Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Atas segala puji dan syukur kami panjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
nya sehingga penyusunan Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik
yang bertujuan untuk mengatur pelayanan pasien dengan memperhatikan hak-hak
dan kewajiban pasien di Mitra Keluarga Tegal dapat terselesaikan dengan baik
berdasarkan pada undang-Undang RI No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Buku Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik disusun bersama–
sama Pokja HPK bersama unit-unit pelayanan terkait lainnya dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pasien.
Akhir kata semoga buku ini dapat digunakan sebagaimana mestinya, sehingga
bermanfaat bagi seluruh tenaga medis, perawat, dan tenaga penunjang terkait
lainnya dalam memberikan pelayanan yang aman dan bermutu menuju kepuasan
pasien. Kritik dan saran untuk perbaikan buku Panduan Perlindungan Pasien
Terhadap Kekerasan Fisik ini akan menambah kesempurnaan penyusunan
Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik dimasa mendatang.

Tegal, 04 April 2016

Tim Penyusun

i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR

Assalamuallaikum Wr. Wb
Salam sejahtera
Mitra Keluarga Tegal merupakan rumah sakit rujukan tipe C, non pendidikan yang
akan selalu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Oleh karenanya kita
sambut dengan hangat penerbitan " Panduan Perlindungan Pasien Terhadap
Kekerasan Fisik " tahun 2016 yang telah disusun berdasarkan Undang-Undang
yang berlaku dan telah diterapkan pada proses pelayanan di Mitra Keluarga Tegal.
Proses penyempurnaan Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik
ini akan terus menerus dilakukan, sehingga diharapkan akan lebih dapat
memenuhi kebutuhan untuk pelayanan pasien yang seragam di Mitra keluarga
Tegal serta sesuai dengan perkembangan ilmu terkini. Panduan Perlindungan
Pasien Terhadap Kekerasan Fisik ini dapat dijadikan acuan bagi seluruh unit
pelayanan di Mitra keluarga Tegal meliputi Tim Medis (dokter spesialis / dokter
umum), perawat serta seluruh staf di lingkungan Mitra Keluarga Tegal.
Dengan ditetapkannnya buku Panduan Perlindungan Pasien Terhadap Kekerasan
Fisik ini semoga dapat bermanfaat dan digunakan dengan baik sehingga tujuan
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam menjalankan pelayanan
dapat berjalan dengan baik di Mitra Keluarga Tegal.
Penghargaan yang tinggi saya tujukan kepada semua bidang pelayanan yang telah
ikut berperan dalam proses penyusunan buku Panduan Perlindungan Pasien
Terhadap Kekerasan Fisik ini dengan sebaik-baiknya.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Salam Sejahtera
Tegal, 04 April 2016

dr. Sherley Tjioe


Direktur Mitra Keluarga Tegal

ii
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR ............................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 4
A. Latar belakang ........................................................... 4
B. Pengertian ............................................................ 4
C. Tujuan ............................................................ 5
BAB II RUANG LINGKUP .......................................................... 6
BAB III TATA LAKSANA ............................................................ 8
BAB IV DOKUMENTASI .............................................................. 15
BAB V PENUTUP ......................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat
mengontrol perilakunya dan membutuhkan tindakan segera. Beberapa tahun
belakangan ini kasus kekerasan terus meningkat, khususnya kasus kekerasan
yang dialami oleh pasien anak-anak. Biasanya kasus kekerasan yang terjadi
pada anak berasal dari keluarga terdekat pasien tersebut, selain pada anak
kasus kekerasan dapat juga terjadi pada wanita, lansia, bayi, orang yang
memiliki kendala cacat fisik dan lain sebagainya.
Bila dilihat dari segi perspektif sosiologis, pengertian kekerasan itu sendiri
cukup luas, tergantung dari bagaimana kita melihatnya. Kekerasan dapat
bersifat structural atau simbolik dalam hal ini kekerasan yang terjadi tidak
hanya dalam bentuk kekerasan fisik semata akan tetapi juga bisa dilakukan
terhadap mental.
Rumah Sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan haruslah memiliki suatu
prosedur atau regulasi terkait dengan pengelolaan pasien yang rawan
mengalami kekerasan fisik dan bertanggung jawab melindungi pasien dari
risiko kekerasan fisik baik oleh keluarga pasien, pasien lain, ataupun
pengujung rumah sakit.

B. PENGERTIAN
1. Kekerasan fisik adalah ekspresi terhadap kekesalan seseorang terhadap
orang lain yang dilakukan secara fisik yang mencerminkan tindakan
agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang.
Kekerasan dapat dilakukan secara perorangan bahkan berkelompok
2. Perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik adalah suatu upaya rumah
sakit untuk melindungi pasien dari kekerasan fisik baik oleh keluarga
pasien, pasien lain, petugas rumah sakit ataupun pengujung rumah sakit.

4
C. TUJUAN
1 Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap perilaku kekerasan
yang dilakukan baik oleh keluarga pasien, pasien lain, petugas rumah sakit
ataupun pengujung rumah sakit.
2 Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien dalam upaya proses
penyembuhan selama berada dirumah sakit
3 Mencegah kejadian yang tidak diharapkan terkait dengan kekerasan pada
pasien

5
BAB II
RUANG LINGKUP

A. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP KEKERASAN


FISIK
Pelaksanaan pelayanan kebutuhan privasi pasien di Mitra Keluarga Tegal
mengacu kepada Keputusan Direktur Tentang Kebijakan Umum Mitra
Keluarga Tegal No.065/SK-DIR/Mk-TGL/VI/2016, pasal 26 tentang
Perlindungan Pasien yang Beresiko Tinggi, bahwa :
1. Seluruh pasien yang menjalani perawatan di Mitra Keluarga Tegal berhak
mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan fisik yang berisiko
termasuk pasien anak-anak, individu yang cacat, lansia, dan lainnya yang
berisiko mendapatkan perlindungan yang layak
2. Perlindungan pasien terkait dengan kekerasan fisik dilakukan
berkoordinasi dengan pihak keamanan rumah sakit
3. Ruang perinatologi / PICU / NICU dan kamar bayi tidak boleh dibiarkan
kosong dan harus dijaga minimal 1 (satu) orang perawat atau bidan
4. Penyerahan bayi dilakukan sesuai prosedur untuk mencegah dan
melindungi bayi dan atau pencurian
5. Setiap penunggu wajib menggunakan kartu identitas dari pihak
keamanan rumah sakit pada saat proses membesuk pasien
6. Pengunjung pasien saat jam besuk hanya diperbolehkan maksimal 2
orang di dalam ruang perawatan pasien

B. RUANG LINGKUP PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PASIEN


TERHADAP KEKERASAN FISIK
Ruang lingkup pelaksanaan perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik
yaitu semua pasien yang sedang menjalani perawatan di Mitra Keluarga
terutama bayi, anak – anak, orang cacat serta lansia dan pelaksanaannya
dilakukan oleh semua staf dan dikoordinasikan dengan pihak keamanan
rumah sakit.

6
Untuk ruangan yang berada pada lingkungan terpencil, petugas keamanan
melakukan kontrol dan monitoring setiap 1 jam sekali dan melarang orang
yang tidak berkepentingan berada di area kamar bayi, dan untuk bayi baru
lahir hanya bisa dibawa pulang oleh orang tua kandungnya dengan surat serah
terima bayi yang ditandatangani oleh orang tua bayi da petugas rumah sakit.
Sedangkan untuk pengunjung pasien di luar jam besuk di larang untuk naik
ke kamar perawatan, kecuali bila pengunjung memaksa atau bersal dari luar
kota maka di bolehkan dengan mengisi buku pengunjung diluar jam besuk.

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Identifikasi Pasien yang Berisiko Mengalami Kekerasan


Pasien –pasien yang memiliki risiko tinggi terkait tindakan kekerasan
meliputi :
1. Pasien bayi baru lahir
Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan/ perlakuan
menyakitkan secara fisik , pelayanan medis yang tidak standar, inkubator
yang tidak layak pakai, penculikan, bayi tertukar dan penelantaran bayi.
Menurut data dari kementrian kesehatan kasus penculikan bayi
menunjukkan peningkatan dari 72 kasus pada tahun 2011, menjadi 102
ditahun 2012, diantaranya 25% terjadi dirumah sakit, rumah bersalin, dan
puskesmas
2. Pasien anak
Kekerasan pada anak adalah perlakuan kasar yang dapat menimbulkan
penderitaan, kesengsaraan, penganiayaan fisik, seksual, penelantaran
(ditinggal oleh orang tuanya di rumah sakit), maupun emosional yang
diperoleh dari orang dewasa yang berada dilingkungan rumah sakit.
Perlakukan kekerasan tersebut dapat dilakukan oleh keluarganya sendiri,
pasien lain, staf rumah sakit, ataupun pengunjung rumah sakit.
3. Pasien lanjut usia
Dalam kehidupan sosial kita mengenal adanya kelompok rentan, yaitu
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam
menimkati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan, salah satu
contoh kelompok rentan tersebut adalah orang-orang lanjut usia.
Menurut data statistik lebih dari dua juta lansia mengalami kekerasan
fisik setiap tahunnya. Kekerasan pada lansia dapat terjadi seperti :
pelecehan, pemukulan, pengancaman, penelantaran atau mendapatkan
perawatan yang tidak standar
4. Pasien wanita

8
Kekerasan terhadap wanita dirumah sakit dapat berupa pemerkosaan
yaitu hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang atau lebih tanpa
persetujuan korbannya. Namun pemerkosaan tidak semata –mata sebuah
serangan seksual akibat pelampiasan dari rasa marah, akan tetapi juga
bisa disebabkan karena godaan yang timbul sesaat seperti melihat bagian
tubuh pasien wanita yang tidak ditutupi pakaian atau selimut, mengintip
pasien saat mandi dan lain sebagainya
5. Pasien dengan gangguan jiwa
Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa mengendalikan
perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan
pembatasan gerak (restrain) atau menempatkan pasien diruang isolasi.
Kekerasan pada pasien dengan gangguan jiwa dapat disebabkan oleh
tindakan restrain yang tidak sesuai prosedur atau menggunakan tali
pengikat yang tidak standar. Selain itu, pasien jiwa yang dilakukan
restrain mudah menerima kekerasan fisik , baik dari pengunjung lain,
sesama pasien, maupun oleh tenaga medis. Hal ini dikarenakan kondisi
pasien yang terikat sehingga mudah mendapatkan serangan.
6. Pasien Koma
Kekerasan fisik pada pasien koma di rumah sakit, bisa disebabkan oleh
pemberian asuhan medis yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
medis, penelantaran, atau diperlakukan kasar oleh tenaga kesehatan yang
bertugas sampai pada menghentikan bantuan hidup dasar pada pasien
tanpa persetujuan keluarga atau penanggung jawab pasien.
7. Pasien yang memiliki keterbatasan fisik/ cacat
Pasien yang memiliki keterbatasan fisik/ cacat rentan terjadi perilaku
kekerasan, hal ini bisa disebabkan karena tindakan yang kurang sabar
baik oleh keluarga maupun oleh staf rumah sakit. Pasien dengan
keterbatasan fisik atau cacat tidak dapat melakukan perlawanan saat
proses kekerasan tersebut berlangsung hal ini dikarenakan
ketidakberdayaan pasien dalam mengantisipasi tindakan kekerasan
tersebut.
8. Pasien terkait kasus kriminal

9
Kekerasan pada pasien yang terkait dengan kasus terminal sering terjadi,
proses kekerasan terjadi akibat adanya pihak yang tidak menyukai pasien
sehingga cenderung berusaha untuk dapat melukai pasien bahkan
membunuh pasien apalagi pasien merupakan saksi dari sebuah kejahatan,
seseorang atau sekelompok orang yang terindikasi terlibat dalam aksi
kejahatan tersebut akan berusaha keras untuk dapat menghilangkan saksi
agar mereka terbebas dari tuntutan hukum.

B. Karakteristik dan Bentuk Kekerasan


Bentuk –bentuk pelaksanaan kekerasan terdiri dari :
1. Kekerasan secara fisik, yakni bentuk kekerasan berupa penyiksaan,
pemukulan, dan penganiayaan bahkan pembunuhan
2. Kekerasan secara psikologis, yakni bentuk kekerasan seperti
penghardikan, penyampaian kata-kata kotor, dan lain sebagainya
3. Kekerasan seksual, yakni bentuk kekerasan yang dilakukan berupa
tindakan pelecehan serta perlakuan pra-kontak seksual antara korban
dengan si permerkosa atau pelaku tindakan pelecehan, tindakan
pelecehan ini dapat berupa : gambar, sentuhan maupun kontak seksual
langsung dengan si korban
4. Kekerasan sosial, yakni bentuk kekerasan yang dilakukan berupa
penelantaran pasien atau eksploitasi anak dan lain sebagainya.

C. Tatalaksana Perlindungan Pasien dari Tindakan Kekerasan


1. Melakukan identifikasi terkait pasien –pasien yang berisiko tinggi
mengalami penyiksaan atau kekerasan
Pada saat awal pasien masuk, petugas rumah sakit melakukan identifikasi
terkait resiko pasien mengalami tindak kekerasan, pasien yang termasuk
kedalam kategori pasien yang rentan terhadap tindakan kekerasan harus
dipisahkan dan diawasi secara ketat guna mencegah terjadinya tindak
kekerasan pada pasien
2. Menempatkan pasien di kamar yang dekat dengan ruang atau kamar
Perawat
Penempatan pasien dekat dengan ruang atau kamar perawat ini dilakukan
sebagai bentuk tindakan pencegahan agar pada saat terjadi tindak
kekerasan terhadap pasien, perawat dapat sesegera mungkin datang ke
kamar pasien dan memberikan perlindungan atau pertolongan terhadap
pasien dengan bantuan petugas keamanan Rumah Sakit.

10
3. Memastikan kebutuhan pasien terkait perlindungan pasien tersedia di
tempat tidur pasien
Kebutuhan pasien terkait dengan upaya perlindungan pasien di tempat
tidur dapat bel pasien yang dapat digunakan setiap saat bila pasien
membutuhkan pertolongan dari perawat ruangan, selain bel pasien untuk
mencegah terjadi pasien jatuh yang dapat mengakibatkan cedera pada
pasien, tempat tidur pasien haruslah dilengkapi dengan pagar pelindung
4. Melakukan pengawasan terhadap lokasi pelayanan yang terpencil dan
terisolasi
Pengawasan ini sangat penting untuk dilakukan guna mencegah
terjadinya tindak kekerasan terhadap pasien, pada proses ini dibutuhkan
dukungan pihak keamanan rumah sakit agar selalu memantau dan
mengawasi pasien yang terindikasi mengalami tindak kekerasan
5. Melakukan identifikasi terhadap pengunjung yang akan membesuk
pasien
Proses identifikasi terhadap pengunjung ini sangat perlu dilakukan, setiap
pengunjungan yang akan membesuk pasien diharuskan untuk melapor
dulu kebagian keamanan rumah sakit untuk didata identitasnya, setelah
proses pendataan dilakukan pihak kemananan rumah sakit
menyampaikan terkait maksud kedatang pengunjung yang akan
membesuk pasien ke perawat ruang rawat inap. Perawat ruang rawat inap
akan menghubungi pasien dan meminta izin pasien terkait pengunjung
yang akan membesuk pasien, bila pasien atau keluarga mengizinkan
pengunjung untuk membesuk pasien barulah pengujung diizinkan oleh
perawat untuk membesuk pasien, hal ini tidak berlaku untuk pasien
dengan kondisi tertentu yang harus atas persetujuan perawat ruangan.
6. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga terkait ketentuan-
ketentuan perihal perlindungan pasien, meliputi :
a. Perlindungan terhadap kekerasan
Dalam hal ini petugas rumah sakit memberikan penjelasan kepada
pasien atau keluarga untuk melindungi pasien dari segala bentuk
tindak kekerasan, hal ini bertujuan untuk memberikan rasa nyaman
dan aman kepada pasien selama dalam proses perawatan dan
penyembuhan dirumah sakit. Bila pasien membutuhkan bantuan,
pasien atau keluarga dapat menggunakan tombol pasien untuk

11
memanggil perawat ruangan atau dapat menghubungi langsung
petugas keamanan rumah sakit.
b. Perlindungan terhadap harta benda
Dalam upaya perlindungan terkait harta benda pasien dan atau
keluarga selama perawatan dirumah sakit, pasien dan keluarga
dijelaskan pada saat awal proses rawat inap terkait ketentuan –
ketentuan perihal pengelolaan keamanan barang milik pasien atau
kelurga. Pasien dijelaskan agar tidak membawa barang-barang
berharga, senjata tajam dan barang berbahaya lainnya. Rumah sakit
tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang milik pasien atau
keluarga, kecuali untuk kondisi tertentu seperti pasien emergency,
pasien bedah rawat sehari, pasien yang tidak mampu mengamankan
barang miliknya dengan catatan pasien tidak didampingi oleh
keluarga atau penanggung jawab pasein. Proses pengamanan barang
pasien dengan kondisi tersebut diambil alih oleh kemanan rumah
sakit untuk disimpan guna mencegah terjadinya kehilangan serta
tercatat dan siapa yang bertanggung jawab dalam mengamankan
barang tersebut.

D. Ketentuan –Ketentuan terkait Perlindungan Pasien


1. Pengaturan jam kunjugan pasien meliputi :
1. Ruang rawat inap
1) Pagi : Pk. 10.00 - 13.00 WIB
2) Sore : Pk. 17.00 - 20.00 WIB
2. Ruang intensif (ICU/IMC/Perina/Bayi)
1) Pagi : Pk. 10.00 - 11.00 WIB
2) Sore : Pk. 17.00 - 18.00 WIB
2. Penunggu pasien wajib memiliki kartu tunggu dan memakainya selama
berada di lingkungan Rumah Sakit.
3. Ruang IGD hanya boleh ditunggu oleh 1 (satu) orang keluarga.
4. Ruang perinatologi tidak tidak boleh dibiarkan kosong dan dijaga
minimal satu orang perawat atau bidan

12
5. Keluarga pasien yang menjadi penunggu di ruang intensif seperti : ICU,
ICCU, IMC, Perina, dan kamar bayi disediakan ruang tunggu di lantai 2
(dua). Semua penunggu harus diidentifikasi dan dicatat oleh petugas
keamanan Rumah Sakit.
6. Anak usia dibawah 10 tahun tidak diperbolehkan berkunjung atau masuk
ke ruang perawatan pasien
7. Setiap pengunjung wajib menggunakan kartu identitas yang tersedia di
unit keamanan Rumah Sakit pada saat proses besuk pasien
8. Pengelolaan pengunjung pasien diluar jam yang telah ditentukan,
diidentifikasi dan didokumentasikan oleh petugas keamanan Rumah
Sakit kedalam Formulir yang telah ditentukan serta atas persetujuan
perawat ruangan dan pasien atau keluarga yang bersangkutan
9. Pengunjung tidak diperbolehkan berada di kamar pasien maupun di lantai
ruang perawatan saat jam kunjungan selesai (kecuali atas izin perawat
ruangan dan pasien yang bersangkutan)
10. Diluar jam berkunjung, akses masuk dan keluar ruang perawatan dan
ruang intensif harus selalu terkunci.
11. Pasien disarankan untuk tidak membawa barang berharga selama dalam
masa perawatan. Apabila terjadi kerusakan atau kehilangan, Rumah Sakit
tidak memberikan ganti rugi dalam bentuk apapun.
12. Pasien atau keluarga pasien atau pengunjung dilarang membawa senjata
tajam, senjata api, minuman keras, obat - obatan terlarang, dan peralatan
tidur (bantal, guling, tikar, dll)
13. Perlindungan pasien dengan risiko kekerasan diberi kategori kode darurat
non medis, dengan ketentuan sebagai berikut :
No. Kode Keterangan Respon Primer Respon Sekunder
1 Kode abu - Situasi Berusaha untuk Lindungi/ pertahankan
abu (Code berbahaya mengurahi tingkat diri dan hubungi bagian
Grey) berhubungan risiko/ bahaya keamanan untuk
dengan dengan memantau mengaktifkan Code
kejahatan yang ketat daerah/ ruang Grey
mengancam perawatan yang
Gangguan

13
Keamanan fisik terpencil
2 Kode merah Bayi/ Anak Segera lakukan 1. Lakukan
muda (Code hilang/ diculik pemeriksaan pada pemeriksaan secara
Pink) dari Rumah seluruh area rumah berkala pada ruang
Sakit sakit, jika sasaran rawat bayi/ anak
terlihat jangan 2. Monitor seluruh
dihentikan sendiri, ruangan dengan
Penculikan
hubungi bagian CCTV
Bayi
keamanan dan 3. Awasi pintu keluar
laporkan lokasi terhadap seluruh
temuan orang yang akan
meninggalkan
rumah sakit dengan
anak/ bayi

BAB IV
DOKUMENTASI

Pendokumentasian dalam proses perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik di


Mitra Keluarga Tegal, meliputi :
1. Dokumen Regulasi
a. Panduan Perlindungan Pasien terhadap Kekerasan Fisik
2. Dokumen implementai
a. Buku monitoring petuga keamanan
b. buku kunjungan di luar jam besuk
c. buku tamu

14
BAB V
PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun agar digunakan sebagai pedoman dalam


menjalankan proses pengelolaan kebutuhan privasi pasien dengan tujuan
meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan Rumah Sakit Mitra Keluarga
Tegal.
Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau
kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar
akreditasi .

15
16

Anda mungkin juga menyukai