Anda di halaman 1dari 32

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS

Nama : An. N.A

Umur : 2 tahun 3 bulan

Berat badan : 10 kg

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kampung Makasar

Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. R

Nama Ibu : Ny. W

Tanggal MRS : 29/09/2018

Tanggal Pemeriksaan : 29/09/2018

1.1.1 ANAMNESA (Heteroanamnesa : Ibu pasien )

1.1.2 Keluhan Utama

BAB cair

1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD Rumkit AL di antar oleh orang tuanya dengan

keluhan BAB cair sejak pagi ± 5 kali, warna hijau, lendir (-), darah (-

), bau busuk (+). 5 hari sebelum MRS pasien demam, hilang timbul.

Pasien sudah dibawa berobat ke tempat praktek dokter, dikatakan

1
malaria tertiana dan sudah mengkonsumsi obat malaria 3 kali, namun

ibu pasien tidak tau nama obat yang diminum. Batuk (-), pilek (-),

mual (+), muntah (+) sejak kemarin sebanyak 3 kali. Makan dan

minum pasien berkurang sejak 2 hari SMRS. BAK (+) baik.

1.1.4 Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat malaria (+)

 Riwayat penyakit paru (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)

1.1.5 Riwayat kehamilan

Saat hamil, ibu pasien tidak pernah mengalami sakit malaria

1.1.6 Riwayat kelahiran

Pasien lahir cukup bulan dan secara spontan dilahirkan normal.

1.1.7 Riwayat neonatal

Pasien lahir cukup bulan, dan lahir spontan serta pada saat dilahirkan,

pasien langsung menangis, warna kulit kemerahan.

1.1.8 Riwayat Imunisasi\

Jenis Imunisasi yang didapatkan : polio, Hepatitis Bo, BCG

Pasien sudah mendapat imunisasi dasar di Rumah Sakit dan polik.

1.1.9 Riwayat gizi

2
Selama masih kecil pasien mendapatkan ASI sampai dengan umur 1

tahun. Sekarang pasien sudah dapat mengkonsumsi makanan padat,

serta ibunya mengatakan napsu makannya cukup baik.

1.1.10 Riwayat penyakit keluarga

Penyakit Jantung (-), Hipertensi (-), Diabetes militus (-), Asma (-) dan

penyakit lainya disangkal.

1.1.11 Riwayat sosial

Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya. Rumah pasien berada di

Kampung Makasar. Menurut pengakuan Orang tuanya, pasien tidur

tidak menggunakan kelambu karena merasa panas dan juga didalam

rumah, pakaian-pakaian banyak yang di gantung

1.1.12 Riwayat tinggal di daerah endemik

Pasien tinggal di area pemukiman yang berhimpitan dengan rumah

tetangga sekitarnya.

1.2 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Lemas

Kesadaran : Apatis

Temperatur : Aksila : 36,3 °C

Saturasi O2 : 95%

Berat Badan : 10 kg

3
Kepala/Leher : Normosefal, rambut hitam, persebaran merata, tidak

mudah dicabut, ubun-ubun besar datar , konjungtiva anemis

(-/-), sklera ikterik (-/-), oral candidiasis (-), Pembesaran

kelenjar getah bening (-), Faring hiperemis (-), Tonsil:T1-

T1

Thorak : Simetris, ikut gerak nafas, Suara nafas vesikuler (+/+),

rhonki (-/-), wheezing (-/-), BJ I-II regular, murmur(-),

gallop (-)

Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus (+) Normal, Hepar Lien

tidak teraba

Ekstremitas : Akral teraba Hangat, udem (-), CRT <3 detik.

Kulit : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29/09/2018 :

- DDR : negatif

- Leukosit : 12. 600

- GDS : 96

1.3 RESUME

Pasien anak berjenis kelamin laki-laki berumur 3 tahun 7 bulan, Berat badan

10 kg datang ke UGD DOK 2 diantar oleh orangtuanya dengan keluhan utama

demam. Demam tinggi naik turun, mengigil (+) sesaat sebelum demam, dan

berkeringat(+) sampai bajunya basah. Ibu pasien juga mengatakan pasien

sudah pernah berobat ke puskesmas lalu diberi obat paracetamol sirup dan

obat batuk pilek,, tetapi belum ada perubahan. Pasien mengalami penurunan

4
nafsu makan tetapi masih mau minum susu. Keluhan lainnya muntah (+) 1x

sehari berisi air dan lendir selama 4 hari SMRS, batuk (+), lendir (+), ±5 hari/1

minggu, muntah (+) 1x ±4 hari sebelum masuk rumah sakit, berisi air,

lendir(+), BAB cair, 1x berisi ampas, darah (-). Menurut ibu pasien, pasien

sering minum es jasjus, satu hari 1-2x. Pada pemeriksaan fisik didapati

conjungtiva anemis, yang lain dalam batas normal.

1.4 DAFTAR MASALAH

 Demam

 Muntah

 BAB cair

 Kesadaran: Apatis

1.5 DIAGNOSA KERJA

Kejang Demam Kompleks

Syok Hipovolemik ec Diare Akut Dehidrasi Berat

1.6 DIAGNOSA BANDING

- Demam tifoid

1.7 PERENCANAAN

Terapi:

- Rehidrasi RL 100 cc dalam 10 menit

- IVFD RL 300 cc dalam ½ jam

- IVFD RL 700 cc dalam 2 ½ jam

5
- Inj diazepam 3 mg

- Inj Cefotaxim 500 mg/ 12 jam

- Pasang O2 nasal canul 2-3 lpm

- Pasang NGT

1.8 PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

6
FOLLOW UP

Hari/Tanggal : Sabtu, 29/09/2018

S : mencret, kejang, tidak sadar, panas

O : Kesadaran : Somnolen

KU : tampak sakit berat

Vital Sign : HR:108x/mnt, isi dan tegangan cukup

RR: 32x/mnt

SB: 37,9 C

Kepala/Leher : Ubun-ubun besar menutup , konjungtiva anemis(-/-),

sklera ikterik(-/-), ,mata cekung (-/-), reflex cahaya

(+) n, pupil isokor 1mm/1mm

Thorak : Simetris, ikut gerak nafas, Suara nafas vesikuler

(+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), BJ I-II regular,

murmur(-), gallop (-)

Abdomen :Tampak cembung, supel, bising usus N, Hepar Lien

tidak teraba

Ekstremitas: Akral teraba Hangat, udem (-), CRT <3 detik.

Kulit : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-)

A : observasi syok hipovolemik pasca dehidrasi berat

7
Observasi kejang DD kejang demam simpleks

P :

 O2 2 lpm

 IVFD RL 700cc/ 2 jam

 Inj Cefotaxime 250mg/6 jam

 Inj Gentamisin 36 mg/12 jam (bila kencing sudah banyak)

 Inj Ranitidin 0,4cc/12 jam

 Inj ondancentron 0,4cc/8jam

 Drip Paracetamol 100mg + 100 cc Nacl 0,9% bila panas >39OC

 Inj Methylprednisolon 0,6cc/8jam

 Inj diazepam 3 mg IV pelan-pelan bila kejang

 Diet personde 4 x 150cc

 Paracetamol 4x 1cc

 Zinc 1 x cth 1

 Liprolac 1 x 1 sachet

 Combantrin 1x100mg single dose

 Nifural 3x cth 1

 Cel DL, DDR, GDS, elektrolit

Pemeriksaan Laboratorium : 30/09/2018

- Leukosit : 14.500

- Hb: 11,8 g/dL

- Trombosit : 46.000

- HCT: 34,4 %

8
- DDR negatif

FOLLOW UP

Hari/Tanggal : minggu, 30/09/2018

S : Mencret, panas

O : Kesadaran : Somnolen

KU : tampak sakit berat

Vital Sign : HR:100x/mnt

RR: 28x/mnt

SB:36,7 C

Kepala/Leher : Ubun-ubun besar menutup , konjungtiva anemis(-/-),

sklera ikterik(-/-), ,mata cekung (-/-), reflex cahaya

(+) n, pupil isokor 1mm/1mm

Thorak : Simetris, ikut gerak nafas, Suara nafas vesikuler

(+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), BJ I-II regular,

murmur(-), gallop (-)

Abdomen :Tampak cembung, supel, bising usus N, Hepar Lien

tidak teraba

Ekstremitas: Akral teraba Hangat, udem (-), CRT <3 detik.

Kulit : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterik (-)

A : observasi syok hipovolemik pasca dehidrasi berat

Observasi kejang DD kejang demam simpleks

P :

9
 O2 2 lpm

 IVFD RLD 10 tpm makro

 Inj Cefotaxime 250mg/6 jam

 Inj Gentamisin 36 mg/12 jam (bila kencing sudah banyak)

 Inj Ranitidin 0,4cc/12 jam

 Inj ondancentron 0,4cc/8jam

 Drip Paracetamol 100mg + 100 cc Nacl 0,9% bila panas >39OC

 Inj Methylprednisolon 0,6cc/8jam

 Inj diazepam 3 mg IV pelan-pelan bila kejang

 Diet personde 4 x 150cc

 Paracetamol 4x 1cc

 Zinc 1 x cth 1

 Liprolac 1 x 1 sachet

 Nifural 3x cth 1

 Cek ulang DL, DDR, GDS, elektrolit

Pemeriksaan Laboratorium : 1/10/2018

- Leukosit : 11.700

- Hb: 10,5 g/dL

- Trombosit : 50.000

- HCT: 30,9 %

- DDR negatif

- GDS : 135

- Natrium : 132,5

- Kalium : 3,05

10
- Klorida : 100,4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Malaria adalah penyakit Infeksi yang disebabkan oleh protozoa genus

Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Kelima

jenis plasmodium ditularkan dari manusia ke manusia yaitu P.falcifarum,

P.vivax, P.ovale (dua jenis), dan P.malariae. Infeksi manusia dengan parasit

malaria monyet yaitu P.knowlesi dilaporkan dari Asia Tenggara dan kepulauan

Borrneo. 1,2,3,4

2.2 Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah

endemis tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk

padat. Diperkirakan prevalensi malaria diseluruh dunia berkisar antara 160-400

juta kasus. Batas dari penyebaran malaria adalah 64° lintang utara (Rusia) dan

32° lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup

adalah 400 meter di bawah permukaan laut (laut mati) dan 2600 meter di atas

permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis

yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke

daerah tropis.2

11
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi

dilebih dari 100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan

Amerika Selatan. Plasmodium falciparum adalah spesies pre-dominan di Afrika,

Haiti, dan New Guinea. Plasmodium vivax predominan diBangladesh, Amerika

Tengah, India, Pakistan, dan Sri Lanka. P.vivax dan P.falciparum predominan diAsia

Tenggara, Amerika Selatan, dan Oceania.3

Gambar 1.DistribusiglobalspesiesPlasmodiumfalciparumdanPlasmodiumvivax1

Di Indonesia, malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas

yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai

1800 meter di atas permukaan laut. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah

plasmodium falciparum dan plasmodium vivax. Air tergenang dan udara panas

masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk menujang endemisitas

penyakit malaria.Menurutsurveikesehatan rumah tangga tahun2001,terdapat

15jutakasus malaria dengan38.000 kematian setiap tahunnya di Indonesia.

Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah berisikoter-

infeksimalaria. Di pulau Jawa dan Bali, Annual Parasite index(API) masih

12
berfluktuasi, pada tahun 2005 ,2006, dan 2007 tercatat 0,95‰, 0,19‰ dan

0,16‰. Sedangkan di luar Jawa dan Bali, Annual Malaria Incidence (AMI)

menurun dari 24,75‰ pada tahun 2005 menjadi 19,67‰ tahun 2007. Di Sumatera

Utara antara tahun 2000-2004, diperkirakan lebih dari 50.000 kasus setiap tahun

dengan 9-10 kasus kematian. Pada tahun 2010 WHO memperkirakan terdapat sekitar

600.000 kematian akibat malaria di seluruh dunia dan 86% adalah anak-anak
3
dibawah usia 5 tahun.

2.3 Etiologi

Malaria disebabkan oleh infeksi parasit protozoa dari genus plasmodium

pada sel darah merah melalui nyamuk anopeles betina. Pada manusia,

plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu plasmodium falcifarum yang

menyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax yang menyebabkan malaria

tertiana, plasmodium malariae yang menyebabkan malaria malarie / kuartana,

dan plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.2

Malaria dapat ditular melalui dua cara yaitu alamiah dan bukan alamiah.

Penularan secara alamiah adalah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles

betina, sedangkan bukan alamiah adalah melalui plasenta dan tali pusat (malaria

kongenital) serta melalui transfusi darah atau jarum suntik (secara mekanik).2

2.4 Patofisiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium intraseluler yang

ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Saat ini,tercatat ada

5 spesies Plasmodium yang diketahui dapat menyebabkan malaria pada manusia,

13
yaitu P.falciparum, P.malariae, P.vivax, P.ovale, dan P.knowlesi. Plasmodium knowlesi

adalah spesies Plasmodium yang sebelumnya hanya teridentifikasi pada kera.2,3,4

Spesies Plasmodium dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan memiliki

siklus hidup yang kompleks. Parasit ini dapat bertahan hidup dilingkungan seluler

yang berbeda, baik dalam tubuh manusia (faseaseksual) maupun nyamuk(fase

seksual). Replikasi Plasmodium terjadi melalui 2 tahap dalam tubuh manusia. Fase

eritrositik yang terjadi di dalam sel-sel hati dan fase eritrositik yang terjadi didalam sel

darah merah. Fase eksoeritrositik dimulai dengan inokulasi sporozoit ke dalam

peredaran darah oleh nyamuk Anopheles betina. Dalam hitungan menit,

sporozoit akan menginvasisel-sel hepatosit, berkembang biak secara aseksual dan

membentuk skizon. Setelah 1-2 minggu, sel-sel hepatosit ruptur dan mengeluarkan

ribuan merozoit ke dalam sirkulasi. Skizon spesies P. falciparum,P. Malariae, dan

P. knowlesi sekali ruptur tidak akan lagi berada dihati.Skizon spesies P. vivax dan

P.ovale ruptur dalam 6-9 hari dan ruptur sekunder pada skizon yang dorman

(hipnozoit) dapat terjadi setelah beberapa minggu, bulan atau tahun sebelum

mengeluarkan merozoit dan menyebabkan relaps (malaria kronis).3,4

14
Gambar 2. Siklus hidup Malaria

Fase eritrositik dimulai saat merozoit dari hati menginvasi sel darah

merah Didalam eritrosit, parasit ini bertransformasi menjadi bentuk cincin

yang kemudian membesar membentuk tropozoit. Tropozoit berkembang biak

secara aseksual yang kemudian ruptur dan mengeluarkan eritrositik merozoit,

yang secara klinis ditandai dengan demam. Beberapa dari merozoit ini

berkembang menjadi gametosit jantan dan gametosit betina, sekaligus

melengkapi fase siklus aseksual pada manusia. Gametosit jantan dan

gametosit betina ini dicerna oleh nyamuk Anopheles betina saat mengisap

darah dari manusia. Dalam perut nyamuk, gametosit jantan dan betina ini

bergabung untuk membentuk zigot .Zigot berkembang menjadi ookinet

kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar, nyamuk

ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit


3,4
ini bersifat infeksi dan siap ditularkan ke manusia.

Gejala malaria timbul pada saat pecahnya eritrosit yang mengandung

parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan

oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi

vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah eritrosit

yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk

mengfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat

hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil.

Terjadinya kongesti pada organ lain peningkatan resiko terjadi ruptur limpa.3,4

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis

oleh sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis

15
plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh

hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit ang terinfeksi maupun

yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi

hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia

juga sering ditemukan.3,4

Dalam kasus ini pasien mengalami demam dengan suhu 39,20C dan juga

anemia dilihat dari pemeriksaan laboratorium Hb 6,3 g/dl. Secara

patofisiologi, demam yang dialami pasien diakibatkan karena adanya

tropozoit yang berkembang biak secara aseksual yang kemudian ruptur dan

mengeluarkan eritrositik merozoit, yang secara klinis ditandai dengan

demam serta demam juga diakibatkan oleh TNF dan interleukin-1 yang

merangsang hypothalamus sebagai pusat pengatur suhu sehingga suhu

tubuh pasien meningkat. Sedangkan anemia ini sebabkan oleh pecahnya

eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Anemia juga dapat

disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit

yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis.

2.5 Manifestasi klinis

Secara klinis, penderita malaria biasanya menunjukkan gejala utama

demam tinggi yang bersifat paroksisme (beberapa serangan demam dengan

interval tertentu) yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas

demam. Sebelum demam biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu

makan, mual atau muntah.2,3

16
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan

yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium

berkeringat (sweating stage). Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda

dengan orang dewasa, sehingga sering salah diinterpretasikan dengan

gastroenteritis akut atau infeksi virus akut lainnya. Anak-anak yang berasal dari

daerah endemis malaria (partially immune) umumnya menunjukkan gejala

minimal seperti berkurangnya aktifitas, anoreksia atau bahkan asimptomatik;

tidak harus disertai demam, terutama bagi anak di daerah endemis. Pada anak

dengan asimptomatik yang positif parasit malaria didarah, dapat hanya

menunjukkan splenomegali sebagai temuan tunggal. Pada anak di bawah umur

5 tahun, stadium dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan

demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi

bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit. Pada malaria akibat

tranfusi darah, masa inkubasi plasmodium vivax 16 hari. Masa inkubasi pada

penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit, untuk

plasmodium vivax 13-17 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar

dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:2

1. Stadium dingin

Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin.

Gigi gemeretak dan pasien biasanya pasien menutupi tubuhnya dengan segala

macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan

jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan

pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit

sampai 1jam.

17
Dalam kasus ini, pasien menggigil sesaat sebelum demam dengan suhu

badan 39,2 C.Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis dari malaria yang

merupakan 1 dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium dingin (cold

stage)

2. Stadium demam

Pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa

sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah,

nadi menjadi kuat lagi. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam

sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam

aliran darah. Pada plasmodium vivax, skizon dari tiap generasi menjadi matang

setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ke tiga terhitung dari

serangan demam sebelumnya.

Dalam kasus ini, pasien mengalami demam dengan suhu badan 39,2 C. Dan

hal ini disertai dengan mual (+), muntah (+) 1x ±4 hari sebelum masuk

rumah sakit, berisi air, lendir(+). Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis

dari malaria yang merupakan 1 daritiga stadium yaitu stadium demam (hot

stage).

3. Stadium berkeringat

Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,

kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah

normal. Black water fever yang merupakan koplikasi berat adalah munculnya

hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua atau

hitam. Limpa biasanya membesar pada serangan pertama yang berat atau

18
setelah beberapa serangan dalam periode yang cukup lama. Dengan pengobatan

yang baik, limpa secara berangsur-angsur akan mengecil kembali.

Pada kasus ini, setelah demam pasien berkeringat) sampai bajunya basah.

Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis dari malaria yang merupakan 1

dari tiga stadium yaitu stadiumberkeringat (sweating stage).

Malaria tertiana jarang disertai anemia berat. Pada infeksi akut, beratnya anemia

berhubungan langsung dengan derajat parasitemia.

Hati pada umumnya membesar dan teraba pada akhir minggu pertama. Limpa

bertambah besar selama serangan dan dapat teraba pada minggu kedua. Kejang

dapat terjadi pada saat demam tinggi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.

Pada kasus ini, tidak dijumpai adanya pembesaran hati dan juga limpa.

Namun, anemia dijumpai pada kasus ini dengan kadar Hb 6,3 gr/dl. Anemia

pada kasus ini dapat merupakan akibat dari tingginya parasitemia pada

karena pada kasus ini ditemukan adanya plasmodium vivax +4 didalam

darah pasien.

19
2.6 Diagnosa

Diagnosis malaria dapat ditegakkan secara klinis dan laboratorium. Secara

klinis, sesuai rekomendasi WHO malaria dapat dicurigai berdasarkan daerah

epidemiologinya:3

 Didaerah non endemis, diagnosis klinis malaria tidak harus didasarkan pada

kemungkinan paparan malaria seperti bepergian ke daerah endemis dan

riwayat demam 3 hari terakhir tanpa gejala penyakit berat lainnya.

 Didaerah endemis, diagnosis klinis didasarkan pada riwayat demam dalam

24 jam terakhir dan atau adanya gejala anemia (pucat pada palmar

merupakan tanda paling reliabel pada anak yang lebih muda. Tetap perlu

diperhatikan adanya gejala klasik seperti demam, menggigil, pucat disertai

splenomegali; dan gejala lain seperti nyeri kepala, mual-muntah, nyeri otot

tulang, riwayat kejang (terutama bayi < 1 tahun), diare (balita) dan nyeri

perut (anak > 5 tahun). Riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat

sakit malaria, riayat minum obat malaria satu bulan terakhir dan juga

riwayat transfusi darah penting untuk ditelusuri.

Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyertai antara lain anemia,

trombositopenia, leukosit normal atau leukopenia, dan peningkatan LED.

Diagnosis pasti dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan apusan darah tipis.

Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau fieldstain, sedangkan

apusan darah tipis dengan pewarnaan wright atau giemsa. Pemeriksaan apusan

darah tebal bertujuan melihat jumlah eritrosit dalamm darah sementara

pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan melihat perubahan bentuk bentuk

eritrosit, jenis plasmodium dan persentase eritrosit yang terinfeksi. 4

20
Aapusan darah :5

- Dikatakan negatif jika tidak ditemukan parasit dalam 100 lapang pandang.

- Dikatakan +1 bila ditemukan 1-10 parasit dalam 100 lapang pandang

- Dikatakan +2 bila ditemukan 11-100 parasit dalam 100 lapang pandang

- Dikatakan +3 bila ditemukan 1-10 parasit dalam 1 lapang pandang

- Dikatakan +4 bila ditemukan >10 parasit dalam 1 lapang pandang

Hasil apusan darah negatif tunggal tidak meniadakan diagnosis malaria, karena

sebagian besar pasien bergejala akan menunjukkan hasil positif dalam 48 jam.

Pemeriksaan darah serial setiap 6 jam selama tiga hari berurutan dapat

dilakukan. Pemeriksaan praktis terutama didaerah endemis dapat dilakukan

pemeriksaan tes parasitologi (mikroskopi) atau rapid diagnostic test (RDT)

berbentuk dipstick, dianjurkan menggunakan diagnostik cepat yang memiliki

kemampuan minimal sensitivitas 95 % dan spesifisitas 95%. Semua pasien

yang dicurigai malaria harus diterapi berdasarkan hasil tes mikroskopik atau

RDT darah.1

Malaria Berat4

Penderita dikatakan menderita malaria berat bila didalam darahnya ditemukan

parasite plasmodium falcifarum atau plasmodium vivax stadium aseksual atau

RDT positif ditambah satu atau beberapa keadaan dibawah ini:1,4

1. Gangguan Kesadaran atau Koma: Blantyre coma score <3

2. Kelemahan otot (tidak bisa duduk/ berjalan tanpa bantuan).

3. Tidak bisa makan dan minum

21
4. Kejang berulang lebih dari dua episode dalam 24 jam

5. Sesak napas Respiratory Distress (Pernapasan asidosis)

6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg (Pada anak : < 50

mmHg)

7. Ikterus disertai adanya disfungsi organ vital. Bilirubin total > 50 umol/L

dengan jumlah parasit > 100.000/uL

8. Black Water Fever

9. Perdarahan spontan

10. Edema Paru (secara radiologi) atau saturasi <92% dengan frekuensi nafas

>30/menit.

Gambaran Laboratorium :

1) Hipoglikemia : gula darah ,< 40 mg %

2) Asidemia (pH:<7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L)

3) Anemia berat (Hb < 5gr% atau hematocrit<15%)

4) Hemoglobinuri

5) Hiperparasitemia (di daerah endemis rendah : > 2% atau > 100.000

parasit/Ul; daerah endemis tinggi > 5% atau > 250. 000 parasit /ul).

6) Hiperlaktemia (laktat > 5 % ugr/L)

7) Gagal ginjal akut (urin <0,5 ml/kgBB/jam dalam 6 jam)

22
Untuk mendiagnosa malaria, dapat ditegakkan secara klinis dan

juga laboratorium. Pada kasus ini, selain dari anamnesis, pemeriksaan

fisis, dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesa diketahui bahwa pasien memiliki gejala klasik

malaria seperti adanya demam, muntah dan penurunan nafsu makan.

Demam tinggi yang naik turun, dan sesaat sebelum demam pasien

menggigil, kemudian berkeringat sampai bajunya basah. Dari

anamnesa tersebut kita dapatkan periode paroksisme pada malaria yang

terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium dingin (cold

stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating

stage).

Pada kasus ini, didapatkan malaria berat yang disebabkan oleh

plasmodium vivax +4 dengan jumlah gamet Vivax ±12 p/lp. Dikatakan

+4 bila ditemukan >10 parasit dalam 1 lapang pandang.

2.7 Diagnosa banding

Demam tifoid:4

Penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri genus salmonella, memiliki

masa inkubasi 7-14 hr (3-30 hr). Gejala klinis menyerupai penderita dewasa,

onset insidious, malaise, anoreksia, mialgia, sakit kepala, sakit daerah abdomen

(anak biasanya tidak dapat menunjukan daerah yang paling sakit/rasa tidak

nyaman difus), keluhan meningkat pada minggu kedua. Demam sampai hari ke-

4 bersifat remiten, dengan pola seperti anak tangga (stepwise fashion), sesudah

23
hari ke-5 atau paling lambat akhir minggu pertama pola demamberbentuk

kontinua. Mual muntah dapat ditemukan pada awal sakit.

Pada minggu kedua keluhan malaise, anoreksia, mialgia, sakit kepala, sakit

daerah abdomen pada minggu kedua bertambah berat, dapat ditemukan

disorientasi, letargi, delirium, bahkan stupor.Pada pemeriksaan fisik, dapat

ditemukan hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen yang disertai rasa

sakit.

Pada kasus ini, pasien mengalami demam dengan suhu badan 39,2 C. Dan

hal ini disertai dengan mual (+), muntah (+) 1x ±4 hari sebelum masuk

rumah sakit, berisi air, lendir(+). Namun pada pasien ini memiliki pola

demam naik turun, sedangkan pada demam tifoid memiliki pola seperti anak

tangga (stepwise fashion), serta didukung oleh hasil pemeriksaan lab.

2.8 Penatalaksanaan malaria berat

Pengobatan Simptomatik

Pemberian antipiretik pada anak demam untuk mencegah hipertermia dengan

dosis paracetamol 10-15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Apabila terjadi

hipertermia (suhu rektal >40C ) berikan paracetamol dosis inisial 20

mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan dosis rumatan 15mg/kgBB/dosis. Pada anak

kejang, sebaiknya berikan diazepam intravena perlahan dengan dosis 0,3-0,5

mg/kgBB/dosis atau diazepam rektal 5 mg (berat badan <10 kg) atau 10 mg

(berat badan 10 kg) dan segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang merupakan

salah satu gejala malaria berat yang membutuhkan penanganan lanjutan.

Suplementasi zat besi dengan atau tanpa zinc secara bermakna meningkatkan

24
kadar hemoglobin pada penderita malaria tropika di daerah endemis. Namun,

pemberian zat besi pada malaria dengan anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali

bila disebabkan oleh defisiensi besi.3

Pengobatan Anti-malaria4

LINI PERTAMA :

1. Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat

diberikan artemeter intramuskular atau kina drip. Artesunat parenteral

tersedia dalam vial 60 mg yang berisi serbuk kering asam artesunik dan

pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5 %. Keduanya

dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. kemudian

diencerkan dengan D5% atau Nacl 0,9 % sebanyak 5 ml sehingga

didapatkan kosentrasi 10 mg/5ml. Obat diberikan secara bolus dan

perlahan-lahan. Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgBB intravena

sebanyak 3 kali jam 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgBB intravena

setiap 24 jam perhari sampai penderita mampu minum obat. Bila penderita

sudah mampu minum obat maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen

DHP atau ACT lainnya selama 3 hari dan diberikan primakuin.

2. Artemeter intramuskular berisi artemeter dalam larutan minyak. Artemeter

diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB secara IM dan diberikan hari berikan

hari berikutnya dengan dosis 1kali 1,6 mg/kgBB sampai penderita mampu

minum obat, kemudian dilanjutkan dengan regimen DHP dan primakuin.

25
LINI KEDUA :

1. Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat namun

dapat diberikan bila tidak tersedia artesunat atau artemeter dan pada ibu

hamil pada trimester pertama. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina

dihidroklorida 25%. 1 ampul berisi 500 mg/2 ml. Pada anak kina HCL 25

% perinfus diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB (bila umur kurang dari 2

bulan diberikan 6 sampai 8 mg/kgBB, diencerkan dengan dextrosa 5% atau

Nacl 0,9% sebanyak 5-10 cc/kgBB. Diulang setiap 8 jam sampai penderita

dapat minum obat.4 Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti

dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8

jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang

dewasa / klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung

sejak pemberian kina perinfus yang pertama.

DHP berisi 40 mg dehidroartemisin dan 320 mg piperakuin. DHP diberikan

dengan dosis 4 mg/kgBB/hari diberikan selama 3 hari. Obat anti malaria lini

pertama dan kedua (blood schizonticidal) harus ditambah primakuin. Primakuin

bermanfaat untuk eradikasi plasmodium yang dorman dalam jaringan, terutama

hepar (tissue schizonticidal). Untuk plasmodium falcifarum khusus untuk anak >

1 tahun, dosis primakuin 0,75 mg/kgBB/dosis tunggal 1 hari. Sedangkan untuk

plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae dikombinasikan

dengan primakuin 0,25mg/kgBB/hari selama 14 hari. Primakuin tidak boleh

diberikan untuk anak usia < 1 tahun, ibu hamil, dan defisiensi G6PD. Kondisi

klinis malaria pada anak dapat cepat memburuk. Edukasi oang tua pasien penting

26
sebagai partner pemantauan selama rawat jalan. Apabila anak tidak bisa

menoleransi obat oral atau muncul gejala-gejala malaria berat sebaiknya dirujuk

untuk pemberian anti malaria intravena dengan dosis terukur. WHO

merekomendasikan pemberian artesunat rektal dosis tunggal pada anak dengan

malaria sebelum ditujuk ke pusat pelayanan lanjutan. Data menunjukkan kematian

akibat malaria pada anak menurun dengan pemberian artesunat per rektal jika

waktu rujuk melebihi 6 jam.3,2

Penatalaksanaan pada pasien ini diruangan adalah dengan pemberian: IVFD

D5 1/2 NS 1000cc/ 24 jam 40 tpm mikro. Inj. Ranitidin 2x10 mg (Intravena), pro

piretik supp 160 mg, Inj. Artesunat 24 mg (0 jam, 12jam, 24jam), puyer panas

3x1 pulv, Primakuin 1x 1/4 tablet selama 14 hari, darplex tab 1x1 (selama 3 hari),

Pro transfuse PRC serial 2x75cc, Inj. Pre lasix 5 mg (IV) pre transfusi PRC,

Pemberian transfusi pada pasien ini telah sesuai dengan pemberian per serial.

Pada kasus ini pasien diberikan IVFD D5 1/2 NS 1000cc/ 24 jam 40 tpm

mikro, jumlah cairan ini sesuai dengan perhitungan cairan menggunakan

rumus holiday segar yaitu 10 kg berat badan pertama dikali 100. Berat badan

pasien 10 kg dikalikan dengan 100 maka didapatkan 1000cc cairan yang

dibutuhkan. Kemudian untuk menghitung tetesan mikro 1000cc dibagi

dengan 24 jam didapatkan hasil 41-42 tpm mikro.

Inj. Ranitidin 2x10 mg (Intravena), pro piretik supp 160 mg, puyer panas 3x1

pulv diberikan untuk mengatasi gejala simptomatik seperti demam dan juga

muntah.

27
Terapi antimalaria pada kasus ini yaitu Inj. Artesunat 24 mg (0 jam, 12jam,

24jam), Primakuin 1x 1/4 tablet selama 14 hari, dan DHP 1x1 tab (selama 3 hari)

sewaktu pasien diperbolehkan pulang. Dosis Artesunat, primakuin dan DHP

yang diberikan sesuai dengan teori dimana dosis pemberiaan artesunat secara

intravena ialah 2,4mg/KgBB dan pasien diberikan injeksi artesunat sebanyak 24

mg. Pada kasus ini pasien diberikan Primakuin 1x ¼ tablet (3,75 mg) selama 14

hari, sesuai dengan dosis pemberian primakuin 0,2 mg/KgBB selama 14 hari.

Dosis pemberian DHP menurut teori 4 mg/KgBB, pemberian pada kasus ini

sesuai dengan dosis pemberiannya yaitu 1 tablet (40 mg) selama 3 hari. Pada

kasus ini Hb pasien > 5 g/dl (6,3g/dl) sehingga kami menggunakan rumus delta

Hb, dengan perhitungan sebagai berikut : (10-6,3x10x4=74cc) seharusnya

pasien mendapatkan transfusi PRC serial 2x74cc untuk mengatasi anemia.

2.9 Prognosis

Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik, tidak

menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat

berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunai sifat relaps.

Indikator prognosis buruk apabila:2

Indikator klinis

o umur 3 tahun atau kurang

o koma yang berat

o kejang berulang

o refleks kornea negatif

o deserebrasi

28
o dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edem paru)

o terdapat perdarahan retina

o indikator laboratorium

o hiperparasitemia(>250.000/ml atau >5%)

o skiontemia dalam darah perifer

o leukositosis

o PCV (packed cell volume) <15%

o hemoglobin <5g/dl

o glukosa darah <40 mg/dl

o ureum >60 mg/dl

o glukosa likuor serebrospinal rendah

o kreatinin >3,0 mg/dl

o laktat dalam likuor serebrospinal meningkat

o SGOT meningkat >3 kali normal

o antitrombin rendah

o peningkatan kadar plasma 5’-nukleotidase

Prognosis pada kasus ini adalah bonam, karena tidak ditemukan adanya

indikator klinis yang mengarah pada prognosis yang buruk.

29
2.10 Pencegahan2

1. Pemakaian obat anti malaria

Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerahh endemik

malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah

keluar dari daerah endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti

malaria.

2. Menghindar dari gigitan nyamuk

a. memakai kelambu atau kasa anti nyamuk

b. mengunakan obat pembunuh nyamuk

Sebelum pasien dipulangkan, pasien diedukasi agar menghindari gigitan

nyamuk dengan memakai kelambu atau kasa anti nyamuk di rumahnya

dan menggunakan obat pembunuh nyamuk.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Malaria merupakan penyakit endemis di daerah Papua, sehingga dilakukan

pencegahan agar tidak terinfeksi malaria. Malaria memiliki gejala klinis

yang khas berupa menggigil, demam, dan berkeringat. Namun, gejala

tersebut tidak dapat digunakan untuk memberi terapi pasien dengan

antimalaria karena untuk mendiagnosa pasti malaria perlu dilakukan

pemeriksaan mikroskopi atau RDT malaria. Pengobatan malaria yang tepat

dapat mencegah terjadinya komplikasi yang mengakibatkan pada prognosis

yang buruk yaitu malaria berat.

Pada pasien ini didiagnosis dengan malaria tertiana berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang di mana dari anamnesis

didapatkan keluhan demam, menggigil, berkeringat, muntah, pucat dan

penurunan nafsu makan, batuk. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan

umum tampak sakit sedang, adanya konjungtiva anemis, Dari pemeriksaan

penunjang didapatkan DDR plasmodium vivax +4 sehingga kami

menyimpulkan hal ini berdasarkan literature termasuk dalam kategori

malaria tertiana.

Prognosis pada pasien ini yaitu bonam karena setelah mendapat pengobatan

pasien pulang dengan sembuh

31
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Guidelines for the Treatment of Malaria 3rd edition. 2015. p23-31

2. Soedarmo SP, Game H, Hadinegoro SS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015.

p. 408-436

3. Liwan AS. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada

Anak. Tinjauan pustaka. 2015. p425-428

4. Ikatan Dokter Indonesia, WHO. Buku Saku Penatalaksanan Kasus Malaria.

Ditjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI. 2012.

5. DEPKES. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2008

32

Anda mungkin juga menyukai