ANITA
JIRMAN AMIR
MUHAMMAD RAIS
MISRIANI
SUSANTI USMAN
JUMRANA RUSDI
KARTIKA
IHSAN
TAHUN 2017
BAB I
KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Abortus (keguguran) adalah merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada sebelum usia 16 minggu
dan 28 minggu dan memiliki berat badan 400-1000 gram. (Nurarif, Kusuma : 2015).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada
atau sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan
tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar
kandungan (Hidayati, Ratna : 2009).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan, sedangkan abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Manuaba : 2010).
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu
hidup di luar kandungan.
B. Klasifikasai
1. Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan).
a. Abortus imminens :
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasiserviks.
b. Abortus insipiens :
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c. Abortus inkompletus :
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d. Abortus kompletus :
Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat).
Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada
umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan
belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun
terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup. (Nurarif, Kusuma:
2015).
C. Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom terutama trisomi autosom
dan monosomi X, lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna, pengaruh
teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alcohol.
2. Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis dan HIV.
3. Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan,
robekan serviks dan retroversion uterus.
4. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
(Muchtar : 2008).
D. Manifestasi Klinik.
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan per vagina setelah mengalami haid yang terlambat juga sering
terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah. (Mitayani, 2009).
Secara umum terdiri dari:
1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
Sedangkan secara khusus, tanda dan gejala abortus Inkomplit adalah:
1. Perdarahan yang banyak atau sedikit serta memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
3. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.
4. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).
5. Serviks masih membuka
6. Kadang-kadang teraba jaringan di dalamnya
E. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga
menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta
mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8
sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak
dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu
singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola
krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam
sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi
tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena
terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan. (Muchtar : 2008).
F. Komplikasi
1. Perdarahan.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian tranfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada
abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat karena
diperlukan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandungan kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperelunya guna mengatasi komplikasi.
3. Syok .
Syok pada abortus bias terjadi karena peradangan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
4. Infeksi.
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya
didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang
tidak aman (unsafe abortus).
5. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
(Nurarif, Kusuma: 2015).
Penyimpangan KDM
Perdarahan
Pristaltik ? Penyerapan cairan di kolon
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Pengkajian :
1. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan
seterusnya.
2. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
a. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
b. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
c. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.
3. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
a. Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
b. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut
atau tidak
4. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson &
Taylor, 2005).
B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
1. Devisit volume cairan b.d perdarahan.
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah
maupun kualitas.
Intervensi :
a. Kaji kondisi status hemodinamika.
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki
karekteristik bervariasi.
b. Ukur pengeluaran harian.
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah
dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal.
c. Berikan sejumlah cairan pengganti harian.
Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif.
d. Evaluasi status hemodinamika.
Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.
2. Gangguan aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
Tujuan :
Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan
masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan.
Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ
reproduksi.
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal
d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien.
Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak
sangat diperlukan.
e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
Rsional : Menilai kondisi umum klien
3. Nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri.
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi :
a. Kaji kondisi nyeri yang dialami klien.
Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun
deskripsi.
b. Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetika
Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian
analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik.
4. Ansietas b.d kurang pengetahuan.
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit
meningkat.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien.
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian
objektif klien tentang penyakit.
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan.
Rasional : Libatkan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan
support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran
diri klien.
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan
kecemasan.
e. Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga.
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan
pengetahuan dan membangun support system keluarga untuk
mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
5. Risiko infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab.
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau
Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar.
Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin
merupakan tanda infeksi.
b. Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan.
Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital yang lebih
luar.
c. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
d. Lakukan perawatan vulva.
Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan
infeksi.
e. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi.
Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi;
demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
f. Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa
perdarahan.
Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu;
senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi
system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada
pasangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologi dan Patologis.
Salemba Medika : Jakarta.
Manuaba, Ida B. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Untuk
Pendidikan Bidan. ECG : Jakarta.
Muchtar. 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi 2. ECG : Jakarta.
Nurarif, Kusuma. 2015. Aplikasi ASKEP berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-
NOC. Mediaction Jogja : Jogjakarta.