Anda di halaman 1dari 4

Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang ditularkan melalui hubungan seks tanpa

menggunakan kondom. Chlamydia paling sering menjangkiti kaum wanita yang berusia muda,
namun penyakit ini bisa menjangkiti baik pria maupun wanita pada segala usia. Penyakit ini bisa
menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius jika tidak segera ditangani dengan tuntas.

Gejala Chlamydia

Kebanyakan kasus chlamydia yang terjadi, awalnya tidak menimbulkan gejala pada penderitanya.
Tapi setelah 1-3 pekan usai penularan melalui seks dengan orang yang terinfeksi, biasanya gejala
baru akan muncul. Gejala chlamydia yang muncul sering diabaikan karena tidak parah dan segera
berlalu. Gejala yang dialami oleh pria berbeda dengan wanita, namun ada satu gejala yang sama-
sama dialami baik oleh pria maupun wanita, yaitu rasa nyeri atau sakit yang muncul saat buang air
kecil.

Penyakit kelamin ini tidak menimbulkan gejala pada sekitar 50 persen penderita pria dan sekitar 50
persennya lagi mengalami gejala, seperti munculnya rasa sakit pada testikel, serta keluarnya cairan
berwarna putih kental atau encer dari ujung penis. Infeksi masih terjadi dan bisa ditularkan walau
gejala yang dialami sudah hilang.

Persentase wanita yang tidak mengalami gejala adalah sekitar 75 persen, dan 25 persen mengalami
gejala yang paling umum terjadi seperti terjadi pendarahan saat atau usai melakukan hubungan seks
dan mengeluarkan cairan vagina yang tidak biasa. Selain itu, ada juga yang mengalami menstruasi
lebih berat dari biasanya, pendarahan di antara masa menstruasi, dan perut bagian bawah terasa
sakit.

Chlamydia tidak hanya menginfeksi alat kelamin, tapi bisa juga menjangkiti mata dan menyebabkan
terjadinya konjungtivitis jika cairan vagina atau sperma yang terinfeksi terkena mata. Mata yang
terinfeksi akan terasa perih, bengkak, teriritasi, dan mengeluarkan cairan.

Anus juga bisa terinfeksi dan menimbulkan pendarahan, keluar cairan, serta rasa sakit dan tidak
nyaman. Selain itu, tenggorokan juga bisa terinfeksi dan biasanya tidak menimbulkan gejala.

Segera temui dokter jika Anda mengalami gejala seperti yang disebutkan di atas, atau jika pasangan
Anda terinfeksi chlamydia.

Penyebab Chlamydia
Bakteri chlamydia trachomatis merupakan penyebab terjadinya penyakit chlamydia yang ditularkan
oleh orang yang terjangkit melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Penularan
chlamydia bisa melalui seks oral, anal, vaginal, dan saling bersentuhannya alat kelamin. Selain itu,
chlamydia juga bisa menular melalui mainan seks yang tidak dilapisi dengan kondom baru atau
dicuci bersih setelah digunakan.

Cairan seksual yang keluar dari alat kelamin penderitanya bisa menularkan bakteri ini walaupun
tanpa orgasme, ejakulasi, atau penetrasi. Berhubungan seksual dengan banyak orang atau berganti-
ganti pasangan, dapat meningkatkan risiko terjangkit chlamydia.

Chlamydia tidak menular melalui beberapa hal berikut ini:

Pelukan

Dudukan toilet

Handuk

Peralatan makan

Ciuman

Kolam renang

Kamar mandi

Ibu penderita chlamydia bisa menularkan infeksi pada bayi yang dilahirkannya dan menyebabkan
mata menjadi bengkak dan mengeluarkan cairan atau yang disebut dengan konjungtivitis serta
radang paru-paru. Oleh karena itu, ketika merencanakan kehamilan atau pada saat awal kehamilan,
pastikan Anda tidak sedang mengalami infeksi ini dan jika positif, obati secepat mungkin.

Diagnosis Chlamydia

Chlamydia dapat didiagnosis dengan cara yang mudah dan tidak menimbulkan rasa sakit, yaitu
menggunakan alat penyeka yang berbentuk seperti cotton bud atau melalui tes sampel urine. Infeksi
yang terdapat di dalam tubuh dapat diketahui dengan cara menganalisis sampel urine di
laboratorium.

Alat penyeka tipis dimasukkan ke ujung penis untuk mendapatkan sampel dari saluran pembuangan
urine atau uretra. Sedangkan bagi pasien wanita, alat penyeka digunakan pada bagian dalam vagina
bagian bawah atau serviks.

Alat penyeka bisa digunakan untuk mengumpulkan sel dari kelopak mata jika mata Anda mengalami
peradanAlat penyeka bisa digunakan untuk mengumpulkan sel dari kelopak mata jika mata Anda
mengalami peradangan dan mengeluarkan cairan akibat infeksi chlamydia. Selain itu, alat penyeka
juga bisa digunakan untuk mengambil sampel dari tenggorokan atau anus jika pasien melakukan
seks oral atau anal.

Tes sebaiknya dilakukan kembali setelah tiga bulan untuk memastikan infeksi chlamydia sudah
hilang sepenuhnya. Chlamydia tidak dapat dideteksi dengan tes darah atau pap smear.

Perawatan Chlamydia

Chlamydia dapat diatasi dengan mengonsumsi kombinasi obat antibiotik yang tepat. Berikut ini
adalah beberapa obat antibiotik yang biasanya diresepkan oleh dokter untuk mengatasi chlamydia:

Ofloxacin

Doxycycline

Erythromycin

Azithromycin

Amoxicillin

Konsultasikan kepada dokter jika Anda memiliki alergi pada obat antibiotik, hamil atau menyusui,
dan menggunakan alat kontrasepsi. Obat antibiotik yang aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil
adalah amoxicillin, azithromycin, dan erythromycin.

Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa pengobatan yang biasanya
berlangsung selama 1-2 pekan atau hingga infeksi yang dialami telah hilang sepenuhnya. Dan untuk
mencegah penularan kembali, pasangan Anda juga harus melakukan perawatan walau tidak
mengalami gejala chlamydia.

Obat antibiotik memiliki beberapa efek samping yang dapat terjadi, namun biasanya hanya efek
samping ringan. Efek samping yang paling umum terjadi akibat mengonsumsi obat antibiotik adalah
diare, mual, dan nyeri pada perut. Selain itu, wanita yang mengonsumsi obat antibiotik dapat
mengalami efek samping berupa candiasis atau infeksi jamur pada vagina. Komplikasi Chlamydia

Chlamydia dapat menyebar dan menimbulkan gangguan kesehatan jangka panjang jika tidak
ditangani dengan tepat. Berikut ini adalah beberapa komplikasi chlamydia yang dapat terjadi pada
pasien pria.

Epididimitis, yaitu peradangan yang terjadi pada epididimis yang merupakan bagian dari sistem
reproduksi pria dan saluran untuk sperma dari testikel. Penyakit ini memiliki gejala membengkaknya
epididimis dan menimbulkan rasa nyeri. Jika tidak segera ditangani, infeksi bisa menyebabkan
munculnya cairan atau bahkan nanah, dan jika sudah parah bisa menyebabkan kemandulan.
Reactive arthritis, yaitu peradangan yang terjadi pada persendian dan lebih banyak menimpa pria
dibandingkan wanita. Obat pereda nyeri antiinflamasi non-steroid, seperti ibuprofen, bisa untuk
mengendalikan gejala reactive arthritis. Biasanya gejala akan membaik dalam waktu 3 bulan hingga
setahun, namun kondisi ini bisa kembali lagi.

Uretritis, yaitu peradangan yang terjadi pada saluran pembuangan urine atau uretra. Kondisi ini
biasanya memiliki gejala seperti sering dan tidak mampu menahan buang air kecil, terasa sakit atau
perih saat buang air kecil, kulup atau ujung penis mengalami iritasi dan terasa sakit, dan ujung penis
mengeluarkan cairan kental berwarna putih. Wanita juga bisa mengalami komplikasi akibat
chlamydia seperti berikut ini:

Cervicitis, yaitu peradangan yang terjadi pada leher rahim atau serviks. Beberapa gejala cervicitis
yang dapat terjadi adalah perut bagian bawah terasa nyeri, sakit saat berhubungan seksual,
pendarahan yang terjadi saat atau usai berhubungan seksual, dan pendarahan di antara masa
menstruasi.

Penyakit radang panggul, yaitu infeksi yang terjadi pada ovarium, rahim dan tuba fallopi. Jika tidak
ditangani, kondisi ini bisa meningkatkan risiko kehamilan ektopik atau pertumbuhan janin di luar
rahim dan keguguran. Penyakit ini bisa menyebabkan panggul terasa sakit secara terus-menerus dan
kemandulan. Kondisi ini bisa dengan mudah ditangani dengan

Bartholinitis atau membengkaknya kelenjar Bartholin yang memproduksi cairan pelumas pada
wanita saat berhubungan seksual. Kista kelenjar Bartholin dapat terjadi jika kelenjar tersumbat dan
mengalami infeksi, serta bisa menyebabkan abses yang terasa sakit saat disentuh, perih, berwarna
merah dan bisa menyebabkan demam. Obat antibiotik harus digunakan untuk mengatasi abses yang
terinfeksi.

Salpingitis, yaitu peradangan yang terjadi pada tuba fallopi yang menyebabkan sel telur dari ovarium
sulit untuk menuju rahim dan membuat pasien lebih sulit untuk hamil. Risiko mengalami kehamilan
ektopik atau kehamilan di luar rahim akan meningkat, walau tuba fallopi hanya tersumbat sebagian.

Pencegahan Chlamydia

Untuk mencegah penularan penyakit menular seksual, seperti chlamydia, termasuk gonore dan
herpes genital, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu menggunakan kondom saat
berhubungan seksual dan tidak berbagi penggunaan mainan seks. Pemakaian kondom saat
berhubungan seksual tidak 100 persen menghilangkan risiko terkena infeksi, tapi efektif dalam
mengurangi risiko terjangkit penyakit menular seksual.

Selain itu, penularan chlamydia juga dapat dicegah dengan cara membatasi pasangan seksual atau
setia dengan satu orang pasangan saja. Jika Anda aktif melakukan hubungan seksual dengan lebih
dari satu orang, maka Anda dianjurkan melakukan pemeriksaan secara rutin, mengingat chlamydia
bisa tidak menimbulkan gejala pada sebagian orang.

Anda mungkin juga menyukai