.
b) Menerapkan sense of quality, sense of efficiency dan sense of
innovation.
c) Proses kegiatan belajar memperhatikan rasio guru dan peseta
didik.

3) Fasilitas
a) Memenuhi rasio 1:1 (peserta didik : alat) untuk tempat kerja
status tunggal (work station tunggal-WST) sesuai dengan
hasil analisis block system dan rotasi.
b) Penerapan maintenance repair and calibration (MRC).
c) Kesesuaian dan kelengkapan alat bantu proses.
d) Pengembangan alat secara terus menerus (penambahan alat).

4) Kegiatan Praktik, menerapkan budaya industri, seperti:


a) Standar kualitas, adanya quality control.
b) Target waktu.
c) Efisiensi proses produksi.
d) Rotasi kerja (shift).

71
BAB II MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEJURUAN

e) Prosedur kerja jelas.


f) Hasil praktik menjadi sumber pendapatan (income genera-
ting).
g) Fungsi/tanggung jawab yang jelas untuk setiap penanggung
jawab.
h) Lingkungan kerja aman dan nyaman.
i) Keteraturan/kelancaran kegiatan pembelajaran.
j) Adanya kontrol dan pemantauan secara terus-menerus.

5) Network, Kerja Sama dengan Industri yang Bertujuan Untuk:

a) Transfer teknologi dan pengetahuan, misalnya melalui pro-


gram sekolah membuka kelas Trakindo, merupakan kerja
sama SMK dengan Industri alat berat Trakindo dalam kerja
mesin, kelas Honda, Kelas Yamaha, dan lain-lain.
b) Membangun budaya industri di lingkungan SMK.

6) Produk/Jasa, Menghasilkan Produk/Jasa yang Sesuai dengan


Standar
Misalnya melalui model pembelajaran teaching factory ini
sekolah menghasilkan produk mobil SMK, perakitan laptop, pera-
kitan media AUDIO, dan lain-lain.

7) Transparansi, Pencatatan Transaksi Keuangan Sesuai dengan


Standar Prosedur Akuntansi (Tata Kelola Keuangan)

8) Aspek Legal, Ketersediaan Aspek Legal Untuk Penyelenggaraan


Teaching Factory
Penyelenggaraan teaching factory dilakukan melalui kerja sama
secara formal antara sekolah dengan pihak industri (DU/DI).

72
BAB III
KURIKULUM PENDIDIKAN
KEJURUAN
BAB III
KURIKULUM PENDIDIKAN
KEJURUAN

A. Pengertian Kurikulum
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat (19) dikatakan bahwa: Kuri-
kulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pen-
didikan nasional. Kurikulum mempunyai lima komponen, yaitu (1)
tujuan kurikulum, yaitu kurikulum mengacu kepada sesuatu yang
hendak dicapai, (2) materi kurikulum, atau isi kurikulum, memuat
bahan pelajaran, materi yang mengacu pada pencapaian tujuan,
materi yang mengacu pada pencaiapan tujuan pendidikan nasional,
(3) metode, cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan,
(4) organisasi kurikulum, yaitu bentuk pengelompokan mata pela-
jaran untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran,
(5) evaluasi, yaitu melakukan penilaian terhadap keberhasilan penye-
lenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik.
Selanjutnya pengertian kurikulum tersebut diperjelas lagi dalam
Peraturan Pemerintah Tahun 2013 Nomor 32 tentang Perubahan
Permen Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidi-
kan disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

75
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara


yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pem-
belajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Mengacu
pada pengertian tersebut, kurikulum dapat dibagi menjadi dua
dimensi. Dimensi pertama adalah rencana dan pengaturan menge-
nai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan dimensi kedua
adalah cara yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembela-
jaran.
Pengertian kurikulum menurut para ahli sangat beragam, per-
bedaan tersebut terjadi karena adanya sudut pandang yang berbeda
yang mendasari pemikiran mereka, seperti yang dikemukakan oleh
Finch dan Crunkiltom (1999: 3) kurikulum adalah “…is key element
in the educational process; its scope is extremely broad, and it touches
virtually everyone who is involed with teaching and learning.” Finch
dan Crunkilton menyatakan bahwa kurikulum adalah elemen kunci
dalam proses pendidikan yang cakupannya sangat luas dan me-
nyentuh hampir semua orang yang terlibat dalam proses belajar
mengajar. Selanjutnya dipertegas lagi bahwa “…curriculum is the
sum of the learning activities and experiences that a student has a
student has under the auspices or direction of the school” (Finch dan
Crunkilton, 1999: 11). Pengertiannya kurikulum adalah sejumlah
kegiatan dan pengalaman belajar yang dialami oleh siswa di bawah
arahan sekolah, sehingga ruang lingkup kurikulum mencakup
seluruh proses kegiatan belajar dan mengajar yang dialami oleh
siswa selama menempuh pendidikan di sekolah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Oliva (1992: 9) yang menya-
takan bahwa “…curriculum is perceived as a plan or program for all
the experiences which the learner encounters under the direction of
the school.” Pengertian mengenai kurikulum juga diungkapkan oleh
Marsh (2009: 7) yang menyatakan “…curriculum is the totality of
learning experiences provided as a plan or program for all the experi-

76
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

ences which the learner encounters under the direction of the school.”
Selanjutnya dikatakan “…curriculum is the totality of learning expe-
riences provided to students so that they can attain general skills and
knowledge at a variety of learning sites.”
Pendapat lain diungkapkan oleh Scott (2001: 8) bahwa “…the
curriculum is a field of enquiry and action on all that bears on
schooling, including content, teaching, learning and resources.”
Scott menjelaskan kurikulum adalah semua penyelidikan dan
tindakan ada di sekolah, termasuk konten, mengajar, belajar dan
sumber daya yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pertanyaan
Mc Kernan (2008: 4) yang menyatakan “…the curriculum is con-
cerned with what is planned, implemented, taught, learned, evalua-
ted and researched in schools at all levels of education.” Kurikulum
berkaitan dengan apa yang direncanakan, dilaksanakan, diajarkan,
belajar, dievaluasi dan diteliti di sekolah pada semua tingkat pen-
didikan. Selain definisi yang telah dijelaskan oleh para pakar di atas,
kurikulum akan lebih lengkap apabila terdapat muatan life skill. Hal
ini sesuai dengan penyataan Jacobs (2010: 46) yang menyatakan
“…the curriculum is predicated on the belief that all students should
graduate from high school with the knowledge, skills, and behaviors
to be fit, healty, and active for life.”
Kurikulum dalam pengertian yang juga didefinisikan sebagai
perencanaan untuk mencapai tujuan. Perencanaan tersebut meliputi
urutan langkah-langkah, kurikulum berkaitan dengan pengalaman
belajar peserta didik. Berdasarkan definisi ini maka hampir segala
sesuatu yang direncanakan di dalam dan di luar sekolah adalah
bagian dari kurikulum. Sejalan dengan definisi tersebut, Sukamto
(1998: 5-6) menjelaskan bahwa beberapa batasan cenderung menem-
patkan kurikulum sekolah sebagai wahana untuk mengembangkan
anak didik menjadi orang dewasa dalam artian tingkah laku dan
peranan yang diharapkan. Batasan ini masih belum memperhatikan

77
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

potensi anak didik dan kegiatan belajarnya dan masih fokus pada
aspek mengajar saja. Selanjutnya pada batasan yang lain terdapat
penekanan pada aspek belajar dengan segala perangkatnya. Batasan
yang lainnya juga menekankan pada unsur pengembangan potensi
anak didik. Menurut Sukamto, dalam hal ini dapat dimaknai kuri-
kulum sebagai produk, sebagai proses, sebagai rencana belajar, dan
sebagai pengalaman belajar. Secara konsepsional, klasifikasi tersebut
menggambarkan adanya pergeseran orientasi kurikulum dari kutub
orientasi pada sekolah ke kutub orientasi pada anak didik. Konsep
ini sangat membantu dalam proses perencanaan dan pengembangan
kurikulum karena kenyataannya kedua hal tersebut akan menen-
tukan corak, warna, dan efektivitas suatu kurikulum.
Berdasarkan berbagai definisi kurikulum yang diajukan para
pakar di atas, maka pengertian kurikulum dapat dideskripsikan
sebagai program pendidikan yang terdiri atas pengalaman belajar
dan bahan ajar yang direncanakan, dirancang untuk dilaksanakan
dengan cara yang sistematis dalam rangka untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan melihat pengertian pendidikan kejuruan
dan Keputusan Mendikbud Nomor 0490/U/1990 tentang tujuan
SMK, maka pengertian kurikulum SMK dapat dinyatakan sebagai
program pendidikan yang berupa pengalaman pekerjaan di dunia
kerja yang direncanakan, dan dirancang untuk dilaksanakan oleh
peserta didik dengan cara yang sesuai dengan suasana dunia kerja,
dalam rangka mencapai tujuan program tersebut yaitu berupa kom-
petensi dunia kerja yang dimiliki oleh peserta didik.

B. Fungsi Kurikulum
Ditinjau dari konteks Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kuri-
kulum SMK dapat dinyatakan sebagai program pendidikan yang
berupa pengalaman pekerjaan di dunia kerja yang direncanakan,
dan dirancang untuk dilaksanakan oleh peserta didik dengan cara

78
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

yang sesuai dengan suasana dunia kerja. Dengan demikian, kuri-


kulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah bagi penyelenggara pendidikan atau pihak-pihak yang
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kepala
sekolah, pengawas, guru, orang tua, masyarakat, dan peserta didik.
(www.facebook.com/permalink.php?id=136518356497108&story_
fbid=136532023162408, diunduh 25 Februari 2015, jam 23.40 wib).
Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu sistem, artinya
kurikulum tersebut merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas
beberapa komponen, yang antara komponen satu dengan kompo-
nen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam
rangka mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut,
menurut Zais (1976: 16) adalah: (1) tujuan (aims, goals, and objec-
tives), (2) materi atau isi mata pelajaran (subject matter or content),
(3) aktivitas pembelajaran (learning activities), dan (4) evaluasi
(evaluation). Dengan demikian, kurikulum suatu satuan pendidikan
harus mengandung tujuan baik secara umum, dan khusus, terdapat
isi materi pembelajaran, dan menggambarkan aktivitas pembelaja-
rannya, serta model atau bentuk evaluasi atau penilaiannya. Kom-
ponen-komponen tersebut dalam dokumen kurikulum dikemas
dalam satu kesatuan.
Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang
diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan (Budiman, 2017:
11). Dengan demikian, suatu tujuan memberikan petunjuk men-
genai arah perubahan yang dicita-citakan dari suatu kurikulum.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula terhadap
pemilihan isi/bahan ajar, strategi pembelajaran, media, dan evaluasi.
Bahkan dalam berbagai model pengembangan kurikulum, tujuan
dianggap sebagai dasar, arah, dan patokan dalam menentukan kom-
ponen-komponen yang lainnya. Tujuan yang harus dicapai dalam
pendidikan di Indonesia bersifat hierarkis, yang terdiri atas Tujuan

79
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Mata Pelajaran,


dan Tujuan Instruksional (Umum dan Khusus).
Isi/materi kurikulum menempati posisi yang penting dan turut
menentukan kualitas pendidikan. Secara umum isi atau materi
kurikulum merupakan pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta,
konsep, prinsip, dan keterampilan yang perlu diberikan kepada
siswa. Pengetahuan ilmiah tersebut jumlahnya sangat banyak dan
tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai isi kurikulum. Oleh
karena itu, perlu diadakan pilihan-pilihan. Untuk menentukan peng-
etahuan mana saja yang akan dijadikan isi kurikulum, diperlukan
berbagai kriteria.
Strategi pembelajaran merupakan bagian integral dalam peng-
kajian tentang kurikulum. Strategi pembelajaran ini berkaitan
dengan siasat, cara atau sistem penyampaian isi kurikulum. Pada
dasarnya ada dua jenis strategi pembelajaran, yaitu strategi pembe-
lajaran yang berorientasi kepada guru (teacher-oriented) dan yang
berorientasi kepada siswa (student-oriented). Strategi pertama di-
sebut model ekspositori atau model informasi, sedangkan strategi
kedua disebut model inkuiri atau problem solving. Strategi yang
digunakan atau dipilih biasanya diserahkan sepenuhnya kepada
guru dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan (isi),
dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tu-
juan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara
keseluruhan. Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik
untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam
penentuan kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum
dan pendidikan. Gambaran yang komprehensif mengenai kualitas
suatu kurikulum, dapat dilihat dari komponen program, komponen
proses pelaksanaan, dan komponen hasil yang dicapai.

80
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

C. Model Pengembangan Kurikulum


Kurikulum pada pendidikan kejuruan memiliki karakteristik
dan ciri khas yang membedakan dengan jenis pendidikan yang
lainnya. Kurikulum pendidikan kejuruan yang terpenting adalah
berisi program pelatihan keterampilan untuk mempersiapkan pe-
serta didik dalam bekerja. Pernyataan tersebut sesuai dengan per-
nyataan Canning (2012: 328) yaitu “…the most important curriculum
offering in this context was the “Skills for Work” programme that helps
prepare young people for the world of work.” Mengacu pada pen-
dapat tersebut, kurikulum pada pendidikan kejuruan merupakan
seperangkat program dan kegiatan yang ditujukan bagi peserta
didik untuk memasuki dunia kerja. Dengan demikian kurikulum
harus mampu menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan
dan keterampilan yang dibutuhkan oleh karena dunia kerja
Kurikulum didesain tidak untuk berlaku sepanjang masa, hal
ini didasarkan pada realitas bahwa kurikulum yang sesuai untuk
suatu waktu tertentu belum tentu akan sesuai dengan waktu yang
lain, walaupun kurikulum tersebut diberlakukan pada tempat atau
satuan pendidikan yang sama. Kurikulum akan selalu berubah se-
iring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
(Hamid Hasan, 2009). Untuk itulah kurikulum perlu dikembangkan
agar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Terdapat berbagai macam model pengembangan kurikulum
yang dikembangkan oleh para ahli, model-model pengembangan
kurikulum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model Robert S. Zais


Model pengembangan kurikulum menurut Zais (Sholeh Hidayat,
2013) terdapat dua model pengembangan, yaitu model adminis-
trative dan grassroots approach. Model administratif merupakan

81
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

model pengembangan kurikulum yang bersifat top down. Kegiatan


pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat pendidikan yang
berwenang membentuk panitia pengarah yang terdiri atas para
pengawas satuan pendidikan, kepala sekolah, dan guru-guru inti.
Panitia pengarah mempunyai tugas untuk merencanakan, mem-
berikan pengarahan tentang garis besar kebijakan, merumuskan
filsafat dan tujuan umum pendidikan. Pengembangan model ad-
ministratif menekankan pada kegiatan pengembangan kurikulum
kepada orang-orang yang terlibat sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing. Adapun model grassroots approach pengem-
bangan kurikulum diawali dari keresahan guru mengenai kuriku-
lum yang berlaku. Pengembangan kurikulum dapat dimulai dari
guru secara individu maupun dapat juga dari kelompok guru,
misalnya melalui musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Tugas
para administrator dalam hal ini sebagai motivator dan fasilitator
dalam pengembangan kurikulum.

2. Model Ralph W. Tyler


Model pengembangan kurikulum menurut Tyler (Sholeh
Hidayat, 2013) menyatakan bahwa dalam pengembangan kuri-
kulum menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum
disesuaikan dengan tujuan dan misi institusi pendidikan. Menurut
Tyler terdapat 4 (empat) sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Pertama, tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua, pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan; ketiga, pengorganisasian pengalaman
belajar, dan; keempat, pengembangan evaluasi.

3. Model Beauchamp
Model pengembangan kurikulum menurut Beauchamp (Sholeh
Hidayat, 2013) bahwa dalam pengembangan kurikulum terdapat
lima tahap, yaitu menetapkan wilayah atau area pengembangan

82
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

kurikulum, menetapkan personalia, menetapkan organisasi dan


prosedur yang akan ditempuh, implementasi kurikulum, dan me-
laksanakan evaluasi kurikulum.

4. Model Olive
Model pengembangan kurikulum, menurut Olive (1992: 171)
bahwa dalam pengembangan kurikulum harus bersifat sederhana,
komprehensif, dan sistematis. Pengembangan kurikulum menurut
menurut Olive terdiri atas 12 (dua belas) komponen yang saling
berkaitan, yaitu sebagai berikut: (a) menetapkan dasar filsafat yang
digunakan, (b) menganalisis kebutuhan masyarakat dimana se-
kolah itu berada, (c) merumuskan tujuan umum kurikulum yang
didasarkan kepada kebutuhan, (d) merumuskan tujuan khusus kuri-
kulum, (e) mengorganisasikan rancangan implementasi kurikulum,
(f) menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum
pembelajaran, (g) merumuskan tujuan khusus pembelajaran, (h)
menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran, (i) menyeleksi
dan menyempurnakan tenik penilaian yang digunakan, (j) meng-
implementasikan strategi pembelajaran, (k) mengevaluasi pembe-
lajaran, dan (l) mengevaluasi kurikulum.

5. Taba’s Inverted Model


Model pengembangan kurikulum menurut Taba (Nana Syao-
dih Sukmadinata, 2014) bahwa pengembangan kurikulum model
deduktif kurang cocok, karena tidak merangsang timbulnya inovasi
dan kreativitas guru-guru. Menurut Taba terdapat 5 (lima) tahap
pengembangan kurikulum model deduktif kurang cocok, karena
tidak merangsang timbulnya inovasi dan kreativitas guru-guru: (1)
mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, (2) meng-
uji unit eksperimen, (3) mengadakan revisi dan konsolidasi, (4)
pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum, dan (5) imple-

83
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

mentasi dan diseminasi.

6. Model Finch & Crunkilton


Finch & Crunkilton menjelaskan bahwa proses pengembangan
kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan dibagi dalam 3
(tiga) tahapan, yaitu tahap pertama adalah perencanaan kurikulum,
pada tahap ini dilakukan proses pengambilan keputusan, menilai
dan mengumpulkan data sekolah. Tahap kedua adalah penentuan
content kurikulum, pada tahap ini dilakukan penentuan isi kuriku-
lum dan pengembangan tujuan kurikulum. Tahap ketiga adalah
implementasi kurikulum, pada tahap ini dilakukan identifikasi dan
memilih bahan ajar, mengembangkan bahan ajar, memilih strategi
pembelajaran, dan mengevaluasi kurikulum.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai model-model


pengembangan kurikulum, pendekatan Robert S. Zais ini dipan-
dang sebagai pendekatan yang sesuai untuk diadaptasi dan diguna-
kan dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan yang
berorientasi pada kurikulum berbasis kompetensi. Salah satu per-
timbangan memilih metode ini karena saat ini di Indonesia secara
umum sistem pengembangan kurikulum masih bersifat top down
dan secara garis besar kebijakan kurikulum masih diatur oleh
pusat. Dengan kombinasi antara model administratif dan grass-
roots approach, dengan melibatkan para guru yang kompeten dan
didampingi oleh fasilitator yang kompeten, diharapkan peluang
untuk menghasilkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan
dunia kerja dapat tercapai. Dengan demikian, pengembangan kuri-
kulum harus melibatkan unsur dunia kerja sebagai pemakai
produk dari kurikulum tersebut. Hal ini senada dengan apa yang
dikatakan Duenk (1993: 3), “…curriculum development in vocational
education usually involves a team of educators and representatives

84
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

from business and industry working together to develop content for


a specific occupational program.” Hal ini menegaskan bahwa pen-
didikan kejuruan tidak dapat dipisahkan dengan dunia usaha
(industri) (DU/DI).

D. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum


Berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar
isi pada pendidikan dasar dan menengah, kerangka dasar kurikulum
pada pendidikan dasar dan menengah ditetapkan sebagai berikut.

1. Kerangka Dasar Kurikulum


a. Kelompok Mata Pelajaran
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dinyatakan
bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4) Kelompok mata pelajaran estetika;
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan sebagai-


mana pada tabel 3.1 berikut ini.

85
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Tabel 3.1
Cakupan Kelompok Mata Pelajaran

Kelompok
No. Cakupan
Mata Pelajaran

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia


dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
Agama dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
1.
Akhlak Mulia Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral
sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan


kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan
kesadaran dan wawasan peserta didik akan
status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.
Kewarganegaraan Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan
2.
dan Kepribadian kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara,
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak,
dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan


teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk
mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis,
Ilmu Pengetahuan kreatif, dan mandiri.
3.
dan Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan
untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah secara kritis, kreatif, dan mandiri.

86
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan


teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan
untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu
pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
Ilmu Pengetahuan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.
3.
dan Teknologi Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
membentuk kompetensi, kecakapan, dan
kemandirian kerja.

Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan


untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan
mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi
keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi
dan mengekspresikan keindahan serta harmoni
4. Estetika
mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam
kehidupan individual sehingga mampu menikmati
dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan
kebersamaan yang harmonis.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan


kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta menanamkan
sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan
untuk meningkatkan potensi fisik serta mem-
budayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat.
Jasmani, Olahraga Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
5. kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK
dan Kesehatan
dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta
membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama,
dan hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap,
dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual
ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti
keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan
narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber,
dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

87
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Selanjutnya berdasarkan PP No. 19 Tahun 2005 tersebut, selain


tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari
kerangka dasar kurikulum, dikemukakan prinsip pengembangan
kurikulum. Adapun prinsip dasar pengembangan kurikulum tersebut
dikemukakan sebagai berikut.

b. Prinsip Pengembangan Kurikulum


Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar
dan menengah dikembangkan sekolah dan komite sekolah berpe-
doman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta pan-
duan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip (sebagaimana PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6) berikut.

1) Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan


Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensi-
nya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta tuntutan lingkungan.

2) Beragam dan Terpadu


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat isti-
adat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan

88
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan


dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3) Tanggap terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan,


Teknologi, dan Seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan
oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta
didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkem-
bangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4) Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan


Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh
karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan kete-
rampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5) Menyeluruh dan Berkesinambungan


Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompe-
tensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncana-
kan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang
pendidikan.

6) Belajar Sepanjang Hayat


Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembu-
dayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperha-
tikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta
arah pengembangan manusia seutuhnya.

89
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

7) Seimbang antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan


Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional
dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan
sejalan dengan moto Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

c. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum


Selanjutnya mengacu pada permendikbud No 19 Thun 2005
tersebut, dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkem-
bangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompe-
tensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik
harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan
dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
2) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar
belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan
menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan
berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun
dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
3) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik men-
dapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/
atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan,
dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan ke-

90
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

terpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang ber-


dimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta
didik dan pendidik yang saling menerima dan meng-
hargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
(di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah
membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).
5) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi
yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di
masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam
semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
6) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi
alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keber-
hasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian
secara optimal.
7) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi
mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri dise-
lenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinam-
bungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta
jenjang pendidikan.

d. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)


Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki struktur kuri-
kulum yang berbeda dengan sekolah non kejuruan. Hal ini kerena
pendidikan kejuruan mempunyai karakter dan arah yang berbeda
dengan sekolah umum. Kurikulum pendidikan kejuruan memuat

91
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

pelajaran teori dan pelajaran praktik, yang disesuaikan dengan


perkembangan dunia usaha dan dunia kerja. Dalam implementa-
sinya, penyelenggaraan kurikulum fleksibel menyesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan yang terjadi di dunia kerja.
Kurikulum SMK mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Sejak masa reformasi sudah terjadi empat kali perubahan, yaitu:
1) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004,
KBK memiliki ciri menekankan pada pencapaian kom-
petensi peserta didik baik secara individual maupun
klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberaga-
man. Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode bervariasi, sumber belajar bukan hanya dari
guru, artinya guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;
2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006,
kurikulum ini pada dasarnya sama dengan kurikulum tahun
2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan
dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari de-
sentralisasi sistem pendidikan. Pada kurikulum tahun 2006,
pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan
sendiri silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan cara
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun
menjadi sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP);
3) Kurikulum 2013 (K13) tahun 2013. Pada Kurikulum 2013
penilaian meliputi tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Muatan materi
pada Kurikulum 2013 ada materi yang dirampingkan tetapi
juga ada materi yang ditambahkan. Materi yang diramping-

92
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

kan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, dan PPKn.


Adapun materi yang ditambahkan adalah materi matematika;
4) Kurikulum 2016 yang merupakan penyempurnaan Kuri-
kulum 2013 yang berlaku sampai dengan sekarang tahun
2017. Dampak dari perubahan kurikulum yang cepat ini
adalah kurangsiapnya guru dan manajemen sekolah dalam
melaksanakan kurikulum tersebut sehingga hasilnya kurang
optimal.

Perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya


(KBK dan KTSP) muncul sebagai akibat dari adanya perubahan
konsep meliputi: perubahan standar kompetensi lulusan (SKL),
perubahan struktur kurikulum, pencapaian kompetensi peserta
didik berdasar konsep keterampilan abad ke-21, perubahan pen-
dekatan pembelajaran berdasar pada pendekatan saintifik, dan
penilaian pembelajaran yang didasarkan pada penilaian autentik.
Struktur kurikulum SMK merupakan pengorganisasian kompe-
tensi inti, mata pelajaran, beban belajar, dan kompetensi dasar
pada setiap SMK. Kompetensi ini dirancang seiring dengan me-
ningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kom-
petensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas
yang berbeda dapat dijaga (Murti, et.al., 2016). Perubahan kuriku-
lum 2013 untuk SMK meliputi elemen sebagaimana pada tabel 3.2
berikut.

Tabel 3.2
Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Elemen Deskripsi

Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills


Standar Kompetensi
dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap,
Lulusan
keterampilan dan pengetahuan

93
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran


Kedudukan mata
berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari
pelajaran – ISI
kompetensi
Pendekatan-ISI Vokasional
Penyesuaian jenis keahlian berdasarkan spektrum saat ini
Struktur kurikulum Pengurangan mata pelajaran adaptif dan normatif,
(mata pelajaran dan penambahan mata pelajaran produktif
alokasi waktu) – ISI Mata pelajaran produktif disesuaikan dengan tren
perkembangan yang ada di industri
Standar proses yang semula berfokus pada eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati,
menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta
Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di
Proses pembelajaran lingkungan sekolah dan masyarakat
Guru bukan satu-satunya sumber belajar
Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh
dan keteladanan
Kompetensi keterampilan yang sesuai dengan standar
industri
Penilaian berbasis kompetensi
Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompe-
tensi pengetahuan berdasar hasil saja), menuju penilaian
autentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampi-
lan, dan pengetahuan berdasar proses dan hasil)
Memperkuat penilaian acuan patokan (PAP) yaitu pen-
Penilaian Hasil
capaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang
Belajar
diperoleh terhadap skor ideal (maksimal)
Penilaian tidak hanya pada level kompetensi dasar (KD),
tetapi juga kompetensi Inti (KI) dan standar kompetensi
lulusan (SKL)
Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa
sebagai instrumen utama penilaian
Pramuka (wajib), OSIS, UKS, PMR dan lainnya sesuai
Ekstrakurikuler
dengan kebutuhan siswa.

Sumber: Slameto (2015). ejurnal.uksw.edu/scholaria/article/download/2/2

94
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

2. Struktur Kurikulum SMK


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan
ajar, dan cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyeleng-
garaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Pada lampiran Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013
disebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pem-
belajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Mengacu
pada pegertian tersebut, kurikulum mempunyai dua makna, yaitu:
(1) rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi, dan bahan pela-
jaran, dan (2) cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Pada tataran operasional, kurikulum diwujudkan dalam kelompok
mata pelajaran yang disusun secara berurutan dan menggambarkan
urutan penyampaiannya, dilengkapi dengan silabus yang merupa-
kan pedoman pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013, mata pela-
jaran di SMK dikelompokkan dalam kelompok mata pelajaran
Normatif, Adaptif, dan Produktif. Pengelompokan mata pelajaran
tersebut dibedakan menjadi mata pelajaran kelompok A, B, dan
C. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan, pada Pasal
10 disebutkan bahwa: (1) penjurusan pada SMK/MAK, atau bentuk
lain yang sederajad berbentuk bidang keahlian; (2) setiap bidang
keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1
(satu) atau lebih program studi keahlian; (3) setiap program studi
keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1
(satu) atau lebih kompetensi keahlian.

95
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Mata pelajaran kelompok A dan B bersifat wajib untuk seluruh


jenis jenjang pendidikan menengah, sedangkan kelompok C me-
rupakan kelompok mata pelajaran peminatan. Mata pelajaran
kelompok A dan C merupakan kelompok mata pelajaran yang
substansinya dikembangkan oleh pusat dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Mata pelajaran Kelompok B adalah
kelompok mata pelajaran yang substansinya dikembangkan oleh
pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan lokal yang dikem-
bangkan oleh pemerintah daerah. Untuk SMK maka kelompok
C masih dibedakan lagi menjadi kelompok C1 (kelompok mata
pelajaran dasar bidang keahlian, kelompok C2 (kelompok mata
pelajaran dasar program keahlian), dan kelompok C3 (kelompok
mata pelajaran kompetensi keahlian).
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pen-
didikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebu-
dayaan Nomor 07/D.D5/KK/2018, Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
memuat Muatan Nasional, Muatan Kewilayahan, dan Muatan
Peminatan Kejuruan yang terdiri atas Dasar Bidang Keahlian, Dasar
Program Keahlian, dan Kompetensi Keahlian serta alokasi waktu
untuk setiap mata pelajaran.
Berikut ini disajikan contoh struktur kurikulum pada Program
Keahlian Teknik Otomotif, Kompetensi Keahlian Teknik Kenda-
raan Ringan Otomotif (3 Tahun) alokasi waktunya dan penyebaran
pada kelas dan semesternya.

STRUKTUR KURIKULUM

Program Keahlian : Teknik Otomotif


Kompetensi Keahlian : Teknik Kendaraan Ringan Otomotif
(3 Tahun)

96
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

ALOKASI
MATA PELAJARAN
WAKTU
A. Muatan Nasional
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 318
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 212
3. Bahasa Indonesia 320
4. Matematika 424
5. Sejarah Indonesia 108
6. Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lainnya*) 352
Jumlah A 1.734
B. Muatan Kewilayahan
1. Seni Budaya 108
2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 144
Jumlah B 252
C. Muatan Peminatan Kejuruan
C1. Dasar Bidang Keahlian
1. Simulasi dan Komunikasi Digital 108
2. Fisika 108
3. Kimia 108
C2. Dasar Program Keahlian
1. Gambar Teknik Otomotif 144
2. Teknologi Dasar Otomotif 144
3. Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif 180
C3. Kompetensi Keahlian
1. Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan 594
2. Pemeliharaan Sasis dan Pemindah Tenaga Kendaraan 560
Ringan
3. Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan 560
4. Produk Kreatif dan Kewirausahaan 524
Jumlah C 3.030
Total 5.016

97
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

Tabel 3.3
Penyebaran Mata Pelajaran pada Kelas dan Semester pada Kompetensi
Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (3 Tahun)

KELAS DAN SEMESTER


MATA
X XI XII
PELAJARAN
1 2 1 2 1 2
A. Muatan Nasional
Pendidikan Agama dan 3 3 3 3 3 3
1
Budi Pekerti
Pendidikan Pancasila dan 2 2 2 2 2 2
2
Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia 4 4 3 3 2 2
4 Matematika 4 4 4 4 4 4
5 Sejarah Indonesia 3 3 - - - -
Bahasa Inggris dan Ba- 3 3 3 3 4 4
6
hasa Asing Lainnya
Jumlah A 19 19 15 15 15 15
B. Muatan Kewilayahan
1 Seni Budaya 3 3 - - - -
Pendidikan Jasmani, 2 2 2 2 - -
2
Olahraga dan Kesehatan
Jumlah B 5 5 2 2 - -
C. Muatan Peminatan Kejuruan
C1. Dasar Bidang Keahlian
Simulasi dan Komunikasi 3 3 - - - -
1
Digital
2 Fisika 3 3 - - - -
3 Kimia 3 3 - - - -
C2. Dasar Program Keahlian
1. Gambar Teknik Otomotif 4 4 - - - -
2. Teknologi Dasar Otomotif 4 4 - - - -
Pekerjaan Dasar Teknik 5 5 - - - -
3
Otomotif

98
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

C3. Kompetensi Keahlian


Pemeliharaan Mesin Ken- - - 8 8 9 9
1.
daraan Ringan
Pemeliharaan Sasis dan - - 8 8 8 8
2.
Pemindah Tenaga
Pemeliharaan Kelistrikan - - 8 8 8 8
3.
Kendaraan Ringan
Produk Kreatif dan - - 7 7 8 8
4.
Kewirausahaan
Jumlah C 22 22 31 31 33 33
TOTAL 46 46 48 48 48 48

Selanjutnya, berdasarkan pada Permendikbud Nomor 70 Tahun


2013, Mata pelajaran serta Kompetensi Dasar (KD) pada kelompok
C2 dan C3 ditetapkan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Mene-
ngah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyesuai-
kan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha
dan industri (DU/DI). Mengacu pada struktur kurikulum SMK
tersebut, dapat dilihat bahwa keahlian keterampilan untuk bekerja
secara teknis dihasilkan dari proses pembelajaran kelompok C.
Mata pelajaran kelompok C dikenal dengan mata pelajaran pro-
duktif, karena mata pelejaran kelompok ini merupakan mata pela-
jaran yang membentuk keterampilan kerja bagi siswa-siswa SMK.
Oleh karena itu, bagi guru-guru yang mengajar pada mata pelaja-
ran kelompok kelompok produktif menjadi kunci utama dalam
pembelajaran di SMK. Hal ini dapat dimaklumi karena guru-guru
produktif bukan hanya menyampaikan pengetahuan (knowledge
transfering) melainkan juga mengajarkan keterampilan (skill trans-
fering) serta membentuk sikap kerja (attitude building) sesuai
dengan karakter pekerjaannya.

99
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

3. Karakteristik Kurikulum Sekolah Menengah


Kejuruan (SMK)
SMK menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) ber-
bagai program pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan
lapangan kerja. Kurikulum SMK dirancang menggunakan pende-
katan: (a) akademik; (b) kecakapan hidup (life skills); (c) pendekatan
kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum);
(d) pendekatan kurikulum berbasis luas dan mendasar (broad-
based curriculum); dan (e) pendekatan kurikulum berbasis produksi
(production-based curriculum). Harapannya adalah: (a) lulusan
SMK mampu bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi
lowongan pekerjaan yang ada; (b) keahlian lulusan SMK sesuai
dengan tuntutan dunia kerja; dan (c) lulusan SMK mampu meng-
akomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Substansi atau materi yang diajarkan di SMK disajikan dalam
bentuk berbagai kompetensi yang dinilai penting dan perlu bagi
pesertadidik dalam menjalani kehidupan sesuai dengan zaman-
nya. Kompetensi dimaksud meliputi kompetensi-kompetensi yang
dibutuhkan untuk menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan
pekerja yang kompeten, sesuai dengan standar kompetensi yang
ditetapkan oleh industri atau dunia usaha (asosiasi profesi). Untuk
mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh industri
atau dunia usaha (asosiasi profesi), substansi diklat dikemas dalam
berbagai mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan
menjadi program Normatif, Adaptif dan Produktif.
Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membentuk peserta didik menjadi pribadi utuh, yang memiliki
norma-norma kehidupan baik sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial anggota masyarakat baik sebagai warga Negara Indo-
nesia maupun sebagai warga dunia. Program normatif diberikan

100
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

agar peserta didik bisa hidup dan berkembang selaras dalam


kehidupan pribadi, sosial dan bernegara. Program ini berisi mata
diklat yang lebih menitikberatkan pada norma, sikap dan perilaku
yang harus diajarkan, ditanamkan, dan dilatihkan pada peserta
didik, di samping kandungan pengetahuan dan keterampilan yang
ada didalamnya. Mata diklat pada kelompok normatif berlaku
sama untuk semua program keahlian.
Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar
pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyelesaikan diri atau
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial,
lingkungan kerja serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Program
adaptif berisi mata diklat yang lebih menitikberatkan pada pem-
berian kesempatan kepada peserta didik untuk memahami dan
menguasai konsep dan prinsip dasar ilmu dan teknologi yang dapat
diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan atau melandasi kompe-
tensi untuk bekerja. Program adaptif diberikan agar peserta didik
tidak hanya memahami dan menguasai “apa” dan “bagaimana”
suatu pekerjaan dilakukan, tetapi memberi juga pemahaman dan
penguasaan tentang “mengapa” hal tersebut harus dilakukan.
Program adaptif terdiri atas kelompok mata diklat yang berlaku
sama bagi semua program keahlian dan mata diklat yang hanya
berlaku bagi program keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan
masing-masing program keahlian.
Program produktif adalah kelompok mata diklat yang ber-
fungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja
sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Dalam hal SKKNI belum ada, maka digunakan standar kompetensi
yang disepakati oleh forum yang dianggap mewakili dunia usaha/
industri atau asosiasi profesi. Program produktif bersifat melayani

101
BAB III KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN

permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh


dunia usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif
diajarkan secara spesifik sesuai dengan kebutuhan tiap program
keahlian.
Pelaksanaan kurikulum dilakukan dalam kegiatan kurikuler
dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan kurikuler adalah kegiatan
yang dilaksanakan sesuai dengan struktur kurikulum, ditujukan
untuk mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai dengan
bidang keahliannya. Kegiatan kurikuler dilakukan melalui kegia-
tan pembelajaran terstruktur sesuai dengan struktur kurikulum.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan diklat di luar jam
yang tercantum pada struktur kurikulum. Kegiatan ini ditujukan
untuk mengembangkan bakat dan minta serta untuk memantapkan
pembentukan kepribadian peserta didik. Pendekatan pembe-
laja-ran menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi yang
menganut prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning), untuk
dapat menguasai sikap (attitude), ilmu pengetahuan (knowledge) dan
keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya
seperti yang dituntut oleh suatu kompetensi. Untuk dapat belajar
secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran: (1) learning by
doing (belajar melalui aktivitas nyata yang memberikan pengala-
man belajar bermakna) yang dikembangkan menjadi pembelajaran
berbasis produksi; dan (2) individualized learning (pembelajaran
dengan memperhatikan keunikan setiap individu) yang dilaksana-
kan dengan sistem modular.

102
BAB IV
KOMPETENSI
BAB IV
KOMPETENSI

A. Konsep Dasar Kompetensi


Sebelum menjelaskan pengertian kompetensi lebih lanjut, perlu
adanya penyamaan persepsi adanya beberapa istilah yang semuanya
mengacu pada istilah kompetensi. Mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Berikut ini disampaikan
beberapa istilah yang berkaitan dengan konsep dasar kompetensi.

1. Standar Kompetensi
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengeta-
huan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah siswa
mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan ter-
tentu pula.

2. Kompetensi Inti
Merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi
dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus di-
pelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran.

105
BAB IV KOMPETENSI

3. Kompetensi dasar
Merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap, penge-
tahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;
Kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan siap
minimal yang harus dicapai atau dimiliki oleh peserta didik untuk
menunjukkan bahwa peserta didik tersebut telah mampu me-
nguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
kompetensi dasar dapat dikatakan sebagai penjabaran dari standar
kompetensi.

4. Kompetensi Kerja
Kompetensi kerja merupakan kemampuan kerja setiap indi-
vidu yang mencakup aspek pengetahuan, sikap kerja dan kete-
rampilan teknis yang sesuai dengan standar yang telah ditetap-
kan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Kompetensi kerja
dapat dibagi ke dalam tiga kelompok kompetensi, yaitu kognitif
(pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap, nilai,
minat). Berdasarkan hal ini, maka kompetensi kerja didefinisi-
kan sebagai kualifikasi pekerja yang mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang disepakati.

5. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian Kompetensi Dasar
yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator di-
kembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pela-
jaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

106
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

B. Arti Kompetensi
Sebelum menjelaskan arti kompetensi, perlu kiranya diketahui
perbedaan kompeten dan kompetensi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengertian kompeten adalah: (1) berwewenang berkuasa
(memutuskan, menentukan) sesuatu, (2) cakap (mengetahui).
Sedangkan pengertian kompetensi adalah: (1) mempunyai kemam-
puan dalam menguasai tata bahasa suatu bahasa secara abstrak atau
batiniah, (2) kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memu-
tuskan sesuatu). Keduanya diadaptasi dari bahasa Inggris competent
dan competence. Kompeten merupakan kata sifat, sedangkan kom-
petensi merupakan kata benda (www.pengertianmenurutparaahli.
net/pengertian-kompeten-dan-kompetensi, diakses pada 20 Oktober
2018, jam 21.00). Lebih lanjut dari sumber yang sama, Kravetz
mengatakan kompetensi adalah sesuatu yang seseorang tunjuk-
kan di tempat kerja setiap hari yang mencakup perilaku, bukan
sifat-sifat kepribadian maupun keterampilan dasar yang ada di
dalam ataupun di luar tempat kerja. Dengan demikian, kompetensi
mencakup melakukan sesuatu, bukan hanya pengetahuan yang
pasif. Kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan
tetapi melakukan apa yang diketahui. Lebih lanjut dapat dika-
patan Kompetensi adalah keterampilan, pengetahuan, sikap dasar
serta nilai yang dicerminkan kedalam kebiasaan berpikir dan ber-
tindak yang sifatnya berkembang, dinamis, kontinyu atau terus-
menerus, serta dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir serta
bertindak dengan konstan, konsisten dan dilakukan secara terus
menerus akan menjadikan seseorang kompeten.
Sementara itu Wibowo (2016: 271) mendefinisikan kompetensi
sebagai kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh keterampilan dan penge-
tahuan kerja dan didukung oleh sikap kerja yang ditetapkan oleh
pekerjaan. Kompetensi menunjuk pada aspek perilaku kerja yang

107
BAB IV KOMPETENSI

mendukung sebuah pekerjaan. Misalnya kompetensi guru meli-


puti kompetensi pedagogik (kemampuan menampaikan materi/
bahan ajar kepada peserta didik), kompetensi profesional (pengua-
saan materi/bahan ajar yang disampaikan kepada peserta didik),
dan kompetensi kepribadian (kemampuan berkomunikasi kepada
peserta didik, teman sejawat, dan bermasyarakat).
Garavan & McGuire (2001) menjelaskan kompetensi secara
substansial bahwa kompetensi dapat dilihat dari dua aspek yakni
sebagai atribut individual dan sebagai hasil pembelajaran. Dari
aspek individual, kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan seseorang yang dapat menghasil-
kan unjuk kerja. Dari aspek pembelajaran, kompetensi diartikan
sebagai sejauh mana unjuk kerja seseorang telah mencapai standar
yang diperlukan. Kompetensi dari aspek individual bersifat lebih
fleksibel dan oleh karenanya kompetensi ini lebih sesuai untuk
pekerjaan-pekerjaan di industri yang lebih luas dan komplek.
Secara terminologi (KKNI, 2015: 8) kompetensi (competency)
adalah akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu
deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur,
mencakup aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada
bidang kerjanya. Secara garis besar ada dua kompetensi, yaitu kom-
petensi umum (generic competency) dan kompetensi khusus atau
teknis (specific or technical competency). Huger, Garrick, Crowley,
& Risgalla (2003) mengatakan bahwa konsep kompetensi generik
sangat aplikatif terhadap industri. Kompetensi ini menunjuk pada
pemilikan keterampilan interdisipliner yang sangat diperlukan
untuk mengantisipasi perubahan yang cepat yang terjadi di tempat
kerja (industri).
Dalam perspektif dunia pendidikan menurut Harris, et.al (1995:
228) yakni pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam pengertian
yang terpisah. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam penger-

108
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

tian kompetensi menurut UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 1,


ketenagakerjaan adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan.

C. Kompetensi Kejuruan
Dalam konteks pendidikan, kompetensi mencakup tiga aspek,
yakni aspek pengetahuan keterampilan (motorik) dan sikap (Wen-
rich, 1974: 38). Untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang
dicapai peserta didik sebagai hasil pendidikan yang diperolehnya,
ketiga aspek ini menjadi objek pengukurannya. Dalam konteks
pendidikan kejuruan, aspek tersebut difokuskan pada bidang
kejuruan yang diinginkan. Dengan kata lain aspek pengetahuan
yang dimaksud adalah pengetahuan dalam bidang kejuruan, ke-
terampilan dalam bidang kejuruan dan sikap kerja dalam bidang
kejuruan. Penjelasan tentang konsep pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja disajikan berikut ini.

1. Pengetahuan
Boyett & Boyett (1998: 85) memaknai pengetahuan sebagai
pengetahuan tentang mengapa sesuatu itu bekerja. Dengan kata lain,
pengetahuan berkaitan erat dengnn prinsip kcrja scsuatu. Pengeta-
huan prinsip kerja berkaitan langsung dengan apa, mengapa dan
bagaimam mengerjakan sesuatu. Boyett & Boyett memaknai ket-
erampilan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan untuk
membuat sesuatu terjadi. Ini berarti kemampuan membuat sesuatu
terjadi perlu didukung oleh pengetahuan yang bersifat prosedural.

2. Keterampilan
Menurut Dunette (1976), keterampilan berarti mengembangkan
pengetahuan yang didapatkan melalui training dan pengalaman

109
BAB IV KOMPETENSI

dengan melaksanakan beberapa tugas. Menurut Robbins (2000),


keterampilan dibagi menjadi empat kategori yaitu:
a. Basic Literacy Skill: Keahlian dasar yang sudah pasti harus
dimiliki oleh setiap orang seperti membaca, menulis, ber-
hitung serta mendengarkan.
b. Technical Skill: Keahlian secara teknis yang didapat melalui
pembelajaran dalam bidang teknik seperti menjalankan ken-
daraan sepeda motor atau mobil, mengoperasikan komputer
dan alat digital lainnya.
c. Interpersonal Skill: Keahlian setiap orang dalam melakukan
komunikasi satu sama lain seperti mendengarkan seseorang,
memberi pendapat dan bekerja secara tim.
d. Problem Solving: Keahlian seseorang dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan logikanya.

3. Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan sese-
orang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2002). Beberapa
pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan peru-
bahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat
tinggi (Sudjiono, 2001). Menurut Azwar (2002), struktur sikap terdiri
atas tiga komponen, yaitu:
a. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai
apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap, secara umum kom-
ponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap
sesuatu.

110
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

c. Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau


kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi.

Interaksi antara ketiga komponen sikap yang telah tersebut di


atas, adalah selaras dan konsisten dikarenakan apabila dihadapkan
dengan satu objek sikap yang sama maka ketiga komponen itu
harus mempolakan arah sikap yang seragam. Apabila salah satu di
antara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain
maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya
mekanisme perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsisten
itu terjadi kembali.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, kompe-
tensi merupakan sasaran akhir dalam pembelajaran. Sasaran akhir
pembelajaran sebelumnya menggunakan istilah tujuan pembela-
jaran, dimana tujuan pembelajaran dikategorikan menjadi tiga
domain/aspek yaitu aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek
keterampilan. Dengan demikian, sasaran akhir pembelajaran peserta
didik diharapkan mempunyai kompetensi yang meliputi aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Masing-masing aspek ter-
sebut dicapai secara bertahap dimulai dari aspek yang sederhana
sampai pada aspek yang komplek. Kompetensi pada aspek penge-
tahuan dicapai melalui tahapan: mengingat, memahami, menerap-
kan, menganalisis, dan mencipta (kreatif). Kompetensi pada aspek
sikap dicapai melalui tahapan: menerima, menjalankan, meng-
hargai, menghayati, dan mengamalkan. Sedangkan kompetensi pada
aspek keterampilan dicapai melalui tahapan: mengamati, mena-
nya, mencoba, menalar, dan menyajikan. Dengan demikian, kom-
petensi merupakan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keteram-
pilan secara utuh tidak terpisahkan satu aspek dengan aspek yang
lain.

111
BAB IV KOMPETENSI

Kompetensi harus diaktualisasikan melalui unjuk kerja, sese-


orang dikatakan memiliki kompetensi jika orang tersebut mampu
menunjukkan penguasaan pengetahuan secara santun, dan menun-
jukkan kinerjanya. Kemampuan untuk mengaktualisasikan diri
pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut memerlukan kom-
petensi sosial yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, berpartisi-
pasi, bernegoisasi, dan bekerjasama. Dalam konteks pembelajaran
Dettmer (2006) menyatakan bahwa capaian hasil belajar dinyata-
kan dalam bentuk penguasaan kompetensi secara utuh menjadi
satu kesatuan. Berikut ini domain kompetensi pembelajaran yang
disampaikan oleh Dettmer (2006).

Tabel 4.1
Domain yang dikembangkan dalam Pembelajaran Dettmer (2006)

Domain Domain Domain Domain Kesatuan


No.
Kognitif Afektif Motorik Sosial (Unity)
1 Mengetahui Menerima Mengamati Menghu- Merasa
bungkan
2 Memahami Menanggapi Bereaksi Berkomuni- Mengerti
kasi
3 Menerapkan Menilai Beraktivitas Berpartisi- Melakukan/
pasi mengguna-
kan
4 Menganalisis Mengorgan- Beradaptasi Bernegosiasi Membedakan
isasi
5 Mengeva- Menginter- Melakukan Memutuskan Memvalidasi
luasi nalisasi aktivitas berdasarkan
pertimba-
ngan
6 Menyintesis Mengarakte- Mengharmo- Berkolabo- Berintegrasi
risasi nisasikan rasi
7 Berimajinasi Mengagumi Berimprovi- Berinisiasi Berani
sasi menempuh
risiko

112
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

8 Berkreasi Berasoirasi Berinovasi Mengonversi Melakukan


hal yang
orisinil

D. Peran Kompetensi dalam Pendidikan Kejuruan


Salah satu upaya peningkatan keterampilan dan keahlian sumber
daya manusia yang dikembangkan adalah sistem pendidikan keju-
ruan berdasarkan kompetensi yang dipacu oleh kebutuhan pasar.
Pengembangan sistem ini didasarkan kepada asumsi bahwa sistem
pendidikan kejuruan supply-driven yang diterapkan selama ini tidak
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan masa kini
maupun pelanggan masa depan.
Sistem pendidikan berdasarkan kompetensi mengupayakan
agar keluaran dari suatu lembaga pendidikan kejuruan memiliki
keterampilan dan keahlian yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan suatu standar kom-
petensi dengan masukan dari industri dan badan usaha lain. Standar
kompetensi yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai pem-
berian sertifikat kompetensi. Dengan demikian, maka sistem pen-
didikan kejuruan yang dikembangkan mempunyai ciri, di samping
mengacu pada profesi dan keterampilan yang baku, juga dipandu
oleh kebutuhan pasar kerja yang nyata.
Kualitas SMK ditentukan setidaknya oleh mutu para lulusan-
nya. Dukungan metode belajar mengajar juga jadi ujung tombak-
nya. Melihat begitu pentingnya pembelajaran dalam menghasil-
kan lulusan yang berkualitas dan kompetensi lulusan yang di-
hasilkan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia melalui Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada
BAB II disebutkan Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan

113
BAB IV KOMPETENSI

pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan


Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka
konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai.
Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan
belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompe-
tensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi
Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap
satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki
lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Ketiga ranah
kompetensi tersebut meliputi:

1. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif
yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalan-
kan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh akti-
vitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang
mendorong peserta didik untuk melakuan aktivitas tersebut.

2. Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karak-
teritik aktivitas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki
perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain
keterampilan. Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik
terpadu, dan tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar
berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan
kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).

114
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

3. Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik
dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan
harus mendorong peserta didik untuk melakukan proses pengama-
tan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut
perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar
berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masa-
lah (project based learning).
Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan per-
olehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses.
Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata
pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/
penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemam-
puan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok maka sangat disarankan mengguna-
kan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning) (Permendikbud Nomor
22 Tahun 2016). Dengan demikian, pembelajaran pada pendidikan
kejuruan mengutamakan pembelajaran berbasis kerja dalam bentuk
proyek-proyek yang menghasilkan produk atau karya. Produk
yang dihasilkan disesuaikan dengan standar produk yang ber-
laku di industri. Dengan demikian, pembelajaran pada pendidikan
kejuruan berperan sebagai media pembentukan kompetensi kerja
bagi peserta didik, dan mengembangkan potensinya serta mem-
buka wawasan kerja yang selalu berkembang menyesuaikan dengan
tuntutan kebutuhan industri.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pen-
didikan kejuruan atau vokasional yang bertugas untuk menyiapkan

115
BAB IV KOMPETENSI

lulusannya mempunyai kompetensi kerja sesuai dengan kompe-


tensi yang dibutuhkan oleh Industri. Degan demikian, SMK harus
membekali kompetensi-kompetensi sesuai dengan bidang keahlian
dan kompetensi keahlian yang dibutuhkan dunia industri.

E. Kompetensi Kerja
Pendidikan kejuruan atau vokasional fokus pada pembentukan
kompetensi kerja. Hal ini selaras dengan arah dan tujuan pendi-
dikan kejuruan untuk mengembangkan potensi diri peserta didik
agar mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan peng-
hidupannya. Kemampuan untuk mengembangkan potensi dan
bekerja itulah yang dikenal dengan kompetensi. Oleh karena itu,
peserta didik jika telah menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan
sekolah dan dinyatakan lulus dari pendidikan kejuruan, mereka
harus mampu dan siap untuk memasuki lapangan kerja. Dunia
kerja mempunyai standar kerja artinya setiap jenis pekerjaan
mempunyai standar kualitas hasil kerja yang harus dipenuhi oleh
setiap pekerja, standar kerja tersebut ditentukan berdasarkan jenis
kompetensi yang dibutuhkan oleh jenis pekerjaan tersebut. Oleh
karenanya dalam dunia kerja lebih dikenal dengan standar kompe-
tensi.

1. Standar Kompetensi
Pengertian Standar Kompetensi berdasar pada arti bahasa,
standar kompetensi terbentuk atas kata standar dan kompetensi.
Standar diartikan sebagai "ukuran" yang disepakati, sedangkan
kompetensi telah didefinisikan sebagai kemampuan seseorang yang
mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menye-
lesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar per-
forma yang ditetapkan. Dengan demikian, dapatlah disepakati
bahwa standar kompetensi merupakan kesepakatan-kesepakatan

116
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang pekerjaan


oleh seluruh stakeholder di bidangnya. Dengan kata lain, yang di-
maksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang
kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu
tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan
(http://jadhie.blogspot.com/2011/12/standar-kompetensi-kerja-
nasional.html, diunduh tanggal 15 Juli 2018, jam 08:45). Dengan
demikian, standar kompetensi sangat diperlukan sebagai pedoman
dalam memberikan pengakuan dan penghargaan bagi pekerja itu
sendiri maupun pemberi kerja.
Kompetensi kerja dapat dibagi kedalam tiga kelompok kompe-
tensi, yaitu kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan
afektif (sikap, nilai, minat). Berdasarkan hal ini, maka kompetensi
kerja didifinisikan sebagai "kualifikasi pekerja yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang
disepakati" (https://sumasberbagi.blogspot.com/2012/10/kompetensi-
kerja.html, diunduh pada 15 Juli 2017, jam 08.54).
Standar kompetensi kerja sangat berguna bagi "pemangku
kepentingan". Kegunaan kompetensi kerja bagi pekerja antara lain
adalah: untuk menjamin produktivitas kerja dan keselamatan kerja,
yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja.
Kegunaan kompetensi kerja bagi pemberi kerja (employer) antara
lain adalah: Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri,
sehingga pada gilirannya akan meningkatkan persaingan usaha di
dunia industri. Kegunaan kompetensi kerja bagi konsumen antara
lain adalah: Untuk menghilangkan keraguan terhadap kecukupan
kuantitas dan kualitas barang, termasuk terbebas dari barang-
barang berbahaya bagi konsumen. Semakin tinggi kompetensi
kerja, maka akan semakin baik di mata "pemangku kepentingan".
Seirama dengan semakin dikembangkannya industri berteknologi

117
BAB IV KOMPETENSI

tinggi saat ini, maka standar kompetensi kerja juga harus semakin
tinggi menyesuaikan dengan tuntutan industri berteknologi tinggi.
Adapun cara peningkatan kompetensi kerja tersebut adalah melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Pendidikan dilakukan
dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pelatihan diberikan
dalam rangka meningkatkan keterampilan kerjanya, dan penga-
laman kerja hendaknya dapat dilakukan melalui program magang
di industri terutama di industri-industri yang berteknologi tinggi.
Kompetensi kerja SMK sangat dinamis, menyesuaikan dengan
perkembangan tuntutan kebutuhan industri. Industri rekayasa
teknologi berkembang sangat cepat mengikuti dengan perkemba-
ngan teknologi dan tuntutan pasar. Industri dituntut menghasil-
kan produk yang berkualitas, oleh karena itu industri juga berusaha
untuk mendapatkan tenaga kerja yang mempunyai kompetensi
mampu untuk bekerja cepat, tepat, dan akurat.
Pembentukan kompetensi kerja di SMK melalui program SMK
program 3 tahun dan SMK program 4 tahun dilakukan secara ber-
tahap mulai kelas X sampai dengan kelas XIII. Pada SMK program
3 Tahun dan SMK 4 Tahun, pembetukan kompetensi kerja dimulai
kelas X melalui kegiatan praktik keterampilan kejuruan. Pada kelas
XI melalui kegiatan praktik keterampilan kerja selama 6 bulan, dan
praktik realisasi produk di teaching factory selama 6 bulan (pada
SMK 3 tahun), sedangkan pada SMK 4 tahun melalui praktik kom-
petensi kerja. Pada kelas XII melalui kegiatan praktik magang
industri selama 6 bulan dan transisi jenjang karier, Ujian Sekolah,
dan Sertifikasi selama 6 bulan berikutnya. Sedangkan bagi SMK
4 Tahun melalui kegiatan praktik magang industri selama 6 bulan
dan praktik realisasi produk di teaching factory selama 6 bulan
berikutnya. Pada kalas XIII bagi SMK 4 Tahun melalui kegiatan
praktik magang industri selama 6 bulan dan transisi jenjang karier,
ujian sekolah, dan sertifikasi.

118
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Berikut ini disajikan bagan pembentukan keterampilan kerja


program SMK 3 tahun dan SMK 4 tahun.

2. Kompetensi Lulusan SMK


Melalui penelitian bidang kejuruan, Parjono, dkk. (2017) mela-
kukan penelitian di SMK dan di beberapa dunia usaha dan dunia
industri (DUDI). Sebagai subjek penelitian ini adalah (1) 18 guru
SMK di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah
yang berasal dari beberapa kompetensi keahlian, (2) 15 praktisi
DUDI dari berbagai industri, dan (3) 10 pakar pendidikan keju-
ruan dari perguruan tinggi. Kepada guru diberikan angket terbuka
untuk memberikan pendapat kompetensi yang seharusnya dimiliki
oleh lulusan SMK, sedangkan dari DUDI diberikan angket terbuka
untuk memberikan pendapatnya kompetensi yang harus dimiliki
lulusan SMK masa depan untuk memenuhi kebutuhan industri.
Hasil penelitian menunjukkan ada sepuluh aspek kemampuan yang
perlu dimiliki lulusan SMK menurut guru. Sepuluh aspek kemam-
puan yang harus dimiliki oleh lulusan SMK tersebut disajikan
pada tabel berikut.

119
BAB IV KOMPETENSI

Tabel 4.2
Sepuluh Kemampuan yang Perlu Dimiliki oleh Lulusan SMK
Menurut Guru

No. Kompetensi/Kemampuan
1 Jujur
2 Disiplin
3 Tanggung jawab
4 Keselamatan Kerja
5 Percaya Diri
6 Kerjasama
7 Menguasai Bidang Keahlian
8 Kemampuan Komunikasi
9 Etos Kerja
10 Kreatif, Menguasai Teknologi Informasi, Kesehatan dan
Kebugaran, Produktif, dan Berpikir Logis

Penelitian juga dilakukan di DU/DI sebagai responden para


praktisi yang sudah bekerja di Industri berbagai perusahaan jasa
maupun produk, minimal 10 tahun. Berdasarkan data yang ber-
hasil dihimpun menurut DU/DI kemampuan yang harus dimiliki
oleh lulusan SMK kedepan diurutkan berdasarkan prioritas kepenti-
ngannya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3
Sepuluh Kemampuan yang Perlu Dimiliki oleh Lulusan SMK
Menurut DU/DI

No. Kompetensi/Kemampuan
1 Jujur
2 Disiplin
3 Tanggung jawab
4 Kerjasama

120
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

No. Kompetensi/Kemampuan
5 Etos Kerja
6 Keselamatan Kerja
7 Kesehatan
8 Produktif
9 Menguasai bidang keahlian
10 Inisiatif, Adaptif, Berpikir Logis

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya ke-


samaan visi terhadap kompetensi kerja yang harus dikuasai lulusan
SMK, antara sekolah dalam hal ini SMK sebagai penghasil lulusan
dan DUDI sebagai mengguna tenaga kerja lulusan SMK. Selain
mengindentifikasi kompetensi yang harus dikuasai lulusan SMK,
Parjono, dkk (2017) mengidentifikasi kemampuan yang harus di-
miliki oleh guru.

3. Kompetensi Utama yang Sangat Penting Dimiliki


Guru Abad ke-21
Berdasarkan pertanyaan terbuka yang diberikan terhadap 18
guru SMK di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) teridenti-
fikasi 23 aspek kompetensi. Dari 23 aspek kompetensi tersebut
diambil sepuluh besar kompetensi yang sangat penting dimiliki
guru abad ke-21 sebagai berikut.

Tabel 4.4
Sepuluh Kompetensi Guru Abad ke-21

Persentase
No. Aspek Kompetensi
Kemunculan (%)
1 Kompetensi Pedagogik 84,62
2 Kompeten dan menguasai materi sesuai 76,92
dengan bidangnya

121
BAB IV KOMPETENSI

Persentase
No. Aspek Kompetensi
Kemunculan (%)
3 Kemampuan Teknologi dan Komunikasi 53,85
4 Kreatif 38,46
5 Inovatif 38,46
6 Kompetensi profesional 30,77
7 Kemampuan berkomunikasi lisan dan 30,77
tulis
8 Mengenal dan memahami karakter 23,08
siswa/peserta didik
9 Religius, ibadah baik, iman dan taqwa 23,08
10 Menguasai IPTEK, disiplin, kompetensi 15,38
kepribadian, kemampuan bahasa asing

4. Urgensi Aspek Hard Skill bagi Guru SMK


Terdapat 33 aspek kemampuan yang teridentifikasi terkait
urgensi aspek hard skill bagi guru SMK. Semuanya mempunyai
urgensi yang tinggi dengan skor antara 3,38 sampai 4,0 (dari rentang
skor 1 s.d 4). Sepuluh besar kemampuan hard skill yang perlu di-
miliki guru SMK adalah sebagai berikut.

Tabel 4.5
Sepuluh Aspek Hard Skill bagi Guru SMK

Persentase
No. Aspek Hard Skill Skor Kemunculan (%)
1 Mengelola pembelajaran praktik/ 4,00 100,00
prektikum
2 Menguasai bidang studi praktik 3,92 98,08
3 Mengelola pembelajaran 3,92 98,08
4 Menguasai bidang studi teori 3,85 96,15
5 Menguasai materi pembelajaran 3,85 96,15
6 Memahami karakteristik peserta didik 3,77 94,23

122
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Persentase
No. Aspek Hard Skill Skor Kemunculan (%)
7 Menggunakan media dan alat 3,77 94,23
pembelajaran
8 Melakukan inovasi pembelajaran 3,77 94,23
9 Memanfaatkan teknologi informasi dan 3,77 94,23
komunikasi
10 Memahami standar kompetensi mata 3,77 94,23
pelajaran

Selain mengidentifikasi aspek hard skill yang harus dipunyai


guru, juga diidentifikasikan aspek soft skill bagi guru.

5. Urgensi Aspek Soft Skill bagi Guru SMK


Penelitian juga merekomendasikan beberapa aspek soft skill yang
diperlukan bagi guru SMK, berikut ini disajikan aspek soft skill bagi
guru SMK diurutkan berdasarkan ranking skor yang didapatkan
dari responden.

Tabel 4.6
Sepuluh Aspek Soft Skill Guru SMK

No. Aspek Soft Skill Skor Persentase (%)


1 Keteladanan 4,00 100,00
2 Jujur dan dapat dipercaya 4,00 100,00
3 Disiplin 4,00 100,00
4 Ketenangan dan kepercayaan diri 3,92 98,08
5 Tanggung jawab 3,92 98,08
6 Etos kerja 3,92 98,08
7 Semangat kerja 3,92 98,08
8 Kesopanan 3,85 96,15
9 Inovatif, kreatif 3,85 96,15
10 Religius 3,85 96,15

123
BAB IV KOMPETENSI

Berdasarkan hasil penelitian juga mengidentifikasi profil hard


skill bagi mahasiswa calon guru SMK. Berikut ini disajikan profil
hard skill calon guru SMK, responden berasal dari mahasiswa
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta dari berbagai pro-
gram studi.

6. Profil Hard Skill bagi Calon Guru SMK


Selain rekomendasi bagi Guru SMK penelitian juga mereko-
mendasikan bagi calon Guru SMK. Berikut disajikan rekomendasi
hasil penelitian sepuluh besar aspek hard skill bagi calon guru SMK,
diurutkan berdasarkan skor yang diperoleh dari responden.

Tabel 4.7
Sepuluh Aspek Hard Skill bagi Calon Guru SMK dengan Skor Tertinggi
(Menurut Guru)

No. Aspek Skor Persentase (%)


1 Menggunakan perangkat teknologi 3,31 82,69
2 Menggunakan media dan alat pembela- 3,31 82,69
jaran
3 Menguasai bidang studi praktik 3,23 80,77
4 Memanfaatkan teknologi informasi dan 3,23 80,77
komunikasi
5 Menguasai bidang studi teori 3,15 78,85
6 Mengelola pembelajaran teori 3,15 78,85
7 Merencanakan penilaian 3,15 78,85
8 Memanfaatkan teknologi pembelajaran 3,15 78,85
9 Literasi komputer 3,15 78,85
10 Menguasai materi pembelajaran 3,15 78,85

124
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

7. Profil Soft Skill Calon Guru SMK


Berikut disajikan rekomendasi hasil penelitian sepuluh besar
aspek soft skill bagi calon guru SMK, diurutkan berdasarkan skor
yang diperoleh dari responden.

Tabel 4.8
Sepuluh Aspek Soft Skill Calon Guru SMK dengan Skor Tertinggi

No. Aspek Soft Skill Skor Persentase (%)


1 Kesehatan dan stamina 3,31 82,69
2 Jujur dan dapat dipercaya 3,23 80,77
3 Kesopanan 3,15 78,85
4 Religius 3,15 78,85
5 Penghargaan terhadap orang lain 3,15 78,85
6 Sikap positif/mencintai profesi 3,15 78,85
7 Ketaatan terhadap etika 3,08 76,92
8 Pemahaman dan pengendalian diri 3,08 76,92
9 Tanggung jawab 3,08 76,92
10 Kemampuan berkomunikasi tertulis 3,08 76,92

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat sepuluh kom-


petensi lulusan SMK yang sangat dibutuhkan di masa mendatang
untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi dan per-
kembangan dunia industri di masa mendatang agar bisa survive
menghadapi kompetisi dengan negara-negara lain dan mampu men-
jadi tenaga kerja yang produktif. Tantangan ke depan kita sudah
berada pada abad ke-21 dimana saat ini sudah berada pada masa
Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan era digital.

125
BAB IV KOMPETENSI

8. Kesesuaian Kompetensi SMK dengan Kebutuhan


DUDI
Sebagaimana tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa tujuan pendidikan
kejuruan dalam hal ini SMK adalah untuk menyiapkan peserta didik
untuk bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Mengacu pada tujuan
SMK tersebut diperlukan adanya kebijakan yang berkenaan dengan
penyiapan kompetensi lulusan SMK, model penyelenggaraan pendid-
ikan, dan kerja sama SMK dengan dunia kerja. Kebijakan penyeleng-
garaan pendidikan kejuruan menurut Dedi Supriadi (1998) dalam
bukunya Keterampilan menjelang 2020 meliputi:
a. Implementasi Link and Match
b. Pergeseran orientasi dari Supply-driven ke Demand-driven.
c. Perubahan sistem penyelenggaraan program dari School-
based program ke Dual-based program.
d. Perubahan Sasaran pembelajaran dari Subject-matter based
ke arah Competency based.
e. Implementasi kebijakan Multi-entry & multi-exit.
f. Implementasi program Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
(Sumber: Dedi S., Bab X dan Buku Keterampilan Menjelang, 2020)

Kebijakan tersebut intinya adalah untuk meningkatkan kom-


petensi lulusan SMK agar dapat diterima bekerja di dunia usaha
(DUDI). Untuk itu perlu adanya kesesuaian antara kompetensi
pada kurikulum di SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh Industri (DUDI), atau antara SMK dengan Industri harus
ada link and match. Untuk mengetahui adanya kesesuaian antara
kompetensi yang ada di kurikulum SMK dengan kompetensi
yang dibutuhkan oleh Industri, Agus Budiman (2017) melakukan
penelitian tentang kesesuaian kompetensi pada kurikulum 2013

126
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

dengan kompetensi yang dibutuhkan DU/DI. Penelitian dilakukan


pada 10 SMK yang pernah menjadi Sekolah Rujukan di Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 12 Dunia usaha terdiri atas
10 bengkel dealer kendaraan, 1 bengkel umum, dan 1 Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) Teknik Otomotif. Melalui Forum Grup
Discussion (FGD) hasil penelitian menunjukkan terdapat adanya
beberapa kompetensi yang dihasilkan SMK tidak sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan DU/DI. Kesenjangan kompetensi
tersebut meliputi:
a. DU/DI di bidang jasa servis kendaraan mobil membutuh-
kan kompetensi lulusan SMK keahlian TKRO berupa basic
knowledge, basic skill, dan attitude skill yang dapat meme-
nuhi ekspektasi customer. DU/DI menyoroti adanya kelema-
han dalam kompetensi sikap, kemampuan menjual produk
dan budaya industri di SMK. Namun demikian DU/DI juga
memerlukan 9 (sembilan) kompetensi, yaitu: pengetahuan,
keterampilan, sikap, berkomunikasi, motivasi, tanggap, me-
yakinkan customer, minat, dan kerjasama yang sesuai standar
industri.
b. Menurut DU/DI di bidang jasa servis kendaraan mobil hanya
terdapat 5 kompetensi (55,5%) yang sesuai dengan kebu-
tuhan DU/DI, yaitu pengetahuan, keterampilan, komunikasi,
motivasi, dan kerjasama; sedangkan 4 kompetensi (44,5%)
lainnya yaitu: sikap kerja, tanggap, meyakinkan customer,
dan minat dinilai masih belum sesuai standar kebutuhan DU/
DI. Namun demikian, kompetensi yang belum sesuai dengan
standar DU/DI tersebut masih mungkin dikembangkan
dengan bantuan mitra industri. (Agus Budiman, 2017)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya


ketidaksesuaian antara kompetensi pada kurikulum 2013 SMK
dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri, dengan demi-

127
BAB IV KOMPETENSI

kian diperlukan adanya kerja sama antara SMK dengan pihak


industri terutama dalam pengembangan kurikulum, sehingga kuri-
kulum yang dilaksanakan di SMK merupakan representasi dari
kebutuhan dunia industri.

F. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)


Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2012 tentang KKNI pasal
1 ayat (1) menyebutkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia,
yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan
kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan,
dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pela-
tihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian peng-
akuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
sektor. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan capaian pembelajaran
adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengeta-
huan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman
kerja.
Pada ayat (3) disebutkan penyetaraan adalah proses penyan-
dingan dan pengintegrasian capaian pembelajaran yang diper-
oleh melalui pendidikan, pelatihan kerja, dan pengalaman kerja,
sedang-kan kualifikasi adalah penguasaan capaian pembelajaran
yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Selanjutnya, di-
sebutkan pengalaman kerja adalah pengalaman melakukan pe-
kerjaan dalam bidang tertentu dan jangka waktu tertentu secara
intensif yang menghasilkan kompetensi. Secara sederhana konsep
KKNI tersebut diilustrasikan sebagaimana yang ditunjukkan pada
gambar 4.1 di bawah ini.

128
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Gambar 4.1
Penjenjangan kualifikasi kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman kerja.

KKNI juga dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan


pengakuan dan penghargaan, kompetensi yang didapatkan melalui
pendidikan, atau pelatihan melalui kursus, atau pengalaman kerja
secara otodidak. Penghargaan yang diberikan dapat berupa sertifi-
kat kompetensi setelah yang bersangkutan mengikuti proses serti-
fikasi kompetensi atau uji kompetensi yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga sertifikasi profesi (LSP) baik yang diselenggarakan
oleh lembaga pemerintah maupun secara mandiri. Untuk lebih
jelasnya dapat disimak gambar 4.2 berikut.

129
BAB IV KOMPETENSI

Gambar 4.2
Peran KKNI

1. Jenjang dan Penyetaraan KKNI


Penjenjangan dan penyetaraan kualifikasi mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2012 diatur dalam Pasal 2
ayat (1) dan (2) yaitu, KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifi-
kasi, dimulai dari jenjang 1 (satu) sebagai jenjang terendah sampai
dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi. Selanjutnya
disebutkan jenjang kualifikasi KKNI terdiri atas:
a. jenjang 1 sampai dengan jenjang 3 dikelompokkan dalam
jabatan operator;
b. jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam
jabatan teknisi atau analis, dan;
c. jenjang 7 sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam
jabatan ahli.

130
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Setiap jenjang kualifikasi pada KKNI memiliki kesetaraan


dengan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidi-
kan, pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Penyetaraan capaian
pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang
kualifikasi pada KKNI yang meliputi:
a. lulusan pendidikan dasar setara dengan jenjang 1;
b. lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan
jenjang 2;
c. lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
d. lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
e. lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
f. lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana paling
rendah setara dengan jenjang 6;
g. lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara
dengan jenjang 8;
h. lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
i. lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8,
dan;
j. lulusan pendidikan spesialis setara dengan jenjang 8 atau 9.

Adapun jenjang kualifikasi berdasarkan KKNI tersebut dapat


dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.

131
BAB IV KOMPETENSI

Gambar 4.3
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

Diskripsi masing-masing jenjang kualifikasi lulusan berdasar-


kan KKNI di dalam lampiran PP Nomor 8 Tahun 2012 dijabarkan
menjadi butir-butir kemampuan sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 4.9
Deskripsi Jenjang Kualifikasi Lulusan Berdasarkan KKNI

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
a. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam me-
nyelesaikan tugasnya.
Deskripsi
c. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air
Umum
serta mendukung perdamaian dunia.
d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan
kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya.

132
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
e. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, kepercayaan,
dan agama serta pendapat/temuan original orang lain.
Deskripsi
f. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta memiliki semangat
Umum
untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta masyarakat
luas.
Mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas, bersifat umum,
dengan menggunakan alat, aturan, dan proses yang telah ditetap-
1
kan, serta di bawah bimbingan, pengawasan, dan tanggung jawab
atasannya.
Mampu melaksanakan satu tugas spesifik, dengan manggunakan
alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan,
serta menunjukkan kinerja dengan muutu yang terukur, di bawah
pengawasan langsung atasannya.
2 Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual
bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih penyelesaian
yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab membimbing orang lain.
Mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik, dengan mener-
jemahkan informasi dan menggunakan alat, berdasarkan sejumlah
pilihan prosedur kerja, serta mampu menunjukkan kinerja dengan
mutu dan kuantitas yang terukur, yang sebagian merupakan hasil
kerja sendiri dengan pengawasan tidak langsung.
Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip
3 serta konsep umum yang terkait dengan fakta bidang keahlian
tertentu, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang
lazim dengan metode yang sesuai.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi dalam lingkup
kerjanya.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain.
Mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas dan kasus spesifik
dengan menganalisis informasi secara terbatas, memilih metode
4
yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu
menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.

133
BAB IV KOMPETENSI

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian tertentu dan
mampu menyelaraskan dengan permasalahan faktual di bidang
kerjanya.
4 Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, menyusun
laporan tertulis dalam lingkup terbatas, dan memiliki inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas hasil kerja orang lain.
Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih
metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah
maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu
menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara
5 umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah
prosedural.
Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis
secara komprehensif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.
Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada bidangnya dalam
6
penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi
yang dihadapi.
Mampu merencanakan dan mengelola sumber daya di bawah
tangung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensif
kerjanya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
atau seni untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan
strategis organisasi.
7 Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan atau seni di dalam bidang keilmuannya memalui pendekatan
monodisipliner.
Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis
dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua aspek
yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya.
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni
8 di dalam bidang kelimuannya atau praktik profesionalnya melalui
riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji.

134
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Jenjang
Uraian
Kualifikasi
Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan atau seni di dalam keilmuannya melalui pendekatan inter atau
multidisipilner.
8
Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat
bagi masyarakat keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan
nasional dan internasional.
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
baru di dalam bidang keilmuannya atau praktik profesionalnya
melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan
teruji.
Mampu memecahkan permasalahan ilmu pengetahuan, teknologi,
9 dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan
inter, multi, dan transdisipliner.
Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset
dan pengembangan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat
manusia, seta mampu mendapat pengakuan nasional dan
internasional.
Sumber: Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2012. Tanggal 17 Januari 2012.

2. Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)


Berdasarkan pedoman Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau
BNSP Nomor 201 Tahun 2014 tentang Persyaratan Umum Lem-
baga Sertifikasi Profesi menyatakan bahwa Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) merupakan lembaga pelaksana kegiatan sertifikasi
profesi yang memperoleh lisensi dari BNSP setelah memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan sertifikasi
kompetensi kerja. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 23
tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, dalam me-
laksanakan tugasnya BNSP memberikan lisensi kepada Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) yang memenuhi persyaratan untuk me-
laksanakan sertifikasi kompetensi kerja. Proses pendelegasian

135
BAB IV KOMPETENSI

wewenang sertifikasi profesi dari BNSP kepada LSP dilakukan


melalui proses akreditasi.
LSP merupakan badan hukum yang terdiri atas badan hukum
dan badan usaha legal, sehingga dapat mempertanggungjawabkan
kegiatan sertifikasinya. LSP merupakan organisasi tingkat nasional
yang berkedudukan di berbagai wilayah Indonesia. Dalam melak-
sanakan fungsi dan tugasnya, LSP dibantu oleh anggota-anggotanya.
Berdasarkan pedoman BNSP Nomor 202 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pembentukan LSP, LSP sebegai sertifikator yang menye-
lenggarakan sertifikasi kompetensi memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menyusun dan mengembangkan skema sertifikasi.
b. Membuat perangkat asesmen dan materi uji kompetensi.
c. Menyediakan tenaga penguji (asesor).
d. Melakukan sertifikasi.
e. Melaksanakan servei dan pemeliharaan sertifikasi.
f. Menetapkan persyaratan, memverifikasi dan menetapkan
Tempat Uji Kompetensi (TUK).
g. Memelihara kinerja asesor dan TUK.
h. Mengembangkan pelayanan sertifikasi.

LSP dalam melaksanakan tugasnya memiliki kewenangan,


sebagai berikut (Pedoman BNSP Nomor 22 Tahun 2014).
a. Menerbitkan sertifikat kompetensi sesuai pedoman BNSP.
b. Mencabut atau membatalkan sertifikat kompetensi.
c. Memberikan sanksi kepada asesor dan TUK yang melanggar
aturan.
d. Mengusulkan skema baru.
e. Mengusulkan dan atau menetapkan biaya uji kompetensi.

136
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

LSP dipersiapkan pembentukannya oleh suatu panitia dengan


dukungan asosiasi industri. Unsur pelaksana LSP minimal ter-
diri dari ketua serta bagian/fungsi administrasi, sertifikasi dan
manajemen mutu. Pengarah mempunyai tanggung jawab atas ke-
berlangsungan LSP dengan menetapkan visi, misi, dan tujuan LSP.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi LSP mengacu pada pe-
doman BNSP. Dalam pedoman ditetapkan persyaratan yang harus
dipatuhi untuk menjamin agar lembaga sertifikasi menjalankan
sistem sertifikasi secara konsisten dan profesional, sehingga dapat
diterima ditingkat nasional demi kepentingan pengembangan
SDM dalam aspek peningkatan kualitas dan perlindungan kerja.
Tenaga kerja yang akan mendapatkan pengakuan terhadap
bidang kompetensi yang dimilikinya, maka dapat mengajukan
proses uji kompetensi melalui LSP yang sesuai dengan bidang
profesinya (Standsyah, 2017: 6). Sesuai dengan Peraturan Pemerin-
tah RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi SMK maka BNSP
mendapatkan tugas untuk mempercepat sertifikasi kompetensi bagi
peserta didik SMK, pemberian lisensi bagi SMK sebagai Lembaga
Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP P1)
Lembaga sertifikasi profesi pihak pertama (LSP PI) didiri-
kan oleh lembaga pendidikan dan atau pelatihan dengan tujuan
utama melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja terhadap peserta
pendidikan/latihan berbasis kompetensi (sumber daya manusia)
dari jejaring kerja lembaga induknya sesuai dengan ruang lingkup
yang diberikan oleh BNSP. LSP PI dapat menerbitkan sertifikat
kompetensi sesuai dengan skema yang telah divalidasi oleh BNSP.
LSP PI merupakan bagian terpadu dari Lembaga Pelatihan Kerja
(LPK) yang memiliki lisensi dengan LPK independen dari Kemen-
terian Tenaga Kerja (Kemenaker). Oleh sebab itu, pelatihan men-
jadi bagian tidak terpisahkan dari proses ujian sertifikasi yang
dilaksanakan oleh LSP PI. LSP PI dapat menggunakan SKKNI

137
BAB IV KOMPETENSI

maupun SKK khusus tergantung dari pilihan LSP PI.


LSP PI mengharuskan adanya keterpaduan antara standar,
pengetahuan, pelatihan dan uji sertifikasi, maka pelatihan menjadi
hal yang harus dilaksanakan bagi yang akan mengambil sertifikasi,
LSP I mensertifikasi peserta didiknya sehingga para lulusan tidak
hanya membawa ijazah melainkan juga membawa sertifikat kom-
petensi. Penamaan LSP PI mencerminkan nama lembaga induknya.
LSP P2 dijalankan oleh suatu departemen pemerintah ter-
tentu yang membutuhkan SKK khusus dari departemen itu sendiri
untuk menjadikan landasan edukasi dan sertifikasi internal. LSP P2
dibentuk oleh dinas unit pelaksana teknis (UPT) untuk memasti-
kan jaringan UPT yang membentuknya dengan UPT-UPT yang
lain cukup sebagai tempat uji kompetensi (TUK). LSP P2 cakupan
sertifikasinya tidak hanya sebatas pada karyawannya melainkan
dapat juga memberikan sertifikasi kepada SDM pemasok serta
jejaring kerjanya. Penamaan LSP P2 mencerminkan nama lembaga
induknya.
LSP P3 merupakan LSP umum yang dapat dibentuk oleh aso-
siasi industri atau asosiasi profesi. Ujian sertifikasinya tidak harus
terpadu dengan pelatihan khusus dari suatu LPK independen atau-
pun UPT tertentu. Untuk mengikuti ujian dapat dilakukan dengan
syarat telah memenuhi kualifikasi. LSP P3 tidak mengharuskan
adanya keterpaduan antar standar, pengetahuan, pelatihan dan uji
sertifikasi, maka pelatihan menjadi pilihan yang dilaksanakan bagi
yang akan mengambil sertifikasi. LSP P3 memiliki cakupan yang luas
dan bersifat umum. Penanaman LSP P3 harus mencerminkan sektor
atau sub sektor/bidang atau profesinya.

3. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)


SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan dan atau keahlian serta sikap kerja

138
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

minimal yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan tugas/


pekerjaan tertentu yang berlaku secara nasional. Konsep SKKNI
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya di-
singkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap
kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. SKKNI sebagaimana diatur pada Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, pasal 18 ayat
(1) disebutkan bahwa pembangunan tenaga industri dilakukan
untuk menghasilkan tenaga kerja industri yang mempunyai kom-
petensi di bidang industri sesuai dengan SKKNI meliputi: (a) kom-
petensi teknis dan (b) kompetensi manajerial.
Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh sese-
orang, maka yang bersangkutan akan mampu:
a. bagaimana mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan.
b. bagaimana mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut
dapat dilaksanakan apa yang harus dilakukan bilamana ter-
jadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula .
c. bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya
untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas
dengan kondisi yang berbeda.
d. bagaimana menyesuaikan kemampuan yang dimiliki bila
bekerja pada kondisi dan lingkungan yang berbeda (http://
jadhie.blogspot.com/2011/12/standar-kompetensi-kerja-
nasional.html, diunduh pada 15 Jui 2018, jam 08.45)

SKKNI diperlukan oleh beberapa lembaga/institusi yang


berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai
dengan kebutuhan masing-masing yaitu:

139
BAB IV KOMPETENSI

a. Untuk Institusi Pendidikan dan Pelatihan


1) Memberikan informasi untuk pengembangan program dan
kurikulum.
2) Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan penilaian,
sertifikasi.

b. Untuk Dunia Usaha/Industri dan Penggunaan Tenaga


Kerja
1) Membantu dalam rekruitmen.
2) Membantu penilaian unjuk kerja.
3) Membantu dalam menyusun uraian jabatan.
4) Untuk mengembangkan program pelatihan yang spesifik
berdasar kebutuhan dunia usaha/industri.

c. Untuk Institusi Penyelenggara Pengujian dan Sertifikasi


1) Sebagai acuan dalam merumuskan paket-paket program
sertifikasi sesuai dengan kulifikasi dan levelnya.
2) Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan penilaian
dan sertifikasi.

SKKNI disusun berdasarkan acuan pola RMCS (Regional Model


Competency Standard), Australia. Prinsip yang harus dipenuhi dalam
penyusunan standar dengan model RMCS Penyusunan dan peru-
musan SKKNI yang merefleksikan kompetensi tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri, maka harus memenuhi
beberapa hal sebagai berikut.

a. Fokus kepada Kebutuhan Dunia Usaha/Dunia Industri


Difokuskan kepada kompetensi kerja yang berlaku dan dibu-
tuhkan oleh dunia usaha/dunia industri, dalam upaya melaksanakan
proses bisnis sesuai dengan tuntutan operasional perusahaan yang

140
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

dipengaruhi oleh dampak era globalisasi.

b. Kompatibilitas
Memiliki kompatibilitas dengan standar-standar yang berlaku
di dunia usaha/dunia industri untuk bidang pekerjaan yang sejenis
dan kompatibel dengan standar sejenis yang berlaku di negara lain
ataupun secara internasional.

c. Fleksibilitas
Memiliki sifat generik yang mampu mengakomodasi perubahan
dan penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
diaplikasikan dalam bidang pekerjaan yang terkait.

d. Keterukuran
Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus memiliki
kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus:
1) Terfokus pada apa yang diharapkan dapat dilakukan pekerja
di tempat kerja.
2) Memberikan pengarahan yang cukup untuk pelatihan dan
penilaian.
3) Diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang diharapkan.
4) Selaras dengan peraturan perundang-undangan terkait yang
berlaku, standar produk dan jasa yang terkait serta kode etik
profesi bila ada.

e. Ketelusuran Standar Harus Memiliki Sifat Ketelusuran


yang Tinggi, Sehingga dapat Menjamin:
1) Kebenaran substansi yang tertuang dalam standar.
2) Dapat tertelusuri sumber rujukan yang menjadi dasar peru-
musan standar.

141
BAB IV KOMPETENSI

f. Transferlibilitas
1) Terfokus pada keterampilan dan pengetahuan yang dapat
dialihkan ke dalam situasi maupun di tempat kerja yang baru.
2) Aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja teru-
muskan secara holistik (menyatu).
(Sumber: http://jadhie.blogspot.com/2011/12/standar-kompetensi-
kerja-nasional.html,) diunduh pada 15 Juli 2018, jam 10:48)

4. Struktur SKKNI

Bagan struktur SKKNI ini digunakan sebagai pedoman dalam


menyusun unit-unit kompetensi di SMK. Untuk menyusun unit-

142
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

unit kompetensi terlebih dahulu harus ditentukan bidang keahlian.


Bidang keahlian ini mengacu pada spektrum keahlian yang telah
ditentukan berdasarkan Permendikbud Nomor 06/D.D5/KK/2018.
Selanjutnya pada setiap bidang keahlian ditentukan kompetensi-
nya, sub-sub kompetensinya, kriteria unjuk kerja masing-masing
sub-kompetensi, dan kondisi unjuk kerjanya. Setelah tersusun
sampai dengan unjuk kerja pada setiap kompetensi pada bidang
keahlian tertentu, selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam
menyusun sistem penilaiannya. Berdasarkan hasil penilaian ter-
sebut selanjutnya ditentukan tingkat kualifikasi kompetensi yang
dicapai. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan pada bagan berikut.

5. Unit Kompetensi SMK


Penyusunan Unit Kompetensi menggunakan pola Regional
Model Competency Standard (RMCS), memuat unsur-unsur:
• Kode unit
• Judul unit

143
BAB IV KOMPETENSI

• Deskripsi unit
• Elemen kompetensi
• Kriteria unjuk kerja
• Batasan variabel
• Panduan penilaian
• Kompetensi kunci

Unsur-unsur tersebut selanjutnya digunakan sebagai pedoman


dalam menyusun unit-unit kompetensi dengan pengertian masing-
masing unsur sebagai berikut.

144
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

6. Pengelompokkan Unit Kompetensi pada SKKNI


a. Kelompok Kompetensi Umum (General) mencakup unit-
unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan pada hampir
semua sub bidang keahlian/ pekerjaan.
b. Kelompok Kompetensi Inti (Fungsional) mencakup unit-
unit kompetensi yang diperlukan untuk mengerjakan tugas
pokok fungsi pada bidang keahlian/pekerjaan tertentu dan
merupakan unit-unit yang harus/ wajib tercantum pada
bidang keahlian/pekerjaan.
c. Kelompok Kompetensi Khusus (Spesifik) mencakup unit-unit
kompetensi yang dapat ditambahkan ke dalam sub bidang
keahlian (pekerjaan) tertentu yang memerlukan kekhususan/
spesialisasi dan memerlukan kemampuan analisis yang men-
dalam dan terstruktur.
d. Kelompok Kompetensi Pilihan (Optional) mencakup unit
kompetensi yang dipilih oleh pekerja, pengguna, sektor ter-
tentu yang bersifat sangat penting dan pada keahlian ter-
tentu/kualifikasi tinggi.

7. Unit Kompetensi pada Standar Kompetensi di SMK


a. Kelompok Umum. Mencakup unit-unit kompetensi yang
berlaku dan dibutuhkan pada hampir semua sub-sub bidang
keahlian
b. Kelompok Utama. Mencakup unit-unit kompetensi yang
berlaku dan dibutuhkan hanya untuk spesifik sub bidang
keahlian (stream) tertentu dan merupakan unit yang wajib
(compulsory) sub bidang keahlian dimaksud.
c. Kelompok Pilihan. Mencakup unit-unit kompetensi yang
dapat ditambahkan kedalam sub bidang keahlian tertentu,
sebagai pelengkap dan bersifat pilihan.

145
BAB IV KOMPETENSI

8. Kompetensi Kunci
Kompetensi Kunci merupakan persyaratan kemampuan yang
harus dimiliki seseorang untuk mencapai unjuk kerja yang di-
persyaratkan dalam pelaksanaan tugas pada unit kompetensi ter-
tentu yang terdistribusi dalam 7 (tujuh) kriteria kompetensi kunci
antara lain:
a. Mengumpulkan, menganalisis dan mengorganisasikan infor-
masi.
b. Mengomunikasikan informasi dan ide-ide.
c. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan.
d. Bekerja sama dengan orang lain dan kelompok.
e. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis.
f. Memecahkan masalah.
g. Menggunakan teknologi.

Masing-masing kompetensi kunci tersebut, memiliki tingkatan


dalam tiga kategori. Kategori sebagaimana dimaksud tertuang dalam
tabel gradasi kompetensi kunci berikut (Lihat tabel gradasi kompe-
tensi kunci).
Tabel gradasi kompetensi kunci merupakan daftar yang meng-
gambarkan: (a) Kompetensi kunci (berisi 7 kompetensi kunci), dan
(b) Tingkat/nilai (1, 2 dan 3).

146
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Tabel 4.10
Gradasi (Tingkatan) Kompetensi Kunci

TINGKAT 1 TINGKAT 2 TINGKAT 3


KOMPETENSI “Mengevaluasi
KUNCI “Melakukan “Mengelola
dan Memodifikasi
Kegiatan” Kegiatan”
Proses”
1. Mengikuti Mengakses dan Meneliti dan
Mengumpulkan, pedoman yang merekam lebih menyaring lebih
menganalisis dan ada dan merekam dari satu sumber dari satu sumber
mengorganisasikan dari satu sumber informasi dan mengevaluasi
informasi informasi kualitas informasi
Menerapkan Menerapkan Memilih model
bentuk gagasan dan bentuk
komunikasi untuk informasi yang sesuai dan
2. mengantisipasi dengan memilih memperbaiki dan
Mengomunikasi- kontek gaya yang paling mengevaluasi jenis
kan informasi dan komunikasi sesuai sesuai. komunikasi dari
ide-ide jenis dan gaya berbagai macam
berkomunikasi. jenis dan gaya cara
berkomunikasi.
Bekerja di bawah Mengoordinir Menggabungkan
3. pengawasan atau dan mengatur strategi, rencana,
Merencanakan dan supervisi proses pekerjaan pengaturan, tujuan
mengorganisasikan dan menetapkan dan prioritas kerja
kegiatan prioritas kerja
Melaksanakan Melaksanakan Bekerjasama untuk
4. kegiatan-kegiatan kegiatan dan menyelesaikan
Bekerja sama yang sudah membantu kegiatan-kegiatan
dengan orang lain dipahami /aktivas merumuskan yang bersifat
& kelompok rutin tujuan komplek.
Melaksanakan Memilih Bekerjasama dalam
5. tugas-tugas yang gagasan dan menyelesaikan
Menggunakan sederhana dan teknik bekerja tugas yang lebih
gagasan secara telah ditetapkan yang tepat untuk komplek dengan
matematis dan menyelesaikan menggunakan
teknis tugas-tugas yang teknik dan
kompleks matematis

147
BAB IV KOMPETENSI

TINGKAT 1 TINGKAT 2 TINGKAT 3


KOMPETENSI “Mengevaluasi
KUNCI “Melakukan “Mengelola
dan Memodifikasi
Kegiatan” Kegiatan”
Proses”
Memecahkan Memecahkan Memecahkan
masalah untuk masalah untuk masalah yang
6. tugas rutin tugas rutin kompleks dengan
Memecahkan di bawah secara mandiri menggunakan
masalah pengawasan / berdasarkan pendekatan metode
supervisi pedoman/ yang sistematis
panduan
Menggunakan Menggunakan Menggunakan
teknologi untuk teknologi untuk teknologi untuk
membuat mengonstruksi, membuat desain/
barang dan jasa mengorganisasi- merancang,
7.
yang sifatnya kan atau mem- menggabungkan,
Menggunakan
berulang-ulang buat produk memodifikasi dan
teknologi
pada tingkat barang atau jasa mengembangkan
dasar di bawah berdasarkan produk barang atau
pengawasan/ desain jasa
supervisi

Sumber: http://jadhie.blogspot.com/2011/12/standar-kompetensi-
kerja-nasional.html, diunduh pada 15 Juli 2018, jam 09:58

9. Implementasi SKKNI di SMK


SKKNI ini dapat digunakan sebagai acuan dalam penyeleng-
garaan pendidikan di SMK. SMK sebagai lembaga pendidikan keju-
ruan yang bertugas untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai
kompetensi yang memenuhi standar kompetensi secara nasional.
Untuk membentuk kompetensi yang memenuhi standar kriteria
secara nasional pendidikan dilakukan berdasarkan kurikulum yang
disusun dan berlaku secara nasional. Kurikulum di SMK terdiri atas
muatan mata-mata pelajaran normatif, adaptif, dan produktif.
a. Normatif: Pembentuk kepribadian dengan norma-norma
yang selaras dengan kehidupan sosialnya (Pendidikan Agama,

148
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Pendidikan Kewarganegaraan & Sejarah, Bahasa Indonesia,


Pendidikan Jasmani)
b. Adaptif: Pembentuk kemampuan berkembang dan ber-
adaptasi sesuai perkembangan IPTEK dan Seni melalui
penguasaan konsep dan prinsip-prinsip dasar keilmuan
(Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Inggris, Keterampilan
Komputer dan Pengelolaan Informasi, Kewirausahaan)
c. Produktif: Membekali kompetensi atau kemampuan untuk
melakukan pekerjaan/keahlian tertentu pada lapangan kerja
yang sesuai.

Untuk memperjelas implementasi SKKNI di SMK berikut ini


disajikan contoh Unit Kompetensi pada sektor Otomotif, sub sektor
kendaraan ringan.

UNIT KOMPETENSI SEKTOR OTOMOTIF


SUB SEKTOR KENDARAAN RINGAN

1. Bidang Mesin Kendaraan (Engine)

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi


1 OTO.SM02.001.01 Memelihara atau service engine berikut
komponen-komponennya
2 OTO.SM02.002.01 Memelihara dan memperbaiki sistem
kontrol emisi
3 OTO.SM02.003.01 Melepas kepala silinder, menilai
komponen-komponennya serta merakit
kepala silinder.
4 OTO.SM02.004.01 Memelihara sistem pendingin berikut
komponen-komponennya
5 OTO.SM02.005.01 Memperbaiki dan melakukan overhaul
sistem pendingin berikut komponen-
komponennya
6 OTO.SM02.006.01 Memelihara sistem bahan bakar bensin

149
BAB IV KOMPETENSI

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi


7 OTO.SM02.007.01 Memperbaiki dan melakukan overhaul
komponen sistem bahan bakar bensin
8 OTO.SM02.008.01 Melakukan overhaul engine dan menilai
komponen-komponennya, memeriksa
toleransi serta melakukan prosedur
pengujian yang sesuai
9 OTO.SM02.009.01 Memperbaiki engine berikut komponen-
komponennya
10 OTO.SM02.010.01 Memelihara unit kopling manual dan
otomatis
11 OTO.SM02.011.01 Melakukan overhaul kopling manual dan
otomatis berikut komponen-komponen
sistem pengoperasiannya
12 OTO.SM02.012.01 Memelihara sistem transmisi manual
13 OTO.SM02.013.01 Melakukan overhaul sistem transmisi
manual berikut komponen-komponen
sistem pengoperasiannya

2. Kekhususan/Pilihan

No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi


1 OTO.SM03.001.01 Memelihara sistem transmisi otomatis
2 OTO.SM03.002.01 Melakukan overhaul sistem transmisi
otomatis
3 OTO.SM03.003.01 Memperbaiki dan mengganti rangka sepeda
motor
4 OTO.SM03.004.01 Memelihara dan memperbaiki sistem