Anda di halaman 1dari 10

TITRASI ASIDI-ALKALIMETRI

PERCOBAAN II
I. Judul Praktikum
Penetapan kadar boraks

II. Tujuan Praktikum


1. Mampu mengidentifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam sampel
2. Mampu melakukan pembakuan standar HCl
3. Mampumenetapkan kadar asam sitrat dan asam salisilat secara volumemetri
asidimetri
4. Mampu menetapkan kadar boraks secara volumetri alkalimetri

III. Tinjauan Pustaka


Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam
larutan. Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi
tetes) hingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam
titrasi bergantung pada jenis reaksinya, seperti titrasi asam basa, titrasi
permanganometri, titrasi argentometri, dan titrasi iodometri (Sunarya.2007).
Dalam titrasi asam basa, zat – zat yang bereaksi umumnya tidak berwarna
sehingga anda tidak tahu kapan titik stoikiometri tercapai. Misalnya larutan HCl dan
larutan NaOH, keduanya tidak berwarna dan setelah bereaksi, larutan NaCl yang
terbentuk juga tidak berwarna. Untuk menandai bahwa titik setara pada titrasi telah
dicapai digunakan indikator atau penunjuk. Indikator ini harus berubah warna pada
saat titik setara tercapai. Umumnya indikator asam basa berupa molekul organik yang
bersifat asam lemah dengan rumus HIn. Indikator memberikan warna tertentu ketika
ion H+ dari larutan asam terikat pada molekul HIn dan berbeda warna ketika ion H+
dilepaskan dari molekul HIn menjadi In-. titik akhir titrasi dapat sama atau berbeda
dengan titik ekuivalen bergantung pada indikator yang digunakan. Jika indikator yang
dipakai memiliki trayek pH yang 6-8, mungkin titik akhir titrasi sama dengan titik
ekuivalen (Sunarya.2007).
Titik akhir titrasi dideteksi dengan menggunakan indikator yang sesuai.
Indikator-indikator ini merupakan asam lemah atau basa lemah yang warnanya
didalam larutan bergantung pada tingkat ionisasinya (Cairns.2004)
Titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titik ekivalensi atau titik
stoikiometri. Untuk mengetahui titik ekivalensi digunakan indikator yang akan
mengalami perubahan warna ketika terdapat kelebihan pereaksi. Titik ini disebut titik
akhir titrasi yang diharapkan berimpit dengan titik stoikiometri. Perbedaan antara titik
ekivalensi dan titik akhir titrasi disebut kesalahan titrasi. Indikator yang dipilih untuk
suatu titrasi harus memberikan kesalahan titrasi yang sekecil mungkin. Pada analisis
volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan standar
disebut “menstandarkan” atau “membakukan”. Larutan standar adalah larutan yang
diketahui konsentrasinya yang akan digunakan pada analisis volumetri
(Achmad.1996)
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi – alkalmetri dalam
Farmakope Indonesia Edisi IV adalah: amfet amin sulfat dan sediaan tabletnya,
amonia, asam asetat, asam asetat glasial, asam asetil salisilat, asam benzoat, asam
fosfat, asam klorida, asam nitrat, asam retionat (tretionin), asam salisilat, asam sitrat,
asam sorbat, asam sulfat, asam tetrat, asam undesilenat, benzil benzoat, busulfan dan
sediaan tabletnya, butil paraben, efedrin dan sediaan tabletnya, etenzamida, etil
paraben, etisteron, eukuinin, furosemida, glibenklamida, kalamin, ketoprofen,
kloralhidrat, klonidin hidroklorida, levamisol HCl, linestrenol, magnesium
hidroksida, magnesiun oksida, meprobamat, metenamin, metil paraben, metil
salisilat, naproksen, nartium bikarbonat serta sediaan tablet dan injeksinya, natrium
hidroksida, natrium tetrabonat, neostigmin metilsulfat, propil paraben, propil
tiourasil, sakarin natrium, dan zink oksida.
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa
diantaranya :
(1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat,
(2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan
(3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan
basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang
terbentuk. Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah
mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang
semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus
mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam
dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan
beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indikator
biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang
sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk
ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir titrasi
terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna
pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat
asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau
lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat
menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Chang.2004)
Adapun sifat-sifat dari asam dan basa yaitu (Barsasella.2012)
Sifat asam :
1. Mempunyai rasa asam dan dapat bersifat korosif.
2. Larutan asam akan mengubah warna kertas lakmus biru menjadi merah.
3. Larutan asam merupakan larutan elektrolit karena dapat terurai menjadi ion-ion
dalam pelarut air.
Sifat basa :
1. Terasa pahit, terasa licin seperti sabun dan dapat merusak kulit.
2. Larutan basa akan mengubah warna kertas lakmus merah menjadi warna biru.
3. Larutan basa merupakan larutan elektrolit karena dapat terurai menjadi ion-ion
dalam pelarut air.
4. Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).
berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat
(Khamid, 1993).
Senyawa-senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut : jarak
lebur sekitar 171oC. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian
gliserol 85%, dan tidak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan
penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tartrat. Mudah menguap dengan
pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 1000 C yang secara perlahan
berubah menjad asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dengan
garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus
kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis
(Khamid, 2006).
IV. Reaksi Kimia
Boraks

Rumus Molekul : B4Na2O7


Masa Relatif : 201.22 g/mol
Nama Latin : disodium [oxido(oxoboranyloxy)boranyl]oxy-
oxoboranyloxyborinate
HCl
Rumus Molekul : HCl
Masa Relatif : 36,46 g/mol
Nama Kimia : Hidrogen klorida

+ H-Cl + H2O

NaCl + H3BO3 + H2O


V. Alat dan bahan
1. Timbangan
2. Batang Pengaduk
3. Baker Glass
4. Tabung Reaksi
5. Buret
6. Pipet ukur
7. Pipet tetes
8. HCl 0,1N
9. Boraks
10. Natrium Karbonat
11. Metil Merah
12. Jingga metil
13. Aquades
14. Erlenmeyer
VI. Prosuder Kerja Skematis
1. Pembakuan NaOH 0,1N

Timbang 100mg Natrium Karbonat

larutkan dalam 50mL Aquadest

tambah larutan indikator Jingga metil

titrasi dengan HCl

Replikasi 3x

𝑚𝑔 𝑁𝑎2𝐶𝑂3
N HCl = 𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙

2. Penentuan Seri Konsentrasi Kurva Baku

Timbang boraks
500 mg

Larutkan di 50mL
Replikasi 3x
aquadest

Titrasi dengan HCl


teteskan MM
0,1N

PERHITUNGAN KADAR :
𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙 𝑋 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑋 𝑀𝑟 𝐵𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
Kadar %b/b = 𝑥 100%
𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠 𝑋 𝑀𝑔 𝐵𝑜𝑟𝑎𝑘𝑠
VII. PERHITUNGAN
𝑚𝑔 𝑁𝑎2𝐶𝑂3
N HCl = 𝑀𝑟 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙
100
0,1 =
36,46 𝑥 𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻
100
mL NaOH =
3,646

mL NaOH =27,4273 mL
VIII. Pembahasan
Pada pembuatan kali ini, yang awalnya media untuk melarutka ranitidinnya
menggunakan metanol tetapi pada percobaan sebelumnya etanol 96% tidak dapat
terbaca oleh spektrometri. Maka pada percobaan ini kami menggunakan alternatif
yang lain yaitu menggunakan Metanol.
Pada permbuatan sediaan dengan konsentrasi 6,8,10,12,14 dan 16. Tidak
terjadi masalah dengan pencampurannya dengan Metanol, dan pada pembacaan
nilai operating time juga tidak masalahketika menggunakan cairan kosentrasi 6ppm
dengan waktu yang kurang 3 menit saja sudah mendapatkan nilai absorbansi yang
kosntan dengan menggunakan rentang setiap pembacaan 30 sekon.
Pada penentuan gelombang di dapatkan panjang gelombang 325nm dari
kurva yang di tampilkan pada spektrometri menunjukkan pada panjang gelombang
itu reaksi senyawa yang lain sama sama maksimal , hal itu menunjukkan percobaan
kali ini sesuai teori dengan rentang 200-400nm.
Pada pembacaan kurva baku pada kosentrasi 12 dan 16ppm mendapatkan
hal yang tidak sesuai kriteria maka tidak kami masukan dalam persamaan karena
nilai nya tidak sesuai teori , nilai absorbansinya yang seharusnya lebih tinggi dari
kosentrasi yang lebih rendah dari nya. Maka kosentrasi yang digunakan kosentrasi
6,8,10,14 yang mendapatkan y=1,306143 x 10-2 X + 0,1534914.
Pada pembuatan kadar ranitidin tablet yang kami beli pada apotek terdekat ,
dengan berat masing masing , 50,8; 51,3 ;dan 52,2 mg. mendapatkan kadar 39,59%
; 39,18% ;dan 38,65% yang rata ratanya 39.13% dengan rata rata berat 51,43 mg.
IX. Kesimpulan
Pembuatan ranitin cair yang digunakan untuk analisis kualitatif pada
Spektrometri UV-Vis untuk melarutkanya menggunakan Metanol
Kadar 51,43 mg yang di larutkan dengan Metanol ad 50mL 39,13%
Persamaan y=1,306143 x 10-2 X + 0,1534914
Daftar Pustaka
Sunarya,Yayan dkk.2007.”Mudah dan Aktif Belajar Kimia”.PT Grafindo
Media Pratama : Bandung
Cairns,Donal.2004.”Intisari Kimia Farmasi Edisi 2”.EGC : Jakarta
Achmad,Hiskia.1996.”Kimia Larutan”.PT Citra Aditya Bakti : Bandung
Chang,Raymond.2004.”Kimia Dasar edisi 3”.Erlangga : Jakarta
Barsasella,Diana.2012.”Kimia Dasar”.Trans Info Media : Jakarta
Khamid, I.R. (2006). Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Kompa

Anda mungkin juga menyukai