Asma Bronkhial
Disusun Oleh :
dr. Raihan
Pembimbing
dr. Muh. Al Asyhar
Asma Bronkhial
Mengetahui :
No Nama Tandatangan
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
Pendamping,
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan
tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang
berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat
penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Sejak
dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalens asma meningkat pada anak
maupun dewasa. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% dewasa dan
10% pada anak).
Prevalens tersebut sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevelens antara
negara bagian dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu
negara. Di Indonesia dalam dekade terakhir ini prevalensi asma bronkial
cenderung meningkat, sehingga masalah penanggulangan asma menjadi masalah
yang menarik. Pada saat ini tersedia banyak jenis obat asma yang dapat diperoleh
di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi jumlah penderita asma. Beberapa
negara melaporkan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas penderita
asma. Hal ini antara lain disebabkan karena kurang tepatnya penatalaksanaan atau
kepatuhan penderita Bertambahnya pengetahuan dalam patogenesis asma
mempunyai dampak positif terhadap penatalaksanaan asma. Ketika asma dianggap
hanya sebagai suatu penyakit alergi, antihistamin dan kortikosteroid merupakan
obat yang selalu digunakan dalam penatalaksanaan asma. Saat ini telah ditemukan
konsep baru patogenesis asma bronkial sehingga mempengaruhi pola pengobatan
asma.
Penyebab Asma masih belum jelas, diduga yang memegang peranan utama
ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas bronkus).
Hiperaktivitas bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga
karena adanya hambatan sebagian adregenik, kurangnya enzim adenilklase dan
meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah
terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi
spasme bronkus. Banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau
iritablitas tersebut. Faktor genetik, biokimawi, saraf otonom, imunologis, infeksi,
endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta dalam proses
terjadinya manifestasi asma
.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama :Paiman
Umur :54 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 30 Oktober 2018
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2018
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang
dialami sejak ± 6 jam SMRS. Sesak dirasakan terus-menerus, menetap, semakin
lama semakin memberat, dan sesak disertai bunyi ngik-ngik. Nafas dirasakan
sangat berat. Keluhan disertai batuk berdahak bewarna putih, darah (-). Pilek (-),
demam (-), nyeri perut (-), muntah (-). Pasien lebih nyaman dengan duduk dan
masih dapat berbicara namun terbata-bata.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan sudah dua kali dalam sebulan
mengalami hal seperti ini, namun serangan kali ini dirasakan sangat berat. Pasien
memiliki riwayat menderita hipertensi namun tidak rutin minum obat. Riwayat
Diabetes Mellitus (-).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :Tidak ada anggota keluarga yang memiliki
keluhan yang sama dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit ginjal, hipertensi, jantung, asma, maupun diabetes mellitus.
b. Pemeriksaan Umum:
Kepala : Normochepal
Mata :Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), skelra ikterik (-/-), pupil
isokor (3mm/3mm), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+)
THT :
Thorax:
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris
Pernapasan kussmaul (-), penggunaan alat bantu
napas (-), barrel chest (-), jejas (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor di seluruh Sonor di seluruh
lapang paru lapang paru
Batas paru-hepar :ICS
V linea midklavikula
kanan
Auskultasi Ekspirasi memanjang, Ekspirasi memanjang,
wheezing (+), Ronkhi wheezing (+), Ronkhi
(-) (-)
Cor :
Abdomen :
2. Ekstremitas bawah
Hemoglobin 14,4
Hematokrit 42.2
Eritrosit 4.52
Leukosit 14.80
Trombosit 233
MPV 8.3
PDW 16.3
MCV 93.5
1.5 ASSESSMENT
MCH 31.9
Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
MCHC 34.1
Bed rest
Limfosit% 18.1
IVFD RL 24 gtt/i
O2 NRM
Monosit% 4.3 IV Ceftriakson 1 gram vial/12
Glukosa Darah
138
Sewaktu
Ureum 30
Creatinin 1.24
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dikatakan pasien menderita asma karena terdapat gejala
sesak disertai mengi yang memburuk secara progresif. Pasien telah mengalami
sesak sejak 6 jam SMRS. Sesak tidak membaik meskipun dengan istirahat.
Keluhan ini disertai batuk berlendir. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma
bronkial eksaserbasi akut karena adanya episode perburukan yang progresif dari
gejala sesak napas, batuk, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari
gejala tersebut. Pada serangan asma, gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya.
Pada pasien ini diberikan terapi O2 NRM, inj ceftriakson 1 gram vial/12
jam, inj metilprednisolon 62,5 mg/12 jam, nebul pulmicord / 8 jam, nebul
fluxotide / 8 jam. Hal ini sesuai dengan teori dimana terapi pengobatan asma
meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap
adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan pemberian
bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian
kortikosteroid sistemik yang lebih awal.