Anda di halaman 1dari 80

RANCANG BANGUN APREN

(ALAT PENGADUK RENDANG) KAPASITAS 5 KG

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Analisis & Desain
Produksi (MS581)

Oleh:
ASHA INSAN PRATAMA
1504705

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asha Insan Pratama

1504705

RANCANG BANGUN APREN (ALAT PENGADUK RENDANG)


KAPASITAS 5 KG

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Drs. H. Wardaya, M.Pd.


NIP. 19560331 198603 1 001

Pembimbing II,

Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T.


NIP. 19731111 200012 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Teknik Mesin

Dr. Bambang Darmawan, MM.


NIP. 19620118 198903 1 003
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Analisis dan Desain Produksi yang
saya susun dengan judul “RANCANG BANGUNG APREN (Alat Pengaduk
Rendang) KAPASITAS 5 KG”, sebagai persyaratan menempuh ujian seminar
Analisis dan Desain Produksi, Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia. Sejauh
yang penulis ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari penelitian yang
sudah dipublikasikan atau pernah untuk mendapatkan gelar Sarjana di lingkungan
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia,
maupun perguruan tinggi lainnya, kecuali bagian sumber informasinya yang telah
dicantumkan sebagaimana mestinya.

Dibuat: Bandung
Tanggal: Januari 2019

Penulis
ABSTRAK

Proses pembuatan rendang merupakan cara sederhana masyarakat


Minangkabau pada masa lalu dalam mengawetkan makanan. Dalam proses
mengaduk rendang secara tradisional biasanya masyarakat menggunakan sendok
panjang, sehingga menyebabkan produsen rendang kepanasan dan kewalahan
dalam mengaduk untuk waktu yang lama hingga 5 jam. Dengan dasar ini, perlu
kiranya didesain dan dibuat sebuah alat yang dapat membantu dalam mengaduk
rendang hingga kering (warna rendang coklat tua). APREN (Alat Pengaduk
Rendang) dirancang dengan harapan dapat mempermudah masyarakat terutama
produsen rendang untuk menyajikan rendang dengan rasa yang pas, tanpa perlu
menghabiskan banyak tenaga dan biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan desain konstruksi APREN, desain transmisi, estimasi biaya produksi
dan Prototype APREN. Metode penelitian APREN dimulai dengan mengumpulkan
data dan desain APREN, lalu persiapan komponen dan alat untuk pembuatan
APREN, setelah itu masuk ke proses pembuatan APREN, dan lanjut ke tahap
pengujian APREN, sehingga menghasilkan Prototype APREN. Hasil pengujian alat
menunjukan bahwa APREN dapat mengaduk bahan uji yaitu air, parutan kelapa
dan potongan kayu dengan kapasitas total 5 kg. Sendok juga dapat dibongkar
pasang sehingga memudahkan untuk proses pembersihan alat. Kekurangan dari
desain APREN adalah bentuk sendok yang terlalu tinggi sehingga daging tidak
dapat teraduk secara maksimal.
Kata kunci: APREN, Rendang

i
ABSTRACT

The process of making rendang is a simple way of the Minangkabau people in the
past in preserving food. In the traditional process of stirring rendang, people
usually use a long spoon, causing the producer of rendang to overheat and be
overwhelmed in stirring for a long time for up to 5 hours. With this basis, it is
necessary to design and make a tool that can help stirring the rendang dry (the
color of dark brown rendang). APREN (Rendang Stirrer) is designed in the hope
that it can facilitate the community, especially the producers of rendang to serve
rendang with the right taste, without the need to spend a lot of energy and costs.
The purpose of this research is to produce APREN construction design,
transmission design, production cost estimation and APREN Prototype. The
APREN research method starts with collecting APREN data and design, then
prepares the components and tools for making APREN, then enters the APREN
manufacturing process, and continues to the APREN testing stage, resulting in the
APREN Prototype. The results of tool testing show that APREN can stir the test
material namely water, grated coconut and pieces of wood with a total capacity of
5 kg. Spoons can also be assembled to make it easier for the cleaning process. The
disadvantages of the APREN design are the shape of the spoon that is too high so
that the meat cannot be mixed optimally.
Keywords: APREN, Rendang

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya praktikan dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis &
Desain Produksi. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku
umatnya.
Laporan Tugas Akhir ini berjudul Rancang Bangun Alat Pengaduk Rendang
(APREN) Kapasitas 5 Kg. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain
konstruksi APREN sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengganti tenaga manusia
dalam proses pengadukan alat dan meringankan beban biaya tenaga kerja, sehingga
dapat menekan biaya produksi yang tinggi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini
tidak terlepas dari kekurangan, baik dari segi isi maupun dari segi Bahasa, karena
keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Berbagai hambatan dan kesulitan penulis temukan dalam menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini. Namun berkat bimbingan serta petunjuk juga bantuan dari
berbagai pihak, akhirnya Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Karena itu,
sangatlah tepat pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Wardaya , M.Pd., selaku dosen pembimbing 1 TA.
2. Bapak Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T., selaku dosen pembimbing 2 TA
3. Bapak, Ibu, Abang, dan yang selama ini selalu memberikan dukungan baik
moril maupun materi serta memotivasi dan memberikan doa yang tulus
yang senantiasa tercurah selama pelaksanaan Tugas Akhir.
4. Sahabat-sahabat terbaik yang membantu proses edit laporan Tugas Akhir.

iii
iv

Seluruh amal baik tersebut sangatlah besar artinya bagi penulis. Praktikan
berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan
khususnya bagi praktikan sendiri.
Bandung, 11 Januari 2019
Penulis,

Asha Insan Pratama


NIM. 1504705
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ...................................................
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 3
2.1 Rendang.................................................................................................... 3
2.2 Komposisi Rendang ................................................................................. 4
2.3 Proses Pembuatan Rendang ..................................................................... 4
2.4 Definisi Pengaduk .................................................................................... 4
2.5 Jenis-jenis Pengaduk ................................................................................ 5
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller) ................................... 6

2.5.2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle) ................................................ 8

2.5.3 Pengaduk Jenis Turbin (Turbine) ................................................. 9

2.6 Sistem Transmisi .................................................................................... 10


2.6.1 Motor Listrik .............................................................................. 10

2.6.2 Poros........................................................................................... 13

2.6.3 Pulley ......................................................................................... 16

2.6.4 Sabuk-V ..................................................................................... 17

v
vi

2.6.5 Bantalan...................................................................................... 20

2.7 Sistem Transmisi .................................................................................... 22


2.7.1 Struktur statis tertentu dan statis tak tentu ................................. 22

2.8 Perencanaan Estimasi Biaya Produksi ................................................... 29


BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 30
3.1 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 30
3.2 Menentukan Konsep Desain Perancangan Alat ..................................... 30
3.2.1 Identifikasi.................................................................................. 31

3.2.2 Deskripsi .................................................................................... 31

3.3 Peralatan dan Bahan ............................................................................... 31


3.3.1 Alat ............................................................................................. 31

3.3.2 Bahan.......................................................................................... 32

3.4 Proses Pembuatan Alat ........................................................................... 32


3.5 Diagram Alir Kerja Alat......................................................................... 34
3.6 Sistem Kerja Alat ................................................................................... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 36
4.1 Hasil Perancangan Alat .......................................................................... 36
4.1.1 Desain pertama ........................................................................... 36

4.1.2 Desain kedua .............................................................................. 37

4.2 Hasil Pengujian Alat .............................................................................. 39


4.3 Analisa dan Pembahasan ........................................................................ 40
4.3.1 Analisa Gaya, Daya dan Torsi Pengaduk ................................... 40

4.3.2 Analisa Beban Puntiran Pada Poros Pengaduk .......................... 41

4.3.3 Analisa Kecepatan Pulley .......................................................... 45

4.3.4 Analisa V-Belt ............................................................................ 46

4.3.5 Analisa Kekuatan Rangka .......................................................... 49

4.3.6 Analisa Biaya Produksi .............................................................. 55

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 62


5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 62
vii

5.2 Saran ....................................................................................................... 62


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................................
GAMBAR KERJA ..................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Faktor-faktor Koreksi Daya yang Akan Ditransmisikan ................. 13


Tabel 3. 1 Daftar Alat yang Dibutuhkan ........................................................... 31
Tabel 3. 2 Daftar Bahan yang Dibutuhkan ........................................................ 32
Tabel 3. 3 Proses Pembuatan Alat ..................................................................... 33
Tabel 3. 4 Spesifikasi APREN .......................................................................... 35
Tabel 4. 1 Spesifikasi Desain Pertama APREN ................................................ 37
Tabel 4. 2 Spesifikasi Desain Kedua APREN................................................... 38
Tabel 4. 3 Tabel Pasak ...................................................................................... 43
Tabel 4. 4 Pemilihan Tipe V-Belt ..................................................................... 47
Tabel 4. 5 Tegangan Luluh Hollow Steel ......................................................... 52
Tabel 4. 6 Biaya Material .................................................................................. 58
Tabel 4. 7 Biaya Komponen .............................................................................. 58
Tabel 4. 8 Biaya Sewa Mesin ............................................................................ 60

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Jenis Pengaduk Propeller ................................................................ 7


Gambar 2. 2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle) .................................................... 8
Gambar 2. 3 Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi .......................................... 10
Gambar 2. 4 Klasifikasi Motor Listrik ............................................................... 10
Gambar 2. 5 Konstruksi Motor Listrik Satu Fasa (1-Fasa) ................................ 12
Gambar 2. 6 Konstruksi Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa) ............................... 13
Gambar 2. 7 Pulley ............................................................................................ 17
Gambar 2. 8 V-Belt ............................................................................................ 18
Gambar 2. 9 Perhitungan Panjang Keliling Sabuk Terbuka .............................. 19
Gambar 2. 10 Balok Statis Tertentu ..................................................................... 23
Gambar 2. 11 Balok Statis Tak Tentu .................................................................. 24
Gambar 2. 12 Kerangka Kaku Statis Tertentu ..................................................... 25
Gambar 2. 13 Kerangka Kaku Statis Tak Tentu .................................................. 26
Gambar 2. 14 Rangka Batang Statis Tertentu ...................................................... 27
Gambar 2. 15 Rangka Batang Statis Tak Tentu ................................................... 28
Gambar 2. 16 Susunan Segitiga Membentuk Rangka Batang ............................. 28
Gambar 3. 1 Flowchart Kerja APREN (Alat Pengaduk Rendang) .................... 30
Gambar 3. 2 Diagram Alir Kerja Alat................................................................ 34
Gambar 3. 3 Sistem Kerja Alat .......................................................................... 35
Gambar 4. 1 Desain Pertama APREN ............................................................... 37
Gambar 4. 2 Desain Kedua APREN .................................................................. 38
Gambar 4. 3 Hasil Adukan Air, Santan dan Kayu Seberat 5 Kg ....................... 39
Gambar 4. 4 Pembongkaran Sendok Pengaduk ................................................. 39
Gambar 4. 5 Rangka Bagian Atas ...................................................................... 50
Gambar 4. 6 Inersia Besi Hollow Kotak ............................................................ 52
Gambar 4. 7 Rangka Bagian Bawah .................................................................. 55

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Bimbingan...............................................................


Lampiran 2 Surat Tugas ..........................................................................
Lampiran 3 Berita Acara Seminar ..........................................................

x
DAFTAR NOTASI

Notasi Nama Satuan


A Luas penampang cm2
a Percepatan gravitasi m/s2
b lebar mm
c Jarak sumbu kedua pulley mm
De Diameter efektif mm
Di Diameter inti ulir mm
Ds Diameter poros mm
F Gaya N
Fc Faktor koreksi -
h Tinggi mm
I Momen inersia mm4
K Tegangan akibat beban mula Kgf/cm2
L Panjang sabuk mm
l panjang mm
Mmax Momen maksimum Nmm
m massa Kg
N Kecepatan putaran rpm
P Daya motor HP
Pa Tekanan permukaan ijin kg/mm2
Pd Daya rencana kW
Ps Panjang poros mm
Sf1 Faktor keamanan 1 -
Sf2 Faktor keamanan 2 -
T Momen punter terencana kgmm
τ Torsi Nm
V volume cm3
Vp Kecepatan keliling m/s
y Jarak titik berat mm
z Jumlah belt -

xi
xii

o Tegangan mula-mula Kgf/cm2


𝞼a Tegangan geser kg/mm2
𝞼b Tegangan tarik kg/mm2
𝞼max Tegangan maksimum N/mm2
 Faktor tarikan -
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Proses pembuatan rendang merupakan cara sederhana masyarakat
Minangkabau pada masa lalu dalam mengawetkan makanan. Proses pengawetan ini
dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan bahan kimia tetapi melalui proses
pemanasan berkali-kali. Semakin sering rendang dipanaskan menjadikan rendang
tersebut awet dan tahan lebih lama. Karena keterbatasan peralatan dan teknologi
pada masa lalu, satu-satunya cara untuk membuat makanan tahan lama dan tidak
basi adalah dengan menghangatkan. Masyarakat pada zaman dahulu memasak
rendang di atas api sangai (api sangat kecil yang diatur agar jangan sampai
menghanguskan) hingga kering.
Proses ini dilakukan secara tradisional, yakni dimasak diatas tungku dengan
menggunakan kayu bakar. Pada awalnya dimasak dengan api besar, lalu dilanjutkan
dengan menggunakan api sangai yang berasal dari pembakaran sabuk kelapa.
Proses ini bisa berulang sampai beberapa kali hingga makanan tersebut mengering
dan menghasilkan rendang.
Dalam proses mengaduk secara tradisional biasanya masyarakat
menggunakan sendok panjang, sehingga menyebabkan produsen rendang
kepanasan dan kewalahan dalam mengaduk untuk waktu yang lama yaitu hingga 5
jam. Dengan dasar ini, perlu kiranya didesain dan dibuat sebuah alat yang dapat
membantu dalam mengaduk rendang hingga kering (warna rendang coklat tua)
dengan hasil yang memuaskan. Alat yang dirancang ini dinamai APREN (Alat
Pengaduk Rendang). Alat ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat terutama
produsen rendang agar bisa menyajikan rendang dengan rasa yang pas, tanpa perlu
menghabiskan banyak tenaga dan biaya, sehingga dapat memudahkan produsen
dalam penyajian rendang. Rancangan tersebut akan penulis tuangkan dalam sebuah
penulisan Tugas Akhir dengan judul “RANCANG BANGUN APREN (Alat
Pengaduk Rendang) KAPASITAS 5 KG”.

1
2

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat ditarik rumusan
masalah adalah bagaimana desain APREN (Alat Pengaduk Rendang) dengan
kapasitas 5 Kg?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Menghasilkan desain konstruksi APREN.
2. Menghasilkan desain transmisi APREN.
3. Menghasilkan estimasi biaya produksi APREN.
4. Menghasilkan prototype APREN.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan desain konstruksi dan transmisi
APREN untuk menghasilkan prototype APREN.
2. Mengetahui estimasi biaya produksi APREN per unit.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan prototype APREN.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami tugas akhir ini, maka penulis
menyusun sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN, pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat.
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, pada bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori
yang akan mendukung program ini.
BAB III. METODE PENELITIAN, pada bab ini akan dijelaskan metode
penelitian yang dipakai dalam merancang alat pengaduk rendang.
BAB IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN, pada bab ini akan dijelaskan temuan
dan pembahasan rancangan alat.
BAB V. SIMPULAN, bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh, serta
saran-saran yang berhubungan dengan alat pengaduk rendang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Rendang
Makanan merupakan salah satu karya budaya masyarakat (Haryono, 1997).
Itu artinya masakan tidak akan pernah terlepas dari budaya, terlebih itu masakan
tradisional yang merupakan salah satu artefak budaya yang harus dilestarikan.
Masakan tradisional adalah masakan yang memiliki citarasa khas dan diolah
dengan cara serta kebiasaan turun temurun oleh masyarakat tertentu. Baik itu dalam
cara memasak maupun bahan yang digunakan dalam meramu masakan tersebut.
Setiap daerah memiliki masakan tradisional yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh beragamnya variasi bahan dasar yang ada di setiap daerah.
Masakan tradisioal Minangkabau merupakan masakan yang berkembang di
provinsi Sumatera Barat. Biasanya masyarakat menyebutnya dengan masakan
Padang.
Rendang merupakan salah satu masakan tradisional Indonesia yang berasal
dari etnis Minangkabau, Sumatera Barat. Rendang sendiri terdiri dari olahan daging
sapi dengan campuran berbagai macam rempah dan santan kelapa. Proses
memasaknya memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar lima jam hingga
menjadi benar-benar kering.
Rendang merupakan kuliner warisan budaya masyarakat Minangkabau.
Para pakar di bidang kuliner tradisional meyakini bahwa rendang sudah dikenal
sejak tahun 1550 M. Pada masa itu masyarakat di Nusantara masih sangat
sederhana. Mereka hidup berpindah-pindah tempat dan membutuhkan cara
mengawetkan daging untuk persediaan makan. Salah satu cara untuk menyiasati
dalam memenuhi kebutuhan pangan yang mereka lakukan adalah dengan membuat
rendang (Fajarsasi, 2017, hlm. 240).
Menurut Fajarsari (2017, hlm. 340) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa jika ditinjau dari asal katanya, rendang bukanlah nama kuliner, melainkan
teknik memasak, yaitu cara mengawetkan daging dengan merendam dalam santan
dan disertai rempah-rempah yang dipanaskan dengan api. Proses pemanasan diaduk
secara terus-menerus dengan memperhatikan besar kecilnya api yang dibutuhkan.

3
4

Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat


antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan
pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tidak mengherankan jika rendang dapat
disimpan satu minggu hingga empat minggu.

2.2 Komposisi Rendang


Komposisi pembuatan rendang tergantung pada kapasitas dan kadar bumbu
yang diinginkan. Secara umum, rendang memiliki komposisi daging sapi dengan
santan kelapa dan bumbu-bumbu yang dihaluskan. Bumbu yang dihaluskan adalah
bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, lengkuas muda, cabai giling, merica,
daun jeruk, serai, dan garam.

2.3 Proses Pembuatan Rendang


Langkah pertama proses pembuatan rendang yaitu mencuci daging sampai
bersih, lalu potong sesuai selera. Selanjutnya ulek atau blender semua bumbu halus.
Panaskan wajan, lalu masukkan santan, air, dan daging sapi. Aduk terus agar santan
tidak pecah. Sambil diaduk, masukkan serai, daun kunyit, daun jeruk, dan garam.
Setelah mongering dan berubah warna menjadi kecoklatan, masukkan bumbu-
bumbu yang telah dihaluskan. Tunggu hingga mongering dan keluar minyak.

2.4 Definisi Pengaduk


Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga
menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis mixer
yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu propeller
dan mixer dengan dua propeller. Mixer dengan satu propeller adalah mixer yang
biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan mixer
dengan dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas tinggi.
Hal ini karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan massa dari
bahan pencampur (emulsi), selain itu ketinggian emulsi bervariasi dari waktu ke
waktu (Suryani, dkk., 2002).
Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu
5

yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang


lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk operasi
pencampuran. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting dalam
berbagai proses kimia. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua kelompok.
Pertama, pencampuran antara cairan yang saling tercampur (miscible), dan kedua
adalah pencampuran antara cairan yang tidak tercampur atau tercampur sebagian
(immiscible). Selain pencampuran fasa cair dikenal pula operasi pencampuran
fasa cair yang pekat seperti lelehan, pasta, dan sebagainya; pencampuran fasa
padat seperti bubuk kering, pencampuran fasa gas, dan pencampuran antar fasa.
Mixer merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan
menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang
seragam dari beberapa konstituen baik cair–padat, padat–padat, maupun cair-gas.
Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fasa kontinyu dan yang
lebihsedikit disebut fasa disperse. (Fellows, 1988).

2.5 Jenis-jenis Pengaduk


Pengaduk memiliki fungsi sebagai pompa yang menghasilkan laju
volumetrik tertentu pada tiap kecepatan putaran dan input daya. Input daya
dipengaruhi oleh geometri peralatan dan fluida yang digunakan. Profil aliran dan
derajat turbulensi merupakan aspek penting yang mempengaruhi kualitas
pencampuran. Rancangan pengaduk sangat dipengaruhi oleh jenis aliran, laminar
atau turbulen. Aliran laminar biasanya membutuhkan pengaduk yang ukurannya
hampir sebesar tangki itu sendiri. Hal ini disebabkan karena aliran laminar tidak
memindahkan momentum sebaik aliran turbulen (Walas, 1988).
Pencampuran di dalam tangki pengaduk terjadi karena adanya gerak rotasi
dari pengaduk dalam fluida. Gerak pengaduk ini memotong fluida tersebut dan
dapat menimbulkan arus yang bergerak keseluruhan sistem fluida tersebut. Oleh
sebab itu, pengaduk merupakan bagian yang paling penting dalam suatu operasi
pencampuran fasa cair dengan tangki pengaduk. Pencampuran yang baik akan
diperoleh bila diperhatikan bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena
akan mempengaruhi keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan.
Menurut aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
sebagai berikut.
6

1. Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan
sumbu putaran.
2. Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah
tangensial dan radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran
tangensial menyebabkan timbulnya vortex dan terjadinya pusaran, dan
dapat dihilangkan dengan pemasangan baffle atau cruciform baffle.

3. Pengaduk aliran campuran yang merupakan gabungan dari kedua jenis


pengaduk di atas. Menurut bentuknya, pengaduk dapat dibagi menjadi 3
golongan: Propeller, Turbine, Paddles.

Gerakan pencampuran pada mixer bahan baik secara horizontal maupun


secara vertikal tersebut dapat bervariasi bergantung dari jenis pengaduk yang
digunakan, sehingga hasil yang didapat akan bervariasi pula. Peralatan Pencampur
dengan menggunakan satu pengaduk biasanya digunakan untuk mengaduk bahan
dengan viskositas rendah, sedangkan peralatan pengaduk dengan lebih dari satu
propeller digunakan untuk mengaduk bahan dengan viskositas tinggi. Untuk
merencanakan Luas kipas dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑉 = 𝑃×𝐿×𝑡
Dimana:
P = Panjang kipas pengaduk (mm)
L = Lebar kipas pengaduk (mm)
t = Tebal kipas pengaduk (mm)

Pemilihan pengaduk (impeller) yang tepat menjadi salah satu faktor penting
dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Pengaduk jenis baling-
baling (propeller) dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin dengan aliran
radial menjadi pilihan yang lazim dalam pengadukan dan pencampuran. Secara
umum, terdapat empat jenis pengaduk yang biasa digunakan, yaitu pengaduk
baling–baling (propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle)
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller)
Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan
arah aliran aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki
viskositas rendah dan tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas
7

sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head. Dalam
perancangan propeller, luas sudut biasa dinyatakan dalam perbandingan luas area
yang terbentuk dengan luas daerah disk. Nilai nisbah ini berada pada rentang 0.45
sampai dengan 0.55.
Pengaduk propeler terutama menimbulkan aliran arah aksial, arus aliran
meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu
sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki. Ada beberapa jenis pengaduk
atau impeller yang biasa digunakan, yaitu (a) Marine propeller; (b) Hydrofoil
propeller; dan (c) High flow propeller.

Gambar 2. 1
Jenis Pengaduk Propeller
Baling-baling ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga
1750 rpm (revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas
rendah.
Menghitung gaya pada sudut pengaduk, Gaya atau kakaks adalah apapun
yang dapat menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami percepatan. gaya
sentripetal adalah gaya yang membuat benda bergerak melingkar, sehingga pada
perencanaan ini dapat dihitung gaya sentripetal yang terjadi pada pengaduk.
Untuk menghitung Gaya sentripetal (fs) pada sudut poros penggerak dari
pengaduk,adalah sebagai berikut.
𝐹𝑠 = 𝑚 ∙ 𝑎 (𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛) ......................................... Pers. 1

Untuk mencari percepatan sentripetal (as) pada pengaduk :


𝑣2
𝑎𝑠 = (𝑚/𝑠 2 ) ......................................... Pers. 2
𝑟

Dimana:
v = kecepatan linier pengaduk ( m/s)
r = jari–jari pengaduk (blade) (m)
8

Kecepatan linier (v) pengaduk dapat dihitung:


𝑑𝑛
𝑣= (𝑚/𝑠) ......................................... Pers. 3
60

Dimana:
d = diameter pengaduk ( m)
n = putaran dari poros pengaduk (rpm)

2.5.2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle)


Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses
pencampuran dalam industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudu,
horizontal atau vertical, dengan nilai D/T yang tinggi. Paddle digunakan pada aliran
fluida laminar, transisi atau turbulen tanpa baffle.
Pengaduk padel menimbulkan aliran arah radial dan tangensial dan hamper
tanpa gerak vertikal sama sekali. Arus yang bergerak ke arah horisontal setelah
mencapai dinding akan dibelokkan ke atas atau ke bawah. Bila digunakan pada
kecepatan tinggi akan terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi.
Berbagai jenis pengaduk dayung biasanya digunakan pada kecepatan
rendah diantaranya 20 hingga 200 rpm. Dayung datar berdaun dua atau empat biasa
digunakan dalam sebuah proses pengadukan. Panjang total dari pengadukan dayung
biasanya 60 - 80% dari diameter tangki dan lebar dari daunnya 1/6 - 1/10 dari
panjangnya. Beberapa jenis paddle yaitu: (a) Paddle anchor; (b) Paddle flat beam–
basic; (c) Paddle double–motion; (d) Paddle gate; (e) Paddle horseshoe; (f) Paddle glassed
steel (used in glass-lined vessels); (g) Paddle finger; (h) Paddle helix; dan (i) Multi paddle.

Gambar 2. 2
Pengaduk Jenis Dayung (Paddle)
9

Pengaduk dayung menjadi tidak efektif untuk suspensi padatan, karena


aliran radial bisa terbentuk namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil.Sebuah
dayung jangkar atau pagar, yang terlihat pada gambar 6 biasa digunakan dalam
pengadukan.Jenis ini menyapu dan mengeruk dinding tangki dan kadang-kadang
bagian bawah tangki. Jenis ini digunakan pada cairan kental dimana endapan pada
dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk meningkatkan transfer panas dari
dan ke dinding tangki. Bagaimanapun jenis ini adalah pencampuran yang buruk.
Pengaduk dayung sering digunakan untuk proses pembuatan pasta kanji, cat, bahan
perekat dan kosmetik.

2.5.3 Pengaduk Jenis Turbin (Turbine)


Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa
memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine
merupakan pengaduk dengan sudut tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk
jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis
propeller (Uhl & Gray, 1966). Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial dan
tengensial. Di sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan geseran
yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched blade.
Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah aksial,
meski demikian terdapat pule aliran pada arah radial. Aliran ini akan mendominasi
jika sudu berada dekat dengan dasar tangki.
Pengaduk turbin adalah pengaduk dayung yang memiliki banyak daun
pengaduk dan berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk
cairan dengan rentang kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuah turbin
biasanya antara 30 - 50% dari diameter tangki. Turbin biasanya memiliki empat
atau enam daun pengaduk.
Turbin dengan daun yang datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini juga
berguna untuk dispersi gas yang baik, gas akan dialirkan dari bagian bawah
pengaduk dan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu tepotong-potong menjadi
gelembung gas. Beberapa jenis turbin yaitu: (a) Turbine disc flat blade; (b) Turbine
hub mounted curved blade; (c) Turbine disc mounted curved blade; (d) Turbine
pitched blade; (e) Turbine bar; dan (f) Turbine shrouded.
10

Gambar 2. 3
Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi

2.6 Sistem Transmisi


2.6.1 Motor Listrik
Motor adalah sebuah komponen yang terdiri dari kumparan dan magnet,
semakin besar magnet nya maka akan semakin cepat pula kumparan tersebut
berputar. Sedangkan motor listrik merupakan perangkat elektromagnetis yang
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan
untuk, misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan
kompresor, mengangkat bahan, dan pengaduk semen.
Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di
industri. Tipe atau jenis motor listrik sekarang sangat beragam, namun dari sekian
banyak tipe yang ada di pasaran, sejatinya motor listrik hanya memiliki 2 komponen
utama, yaitu stator dan rotor. Stator adalah bagian motor listrik yang diam dan rotor
adalah bagian motor listrik yang bergerak (berputar). Sedangkan berdasarkan
sumber tegangan, motor listrik di bagi menjadi 2 lagi, yaitu motor listrik AC
(Alternating Current) dan motor listrik DC (Direct Current). Untuk lebih jelasnya,
dari kedua jenis motor tersebut (AC dan DC) dibagi lagi menjadi beberapa varian
dan struktur, untuk detailnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Sumber: Febriant (2013)


Gambar 2. 4
Klasifikasi Motor Listrik
11

Untuk menghitung daya motor listrik yang diperlukan, harus dicari dulu
berapa gaya dan torsi yang akan dibebankan pada pengaduk. Menghitung gaya
dapat digunakan rumus sebagai berikut.
𝐹 =𝑚 ×𝑎

Keterangan:
F = Gaya yang dibebankan pada pengaduk (N)
m = massa (kg)
a = percepatan gravitasi (m/s2)

Menghitung torsi dapat digunakan rumus:


𝑇 =𝐹×𝑟
Keterangan:
T = torsi (Nm)
F = Gaya (N)
r = jari-jari pengaduk (m)

Menghitung daya yang dibutuhkan dapat digunakan rumus:

2𝜋×𝑁×𝑇
𝑃= (R.S Khurmi & J.K Gupta, 1982, hlm. 410)
4500

Keterangan:
P = Daya (HP)
T = Torsi (Nm)
No = Kecepatan putaran (RPM)

a. Motor AC Satu Fasa (1-Fasa)


Pada dasarnya antara motor 1 fasa dengan motor 2 fasa. Hal yang
membuat tidak simetris hanya karena pada kumparan statornya dibuat dua
kumparan (yaitu kumparan bantu dan kumparan utama) yang mempunyai
perbedaan secara listrik dimana antara masing-masing kumparannya tidak
mempunyai nilai impedansi yang sama dan umumnya motor bekerja dengan
satu kumparan stator (kumparan utama). Secara prinsip, motor 1 fasa ini tidak
bekerja berdasarkan gaya Lorentz melainkan bekerja berdasarkan gaya medan
maju dan gaya medan mundur. Jika salah satu medan di perbesar, maka rotor
12

akan berputar sesuai dengan arah medan yang diperbesar tersebut. Kontruksi
motor listrik 1 fasa dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Sumber: Blocher (2004)


Gambar 2. 5
Konstruksi Motor Listrik Satu Fasa (1-Fasa)

b. Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa)


Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan
rotor, bagian rotor dipisahkan dengan bagian stator oleh celah udara yang
sempit (air gap) dengan jarak antara 0,4 mm sampai 4 mm. Tipe dari motor
induksi tiga fasa berdasarkan lilitan pada rotor dibagi menjadi dua macam yaitu
rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang memiliki rotor
terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar tupai
(Squirrel-cage rotor) yaitu tipe motor induksi dimana konstruksi rotor tersusun
oleh beberapa batangan logam yang dimasukkan melewati slot-slot yang ada
pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh cincin
sehingga membuat batangan logam terhubung singkat dengan batangan logam
yang lain. Kontruksi motor listrik 3 fasa dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah
ini.
13

Sumber: Ibrahim (2013)

Gambar 2. 6
Konstruksi Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa)
2.6.2 Poros
Poros pada umumnya berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran.
Bentuk dari poros adalah silinder baik pejal maupun berongga. Namun ukuran
diemeternya tidak selalu sama. Biasanya dalam permesinan, poros dibuat
bertangga/ step agar bantalan, roda gigi maupun pulley mempunyai dudukan dan
penahan agar dapat diperoleh ketelitian mekanisme. (Stolk dan Kross, 1993).
Untuk menentukan poros yang akan digunakan, jika P adalah daya nominal
output dari motor penggerak, maka bermacam faktor keamanan biasanya dapat
diambil dalam perencanaan, sehingga koreksi pertama dapat diambil kecil. Jika
koreksi adalah Fc (Tabel 2.1) maka daya recana Pd (KW) sebagai berikut:
a) Daya perencanaan (Sularso, 1991, hlm. 7)
𝑃𝑑 = 𝐹𝑐 ∙ 𝑃
Keterangan: Pd = Daya perencanaan (Hp)
Fc = Faktor koreksi
P = Daya nominal Output (Hp)
Tabel 2. 1
Faktor-faktor Koreksi Daya yang Akan Ditransmisikan

Daya yang akan ditrasmisikan Fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5
14

b) Momen rencanan (Sularso, 1991, hlm. 7)


Jika daya diberikan dalam (Hp), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk
mendapatkan daya dalam (KW).
Jika momen punter disebut juga sebagai momen rencana adalah T (Kg . mm)
maka:
𝑇 2𝜋𝑁1
(100) ( 60 )
𝑃𝑑 =
102
Sehingga
𝑃𝑑
𝑇 = 9,74 𝑥 105 ( )
𝑁1
Keterangan: Pd = Daya rencana (KW)
T = Momen rencana (Kg . mm)
N1 = Kecepatan putar (Rpm)

c) Tegangan geser (Sularso, 1991, hlm. 7 dan 8)


𝑇
𝜏= = 5,1 . 𝑇/𝑑𝑠 3
𝜋𝑑𝑠 3
( 16 )

Dimana
𝜏𝑎 = 𝜎𝐵/(𝑆𝑓1 𝑥 𝑆𝑓2)

Batas kelelahan punter adalah 18% dari kekuatan tarik σB, sesuai dengan
setandar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesr
1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang
dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja paduan.
Faktor ini Dinyatakan dengan Sf1.
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau
dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup
besar.pengaruh kekasaran perlu juga diperhitungkan . untuk memasukkan
pengaruh-pengaruh ini dalsm perhitungan perlu di ambil faktor yang
dinyatakan dengan Sf2 dengan harga sebesar 1,3 – 3,0.
Sehingga

3 5,1
𝑑𝑠 = √( ) 𝐾𝑡𝐶𝑏𝑇
𝜏𝑎
15

3 5,1
𝑑𝑠 = √( ) 𝐾𝑡𝐶𝑏𝑇
𝜎𝐵/(𝑆𝑓1 𝑥 𝑆𝑓2)

Keterangan: Ʈa = Tegangan geser (Kg/mm2)


T = momen rencana (Kg . mm)
ds = Diameter poros (mm)
σB = tegangan tarik (Kg/mm2)
Sf1 = Faktor pengaruh massa
Sf2 = Faktor kekasaran
Kt = Faktor momen rencana
Cb = Faktor bebab lentur

Dimana Kt merupakan faktor momen yang memiliki nilai sebesar 1,0 jika
beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau
tumbukan, dan 1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan tumbukan besar.
Sedangkan Cb merupakan nilai yang dimasukan jika memang diperkirakan
akan terjadi pemakaian denga beban lentur, dimana nilai yang diberikan
sebesar 1,2 – 2,3. (jika diperkirakan tidak terjadi pembebanan lentur maka
Cb = 1,0).

Menurut pembebanannya, poros dibedakan atas tiga jenis, yaitu sebagai


berikut.
a. Poros Transmisi
Poros ini berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran. Hal ini
menyebabkan poros mendapatkan momen bending/ beban lentur dan momen
torsion/ beban puntir. Data yang ditranmisikan kepada poros melalui kopling,
roda gigi, pulley maupun dengan sprocket.

b. Spindel
Spindle berfungsi sebagai poros transmisi. Namun, beban yang diterima
poros ini hanya beban puntir. Contoh dari poros ini adalah spindle pada mesin
perkakas, dimana ukurannya relatif pendek. Syarat yang harus dipenuhi poros ini
adalah deformasinya harus kecil, bentuk serta ukurannya harus teliti.
16

c. Gandar
Poros ini berfungsi menyangga suatu mekanisme. Beban yang diterima
poros ini adalah beban lentur, tidak terjadi putaran pada poros (Sularso dan Suga,
2004). 12 Poros digunakan pada setiap mesin dan peralatan mesin, poros dibebani
dengan beban yang berubah yaitu kombinasi dari lenturan dan puntiran disertai
dengan berbagai tingkatan konsentrasi tegangan. Pemindahan tenaga dan
pergerakan mesin dapat dibagi dua yaitu sebagai berikut.
1) Pergerakan Langsung
Dalam hal ini poros motor bergerak (motor listrik, mesin uap dan motor
bakar) Dihubungkan langsung dengan poros perkakas atau mesin yang
hendak digerakkan dengan koplingkopling.
2) Pergerakan Tidak Langsung
Dalam hal ini poros motor penggerak tidak langsung berhubungan
dengan perkakas atau mesin yang digerakkan, melainkan dengan
menggunakan pulley dalam mentransmisikan tenaga (Nababan, 2005).

2.6.3 Pulley
Pulley sabuk dibuat dari dari besi cor atau dari baja. Pulley kayu tidak
banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan pulley dari paduan
alumunium. Pulley sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang tinggi
(diatas 35m/det).
Perbandingan kecepatan (velocity ratio) pada puli berbanding terbalik
dengan perbandingan diameter puli, dimana secara matematis ditunjukan dengan
pesamaan berikut:
𝑁1 × 𝐷1 = 𝑁2 × 𝐷2
Keterangan:
N1 = Putaran puli penggerak (rpm)
N2 = Putaran puli yang di gerakkan (rpm)
D1 = Diameter puli yang menggerakkan. (mm)
D2 = Diameter puli yang di gerakkan (mm)

Menurut Daryanto (2007), ada beberapa jenis tipe pulley yang digunakan
sebagai sabuk penggerak, yaitu sebagai berikut.
a. Pulley Datar
Pulley ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dalam
bentuk yang bervariasi.
17

b. Pulley Mahkota
Pulley ini lebih efektif dari pulley datar karena sabuknya sedikit
menyudut sehingga untuk slip relatif sukar, dan derajat ketirusannya bermacam-
macam menurut kegunaannya.

c. Pulley tipe lain


Pulley ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan kisar urat
pada sabuk penggeraknya.

Menurut Mabie dan Ocvirk (1967), pemasangan pulley dapat dilakukan


dengan cara:
1) Horizontal
Pemasangan pulley dapat dilakukan dengan cara mendatar dimana pasangan
pulley terletak pada sumbu mendatar; dan
2) Vertikal
Pemasangan pulley dilakukan secara tegak dimana letak pasangan pulley
adalah pada sumbu vertikal. Pada pemasangan ini akan terjadi getaran pada
bagian sabuk yang kendur sehingga akan menimbulkan getaran pada
mekanisme serta penurunan umur sabuk.

Sumber: http://www.electricmotorwarehouse.com
Gambar 2. 7
Pulley
2.6.4 Sabuk-V
Penggerak berbentuk sabuk bekerja atas dasar gesekan tenaga yang
disalurkan dari mesin penggerak dengan cara persinggingan sabuk yang
menghubungkan antar pulley 14 penggerak dengan pulley yang akan digerakkan.
Sebaliknya sabuk mempunyai sifat lekat tetapi tidak lengket pada pulley dan salah
satu pulley itu harus dapat diatur (Pratomo dan Irwanto, 1983).
18

Syarat yang harus dipenuhi untuk bahan sabuk adalah kekuatan dan
kelembutan yang berguna untuk bertahan terhadap kelengkungan yang berulang
kali disekeliling pulley. Selanjutnya yang penting ialah koefisien gesek antara
sabuk dan pulley, massa setiap satuan panjang dan ketahanan terhadap pengaruh
luar seperti uap lembab, kalor, debu, dan sebagainya (Stolk dan Kros, 1993).
Jarak yang cukup jauh yang memisahkan antara dua buah poros
mengakibatkan tidak memungkinkannya mengunakan transmisi langsung dengan
roda gigi. Sabuk-V merupakan sebuah solusi yang dapat digunakan. Sabuk-V
adalah salah satu transmisi penghubung yang terbuat dari karet dan mempunyai
penampang trapesium. Dalam penggunaannya sabuk-V dibelitkan mengelilingi alur
puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit pada puli akan
mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar
(Sularso dan Suga, 2004, hlm. 163).
Sabuk-V memiliki keungulan lain dimana Sabuk-V akan menghasilhan
transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah serta jika dibandingkan
dengan transmisi roda gigi dan rantai, Sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara.
Sabuk-V selain juga memiliki keungulan dibandingkan dengan transmisi-transmisi
yang lain, Sabuk-V juga memiliki kelemahan dimana Sabuk-V dapat
memungkinkan untuk terjadinya slip. Adapun tampilan V-belt nya dapat dilihat
pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Sumber: Sularso dan Suga (2004)


Gambar 2. 8
V-Belt
Perhitungan sabuk bisa menjadi patokan umum untuk menentukan ukuran
sabuk yang akan kita beli. Adapun rumus perhitungan sabuk sebagai berikut:
a) Kecepatan sabuk (Sularso, 1991, hlm. 166)
𝜋𝑥𝑑1𝑥𝑛1
𝑣=
60 𝑥 100
19

Keterangan: v = Kecepatan puli (m/s)


D1 = Diameter puli kecil (mm)
n1 = Kecepatan putar puli kecil (Rpm)

b) Panjang sabuk (Sularso, 1991, hlm. 170)

Gambar 2. 9
Perhitungan Panjang Keliling Sabuk Terbuka
Dimana rumus perhitungan panjang sabuk itu sendiri sebagai berikut:
𝑑𝑝 𝑠𝑖𝑛𝛾 𝐷𝑝
𝐿= (𝜋 − 2𝛾) + 2𝐶 (1 − )+ (𝜋 + 2𝛾)
2 2 2
𝜋
= 2𝐶 + 2 (𝑑𝑝 + 𝐷𝑝) + 𝛾(𝐷𝑝 − 𝑑𝑝)2 − 𝐶𝑠𝑖𝑛2 𝛾

Oleh karena:
𝐷𝑝 − 𝑑𝑝
𝛾 ≈ 𝑠𝑖𝑛𝛾 =
2𝐶
Maka:
𝜋 1
𝐿 = 2𝐶 + (𝐷𝑝 + 𝑑𝑝) + ( 𝐷𝑝 − 𝑑𝑝)2
2 4𝐶
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
𝛾 = sudut yangterbentuk
20

c) Jarak sumbu poros (Sularso, 1991, hlm. 170)


𝑏 ± √𝑏 2 − 8(𝐷𝑝 − 𝑑𝑝)2
𝐶=
8

Dimana
𝑏 = 2𝐿 − 3,14(𝐷𝑝 + 𝑑𝑝)
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
b = Jarak yang tergak lurus terhadap sabuk

d) Sudut kontak ϴ ( Sularso, 1991, hlm. 173)


57(𝐷𝑝 − 𝑑𝑝)
𝜃 = 180° −
𝐶
Keterangan: ϴ = Nilai sudut kontak
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)

e) Jumlah sabuk
𝑃𝑑
𝑁=
𝑃𝑜 𝐾𝜃
Keterangan: N = Jumlah sabuk
Pd = Daya motor (KW)
Po = Daya yang ditrasmisikan (KW)
Kϴ = Faktor koreksi

2.6.5 Bantalan
Bantalan adalah tempat poros bertumpu. Bantalan ini dapat dipasang di dalam
mesin, dimana poros bertumpu pada bagian yang terpisah. Bantalan dipasang pada
bagian mesin yang dinamakan blok bantalan. Dalam bantalan biasanya terjadi gaya
reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih banyak mengarah tegak pada garis sumbu
21

poros, bantalan dinamakan bantalan radial, kalau gaya reaksi itu jauh lebih banyak
mengarah sepanjang garis sumbu, namanya adalah bantalan aksial (Daryanto,
2007).
a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
1) Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
perantaraan lapisan pelumas.
2) Bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol
bulat.

b. Berdasarkan arah beban terhadap poros


1) Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu.
2) Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3) Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.

Meskipun bantalan gelinding menguntungkan, Banyak konsumen


memilih bantalan luncur dalam hal tertentu, contohnya bila kebisingan bantalan
menggangu, pada kejutan yang kuat dalam putaran bebas.

c. Perbandingan antara bantalan luncur dan bantalan gelinding


Menurut Elemen Mesin (Sularso dan Suga, 2004, hlm. 103)
perbandingan antara bantalan luncur dan bantalan gelinding yaitu sebagai
berikut.
1) Bantalan luncur
i) Mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan besar.
ii) Konstruksinya sederhana dan dapat dibuat serta dipasang dengan
mudah
22

iii) Bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar


iv) Bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir
tidak bersuara dikarenakan adanya lapisan pelumas.
v) Pelumasan bantalan ini tidak begitu sederhana.
2) Bantalan gelinding
i) Lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan luncur.
ii) Bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik – pabrik tertentu
saja dikarenakan konstruksinya sukar dan ketelitiannya yang tinggi.
iii) Harganya lebih mahal dibandingkan dengan bantalan luncur
Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat
rendah. Pelumasannya sangat sederhana, cukup dengan gemuk.
3) Bantalan dengan beban campuran (radial-aksial).

2.7 Sistem Rangka


Struktur adalah satu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen yang
direncanakan agar mampu menerima beban dari luar maupun berat sendiri tanpa
mengalami perubahan bentuk yang melampaui batas persyaratan.
2.7.1 Struktur statis tertentu dan statis tak tentu
Pada dasarnya suatu struktur dapat bersifat statis tertentu atau statis tak tentu.
Struktur yang dapat dianalisa dengan menggunakan persamaan statika ( ∑V = 0,
∑H = 0, dan ∑M = 0) disebut struktur statis tertentu. Sedangkan struktur yang tidak
dapat dianalisa dengan hanya menggunakan persamaan statika saja disebut struktur
statis tak tentu, untuk menganalisa struktur tersebut digunakan persamaan-
persamaan bantuan lainnya berupa persamaan sudut penurunan dan persamaan
penurunan (deflection).
Untuk membuktikan apakah suatu struktur bersifat statis tertentu atau statis
tak tentu, pada balok dan kerangka kaku ditentukan berdasarkan jumlah bilangan
reaksi yang ada, sedangkan pada rangka batang ditentukan berdasarkan hubungan
antara jumlah batang (m), jumlah titik buhul/joint (j) dan jumlah bilangan reaksi (r).
23

P1 P2 P3

R1 (a) Balok Sederhana R2

P1 P2 P3

R1
R2

(b) Balok menggantung

P1 P2 P3
R1

(c) Balok kantilever


R2

P1 P2 P3 P4

R1 R2 R3 R4

(d) Balok dengan sendi-dalam

Gambar 2. 10
Balok Statis Tertentu
Diagram gaya geser dan momen suatu balok dapat digambarkan apabila
semua reaksi luarnya telah diperoleh. Dalam mempelajari keseimbangan sistem
gaya-gaya sejajar yang sebidang telah dibuktikan bahwa dengan prinsip statika
hanya dapat dihitung tidak lebih dari dua gaya yang tak diketahui. Untuk balok
24

sederhana, balok menggantung dan balok kantilever seperti pada Gambar 2.10
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan statika, atau ketiga
balok tersebut merupakan struktur statis tertentu. Meskipun demikian jika sebuah
balok terletak di atas lebih dari dua penyangga atau sebagai tambahan jepitan pada
satu atau kedua ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang harus
ditentukan.
P1 P2 P3 P4

R1 R2 (a) R3 R4

P1 P2 P3 P4 P5
R1

R2 R 3 R4 (b) R5 R6

P1 P2 P3 P4
R5

R1 R2 (c) R3 R4

Gambar 2. 11
Balok Statis Tak Tentu
Statika hanya memberikan dua syarat keseimbangan untuk sistem gaya
sejajar yang sebidang, dan dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat diperoleh,
semua reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan dan tidak dapat ditentukan
dengan hanya menggunakan persamaan statika. Balok dengan reaksi kelebihan
semacam ini disebut balok statis tak tentu. Derajat ketidaktentuannya ditentukan
oleh jumlah rekasi kelebihan tersebut. Jadi balok pada Gambar 2.11a merupakan
struktur statis tak tentu berderajat dua karena jumlah reaksi yang tidak diketahui
ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua persamaan keseimbangan,
sedangkan balok pada Gambar 2.11b merupakan struktur statis tak tentu berderajat
25

empat, dan balok pada Gambar 2.11c bersifat statis tak tentu berderajat satu karena
memiliki lima reaksi dan dua sendi dalam.
P2 P2

P1

P1

R1

R2
(a ) R2 (b )

R1
R3 R3

Gambar 2. 12
Kerangka Kaku Statis Tertentu
Suatu kerangka kaku bertingkat-satu (single-story) akan bersifat statis
tertentu jika hanaya ada tiga reaksi luar, karena statika hanya memberikan tiga
syarat keseimbangan untuk system gaya sebidang umumnya. Jadi dua rangka- kaku
yang terlihat pada Gambar 2.12 merupakan struktur statis tertentu. Akan tetapi jika
suatu rangka-kaku bertingkat-satu memiliki reaksi luar lebih dari tiga, maka
kerangka tersebut bersifat statis tak tentu, dan derajat ketidaktentuannya menjadi
sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Dengan demikian, kerangka pada
Gambar 2.13a merupakan struktur statis tak tentu berderajat satu, Gambar 2.13b
berderajat tiga, dan Gambar 2.13c berderajat lima.
26

P2 P2

P1 P1

R1 R2

R3 R1
R3 R5
R2 (a ) (b )
R4
R6
R4

P2 P3

P1

R2 R7

R1 R5
R3
R8
R4
R6

(c)

Gambar 2. 13
Kerangka Kaku Statis Tak Tentu
Suatu rangka batang bersifat statis tertentu apabila jumlah gaya yang tak
diketahui sekurang-kurangnya ada tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang
tersebut adalah 2j – r, dimana j adalah banyaknya titik hubungnya dan r merupakan
jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, maka kondisi statis tertentu
ditentukan dengan persamaan: m = 2j – r
27

m = 2j – 3
P1

R1

P2
R2 R3

(a) r = 3; m = 21; j = 12; m = 2j – r ; stabil


P4

P1 P3

R1

P2
R2 R3 R4

(b) r = 4; m = 20; j = 12; m = 2j – r ; stabil


P1

R1

P2
R2 R3

(c) r = 3; m = 21; j = 12; m = 2j – r ; tak-stabil

Gambar 2. 14
Rangka Batang Statis Tertentu
Rangka batang pada Gambar 2.14a dan gambar 2.14b bersifat statis tertentu
stabil. Sedangkan rangka batang pada Gambar 2.15c bersifat statis tak tentu tak
stabil. Apabila suatu rangka batang memiliki sekurang-kurangnya tiga reaksi yang
tak diketahui dan jumlah batangnya (m) lebih besar dari 2j- r, maka akan bersifat
statis tak tentu, dengan derajat ketententuannya yakni menjadi : i = m – (2j – r).
28

(a)r = 5; j = 24; m = 45; i = m – (2j – r) = 2 ; tak stabil

r = 4; j = 8; m = 15;
(b i = m – (2 – j) = 3 ; tak stabil

(c) i = m – (2 – j) = 3 ; tak stabil


Gambar 2. 15
Rangka Batang Statis Tak Tentu
Rangka batang statis tak tentu pada Gambar 2.15a berderajat dua, karena
mempunyai empat reaksi yang tak diketahui dan hanya ada dua persamaan
keseimbangan. Gambar 2.15b dan Gambar 2.15c berderajat tiga, karena ada tiga
batang kelebihan (m = 3j) ditambah tiga reaksi yang tidak diketahui, sedangkan
persamaan keseimbangan yang ada hanya tiga saja.
Rangka batang umumnya terdiri dari serangkaian segitiga-segitiga yang
berhubungan satu sama lain seperti terlihat pada Gambar 2.16. Dalam kasus ini
segitiga pertama membutuhkan tiga buah titik hubung dan tiga buah batang,
sedangkan setiap segitiga berikutnya membutuhkan dua batang tambahan, dan
hanya satu titik hubung tambahan, sehingga: m – 3 = 2(j – 3) atau m = 2j – 3.

1 2
3

Gambar 2. 16
Susunan Segitiga Membentuk Rangka Batang
29

2.8 Perencanaan Estimasi Biaya Produksi


Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh produsen
untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan yang akan digunakan
untuk menciptakan suatu alat yang diproduksi oleh produsen tersebut. Estimasi
biaya produksi sangat diperlukan untuk mengetahui berapa biaya total yang
diperlukan untuk satu kali produksi alat. Adapun untuk mengetahui biaya produksi
alat dapat dihitung dengan cara menghitung biaya material , biaya komponen, biaya
sewa mesin, biaya operator dan biaya tak terduga yang akan ditotalkan menjadi
biaya total produksi alat.
Perhitungan biaya material
𝐵𝑀 = 𝑚 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑔

Perhitungan biaya komponen


𝐵𝐾 = 𝐽𝐾 𝑥 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛

Perhitungan biaya sewa mesin


𝐵𝑆𝑀 = 𝑇𝑚 𝑥 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑒𝑤𝑎 𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛

Perhitungan biaya tak terduga


𝐵𝑇𝑇 = 15% 𝑥 (𝐵𝑆𝑀 + 𝐵𝐾 + 𝐵𝑀)

Perhitungan biaya total produksi


𝐵𝑇𝑃 = 𝐵𝐾 + 𝐵𝑀 + 𝐵𝑆𝑀 + 𝐵𝑇𝑇

Keterangan:
BM = Biaya material (rupiah)
m = massa material (kg)
BK = Biaya komponen (rupiah)
JK = Jumlah komponen (unit)
BSM = Biaya sewa mesin (rupiah)
Tm = Waktu sewa mesin (jam)
BTT = Biaya tak terduga (rupiah)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data dan Desain

Persiapan Komponen & Alat

Pembuatan Mesin

Pengujian Mesin

Ada Ya
Kesalahan?

Tidak
 Manual Book
Prototype Mesin Operation
 Laporan

Gambar 3. 1
Flowchart Kerja APREN (Alat Pengaduk Rendang)
3.2 Menentukan Konsep Desain Perancangan Alat
Dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan ialah menentukan
konsep Perancangan produk yang akan dibuat. Dalam menentukan konsep tersebut
ada 2 langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut.

30
31

3.2.1 Identifikasi
Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan masalah yang akan
dijadikan acuan dalam menentukan konsep perancangan. hal yang dilakukan dalam
langkah ini yaitu dengan melakukan studi literatur terkait dengan perancangan alat
yang akan dilakukan.

3.2.2 Deskripsi
Setelah mendapatkan hasil dari identifikasi yang dilakukan, maka
selanjutnya membuat deskripsi terkait dengan alat yang akan dibuat. Dengan
memperhatikan kaidah-kaidah dalam perancangan alat yang efektif dan efisien.
Terkait dengan alat yang akan dibuat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
dalam perancangan yaitu sebagai berikut.
a. Konsep alat sederhana dengan bahan baku yang mudah didapatkan.
b. Proses pembuatan dan perakitan alat dapat dikerjakan dengan mudah dan
cepat.
c. Pengoperasian alat sederhana, mudah dan cepat.
d. Keamanan (safety) operator terjamin.
e. Alat mampu mengaduk material yang akan diaduk.

3.3 Peralatan dan Bahan


3.3.1 Alat
Tabel 3. 1
Daftar Alat yang Dibutuhkan

No Nama Alat Fungsi


1 Las Busur Listrik Untuk menyambung logam dengan menggunakan
nyala bususr listrik yang diarahkan ke permukaan
logam yang akan disambung.
2 Gerinda Potong Untuk memotong besi kotak.
3 Gerinda Tangan Untuk mengikis besi dan merapikan besi dari sisa
pengelasan sesuai yang diinginkan.
4 Mesin Bubut Untuk mengebor poros pengaduk.
5 Sarung Tangan Untuk menjaga keselamatan kerja pada proses
pengelasan.
32

6 Kacamata Khusus Las Untuk melindungi mata dari sinar las.


7 Jangka Sorong Untuk mengukur benda kerja.
Toleransi 0.2 mm

3.3.2 Bahan
Tabel 3. 2
Daftar Bahan yang Dibutuhkan

No Nama Bahan Fungsi


1 Pipa Hollow Untuk digunakan sebagai rangka utama
2 Besi Siku Untuk melindungi bagian ujung dan tepi struktur
3 Plat Besi Untuk digunakan sebagai tempat bergantungnya
motor
4 Stainless Steel AISI Untuk digunakan sebagai tempat meletakan
316 wajan

3.4 Proses Pembuatan Alat


Setelah kebutuhan alat dan bahan terlengkapi, tahap selanjutnya dalam
langkah penelitian ini adalah proses pembuatan alat. Pada proses pembuatan alat
pengaduk rendang ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut.
a. Pembuatan part-part untuk Alat Pengaduk Rendang.
b. Pembuatan Komponen Pendukung.
c. Proses Assembly.

Pembuatan alat meliputi pembuatan unit-unit yang ada, pembuatan


dilakukan melalui proses yang tepat. Proses yang akan banyak dilakukan ialah
proses pemotongan, pembengkokan dan pengelasan bahan. Komponen yang
digunakan pada alat ini tidak semua dibuat secara custom, namun ada beberapa
komponen yang sesuai spesifikasi penelitian yang langsung bisa didapatkan di
pasaran. selanjutnya alat di uji coba.
Proses pembuatan alat dijelaskan pada Tabel 3.3 dibawah ini.
33

Tabel 3. 3
Proses Pembuatan Alat
Pembuatan
Pembuatan Rangka Pembuatan Poros Bushing & Sendok Proses Assembly
Pengaduk

Mulai

Persiapkan Alat, Persiapkan Alat, Persiapkan Alat, A B C


Bahan & Bahan & Bahan &
Komponen Komponen Komponen

Persiapkan Alat,
Pemotongan Pipa Hollow Pembubutan poros Pembubutan bushing Bahan &
sesuai ukuran pada sesuai dengan ukuran pengaduk sesuai Komponen
gambar dan tanda pengerjaan dengan ukuran dan
pada gambar tanda pengerjaan pada
gambar
Motor Listrik
Pengelasan bagian-bagian dipasag pada rangka
Pipa Hollow Pembuatan Pasak sesuai dengan posisi
sesuai dengan ukuran Pemotongan sendok
pada gambar sesuai dengan ukuran
dan tanda pengerjaan Pasang Pulley 2 Inch
Pemotongan Plat pada ujung motor listrik
pada gambar
Stianless & Plat Besi

B Sambungkan Poros
Plat Stainless dan Plat Bushing Pengaduk dengan Pulley 6 Inch
Besi masing-masing dan Sendok
disambungkan pada disambungkan sesuai
rangka Pipa Hollow dengan perintah Pasang Bearing Pillow
Block pada rangka dan
kencangkan dengan baut

A C Sambungkan Poros dan


Pulley 6 Inch dengan
Bearing Pillow Block &
kencangkan bagian atas
dengan baut tanpa kepala

Pasang & stel V-belt pada


Pulley 2 Inch & 6 Inch

Pasang Sendok Pengaduk


pada Poros Pengaduk

Selesai
34

3.5 Diagram Alir Kerja Alat


Diagram alir dari beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Mulai

Menyiapkan bahan-bahan rendang

Bahan-bahan dimasukan ke dalam wajan

Motor Listrik Penggerak dan Sendok


Pengaduk dihidupkan

Motor Listrik Penggerak dan Sendok


Pengaduk dihidupkan hingga rendang
teranduk sempurna

Selesai

Gambar 3. 2
Diagram Alir Kerja Alat
3.6 Sistem Kerja Alat
Pertama masukan bahan-bahan rendang ke dalam wajan. Setelah bahan
dimasukan, nyalakan mesin dengan cara menekan tombol ON pada saklar yang
akan membuat motor listrik bekerja. Motor listrik akan mentransmisikan kecepatan
putaran ke pulley, dan pulley mentransmisikan putaran yang telah diminimalisir ke
poros pengaduk, sehingga mesin dapat berputar mengaduk rendang yang dimasak.
35

Gambar 3. 3
Sistem Kerja Alat
APREN (Alat Pengaduk Rendang) kapasitas 5 Kg ini memiliki 6 komponen,
dimana Spesifikasi APREN diuraikan sebagai berikut.
Tabel 3. 4
Spesifikasi APREN

No Nama Bagian Fungsi


1 Motor Listrik Sebagai penggerak utama pada APREN
2 Pulley 2 Inch Untuk mentransmisikan putaran dari motor ke V-Belt
3 V-Belt Untuk mentransmisikan putaran dari Pulley 2 Inch ke
Pulley 6 Inch
4 Pulley 6 Inch Untuk mentransmisikan putaran dari V-Belt ke poros
5 Poros Untuk menerima putaran dari motor sehingga dapat
menggerakan sendok
6 Sendok Sebagai pengaduk rendang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perancangan Alat


Dalam merancang alat pengaduk rendang, penulis menggunakan software
desain yaitu autocad 2015. Alasan penulis memilih autocad 2015, karena
penggunaannya yang cukup mudah. Karena penggunaannya yang cukup mudah,
autocad banyak diminati sekarang ini.
Pembuatan gambar perancangan dimulai dengan membuat gambar setiap
komponen yang ada. Setiap komponen digambar 3 dimensi untuk menghasilkan
gambar perancangan yang mudah dipahami. Proses pembuatan ini dengan
menggunakan pilihan “Part” pada awal pemilihan pembuatan gambar. Setelah
semua komponen telah dibuat gambar perancangannya maka dilakukan perakitan
gambar komponen. Perakitan gambar komponen menggunakan pilihan “Assembly”
pada saat pemilihan awal penggambaran. Pada pilihan ini setiap komponen yang
ada dapat dirakit satu dengan yang lainnya.
Untuk membuat gambar kerja dua dimensi yang digunakan dalam proses
pembuatan dapat dilakukan dengan memilih pilihan “Drawing” pada pilihan awal
penggambaran. Pada pilihan tersebut, dapat langsung memasukan gambar 3
dimensi yang digambar sebelumnya untuk dapat dijadikan gambar kerja 2 dimensi
yang dapat diproyeksikan.
Konsep perancangan alat pengaduk rendang dibuat sederhana dengan bahan
baku yang mudah didapatkan di pasaran agar mempermudah proses pembuatan dan
perakitan. Dimana konsep sistem alat ini dapat mempermudah kinerja dari operator
dalam mengoperasikan alat tanpa mengabaikan faktor keamanan (safety factor) dari
operator.

4.1.1 Desain pertama


Untuk sampai ketahap pembuatan alat, desain tidak langsung direalisasikan,
akan tetapi banyak proses tahapan perbaikan desain dimana desain tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.

36
37

Gambar 4. 1
Desain Pertama APREN
Tabel 4. 1
Spesifikasi Desain Pertama APREN

No Nama Ukuran Bahan Jumlah Keterangan


1 Sendok pengaduk 125x85x10 SS AISI 316 1
2 Bushing ∅lubang 20 SS AISI 316 1
mm, ∅luar 25
mm x 140 mm
3 Poros ∅20 mm x 420 SS AISI 316 1
4 Rangka 60x60x70 Plat SS 316, 1
Pipa hollow,
Plat besi
5 bearing ∅lubang 20 2 FC204Z
mm
6 Gear motor AC 0.125 HP, 1 220 V, 1
1392 RPM, Phase
1:15

Permasalahan dalam desain pertama ini adalah penulis tidak melakukan


survei terlebih dahulu mengenai motor listrik yang ada di pasaran sehingga sulit
mendapatkan motor dengan kecepatan yang sudah dirancang yaitu kurang dari 40
rpm. Karena desain masih belum bisa digunakan, penulis mendesain ulang.

4.1.2 Desain kedua


Setelah mengetahui kekurangan pada desain pertama, penulis melakukan
perbaikan pada desain pertama dengan mempertimbangkan komponen dan material
38

yang ada di pasaran, sehingga menghasilkan desain kedua. Desain kedua


menggunakan komponen tambahan yaitu pulley. Desain kedua dapat dilihat pada
Gambar 4.2 dibawah ini.

Gambar 4. 2
Desain Kedua APREN
Tabel 4. 2
Spesifikasi Desain Kedua APREN

No Nama Ukuran Bahan Jumlah Keterangan


1 Sendok pengaduk 125x85x10 SS AISI 316 1
2 Bushing ∅lubang 20 mm, SS AISI 316 1
∅luar 25 mm x
140 mm
3 Poros ∅20 mm x 420 SS AISI 316 1
4 Rangka 60x60x70 Plat SS 316, 1
Pipa hollow,
Plat besi
5 bearing ∅lubang 20 mm 2 FC204Z
6 Pulley ∅2 Inch 1
7 Pulley ∅7 Inch 1
8 V-Belt Tipe A-40 Length 40 Inch 1
9 Gear motor AC 0.125 HP, 1392 1 220 V, 1
RPM, 1:15 Phase
10 Baut L stainless 5 mm x 18 mm SS AISI 304 2
11 Baut baja ringan M12 x 70 mm Baja karbon 8
12 Baut a270 M7 x 40 mm Baja karbon 4
39

4.2 Hasil Pengujian Alat


Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui apakah alat dapat bekerja sesuai
dengan tujuannya yaitu dapat mengaduk rendang dengan kapasitas 5 Kg. Pengujian
juga dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien alat pengaduk
rendang untuk menggantikan tenaga manusia.
Pengujian dilakukan dengan cara mengaduk air, parutan kelapa dan
potongan kayu dengan berat total 5 Kg. Setelah diuji coba, alat terbukti dapat
mengaduk beban seberat 5 Kg dengan kecepatan putaran yang konstan. Sendok juga
dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan untuk proses pembersihan alat.
Kekurangan dari desain APREN adalah bentuk sendok yang terlalu tinggi sehingga
daging tidak dapat teraduk secara maksimal, namun kekurangan ini dapat diatasi
dengan memotong permukaan pisau menjadi lebih rendah. Hasil pengujian dapat
dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 di bawah ini.

Gambar 4. 3
Hasil Adukan Air, Santan dan Kayu Seberat 5 Kg

Gambar 4. 4
Pembongkaran Sendok Pengaduk
40

4.3 Analisa dan Pembahasan


4.3.1 Analisa Gaya, Daya dan Torsi Pengaduk
Perencanaan:
Daya motor (P) = 0.125 HP
Massa total (m) = 5 kg (Daging, santan, air)
Gravitasi (a) = 9.8 m/s2

Poros pengaduk:
- Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm = 2 cm, Jari-jari (rs) = 1 cm
- Panjang poros rencana (Ps) = 420 mm = 42 cm

Bushing pengaduk:
- Diameter luar = 2.5 cm, jari-jari (rluar) = 1.25 cm
- Diameter lubang = 2 cm, jari-jari (rlubang) = 1 cm
- Panjang bushing = 14 cm
Sendok pengaduk:
- Jari-jari sendok pengaduk (rp) = 0.125 m = 12.5 cm
- Jarak sumbu poros ke titik berat sendok pengaduk = 63.3 mm = 0.063 m
- Tinggi sendok pengaduk (tp) = 0.085 m = 8.5 cm
- Lebar sendok pengaduk (lp) = 0.01 m = 1 cm
Putaran output pada pengaduk (No) = 31 rpm
Pengecekan:
a. Gaya akibat beban rendang
F = m x a = 5 kg x 9.8 m/s2 = 49 N
b. Berat Poros Pengaduk
(Volume poros +Volume bushing + 2 x Volume Sendok) x berat jenis stainless
steel)
= ((3,14 x rs2 x t) + [(3,14 x rluar2 x t) – (3,14 x rlubang2 x t)] + 2 x (1/4 x 3,14
x rp x lp x tp)) x berat jenis stainless steel
= ((3.14 x 1 x 1 x 42) + [(3,14 x 1.25 x 12.5 x 14) – (3.14 x 1 x 1 x 14)] +
2 x (1/4 x 3,14 x 12.5 x 8.5 x 1)) x 7,7 g/cm3
= (132 cm3 + [67 cm3 - 44 cm3] + (2 x 98) cm3) x 7.7 g/cm3
= 351 cm3 x 7.7 g/cm3
= 2733 gram = 2.8 kg
41

c. Gaya akibat poros pengaduk


Fb = m x a = 2.8 kg x 9.8 m = 27.4 N

d. Gaya akibat beban rendang + Poros pengaduk


F = Fa + Fb = 49 + 27.4 = 76.4 N

e. Torsi beban rendang + Torsi pengaduk


T  F x r  76.4 x (2 x 0.053) m  76.4 x 0.106  8.1 Nm  0.82 kgm

f. Daya
2  N  T 6.28  0.82 kgm x 31 rpm
P    0.036 HP
4500 4500

Jadi motor yang digunakan dayanya harus ≥ 0.036 HP dan motor yang
direncanakan adalah motor 0.125 HP.

4.3.2 Analisa Beban Puntiran Pada Poros Pengaduk


Perencanaan:
Daya motor rencana ( P ) = 0.125 HP = 0.1 kW
Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm
Panjang poros rencana (Ps) = 440 mm
Panjang pasak rencana (lp) = 25 mm

Pengecekan:
Faktor koreksi ( fc ) = 1 (Sularso, 2004:7)
Putaran output pada pengaduk (No) = 40 rpm

Daya rencana (Pd) :


Pd  fc x P  1 x 0.1 kW  0.1 kW

Momen punter terencana (T) adalah :


Pd 0.1 kW
T = 9.74 x 105 = 9,74 x 105 = 4607.5 kgmm
No 40 rpm
42

a. Perhitungan poros
Bahan poros yang digunakan adalah staintlees steel AISI 316, karena
jenis material ini tidak menyebabkan karat dan bahaya bagi industri makanan.

Kekuatan tarik AISI 316 ( σb ) = 53 kg/mm2


Faktor keamanan (sf1) = 6 (karena SS AISI 316 termasuk baja paduan)
Faktor kelenturan (sf2) = 1.3

Maka tegangan geser yang di izinkan:

𝑇𝑏 53 𝐾𝑔/𝑚𝑚2
𝑇𝑎 = 𝑆𝑓1×𝑆𝑓2 = = 6.8 𝐾𝑔/𝑚𝑚2
6×1.3

Beban dikenakan secara halus maka ( kt ) = 1


Perkiraan terjadi beban lentur (cb) = 1.3

Maka untuk menghitung diameter poros:

5.1 1/3 5.1 1/3


𝐷𝑠 = ( 𝑇𝑎 × 𝐾𝑡 × 𝐶𝑏 × 𝑇) = (6.8 × 1 × 1.3 × 4365 𝐾𝑔𝑚𝑚)
𝐾𝑔/𝑚𝑚2

𝐷𝑠 = (4495.7 𝑚𝑚3 )1/3


𝐷𝑠 = 16.6 𝑚𝑚

Maka diameter poros minimum adalah 16.6 mm, sedangkan diameter


poros yang direncanakan adalah 20 mm (AMAN).
Karena poros pengaduk tidak mengalami beban kejut dan mengalami
beban puntiran, maka panjang poros dirancang sesuai tinggi rangka dan
kedalaman katel, panjang poros yang direncanakan yaitu 420 mm (AMAN).

b. Perhitungan pasak
Untuk bahan pasak sengaja dipilih bahan yang lemah dari poros dan naf
agar mudah untuk menggantinya.
Pasak yang digunakan untuk menetapkan puli adalah pasak benam
berpenampang segi empat. Pasak ini digunakan untuk menetapkan puli pada
poros. Diameter poros adalah 20 mm.
43

Tabel 4. 3
Tabel Pasak
r1
Ukuran Standar h Ukuran Standar l2 dan Referensi
Ukuran Ukuran
Ukuran r2
Nominal Standar
Pasak C l Standar
Pasak b, b1
Prismatis Pasak l1 Pasak Pasak Pasak Diameter Poros r yang
b×h dan b2
Pasak Tirus Prismatis Luncur Tirus dapat dipakai d**
Luncur
2×2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5 Lebih dari 6-8
3×3 3 3 0,16- 6-36 1, 8 1,4 0,9 0,08-
Lebih dari 8-10
4×4 4 4 0,25 8-45 2,5 1, 8 1,2 0,16
Lebih dari 10-12
5×5 5 5 10-56 3,0 2,3 1,7 Lebih dari 12-17
6×6 6 6 14-70 3,5 2, 8 2,2 Lebih dari 17-22
0,25- 0,16-
(7×7) 7 7 7,2 0,40 16-80 4,0 3,01 3,5 3,0 0,25 Lebih dari 20-25
8×7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 Lebih dari 22-30
10×8 9 8 22-110 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 30-38
12×8 10 8 28-140 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 38-44
14×9 12 9 36-160 5,5 3, 8 2,9 Lebih dari 44-50
0,40- 0,25-
(15×10) 15 10 10,2 0,60 40-180 5,0 5,0 5,5 5,0 0,40 Lebih dari 50-55
16×10 16 10 45-180 6,0 4,3 3,4 Lebih dari 50-58
18×11 18 11 50-200 7,0 4,4 3,4 Lebih dari 58-65
20×12 20 12 56-220 7,5 4,9 3,9 Lebih dari 65-75
22×14 22 14 63-250 9,0 5,4 4,4 Lebih dari 75-85
(24×16) 24 16 16,2 0,60- 70-280 8,0 8,0 8,5 8,0 0,40- Lebih dari 80-90
25×14 25 14 0,80 70-280 9,0 5,4 4,4 0,60 Lebih dari 85-95
28×16 28 16 80-320 10,0 6,4 5.4 Lebih dari 95-110
32×18 32 18 90-360 11,0 7,4 6,4 Lebih dari 110-130

Sumber: Kiyokatsu Suga dan Sularso (2000)

Dari tabel, pasak dengan diameter poros 20 mm adalah :


− Penampang pasak (b x h) = 6 x 6
− Kedalaman alur pasak pada poros, t1 = 3.5
− Kedalaman alur pasak pada naf, t2 = 2.5
− Bahan pasak yang direncanakan adalah S30C yang memiliki tegangan tarik
= 48 [kg/mm2], 𝑆𝑓𝑘1 =6.0 dan 𝑆𝑓𝑘2 =1.3
Gaya tangensial poros :
𝑇
F = 𝑑𝑝 ............(Sularso, 2000, hlm.25)
2

Dimana :
F = gaya tangensial poros [kg]
T = momen rencana [kg.mm]
dp = diameter poros [mm]
44

Sehingga didapatkan :
𝑇
F = 𝑑𝑝
2
4607.5
= 20 = 460,75 [kg]
2

Tegangan geser ijin pada pasak sebesar :


𝜎𝑏
τka =
𝑆𝑓𝑘1 𝑥 𝑆𝑓𝑘2
48
=
6 𝑥 1.3
= 6,15 [kg/mm2]
Dari tegangan geser ijin, panjang pasak yang dibutuhkan dapat diperoleh :
𝐹
τka = (Sularso, 2000, hlm.25)
𝑏 𝑥 𝑙1
Maka :
𝐹
l1 =
𝑏 𝑥 𝜏𝑘𝑎
460,75
= = 12,48[mm]
6 𝑥 6.15
Jadi, diasumsikan bahwa poros ini termasuk kecil, tekanan permukaan ijin
poros adalah Pa = 8 [kg/mm2], maka panjang pasak
(Sularso, Elemen Mesin, Hal 27)
𝐹
Pa =
𝑡2 𝑥 𝑙1

Dimana :
Pa = tekanan permukaan ijin [kg/mm2]
l1 = panjang pasak [mm]
t2 = kedalaman alur pasak [mm]
Maka :
460.75
l1 =
2.5 𝑥 8
= 25 mm
Maka ukuran pasak yang dihitung adalah 6 x 6 dengan panjang pasak aktif
adalah 25 mm, sedangkan yang direncanakan adalah 25 mm (AMAN).
45

c. Perhitungan baut
Perencanaan:
Baut L stainless 304, 5mm x 18 mm
Pengecekan:
Beban yang ditumpu (W) = 1,66 kg
Diameter nominal ulir = 5 mm
Diameter efektif/rata-rata ulir (De) = 4.5 mm
Diameter inti ulir (Di) = 4 mm
Tegangan izin baut = 48 kg/mm2
Faktor keamanan diambil = 1.3
𝑇𝑎 48
Ta = = = 36.9 kg/mm2
𝑠𝑓 1.3
4𝑥𝑊
Tt = = 6.64 = 0.13
𝜋 𝑥 𝑑𝑖 2
Karena Tt < Ta, maka baut kuat dan aman.

4.3.3 Analisa Kecepatan Pulley


Perencanaan:
Diameter pulley 1 (D1) = 2 Inch
Diameter pulley 2 (D2) = 6 Inch
Putaran pulley penggerak (N1) = 93 RPM
Putaran pulley yang digerakan (N2) = 31 RPM

Pengecekan:
Mencari ratio pulley:
N2 31 1
Ratio = = 
N1 93 3

Mencari ratio diameter


D1 2 1
Ratio = = =
D2 6 3

Karena ratio diameter dan kecepatan putaran sesuai, maka pulley yang akan
digunakan adalah pulley ∅2 Inch dan ∅6 Inch sehingga mencapai putaran output
yang diinginkan yaitu 31 RPM.
46

4.3.4 Analisa V-Belt


Perencanaan:
Daya motor (P) = 0.19 kW
Putaran pulley penggerak (N1) = 93 RPM
Putaran pulley yang digerakan(N2) = 31 rpm
Diameter pulley 1 (D1) = 2 inch = 50.8 mm
Diameter pulley 2 (D2) = 6 inch = 152.4 mm
Jarak sumbu kedua pulley (c) = 320 mm

Pengecekan:
Center of distance:
Penentuan center of distance dapat di peroleh dari perumusan yang ada pada
buku Mechanical Design – Deutschman
Rumus:
𝐶 = 3𝑅1 + 𝑅2
𝐶 = 3(50.8 𝑚𝑚) + 152.4 𝑚𝑚
𝐶 = 305 𝑚𝑚

Jarak antar pulley yang dihitung adalah 305 mm, sedangkan yang
direncanakan adalah 320 mm.
Menghitung kecepatan keliling:
3.14 x D1 x n1 3.14 x 50.8 mm x 93 rpm
Vp    0.25 m / s
60 x 1000 60 x 1000

Perhitungan untuk menentukan kekuatan dan jenis belt, meliputi:


102 x P 102 x 0.19 kW
Frate  = = 77.5 kgf
Vp 0.25 m / s

Penampang belt dipilih berdasarkan tegangan yang timbul dan tegangan


akibat beban mula (K), yaitu:
K = 2 x o
Keterangan:
 = faktor tarikan, untuk v-belt = 0.7
o = tegangan mula-mula, untuk v-belt = 12 kgf/cm2
47

Maka:
K = 2(0.7) x 12 kgf/cm2 = 16.8 kgf/cm2

Dari tegangan yang timbul karena beban tersebut, maka dapat dicari luasan
penampang belt:
Fmax 77.5 kgf
z A   2
 4.6 cm 2
K 16,8 kgf / cm
Tabel 4. 4
Pemilihan Tipe V-Belt

Type of Power Minimum Pitch Top Thickness Weight per


Belt Ranges Diameter of Width (t) mm Metre Length
in kW Pulley (D) mm (b) mm in Newton
A 0.7 – 3.5 75 13 8 1.06
B 2 – 15 125 17 11 1.89
C 7.5 – 75 200 22 14 3.43
D 20 – 150 355 32 19 5.96
E 30 – 350 500 38 23 -

(All Dimensions in mm)

Type w d A C f e No. of Groove Angle


of Belt Sheave (2β) in
Grooves (n) degrees
A 11 12 3.3 8.7 10 15 6 32, 34, 38
B 14 15 4.2 10.8 12.5 19 9 32, 34, 38
C 19 20 5.7 14.3 17 25.5 14 34, 36, 38
D 27 28 8.1 19.9 24 37 14 34, 36, 38
E 32 33 9.6 23.4 29 44.5 20 -
Sumber: Khurmi dan Gupta (2005)
Berdasarkan Tabel 4.4, tipe penampang yang dipilih adalah A karena power
perencanaan sebesar 0.19 kW :
Penentuan panjang belt, Sularso (1991):
(𝑅2 −𝑅1 )2
𝐿 = 2 ∙ 𝑐 + 𝜋(𝑅2 + 𝑅1 ) + 𝑐
(76.2−25.4)2
𝐿 = 2(320) + 𝜋(76.2 + 25.4) + 320

𝐿 = 967.89 𝑚𝑚
48

Panjang menurut hasil perhitungan adalah 967.89 mm. Sedangkan standar


sabuk yang ada dipasaran adalah 1016 mm, maka dipilih panjang sabuk 1016 mm
atau 40 inch.

Faktor slip yang terjadi, (Lit 3, hlm.218):


𝑁2 𝐷1 𝑠
= (1 − )
𝑁1 𝐷2 100

31 2 𝑠
= (1 − )
93 6 100

𝑠 280 𝑠 𝑠
(1 − 100) = 282 → (− 100) = 0.99 − 1 → (− 100) = 0.99 − 1 = 1%

Kemungkinan slip yang akan terjadi adalah 1%.

Penentuan jumlah V-Belt

Sudut putar ( ):

D2  D1 (152.4  50.8)mm
sin     0,158
2c 2  320mm
α = 9o
𝜃 = 180° − (2 × 9°) = 162°
𝜋
𝜃 = 162 × 180 = 2,82 𝑟𝑎𝑑

Gaya sentrifugal:
Diketahui:
- massa belt per meter = 0.1 kg/m (Tabel 4.4)

Rumus: Fc  m  v
2

= 0,1 kg/m x (8,9 m/s)2


= 7,92 N

Gaya maksimal pada belt:


Rumus: Fmax=  . a = 12 × 106 N/m2× 104.10-6 m2 = 1248 N
49

Gaya pada sisi belt yang tertarik:

Rumus: F1  F  Fc
= (1248 – 7,92) N
= 1240,08 N

F1
2,3 log      cos ec
F2
F1
2,3 log  0,25  2,82  cos ec16
F2
F1
2,3 log  0.63
F2
F1 0.63
log   0.27
F2 2,3
F1
 1.86
F2

F1 1240.08
F2    665.96 N
1.86 1.86

Power yang ditransmisikan/belt :

HPb = ( F1 – F2) V

= ( 1240,08 – 665.96 ) x 8,9


= 5109.65 watt
= 5.11 kW
= 6.85 HP

Jumlah belt yang digunakan adalah:


HP 0.25HP
z  = = 0,03  1( aman dengan menggunakan 1 belt )
HPb 6.85HP

4.3.5 Analisa Kekuatan Rangka


a. Perencanaan rangka bagian atas
Pada rangka bagian atas, pembebanan terjadi pada bidang A-B, C-D
dan E.
50

Gambar 4. 5
Rangka Bagian Atas
1) Pembebanan pada batang A-B dan C-D
Data-data yang diketahui antara lain:
- Massa 2 buah sendok, bushing, 1 pulley dan porosnya = 4,2 kg
Karena batang A-B dan C-D bentuk dan ukurannya sama, dan
pembebanannya terjadi di tengah-tengah batang A-B dan C-D, maka
beban yang diterima oleh masing-masing batang dapat kita rumuskan
sebagai berikut:
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠𝑖 4,2 𝑥 9.8
Beban (F) = = = 21 N
2 2
Maka pada bidang A-B dan C-D, masing-masing batang
menerima beban sebesar 21 N.

F – Ra – Rb = 0
51

520𝑅𝐴 − 𝑀𝐴 − 260𝐹 + 𝑀𝐵 = 0
Berdasarkan hasil diatas jumlah variabel yang tidak diketahui ada 3
sehingga dibutuhkan tambahan persamaan untuk menyeimbangkan
jumlah variabelnya ditambahkan persamaan defleksi, yaitu:
𝑑2 𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 2 = 𝑅𝑎 𝑥 𝐿 − 𝑀𝑎 − 𝐹(𝐿 − 260)………………………….(1)
𝑑𝑦 1 1
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 2 𝑅𝑎 × 𝐿2 − 𝑀𝑎 × 𝐿 − 2 𝐹(𝐿 − 260)2 + 𝐶1……..........(2)
1 1 1
𝐸𝑙𝑌 = 6 𝑅𝑎 × 𝐿3 − 2 𝑀𝑎 × 𝐿 − 6 𝐹(𝐿 − 260)3 + 𝐶1x + C2…...(3)

C1 menunjukan sudut sedangkan C1x + C2 menunjukan defleksi


keduanya diabaikan jika x = 0 ; θ = 0 ; maka keduanya akan bernilai 0

Substitusikan persamaan (2) dan (3) jika L = 520 ; θ = 0 ; δ = 0, maka


didapatkan:
𝑑2 𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 2 = 𝑅𝑎 𝑥 𝐿 − 𝑀𝑎 − 𝐹(𝐿 − 260)
𝑑𝑦 1 1
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 2 𝑅𝑎 × 5202 − 𝑀𝑎 × 520 − 2 21(520 − 260)2
𝑑𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 135200𝑅𝑎 − 520 𝑀𝑎 = 709800……………………...(4)

1 1 1
𝐸𝑙𝑌 = 6 𝑅𝑎 × 5203 − 2 𝑀𝑎 × 520 − 6 21(520 − 260)3

𝐸𝑙𝑌 = 234400000𝑅𝑎 − 260𝑀𝑎 = 61516000………………....(5)


Eliminasi Ma pada persamaan (4) dan (5) sehingga didapat Ra = 10.5
F – Ra – Rb = 0
Rb = 21 – 10.5
Rb = 10.5
135200 Ra – 520 Ma = 709800
Ma = 1365 Nmm
Karena beban ditengah maka Mb = Ma = 1365 Nmm
Maka momen maksimum ditengah batang A-B adalah 2730 Nmm
52

2) Tegangan pada batang A-B


Rangka yang ingin dipakai berupa besi hollow kotak dengan
dimensi 40 mm x 40 mm x 2 mm seperti pada Gambar 4.6

Gambar 4. 6
Inersia Besi Hollow Kotak
a) momen inersia ( I )
1 1
𝐼= (𝐵𝐻 3 − 𝑏ℎ3 ) = (40𝑥403 − 38𝑥383 ) = 39572 𝑚𝑚4
12 12

b) jarak titik berat


𝑏 40
𝑦= = = 20 𝑚𝑚
2 2

Tabel 4. 5
Tegangan Luluh Hollow Steel

Property Values Units


Elastic Modulus 210000 N/mm^2
Poissons Ratio 0.28 N/A
Shear Modulus 79000 N/mm^2
Density 7700 Kg/m^3
Tensile Strength 723.83 N/mm^2
Compressive Strength in X N/mm^2
Yield Strength 620.42 N/mm^2
Thermal Expansion 1.3e-005 /K
Coefficient
Thermal Conductivity 50 W/(m × K)
Specific Heat 460 J/(kg × K)
Material Domping Ratio N/A

c) momen maksimum (Mmax)


Mmax= 2730 Nmm

d) tegangan tarik maksimum bahan (σmax bahan)


σmax = 723,83 N/mm2
53

e) tegangan tarik pada rangka (σtarik rangka)


𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥 𝑌 2730 𝑥 20
σtarik rangka = 𝐼
= 39572
= 1.3 𝑁/𝑚𝑚2

f) Safety factor (Sf)


σ 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 620.42 𝑁/𝑚𝑚2
Sf = σ 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑟𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 = 1.3 𝑁/𝑚𝑚2
= 477.24

Karena tarikrangka < max bahan maka pemilihan rangka


dengan bahan hollow steel (AMAN).

3) Pembebanan pada bidang E


Perencanaan:
Massa motor ac dan pulley = 8 kg
Beban (F) = Massa x gaya gravitasi = 8 x 9,8 = 80 N

Pengecekan:

F – Re1 – Re2 = 0

200𝑅e1 – 𝑀e1 − 100𝐹 + 𝑀e2 = 0


Berdasarkan hasil diatas jumlah variabel yang tidak diketahui ada 3
sehingga dibutuhkan tambahan persamaan untuk menyeimbangkan
jumlah variabelnya ditambahkan persamaan defleksi, yaitu:
𝑑2 𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 2 = 𝑅𝑒1 𝑥 𝐿 − 𝑀𝑒1 − 𝐹(𝐿 − 100)………………………….(6)
𝑑𝑦 1 1
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 2 𝑅𝑒1 × 𝐿2 − 𝑀𝑒1 × 𝐿 − 2 𝐹(𝐿 − 100)2 + 𝐶1……..........(7)
1 1 1
𝐸𝑙𝑌 = 6 𝑅𝑒1 × 𝐿3 − 2 𝑀𝑒1 × 𝐿 − 6 𝐹(𝐿 − 100)3 + 𝐶1x + C2…...(8)
54

C1 menunjukan sudut sedangkan C1x + C2 menunjukan defleksi


keduanya diabaikan jika x = 0 ; θ = 0 ; maka keduanya akan bernilai 0

Substitusikan persamaan (7) dan (8) jika L = 200 ; θ = 0 ; δ = 0, maka


didapatkan:
𝑑2 𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 2 = 𝑅𝑒1 𝑥 𝐿 − 𝑀𝑒1 − 𝐹(𝐿 − 100)
𝑑𝑦 1 1
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 2 𝑅𝑒1 × 2002 − 𝑀𝑒1 × 200 − 2 80(200 − 100)2
𝑑𝑦
𝐸𝑙 𝑑𝑥 = 20000𝑅𝑒1 − 200 𝑀𝑒1 = 400000……………………...(9)

1 1 1
𝐸𝑙𝑌 = 6 𝑅𝑒1 × 2003 − 2 𝑀𝑒1 × 200 − 6 80(200 − 100)3

𝐸𝑙𝑌 = 1333333𝑅𝑒1 − 100𝑀𝑒1 = 13333333………………....(10)


Eliminasi Ma pada persamaan (9) dan (10) sehingga didapat Re1 = 40
F – Re1 – Re2 = 0
Re2 = 80 – 40
Re2 = 140
20000 Re1 – 200 Me1 = 400000
Ma = 2000 Nmm
Karena beban ditengah maka Mb = Ma = 2000 Nmm
Maka momen maksimum ditengah batang A-B adalah 4000 Nmm

4) Tegangan pada bidang E


Rangka yang ingin dipakai berupa plat besi ST 37 dengan
dimensi 200 mm x 100 mm x 8 mm.
1) Momen inersia ( I )
Penampang asli memiliki lubang untuk motor dan baut, untuk
perhitungan diasumsikan tidak ada lubang untuk baut, karena
menurut penulis adanya lubang tidak memiliki pengaruh yang
begitu besar mempertimbangkan beban hanya 8 kg.
1 1
𝐼= (𝑏ℎ3 + 𝑏 3 ℎ) = (8𝑥1003 + 83 𝑥100) = 8,05𝑥106 𝑚𝑚4
12 12
55

2) Jarak titik berat


y = 50.2 mm

3) Momen maksimum (Mmax)


Mmax = 4000 Nmm

4) Tegangan tarik maksimum bahan (σmax bahan)


σmax bahan = 370 N/mm2

5) tegangan tarik pada rangka (σtarik rangka )


𝑀𝑥𝑌 4000 𝑥 50.2
σtarik rangka = 𝐼
= 8,05𝑥106
= 0.025 𝑁/𝑚𝑚2

Karena tarikrangka < max bahan maka pemilihan rangka


dengan bahan plat besi ST 37 (AMAN).

b. Perencanaan rangka bagian bawah


Karena beban pada rangka bawah hanya katel dan rendang sebesar 5.2
kg, sementara bahan yang dipakai adalah SS AISI 316 dan penampangnya
juga sangat besar, maka dapat diasumsikan bahwa rangka bagian bawah
(AMAN).

Gambar 4. 7
Rangka Bagian Bawah

c. Beban paling kritis


Setelah analisa rangka, penulis menyimpulkan bahwa beban yang
paling kritis terdapat pada bidang E yaitu tempat bertumpunya motor listrik.

4.3.6 Analisa Biaya Produksi


Dalam pembuatan suatu mesin sangat diperlukan analisa biaya
produksinya,karena analisa biaya inilah kita dapat mengetahui biaya-biaya yang di
perlukan selama proses produksi. Adapun biaya-biaya produksi dalam pembuatan
alat pengaduk rendang.
56

a. Biaya Material dan Komponen


Untuk menghitung biaya material, dapat menggunakan rumus:
(𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠) × 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝐾𝑔
1. Poros pengaduk
Diketahui:
Material yang digunakan pada pengaduk adalah stainless steel AISI 316
- Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm = 2 cm, Jari-jari (rs) = 1 cm
- Panjang poros rencana (Ps) = 420 mm = 42 cm

Biaya material = (Volume poros x berat jenis stainless) x harga per kg


= (3.14 x 1 x 1 x 42) x 7.7 gram/cm3 x Rp. 70.000,-/kg
= (132 cm3 x 7.7 gram/cm3)x Rp. 70.000,-/kg
= (1063 gram) x Rp. 70.000,-/kg
= 1.1 kg x Rp. 70.000,-/kg
= Rp. 77.000,-

2. Bushing pengaduk:
- Diameter luar = 2.5 cm, jari-jari (rluar) = 1.25 cm
- Diameter lubang = 2 cm, jari-jari (rlubang) = 1 cm
- Panjang bushing = 14 cm
Biaya material = (Volume bushing x berat jenis stainless) x harga per kg
= (3,14 x rluar2 x t) – (3,14 x rlubang2 x t)x 7.7 gram/cm3 x Rp. 70.000,-/kg
= (67 cm3 - 44 cm3) x 7.7 gram/cm3)x Rp. 70.000,-/kg
= (23 cm3 x 7.7 gram/cm3) x Rp. 70.000,-/kg
= (161.7 gram) x Rp. 70.000,-/kg
= 0.16 kg x Rp. 70.000,-/kg
= Rp. 11.200

3. Sendok pengaduk (2 buah):


- Jari-jari sendok pengaduk (rp) = 0.125 m = 12.5 cm
- Tinggi sendok pengaduk (tp) = 0.085 m = 8.5 cm
- Lebar sendok pengaduk (lp) = 0.01 m = 1 cm
57

Biaya material
= (Volume pengaduk x berat jenis SS 316) x harga SS 316 per kg
= (2 x (1/4 x 3,14 x rp x lp x tp) x 7.7 g/cm3) x Rp.70.000,-/kg
= (196 cm3 x 7.7 g/cm3) x Rp.70.000,-/kg
= (1510 gram) x Rp 70.000,-/kg
= (1,5 kg) x Rp 70.000
= Rp 105.000,-

4. Plat stainless steel 316


Diketahui:
Panjang plat (p) = 60 cm
Lebar plat (p) = 60 cm
tebal plat (t) = 1.2 mm = 0.12 cm
Lubang plat = ∅38 cm
Material yang digunakan adalah plat SS 316
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑙𝑎𝑡 = (𝑝 𝑥 𝑙 𝑥 𝑡) − (𝜋 𝑥 𝑟 2 𝑥𝑡)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑙𝑎𝑡 = (60 𝑥 60 𝑥 0.12) − (3.14 𝑥 19 𝑥 19 𝑥 0.12)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑙𝑎𝑡 = 432 𝑐𝑚3 − 136 𝑐𝑚3
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑙𝑎𝑡 = 296 𝑐𝑚3
Biaya material = (Volume x berat jenis SS 316) x Harga SS 316 per kg
= (296 cm3 x 7.7 g/cm3) x Rp. 70.000,-/kg
= (2280 gram) x Rp. 70.000,-/kg
= (2.3 kg) x Rp. 70.000,-/kg
= Rp. 161.000,-
5. Rangka
Material yang digunakan adalah pipa hollow 4 cm x 4 cm, tebal 0.12cm.
Diketahui:
Lebar pipa jika dibentangkan = 4 cm x 4 cm = 16 cm
Panjang pipa keseluruhan pada rangka = 604 cm
Tebal pipa = 0.12 cm
Menghitung volume pipa hollow caranya dengan membentangkan pipa
hollow.
58

Vol Pipa Hollow = Panjang Pipa × Lebar Bentangan × Tebal Pipa


= 604 cm × 16 cm × 0.12 cm
= 1160 cm3
Biaya Material = Vol Pipa Hollow × Berat Jenis Besi × Harga per Kg
= (1160 cm3 x 7.8 gram/cm3) x Rp. 15.000,-/kg
= 9060 gram x Rp. 15.000,-/kg
= 9.1 kg x Rp. 15.000,-/kg
= Rp. 136.500,-
Tabel 4. 6
Biaya Material

No Nama Material Dimensi Berat Jumlah Harga


Komponen
1 Poros SS AISI 316 ∅2 cm x 44 cm 1.1 kg 1 Rp 77.000,-
pengaduk
2 Bushing SS AISI 316 ∅luar 2.5 cm 0.16 kg 1 Rp. 11.200,-
∅lubang 2 cm
Panjang 12 cm
3 Sendok SS AISI 316 12.5 cm x 10 cm x 1.5 kg 1 Rp 105.000,-
pengaduk 1 cm
4 Plat SS AISI 316 60 x 60 x 0.12 cm 2.3 kg 1 Rp 161.000,-
∅lubang 38 cm
5 Rangka Pipa hollow 4 x 4 cm, tebal 1.2 9.1 kg 1 Rp 136.500,-
mm, panjang total
604 cm
Total Biaya Material Rp 490.700,-
Tabel 4. 7
Biaya Komponen

No Nama Komponen Ukuran Harga Jumlah Harga


Satuan
1 Motor AC 1 Phase, 0.25 HP, Rp 900.000,- 1 Rp 900.000,-
220 Volt 93 RPM
2 Pulley ∅2 Inch Rp 80.000,- 1 Rp 80.000,-
3 Pulley ∅6 Inch Rp 150.000,- 1 Rp 150.000,-
4 V Belt type A-45 Length 45 inch Rp 90.000,- 1 Rp 90.000,-
5 Bearing pillow ∅lubang 20mm Rp 150.000,- 2 Rp 300.000,-
block FC204Z
6 Saklar mesin 60 mm Rp 25.000.- 1 Rp 25.000,-

Total Biaya Komponen Rp.1.545.000,-


59

Jadi, total biaya material dan komponen = Rp. 490.700,- + Rp. 1.545.000,
= Rp. 2.035.700,-
b. Biaya Sewa Mesin
Dalam menentukan biaya sewa mesin, penulis menentukan harga sewa
berdasarkan harga di bengkel aceng. Rumus yang digunakan yaitu sebagai
berikut:
BSM = Tm x B
Keterangan:
BSM = Biaya sewa mesin
Tm = Waktu permesinan (menit)
B = Sewa mesin (rupiah/jam)

Adapun perhitungan harga sewa mesin adalah sebagai berikut:


1. Perhitungan mesin bubut (turning)
Waktu total proses pengerjaan bubut diperkirakan 60 menit atau 1 jam.
Biaya sewa mesin perjam adalah Rp. 40.000,-.
Sehingga didapat:
BSM = Tm x B
= 1 jam x Rp. 40.000,-
= Rp. 40.000,-

2. Perhitungan mesin milling


Waktu total proses pengerjaan milling diperkirakan 90 menit atau
1,5jam.
Biaya sewa mesin perjam adalah Rp 40.000,-.
Sehingga didapat:
BSM = Tm x B
= 1,5 jam x Rp. 40.000,-
= Rp 60.000,-
3. Perhitungan mesin las
Waktu total proses pengerjaan las diperkirakan 60 menit atau 1 jam.
Biaya sewa mesin perjam adalah Rp 50.000,-.
Sehingga didapat:
60

BSM = Tm x B
= 1 x Rp. 50.000,-
= Rp50.000,-
Tabel 4. 8
Biaya Sewa Mesin

No Mesin Waktu (jam) Harga/jam Harga Sewa (Rp)


1 Turning 1 Rp 40.000,- Rp 40.000,-
2 Milling 1,5 Rp 40.000,- Rp 60.000,-
3 Las 1 Rp 50.000,- Rp 50.000,-
Total Biaya Sewa Mesin Rp 150.000,-

Jadi total biaya sewa mesin yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 150.000,-

c. Biaya operator
Untuk biaya operator di bengkel aceng adalah:
Upah = Rp. 12.500,-/jam
Estimasi jam kerja = 4 hari (1 hari = 8 jam kerja)
Jumlah operator = 2 orang

Maka biaya total operator adalah:


Biaya operator = upah x estimasi jam kerja
= Rp. 12.500,-/jam x 32 jam
= Rp. 400.000
Maka biaya untuk 1 orang operator adalah Rp. 400.000,-. Jumlah operator
ada 2 orang sehingga total biaya operator Rp. 800.000,-

d. Biaya tak terduga


Perencanaan biaya tak terduga diambil dari 15% biaya material dan sewa
mesin, jadi biaya tak terduga dapat diperoleh:
Biaya tak terduga = 15% x (Biaya sewa mesin + Harga material dan komponen)
= 15% x (Rp. 2.035.700,- + 150.000,-)
= 15% x Rp. 2.185.700,-
= Rp. 327.800,-
61

e. Biaya total produksi


Biaya total produksi dapat dihitung sebagai berikut:
BTP = BKM + BSM + BO + BTT
Keterangan:
BTP = Biaya Total Produksi
BKM = Biaya Komponen dan Material
BSM = Biaya Sewa Mesin
BTT = Biaya Tak Terduga
Maka:
BPT = BKM + BSM + BO + BTT
= Rp. 2.035.700,- + Rp. 150.000,- + Rp. 800.000,- + Rp. 327.800,-
= Rp. 3.313.500,-
Jadi total biaya produksi adalah Rp. 3.313.500,-
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan analisa Alat Pengaduk Rendang (APREN) kapasitas 5 kg,
telah didapat kesimpulan.
1. Desain konstruksi APREN berukuran 60 x 60 x 70 cm dengan bahan rangka
pipa hollow, plat besi dan plat stainless steel AISI 316.
2. Sistem transmisi APREN menggunakan Gear Motor AC 1 Phase dengan
sistem reducer 1:15, daya 0.125 HP dan kecepatan putaran 1392 RPM,
Pulley 2 Inch, V-Belt tipe A-40 Inch, Pulley 6 Inch, Bearing Pillow Block
2 unit, poros pengaduk, bushing dan sendok pengaduk.
3. Biaya produksi yang diperlukan untuk membuat 1 unit APREN adalah Rp.
3.313.500,-.
4. Hasil prototype APREN setelah diuji coba dengan cara mengaduk air,
parutan kelapa dan potongan kayu dengan berat total 5 Kg, alat terbukti
dapat mengaduk beban seberat 5 Kg dengan kecepatan putaran yang
konstan. Sendok juga dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan untuk
proses pembersihan alat. Kekurangan dari desain APREN adalah bentuk
sendok yang terlalu tinggi sehingga daging tidak dapat teraduk secara
maksimal.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran dari penulis untuk pembuatan
alat pengaduk rendang kedepannya adalah sebagai berikut.
1. Putaran untuk alat pengaduk rendang sebaiknya kurang dari 30 RPM.
2. Bentuk sendok pengaduk harus sesuai dengan fungsi dan kegunaannya
sehingga alat yang dirancang benar-benar bisa menggantikan tenaga
manusia.

62
DAFTAR PUSTAKA

Blocker, R. (2004). Dasar Elektronika. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Daryanto. (2007). Dasar-dasar Teknik Mesin. Jakarta: Rineka Cipta.
Fajarsasi, D. D. (2017). Nilai Pendidikan dalam Kuliner Padang. Mimbar Sejarah,
Sastra, Budaya, dan Agama, XXIII(2), 337-347.
Febriant, A. (2013). Motor Listrik-Pengertian Dasar [online]. Tersedia:
http://antsbigprojects.blogspot.com/2013/08/motor-listrik-pengertian-
dasarkonsep.html. [12 Desember 2018].
Haryono, T. (1997). Makanan Tradisional dari Kajian Pustaka Jawa. Yogyakarta:
Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM.
Ibrahim. (2013). Konstruksi Motor Listrik 3 Fasa [online]. Tersedia:
http://www.electro-unimal.blogspot.com/2013/05/konstruksi-motor-listrik-
3-fasa.html?m=1. [12 Desember 2018].
Mabie, H. H., & Ocvirk, F. W. (1967). Mechanics and Dynamic of Machinery. New
York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Nababan, M. (2005). Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Kapasitas 2500 kg/jam.
Medan: Politeknik Negeri Medan.
Pratomo, M., & Irwanto, K. (1983). Alat dan Mesin Pertanian. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Stolk, J., & Kross. (1993). Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan
Mesin. (Hendersin, & A. Rahman, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sularso, & Suga, K. (2004). Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Jakarta: PT. Pradya Paramita.

63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
GAMBAR KERJA

Anda mungkin juga menyukai