IShip AL Apendisitis Acute Marsi
IShip AL Apendisitis Acute Marsi
PENDAHULUAN
merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah
komplikasi yang lebih buruk. Appendisitis akut memiliki manifestasi klinis yang beragam,
terkadang menyerupai sindroma klinis lainnya, dan berkaitan dengan morbiditas yang
meningkat dengan penundaan diagnosis. Jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat
terjadi seperti peritonitis umum, abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan
Appendisitis akut dapat terjadi pada semua umur. Insidensinya meningkat pada
pubertas dan mencapai puncaknya pada usia remaja dan pada usia 20 tahun. Insiden
terbanyak appendisitis akut berada pada kelompok usia 20-40 tahun. Namun angka kejadian
perforasi dari kasus apendisitis justru lebih sering terjadi pada kelompok usia <12 tahun dan
> 65 tahun. Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
Tidak ada gejala dan tanda maupun tes diagnostik tunggal yang dapat
mengkonfirmasi diagnosis appendisitis secara akurat pada semua kasus. Telah banyak upaya
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat, salah satunya adalah dengan skor
Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan
mudah, cepat dan tidak invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang
didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.
1
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan praoperasi dan untuk menilai derajat
keparahan appendisitis. Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak
adalah klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala
klinis dan temuan durante operasi. Semua upaya ini dilakukan untuk meminimalisir angka
digunakan dalam diagnosis penunjang appendisitis akut. C-reactive protein (CRP), jumlah
sel leukosit, dan hitung jenis neutrofil (differential count) adalah penanda yang sensitif bagi
proses inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di
daerah.
2
1.1. ANATOMI
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan
struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari
terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit
di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan
bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli
(taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a.
3
Gambar 3. Anatomi apendiks
Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan
peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum
dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk
jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat
lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong
yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga
taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal.3
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada
usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
4
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
Jenis posisi1:
retroperitoneal.
belakang caecum.
5
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari
cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis, cabang
dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri
ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1
1.2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun
dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah
6
jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
1.3.Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria
yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan
tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah
jaringanlymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan
sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada
kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut
dengan rupture.5
2. Faktor Bakteri
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
7
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks,
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara
yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
1.4. Patofisiologi
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.6
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan
berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
8
cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau
terjadi perforasi.6
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.6
dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini
merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale
dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi
maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum
9
cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini
1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus.
Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc
Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena
10
gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi
perforasi.6
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi.6
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi
mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 oC.6
1. Inpeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut.
Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal
yaitu 6:
Nyeri lepas
11
Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12.
Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m.
psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
12
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak
13
14
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam.6
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
1. Pemeriksaan Laboratorium
15
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
2. Abdominal X-Ray
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
4. Barium enema
memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk
dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh
fekalit.7
5. CT-scan
16
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
6. Laparoscopi
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.8
gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan
dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal
yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka
appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu
upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis
yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi
negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah
sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif.
Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala ,
tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra
operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini
menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus,
nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, Temperatur lebih dari
37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan
17
Keterangan Alavarado score :9
1–4 : observasi
5–6 : antibiotik
7 – 10 : operasi dini
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan
18
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang
3. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia, mual,
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple leed
5. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat
juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
19
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak
umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
1.10. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.6
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Perut distended
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
1.11. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
20
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.6
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosa apendisistus akut pada kasus ini dapat ditegakkan dengan dasar
didapatkankeluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS.
21
Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati menggambarkan gejala akibat distensi apendiks
yang menstimulasi ujung saraf dari afferent stretch fiber. Lalu nyeri berpindah ke
peritoneum parietalis. Nyeri yang dialami pasien berupa nyeri akibat iritasi
peritoneum sehingga memburuk saat bergerak atau batuk (Dunphy sign) dan
berupa mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal ini sering dijumpai pada,
apendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat di dalam apendiks. Selain itu
Berdasarkan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan
hemodinamik stabil, namun didapatkan suhu tubuh pasien 37oC dan VAS 3/10.
Alvarado Score, sedangkan VAS dapat mendukung keluhan nyeri perut pasien.
melalui palpasi berupa : nyeri tekan dan nyeri lepas titik McBurney,Rovsing sign,
22
nyeri lepas indirek, dan defans muskular lokal. Penemuan ini mendukung adanya
23
bedah. Operasi cito menjadi pilihan untuk mencegah progresi penyakit yang
nantinya dapat menyebabkan kerusakan dan komplikasi yang lebih berat. Selain itu,
dengan berkembangnya apendisitis akut dan terjadi perforasi maka peritonitis akan
akses memasukkan obat dan rehidrasi. Pasien diberikan cairan (RL sebanyak 500 mL
hiperemis, oedem, tidak ada perforasi, tidak ada pus, dan terletak retrocaecal
diberikan sebelumnya berupa cairan, analgesik dan antibiotik dilanjutkan. Selain itu,
pernafasan.
24
Daftar Pustaka
25
1. 1. Van De Graaff. Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill. 2001.
2. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets: Saunders. 2002.
3. Sadler TW. Langman’s Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc Graw Hill. 2002.
4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Saunders. 2006.
5. Bashin SK et al.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science.2007.
6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.
7. Craig S. Appendicitis di http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview dikunjungi
tanggal 22 Juni 2011.
8. Humes DJ, Simpson J. Acute Appendicitis. BMJ. 2007
9. Khan I. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute Appendicitis. J Ayub
Medical Collection. 2005.
10. Noor, UA., Putra, DA., Oktaviati, Syaiful, RA., Amaliah, R. 2011, Penatalaksanaan
http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html.
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
NAMA : An. M. F.
UMUR : 11 tahun
AGAMA : Islam
BB : 42 kg
26
ALAMAT : kampung makasaar
PEKERJAAN :-
TANGGAL MRS : 12-9-2018
TANGGAL KELUAR : 3/10/2016
II. ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah dirasakan 12 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut kanan bawah dirasakan satu hari ( sejak malam) yang
dirasakan berawal dari uluh hati yang kemudian dirasakan berpindah ke
perut kanan bawah, nyeri timbul tiba-tiba, demam 1 hari, mual, muntah 1
kali, isi muntahan makanan bercampur lendir, BAB cair tiga kali, warna
kunig dan berampas,malas makan, batuk, lemas.
Riwayat penyakit dahulu
Asma (-)
Kejang (-)
Alergi obat (-)
Alergi makanan (-)
27
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Thrill -
Perkusi : Batas jantung atas setinggi ICS II, batas bawah setinggi ICS V,
batas kanan setinggi parasternal dekstra, batas kiri setinggi mid
clavikula line sinistra
Auskultasi : suara jantung I dan II reguler
Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, distended (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan regio iliaca kanan, nyeri tekan titik mac-
burney (+), nyeri tekan lepas(+),Uji Psoas (+),Uji Obturator
hepar : ttb, lien : ttb
Perkusi : thympani +
Auskultasi : bising usus + normal
Ekstremitas superior : anemis -/-, hangat, udema -/-
Ekstremitas inferior : anemis -/-, hangat, udema -/-
Genetalia : dbn
2. USG
Kesan
Kesan pembesaran struktur appendiks
V. DIAGNOSA BANDING
VI. DIAGNOSA KERJA
28
- Apendisitis Acute
VII. TERAPI
- IVFD RL 14 tpm
- Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj Gentamicin 80 mg/12 jam
- Inj ketorolac 1 amp/8 jam
- Puasa
- Rencana Aendectomi
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Stricture urethra (striktur uretra) adalah peyempitan lumen uretra karena
fibrosis pada dindingnya akibat infeksi, trauma uretra atau kelainan kongenital.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien pernah mengalami
kecelakaan dan merupakan penderita positif HIV karena belum ditemukan adanya
infeksi oportunistik pada pasien ini, riwayat pernah menderita penyakit menular
seksual pada pasien. trauma merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis,
trauma uretra anterior, tindakan sitoskopi,prostatektomi, katerisasi).
Pasien masuk dengan keluahn utama tidak bisa kencing. Keluhan ini diawali
dengan kencing yang menetes hinggan tidak keluar yang dialami sudah satu minggu,
nyeri pada perut bagian bawah, sehingga pada pasien dilakukan tindakan sistostomi .
Berdasarkan terjadinya striktur uretra pada pasien ini dapat diakibatkan oleh
kecelakaan yang dilami pasien pada 4 bulan yang lalu dimana dicurigai pasien
mengalami trauma uretra anterior, karena straddle injury, perineal terkena benda
keras sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris, antara prostat dan os pubis
dihubungkan oleh ligamentum puboprostatikum. Sehingga kalau ada trauma disini,
ligamnetum tertarik, uretra posterior bisa sobek. Jadi memang sebagian striktura uretra
terjadi di bagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. Di pars Pendulan
jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile. Kateteterisasi juga bisa
menyebabkan striktura uretra bila diameter kateter dan diameter lumen uretra tidak
proposional.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat)
yang tidak sama dengan semula. Jaringan ikat ini meyebabkan hilangnya elastisitas
dan memeperkecil lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.
Striktu uretra dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu;
1. Ringan, jika oklusi terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang, jika terdapat oklusi1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
30
3. Striktur berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari 1/2 diameter lumen uretra.
Berdasarkan uretroskopi, Pasien mengalami striktur uretra berat sehingga dilakukan
tindakan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan
menggunakan pisau sache dan uretrimi eksterna tindakan operasi terbuka berupa
pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra
yang masih baik.
Terapi medika mentosa analgetik non narkotik untuk meredakan nyeri, medikasi
antimikrobial untuk mencegah infeksi.
Komplikasi yang dapat dialami pasien yaitu infeksi saluran kemih (prostatitis,sistitits,
abses periuretra,batu ureter) degenerasi maligna menjadi karsinoma uretra yang dapat
diperburuk dengan HIV, dimana terjadi penurunan imunitas pasien apabila tidak
mendapatkan pengobatan ARV.
31
BAB IV
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut
dan kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita
karena adanya perbedaan panjang uretra.Trauma yang dapat menyebabkan
striktur uretra adalah trauma tumpul pada selangkangannya (straddle injury),
fraktur tulang pelvis, atau cedera pasca bedah. Pemeriksaan penunjang
:Uroflowmetri, pemeriksaan foto Retrograde Uretrogram dikombinasikan
dengan Voiding Cystouretrogram tetap dijadikan standar pemeriksaan untuk
menegakan diagnosis. Radiografi ini dapat menentukan panjang dan lokasi
dari striktur. Penggunaan ultrasonografi (USG) dalam mengevaluasi striktur
pada pars bulbosa.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien pernah mengalami
kecelakaan dan merupakan penderita positif HIV, Berdasarkan terjadinya
striktur uretra pada pasien ini dapat diakibatkan oleh kecelakaan yang dilami
pasien pada 4 bulan yang lalu dimana dicurigai pasien mengalami trauma
uretra anterior, karena straddle injury. Berdasarkan uretroskopi, Pasien
mengalami striktur uretra berat sehingga dilakukan tindakan uretrotomi
interna. Penaganan pada striktur urtra adalah dengan pembedahan.
2.2 Saran
1. Striktur uretra akibat trauma kecelakaan dapat dicurigai bila terdapat
jejas pada daerah genital,dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang
baik striktur uretra dapat terdeteksi lebih dini.
2. Pada trauma akibat pemasangan kateter dapat dihindari dengan
menggunakan peralatan dan bekerja dengan steril untuk mencegah
32
terjadinya infeksi, dan pemasangan kateter dilakukan dengan teliti dan
tatacara yang benar untuk mencegah terjadinya trauma.
3. Pada penderita dengan HIV dapat dicurigai terjadinya striktur uretra
Gonokokus,dan infeksi lain yang terjadi akibat pola hidup yang kurang
baik.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra,dalam: buku ajar ilmu bedah
Ed Revisi.Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta , halaman 1018-1019
2. Agung Wistara,dkk.2010. Diagnosa dan penaganan striktu uretra. Bali:
universitas Udayana.
3. Purnomo basuki B. Striktura uretra,dalam: dasar-dasar Urologi ed 2.CV.
Sagung.Jakarta,2003. Hal153-156.
4. Price.2000.Anatomi Ginjal dan saluran kemih.Jakarta:EGC
5. Reksoprojo S.Kumpulan ilmu bedah, Tanggerang .Binarupa Akasara.
34
LAPORAN KASUS
Oleh :
MARIA LIDIA SIMAT,S.Ked
0080840012
Penguji /Pembimbing :
dr. Bacilius A. Priyosantoso,Sp.U
35
36