Final Skin Exam 2014 Lengkap Gambar Dan
Final Skin Exam 2014 Lengkap Gambar Dan
I. Tujuan Umum :
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis, dan clinical
test (uji kulit) secara sistematis dan benar sesuai dengan daftar penyakit
sistem integumen 4A SKDI 2012
II. Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari
pemeriksaan
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dermatologis
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan status dermatologis dengan tepat dan
menghubungkannya dengan gejala klinis pasien
4. Mahasiswa mampu menentukan dan melakukan (uji kulit) yang relevan
dengan gejala klinis pasien
1
Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia yang terdiri atas :
A. Epidermis, merupakan lapisan luar yang terdiri dari
Stratum korneum (lapisan tanduk)
Stratum lusidum
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) : berisi sedikit keratin sehingga kulit
menjadi keras dan kering ; mengandung melanin
Stratum spinosum (stratum malphigi)
Stratum basalis
B. Dermis:
Stratum papilare dan Stratum retikulare
C. Subkutis: terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya
Adneksa kulit
Kuku: terdiri atas matriks kuku, dinding kuku (nail wall), dasar kuku (nail bed), alur
kuku (nail groove), akar kuku (nail root), lempeng kuku (nail plate), lunula,
eponikium, hiponikium
Rambut: terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian
yang berada di luar kulit (batang rambut)
Kelenjar : kelenjar ekrin dan apokrin, kelenjar sebasea.
2
III. TAHAPAN DALAM MEMBUAT DIAGNOSIS DERMATOLOGIS
3
Warna kulit dipengaruhi oleh ras. Kulit abnormal ditemukan : flushing, cyanosis,
jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
Observasi dan dokumentasikan kelainan kulit yang ditemukan
Palpasi kulit:
Pergunakan jari-jari tangan untuk memeriksa lesi. Sarung tangan dispossible dapat
digunakan untuk melindungi pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan luka
Pada palpasi periksa kelembaban kulit, temperatur, tekstur, turgor, dan lesi kulit
(kelainan/kerusakan kulit)
Skar Hipertrofi
4
Berdasarkan perjalanan penyakit dan proses terbentuk lesi :
Lesi primer, adalah perubahan patologis awal pada kulit
Lesi primer yang sama rata dengan permukaan kulit :
1. Makula
Lesi datar pada kulit atau membran mukosa berupa perubahan warna tanpa
perubahan konsistensi, tidak dapat dipalpasi, bentuknya bervariasi, ukuran kurang dari
0,5 cm, dan batasnya bisa berbeda dengan kulit normal (sirkumskripta/berbatas tegas)
atau samar dengan kulit sekitarnya (difus/tidak tegas).
2. Patch
Makula dengan ukuran yang lebih dari 0,5 cm
Lesi primer yang lebih tinggi dari permukaan kulit
1. Papula
Bentuk peninggian kulit yang padat, ukuran kurang dari 0,5 cm. Lesi padat tersebut
disebabkan oleh infiltrat sel radang atau massa padat lainnya di epidermis atau dermis.
2. Plak
Merupakan peninggian kulit yang berbentuk padat dengan diameter lebih dari 0,5 cm,
mempunyai luas permukaan yang relatif lebih besar dibanding tingginya. Plak juga
bisa terbentuk akibat perluasan dan gabungan dari papul-papul
3. Nodula
Lesi yang menonjol, berbentuk padat, diameter lebih dari 0,5 cm. Nodul bisa terletak
di epidermis, dermis, dan subkutan
4. Urtika atau Wheal
Peninggian kulit yang datar karena edema dermis bagian atas. Bersifat gatal,
timbulnya cepat, hilang setelah beberapa jam, pori-pori melebar, warna pucat.
Lesi primer yang berisi cairan
1. Vesikel
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran kurang dari 0,5 cm, dapat pecah
menjadi erosi, dapat bergabung (konfluen) menjadi bula
2. Bula
Peninggian kulit berisi cairan dengan ukuran lebih dari 0,5 cm
3. Pustula
Peninggian kulit berisi nanah dengan ukuran kurang dari 0,5cm
5
Lesi sekunder : kelainan kulit yang dapat timbul selama perjalanan penyakit, dihasilkan
akibat proses eksternal (garukan, infeksi, manipulasi infeksi, ataupun proses penyembuhan
lesi primer)
Lesi sekunder akibat perubahan permukaan kulit
1. Skuama
Pengelupasan dari stratum korneum. Partikel epidermal dapat kering atau berminyak,
tipis ataupun tebal dan dilapisi massa keratin. Warnanya bervariasi : putih keabu-
abuan kuning atau coklat.
2. Krusta
Cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit. Cairan tersebut bisa berasal dari
serum, darah dan eksudat purulen. Warna krusta berbeda-beda, tergantung dari cairan
yang keluar, warna kekuningan bila berasal dari serum, akan berwarna merah
kehitaman bila berasal dari darah, dan kuning kehijauan berasal dari pus.
3. Ekskoriasi
Hilangnya jaringan sampai stratum papilare di dermis. Secara klinis tampak adanya
bintik perdarahan di kulit. Garukan dapat menghasilkan lesi yang panjang, paralel dan
menyilang serta dapat menimbulkan krusta kehitaman
4. Fisura
Hilangnya kontinuitas (kesinambungan) kulit sehingga kulit pecah (diskontinuitas)
tanpa kehilangan jaringan.
5. Likenifikasi
Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas, disebabkan penebalan epidermis
disertai perubahan kolagen pada dermis bagian superfisial.
Lesi sekunder yang lebih tinggi dari permukaan kulit
1. Sikatrik atau skar hipertrofi
Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak mengandung jaringan ikat
untuk mengganti jaringan yang rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis yang
lebih dalam, bila membesar disebut skar hipertrofi. Skar hipertrofi biasanya
berbentuk papula keras, plak, atau nodul. Bila tumbuh sangat berlebihan, disebut
keloid. Berbeda dengan skar hipertrofi, keloid dapat meluas melampaui daerah luka
awal.
6
Lesi sekunder yang lebih rendah dari permukaan kulit
1. Erosi
Hilangnya sebagian atau seluruh jaringan epidermis atau epitel mukosa. Erosi dapat
terjadi akibat trauma, misalnya garukan, laserasi, vesikel atau bula superfisial yang
pecah dan nekrosis epidermis. Meskipun erosi dapat menimbulkan infeksi sekunder,
erosi tidak meninggalkan skar.
2. Ulkus
Hilangnya jaringan yang melebihi stratum papilare, mempunyai tepi, dinding, dasar,
dan isi. Bentuk ulkus dapat bulat, lonjong, atau tidak beraturan. Sekitar ulkus dapat
tenang atau terdapat tanda inflamasi akut/kronis (biasanya hiperpigmentasi). Tepi
ulkus bisa datar atau tinggi. Pengerasan karena sebukan sel radang di sekitar ulkus,
akan teraba keras (indurasi), misalnya pada ulkus durum (sifilis stadium I). Rasa nyeri
pada perabaan (dolent) dapat dirasakan pada ulkus mole (chancroid).
3. Sikatriks atau skar atrofi
Pembentukan jaringan baru yang sifatnya sedikit mengandung jaringan ikat dalam
mengganti jaringan yang rusak dinamakan skar atrofi.
4. Kista
Rongga berkapsul yang berisi cairan atau bahan-bahan semisolid (sel dan produknya
seperti keratin), yang bisa terletak di epidermis, dermis & subkutan.
Jenis Morfologi
Berdasarkan pengelompokan penyakit (klinis), maka jenis morfologi dapat dibedakan
berdasarkan lesi yang terlihat, yaitu monomorf atau polimorf.
1. Monomorf : Kelainan kulit terdiri atas satu jenis morfologi. Penyakit terdiri atas satu jenis
lesi saja, misalnya folikulitis, moluskum kontagiosum, miliaria, dan psioriasis gutata.
2. Polimorf : Kelainan kulit yang terdiri atas bermacam-macam morfologi, dapat terlihat
makula eritematous, papul, vesikel, erosi kusta. Lesi polimorfi dapat ditemukan misalnya
pada dermatitis atopik, dermatitis kontak alergika, dan akne vulgaris.
7
Tabel 2. Tipe lesi primer dan sekunder
TERMINOLOGI CONTOH
8
VITILIGO
PLAQUE
Regio Fasialis
Tamplak plak eritematosa, multipel dengan distribusi simetris
9
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)
NODUL
Regio fasialis
Tampak nodul eritematus, multipel, diameter bervariasi 1-3 cm, anestesi
positip dan penebalan cuping telinga. Lesi tersebar diskret, distribusi regional
URTIKARIA
WHEAL /
URTIKA
Regio thorakalis
Tampak urtika yang tersebar, berwarna kemerahan, besar dan bentuknya
bervariasi, jumlah multipel, distribusi regional
HERPES ZOSTER
VESIKEL
10
MILIARIA KRISTALINA
POMPHOLIX
VARICELLA
11
PEMFIGOID BULOSA
IMPETIGO BULOSA
BULLA
Regio thorakalis
Terdapat vesikula, bula berdinding tipis di atas kulit yang eritematus, berisi
pus, hipopion, tersebar diskret dengan distribusi generalisata
FOLIKULITIS
PUSTULA
12
PSORIASIS VULGARIS
SKUAMA
TINEA KORPORIS
13
DERMATITIS SEBOROIK
PITYRIASIS ROSEA
14
IMPETIGO KRUSTOSA
KRUSTA
Regio fasialis
Tampak vesikula, bula berdinding tipis mudah pecah di atas kulit eritematus.
Di beberapa tempat terdapat erosi berwarna kemerahan dan krusta berwarna
kuning kecoklatan seperti madu. Lesi multipel, tersebar distribusi regional
EKSKORIASI
EROSI
15
LIKENIFIKASI LIKEN SIMPLEKS KRONIS
16
JUMLAH LESI :
1. Soliter (tunggal) : Hanya ada satu lesi
2. Multipel (lebih dari satu) : Banyak lesi berjumlah lebih dari 3 atau berjumlah banyak.
SUSUNAN LESI
Lesi-lesi ganda dapat tersusun berkelompok/clustered (herpetiformis, zosteriform) dan
tersebar/scattered (diskret, diseminata).
Lesi berkelompok (cluster) :
1. Herpetiforme : Beberapa vesikel bergerombol disatu tempat menyerupai lesi herpes
Contohnya dermatitis herpetiformis (Duhring disease), herpes simpleks
2. Zosteriforme : Lesi kulit yang berjalan mengikuti dermatom dan unilateral
Lesi tersebar (scattered)
1. Diskret : Bila lesi tersebar satu persatu. Contohnya pada varisela
2. Diseminata : Penjalaran dari satu lesi ke bagian tubuh yang lain. Penyebaran diseminata
dapat ditemukan, misalnya pada dermatitis kontak alergika autosensitisasi, ataupun pada
id reaction ; dimana awalnya terdapat satu lesi kemudian menyebar ke bagian tubuh lain
HERPETIFORME
17
DERMATITIS HERPETIFORMIS
ZOSTERIFORME
HERPES ZOSTER
DISKRET
18
DERMATITIS KONTAK
AUTOSENSITISASI
19
KONFIGURASI LESI
1. Anular /Sirsinar : berbentuk cincin; yang menunjukkan bahwa pinggir lesi berbeda
dengan bagian tengah, lebih tinggi, bersisik, atau berbeda warnanya (misalnya granuloma
annulare, tinea corporis, eritema annulare sentrifugum).
2. Bulat/Numular/Diskoid : berbentuk koin, biasanya lesi bulat sampai lonjong dengan
morfologi yang sama dari bagian tepi hingga ke sentral lesi (misalnya eksema numular,
psoriasis tipe plak, lupus diskoid
3. Arkuata/ Arsinar : bentuk lengkung; sering sebagai akibat dari pembentukan tidak
lengkap dari sebuah lesi annular (seperti urtikaria, lupus eritematosus kutaneous subakut).
4. Polisiklik : terbentuk dari lingkaran-lingkaran, cincin atau cincin inkomplit yang
bergabung (seperti pada tinea korporis, tinea kruris).
5. Linear : menyerupai sebuah garis lurus; sering menunjukkan kontaktan eksternal (pada
dermatitis kontak iritan toksik) atau fenomena Koebner yang terjadi sebagai respon
terhadap penggarukan (pada psoriasis vulgaris); bisa ada pada lesi tunggal (seperti
scabies burrow, poison ivy dermatitis, atau pigmentasi bleomycin) atau pada tatanan lesi
ganda (liken nitidus atau liken planus).
6. Irisformis : lesi kulit tersusun menyerupai iris mata. Lesi dapat oval atau bulat dengan
perbedaan warna, yaitu di bagian tengah lebih gelap dari pada bagian tepinya. Bagian
tengah dapat pula berbentuk vesikel/bula disekitarnya terbentuk halo. Contohnya adalah
lesi target (irisformis) pada eritema multiforme.
7. Korimbiformis : suatu lesi induk (ukuran besar) yang dikelilingi lesi kecil-kecil berupa
(satelit) yang berukuran lebih kecil. Lesi tersusun mirip seekor induk ayam dikelilingi
anak-anaknya (pada kandidiasis kutis).
8. Retikular : Penampilannya mirip jaring, dengan cincin yang agak beraturan atau cincin
parsial kulit dengan jarak tertentu (misalnya livedo retikularis, cutis marmorata).
9. Serpiginosa : seperti ular (pada cutaneous larva migrans dimana larva bermigrasi
dibawah kulit atau lesi pada urtikaria).
10. Konfluens : Dua atau beberapa lesi menyatu. Ditemukan beberapa versikel menyatu,
misalnya pada herpes simpleks.
20
Tabel 4. Konfigurasi lesi
URTIKARIA
ANULAR TANPA SKUAMA
21
ERITEMA ANULARE CENTRIFUGUM
TINEA KORPORIS
PITYRIASIS ROSEA
22
DERMATITIS NUMULARIS
ARCUATA / ARSINAR
TINEA KORPORIS
TINEA KORPORIS
POLISIKLIK
23
LINEAR DERMATITIS KONTAK IRITAN
(PAEDARUS DERMATITIS)
24
CUTANEOUS LARVA MIGRANS
SERPIGINOSA
25
TINEA KORPORIS
POLISIKLIK
DISTRIBUSI
1. Regional : Bila lesi terbatas; hanya ditemukan di satu tempat saja.
2. Unilateral : Lesi hanya ditemukan di satu sisi badan. Misalnya pada herpes zoster
ditemukan lesi pada satu dermatomal saja, misalnya di torakal 4-5 sinistra.
3. Bilateral : Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh, kanan dan kiri, tidak persis baik letak
maupun ukurannya. Misalnya pada dermatitis herpetiformis (Duhring disease), Morbus
Hansen tipe lepromatosa, tinea kruris.
4. Simetris : Bila lesi tersebar dikedua sisi tubuh (kanan dan kiri), letaknya satu sisi lesi dan
sisi lainnya di tempat yang persis sama; termasuk bentuk dan ukurannya, misalnya pada
26
dermatitis atopik fase infantil dapat ditemukan makula eritematosa di kedua pipi kiri dan
kanan sama, dermatitis kontak alergik akibat kontak sandal jepit.
5. Generalisata : Bila lesi tersebar ditemukan di setiap bagian tubuh, yaitu di skalp, wajah,
ekstremitas, abdomen, punggung. Umumnya meliputi 50-90% luas permukaan tubuh.
Penyebaran generalisata dapat ditemukan pada sindrom Stevens Johnson, Varisela, dan
eritroderma.
6. Universal : Bila lesi ditemukan tersebar hampir diseluruh tubuh (>90 -100%), hampir
tidak ada kulit yang sehat. Misalnya ditemukan pada vitiligo universal, penyakit leiner,
bayi kolodion, dan lamellar ichtyosis.
TINEA KORPORIS
27
UNILATERAL SESUAI DERMATOM HERPES ZOSTER
28
PSORIASIS VULGARIS
ERITRODERMA
GENERALISATA
UNIVERSAL VITILIGO
29
APLIKASI KLINIS
Pada prakteknya, dalam membuat status dermatologis harus disusun secara sistematis
1. Catat lokasi lesi (ada di regio mana)
2. Deskripsi lesi yang ditemukan sebutkan tipe lesi tersebut, misalnya makula, papul,
plak, vesikel, bula, nodul, ulkus dan seterusnya. Dalam mendeskripsikan tipe lesi
primer dan sekunder harus disebutkan berurutan, dan lebih dahulu tentukan lesi
dominan yang terlihat. Tipe lesi dapat ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi
lesi terlebih dahulu
3. Khusus untuk makula dan patch harus mendeskripsikan:
Warna (misalnya sama dengan warna kulit, makula eritematosa, makula
hiperpigmentasi, makula kecoklatan)
Batas (tegas /sirkumskripta, atau tidak tegas /difus).
Contoh lesi berbatas tegas adalah :
Makula violaceous pada fixed drug eruption.
Makula eritematosa atau hiperpigmentasi pada tinea korporis
Makula eritematosa pada dermatitis kontak iritan
Patch eritematosa pada eritrasma
Contoh lesi berbatas tidak tegas adalah :
Makula eritematous pada dermatitis atopik
Makula eritematous pada dermatitis seboroik
4. Garis tepi ( regular/beraturan, ireguler/tidak beraturan).
5. Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi)
6. Ukuran:
o Milier : sebesar kepala jarum pentol (0,1-0,2cm)
o Lentikuler : Sebesar kepala jarum pentol (0,3-0,5) cm)
o Gutata : Sebesar tetesan air (>0,5-1 cm)
o Numular : Sebesar uang koin/logam (>1 cm-5cm)
o Plakat : Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
7. Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi deskripsi
permukaan tidak selalu harus ada
30
8. Khusus untuk plak harus mendeskripsikan:
Warna (sama dengan warna kulit, plak eritematosa, plak hiperpigmentasi)
Bentuk (bulat, oval, anular, linear, bervariasi/multiform, plak berbentuk
poligonal)
Ukuran :
o Gutata : Sebesar tetesan air (0,5 cm)
o Numular : Sebesar uang koin/logam (0,5-5cm)
o Plakat : Selebar telapak tangan dewasa (>5 cm)
Permukaan (maserasi, skuama, krusta, erosi, likenifikasi) tetapi tidak selalu
harus ada
5. Sebutkan jumlah lesi (soliter atau multipel)
6. Selain inspeksi, perlu dilakukan palpasi pada lesi tersebut, bagaimana suhunya,
konsistensi (kenyal, keras), permukaan (licin, kasar, rata, verukosa)
7. Pada ulkus dilakukan palpasi apakah terdapat indurasi (pengerasan), dan ada rasa
nyeri (dolent) pada penekanan.
9. Distribusi lesi
31
b) Dilihat dari depan dengan dagu sedikit diangkat, apakah mata menutup dengan
sempurna (tidak ada celah)
c) Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu dicatat : misalnya
lagophtalmus : ya / tidak ; bila ya 3 mm (ditulis)
32
Gambar 3. Pemeriksaan Nervus Aurikularis magnus
33
Gambar 4. Pemeriksaan Nervus Ulnaris
34
5. Pemeriksaan N. Tibialis posterior
a) Pasien masih dalam duduk rileks
b) Dengan jari telunjuk dan tengah, pemeriksa meraba saraf Tibialis posterior di bagian
belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam (maleolus medialias) dengan tangan
menyilang (tangan kiri pemeriksa memeriksa saraf tibialis kiri dan tangn kanan
pemeriksa memeriksa saraf tibialis posterior kanan penderita)
c) Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik/reaksi dari
penderita
d) Kesimpulan :Apakah ada penebalan/pembesaran N. Tibialis posterior D/S, Apakah
ada nyeri atau tidak pada saraf
B. PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
I. Pemeriksaan rasa raba
1. Pemeriksaan rasa raba di kulit tubuh
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa
c) Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba
d) Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan
kulit yang dicurigai (dari tengah ke tepi lesi)
e) Sebelumnya kita menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya
dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya, ini
dikerjakan dengan mata terbuka
35
f) Bilamana hal ini telah jelas, maka pasien diminta menutup matanya , kalau perlu
matanya ditutup dengan sepotong kain / karton
g) Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal
disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi
Gambar 7. Tes raba dengan ujung kapas yang disentuhkan pada lesi
2. Pemeriksaan rasa raba pada tangan
a) Menyapa pasien dan perkenalkan diri, sampaikan tujuan pemeriksaan
b) Penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa,
c) Telapak tangan yang akan di periksa diletakkan di atas meja/paha penderita atu
bertumpu pada tangan kiri pemeriksa sehingga semua ujung jari tersangga (tangan
pemeriksa yang menyesuaikan diri dengan keadaan tangan penderita) misalnya claw
hand, maka tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari tersebut sesuai lengkungan
jarinya.
d) Jelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan padanya, sambil memperagakan
dengan sentuhan ringan dari ujung ballpoint pada lengannya dan satau atau dua titik
pada telapak tangannnya,
e) Bila penderita merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk tempat sentuhan tersebut
dengan jari tangan yang lain
f) Tes diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif
g) Penderita diminta menutup mata atau menoleh kearah berlawanan dari tangan yang
diperiksa
h) Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh,
i) Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak berurutan (secara acak)
j) Penyimpangan letak titik yang ditolerir 2,5 cm
36
Gambar 8. Tes rasa nyeri dengan ballpen pada telapak tangan
Kesimpulan : nila rasa (+) V dan Bila (-) X
37
h) Dengan ujung ballpoint pemeriksa menyentuh tangan penderita pada titik-titik
tertentu di telapak tangan secara acak
i) Jarak penyimpangan yang bisa diterima maksimal 2,5 cm
38
Gambar 10. Tes rasa nyeri dengan ujung jarum suntik yang disentuhkan pada lesi
Kesimpulan nila rasa (+) V dan Bila (-) X
39
CLINICAL TEST PADA URTIKARIA :
TES DERMOGRAFISME
Menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai : dermographism, yaitu
urtika atau wheal linear yang muncul akibat goresan
40
CLINICAL TEST PADA PSORIASIS VULGARIS
Kaarsvlek phenomen (fenomena tetesan lilin) : dapat dibuktikan pada skuama berlapis,
yaitu menggores skuama pada lesi dengan skapel/ pinggir kaca objek sehingga skuama akan
berubah warnanya menjadi putih seperti lilin disebabkan oleh berubahnya indeks bias.
Autzpitz sign (tanda Auspitz) : bila penggoresan diteruskan akan tampak bintik-bintik
perdarahan (pin point bleeding), yang disebabkan oleh disebabkan ’pemenggalan’ papila
dermis dan pelebaran serta berkelok-keloknya pembuluh darah. Tanda Auspitz ini lebih
mempunyai nilai diagnostik.Koebner phenomen (fenomena Koebner) : lesi yang sama seperti
lesi sebelumnya dapat timbul pada tempat trauma se-perti garukan, lokasi sunburn atau
pembedahan.
41
Gambar 15. Tes diaskopi
Gambar 16. Purpura pada henoch shcoenlein purpura dapat ditentukan dengan tes diaskopi
Gambar 17. Nikolsky’s sign (Nikolsky’s sign type ) pada pemfigus vulgaris, steven johnson’s
syndrome dan toxic epidermal necrolysis , staphylococcal scalded skin syndrome
42
2. Cara kedua dengan menekan bula maka bula akan meluas karena cairan di dalamnya
mengalami tekanan disebut dengan Nikolsky’s sign type 2 / asboe hansen sign
43
Gambar 19. Wood lamp
44
PENUTUP
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit perlu dipahami dan dikuasai morfologi
serta terminologi baku, kemudian dilatihkan pada aplikasi klinis. Anamnesis sangat penting
membantu mencari etio-patogenesis penyakit. Melakukan inspeksi dan palpasi kulit
hendaknya dilakukan secara sistematik, dengan menggunakan terminologi yang telah umum
dipakai secara nasional maupun internasional.
Filosofi : “Untuk membaca kata, seseorang harus mengenal huruf; untuk membaca
kulit, seseorang harus mengenal lesi-lesi pokok. Untuk memahami sebuah paragraf,
seseorang harus mengetahui bagaimana kata-kata dirangkai; untuk mengetahui diagnosis
banding, seseorang harus mengetahui lesi-lesi pokok apa yang ada, bagaimana mereka
berkembang, dan bagaimana mereka tertata dan tersebar.”
DAFTAR PUSTAKA
1. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structur of skin lesion and fundamentals od clinical
diagnosis. In: Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-
Hill;2012.p.27-57.
2. Leung DMY, Eichenfield LF, Boguniewick M. Atopic dermatitis In: Goldsmith LA,
Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw-Hill;2012.p.165-82.
3. Grattan CE. Urticaria dan Angioedema. In : Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie
V, editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier ;2012.p. 291-305
4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Dermatologic diagnosis. In: Sterry W, Paus R, Burgdorf,
editors. Thieme Clinical Companions Dermatology. 5thed. German: George Thieme
verlag KG;20006.p.16-24
5. James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic Dermatitis. Dalam: Andrews’
Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 11th ed. Saunders Elsevier, 2011: 10:
188-189.
6. Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drug. In: Goldsmith LA, Katz IS,
Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine.8thed. New York: Mc Graw-Hill Book CO;2012.p.449-50
7. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. Published &
Distributor. 2011. p.1-53,92-100.
8. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XIV, 201
45
Cheklist Pemeriksaan Fisik Kulit
SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2 3
I. Memberikan salam pembuka dan memper-
kenalkan diri
II. Mempersiapkan perasaan pasien untuk
menghindari rasa takut dan stress sebelum
melakukan pemeriksaan fisik
1. Memberi penjelasan dengan benar,
jelas, lengkap dan jujur tentang cara
dan tujuan pemeriksaan
2. Memberitahukan kemungkinan
adanya rasa sakit atau tidak nyaman
yang timbul selama pemeriksaan
dilakukan
III. Melakukan Pemeriksaan Dermatologis
(inspeksi dan palpasi lesi) :
1. Menggunakan kaca pembesar (loupe)
2. Menentukan Regio
3. Menentukan tipe lesi primer dan
sekunder secara berurutan
4. Menentukan jumlah lesi
5. Menentukan susunan lesi
6. Menentukan konfigurasi lesi
7. Menentukan distribusi lesi
8. Melaporkan deskripsi status
dermatologis
IV. Melakukan Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Syaraf Perifer :
1. N. Auricularis magnus dextra/sinistra
2. N. Ulnaris dextra/sinistra
3. N. Peroneus communis dextra/sinistra
4. N. Tibialis posterior dextra/sinistra
B. Pemeriksaan Sensorik (Sensibilitas)
1. Pemeriksaan sensibilitas raba
2. Pemeriksaan sensibilitas nyeri
3. Pemeriksaan sensibilitas suhu
V. Clinical Test / Uji Kulit
1. Nikolsky’s sign / Asboe Hansen
sign/bullous spread phenomen
2. Kaarsvlek phenomen/Austpitz
sign/Koebner phenomen
3. Dermografisme
4. Dermografisme putih
5. Diaskopi
6. Lampu Wood
SKOR YANG DIDAPAT
SKOR TOTAL
46
Banda Aceh,…………………2014
Instruktur
Keterangan Skor
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan, dengan banyak perbaikan ( lebih dari 50 %)
2 = Dilakukan, dengansedikit perbaikan (kurang dari 50%)
3 = Dilakukan dengan sempurna
47