Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum proses

persalinan berlangsung. Jika ketuban pecah dini terjadi sebelum usia

kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur (Prawirohadjo, 2009). Ketuban pecah dini terjadi apabila

ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan dan

ditunggu satu jam belum ada inpartu (Manuaba, 2008).

Keadaan normal, kejadian ketuban pecah dini dialami oleh 8-10%

perempuan hamil aterm (Prawihardjo, 2009).Angka kejadian KPD di

RSUD Prof.Dr.MA Hanafiah SM Batusangkar pada tahun 2018 adalah

1,76 % (Rekapitulasi pasien ruang ponek tahun 2018).

Penyebab ketuban pecah dini yaitu faktor-faktor eksternal misalnya

infeksi yang menjalar dari vagina, serta dapat terjadi akibat

polihidramnion, inkompeten serviks dan solusio plasenta (Prawihardjo,

2009). Berdasarkan penelitian Cho di Korea terjadinya ketuban pecah

dini yaitu disebabkan oleh HPV (Human Pappiloma Virus) dimana 95%

wanita dengan HPV (Human Pappiloma Virus) mengalami ketuban

pecah dini dalam persalinannya.

Faktor lainyangmenyebabkanterjadinyaketubanpecahdiniyaitu
statusparitasmultipara sebanyak 52,4%, nulipara 47,6%. Ibu bersalin dengan

malpresentasi janin sebanyak 75%, persalinan preterm sebanyak 25%

(Fatkhiyah, 2008).

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan banyak komplikasi yaitu

terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia

karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden

seksio sesarea, atau gangguan persalinan normal (Prawihardjo, 2009).

Hasil penelitian Fatkhiyah di tahun 2008 menyebutkan dampak ketuban

pecah dini adalah asfiksia pada bayi, dengan prevalensi 60,9%. Angka

kejadian ketuban pecah dini walaupun relatif kecil, tetapi dapat

memberikan pengaruh yang cukup besar sebagai awal terjadinya

komplikasi pada janin bahkan sampai kematian janin. Berdasarkan hasil

penelitian Tjandrarini bahwa dari persalinan ketuban pecah dini terdapat

25,3% bayinya mengalami gawat janin yang berlanjut menjadiasfiksia.

Istilah gawat janin didefinisikan sebagai tertekannya janin intrauterin

oleh berbagai sebab terutama kekurangan nutrisi dan oksigen secara

maksimal dan terjadi perubahan metabolisme dengan sumber utama

glukosa yang akhirnya tanpa sisa dan langsung menjadi air dan

karbondioksida (Manuaba, 2008). Gawat janin merupakan kondisi bila

janin tidak menerima cukup oksigen , sehingga janin mengalami hipoksia

(Prawihardjo, 2009).

Penilaian gawat janin yaitu dengan menghitung denyut jantung janin

(DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan

amnion.Sering dianggap DJJ yang tidak normal jika ditemukan mekonium,


menandakan hipoksia dan asidosis.Hal tersebut seringkali meragukan, karena

keadaan hipoksia bukan menjadi satu-satunya sebab gawatjanin.

dalam persalinan, namun dapat juga disebabkan oleh hipertermia

sekunder dari infeksi intrauterin (Prawihardjo, 2009).

Kasus gawat janin di Iran ditemukan 5 janin mengalami gawat janin

setelah kekurangan oksigen dari 6 ibu yang mengalami masalah pada

pembukaan servik. Permasalahan yang terbesar yaitu pembukaan servik

yang lama dan mengalami ketuhan pecah dini dalam persalinannya

mengakibatkan terjadinya gawat janin (Eslamian, 2011). Penelitian yang

lain menyebutkan bahwa gawat janin dapat disebabkan oleh keadaan ibu

bersalin yang memiliki gangguan pernafasan (Cecere et al,2013).

Kematian janin menurut WHO dan the American College of

Obstetricians and Gynecologist adalah janin yang mati dalam rahim

dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim

pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil

akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi

(Prawihardjo, 2009).Gawat janin merupakan indikator kegawatan yang

berlanjut pada komplikasi-komplikasi janin dimana 36% bayi baru lahir

mengalami gawat janin dalam persalinan kemudian mengalami asfiksia

setelah lahir dan sebagian menyebabkan kematian neonatal (Tjandrarini,

2009).

Jumlah angka kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup di

Indonesia sebanyak 20, Renstra menargetkan angka kematian neonatal

sebanyak 15/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Profil Kesehatan


Indonesia, 2012).

Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut pemerintah bersama tenaga

kesehatan termasuk bidan harus memberikan pelayanan sesuai dengan

kondisi serta mampu mendeteksi secara dini kegawatdaruratan dalam

kehamilan dan persalinan supaya dapat menurunkan angka kematian

neonatal. Angka kematian neonatal di Indonesia berhubungan dengan

cakupan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, terutama pada

proses persalinan yaitu cakupan persalinan pada tahun 2014 sebesar

90,8%, capaiantersebut baru mengindikasikan akses yang baik, namun

belum megindikasikan kualitas pelayanan persalinan. Bidan sangat

berperan dalam deteksi terjadinya ketuban pecah dini secara dini supaya

tidak berlanjut kepada gawat janin.Peran bidan adalah berkontribusi

terhadap penurunan angka kematian neonatal yaitu memberikan

pelayanan yang berkualitas dalam deteksi dini, sehingga angka kematian

neonatal dapat dicegah.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada ibu KPD

dan hubungan KetubanPecah Dini dengan kejadian Gawat Janin dalam

Persalinan di RSUD Prof. Dr.MA Hanafiah SM Batusangkar tahun

2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus ketuban pecah dini meskipun angka kejadiannya relatif sedikit

tetap memiliki risiko terjadinya gawat janin dalam persalinan baik


takikardi maupun bradikardi pada janin, maka peneliti merumuskan

penelitian “Apakah ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian

gawat janin dalam persalinan di RSUD Prof. Dr.MA Hanafiah SM

Batusangkar tahun 2019?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 TujuanUmum

Untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian

gawat janin dalam persalinan di RSUD Prof.Dr.MA Hanafiah SM

Batusangkar tahun 2019..

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kejadian ketuban pecah dini di RSUD

Prof.Dr.MA Hanafiah SM Batusangkar tahun 2019

b. Untuk mengetahui kejadian gawat janin di RSUD Prof.Dr.MA

Hanafiah SM Barusangkar tahun 2019.

c. Untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan gawat

janin dalam persalinan di RSUD Prof.Dr.MA Hanafiah SM

Batusangkar

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaatteoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan

kepada peneliti bahwa ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian

gawat janin dalam persalinan, serta dapat mencegah kematian janin

dengan mendeteksi gawat janin secara dini.

1.4.2 ManfaatPraktis
a. Penelitian ini diharapkan pada tempat pelayanan kesehatan dapat

membuat protap untuk ibu dengan KPD sehingga dapat mengurangi

kejadian gawatjanin.

b. Bagi peneliti diharapkan dengan sudah dilakukan penelitian ini maka

akan ada tindak lanjut penelitian baru yang masih berkaitan dengan

penelitianini.

c. Peneliti mendapat wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan

ketuban pecah dini dengan kejadian gawat janin dalam persalinan

1.5 Ruang Lingkup

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya KPD , sehingga diperlukan

asuhan kebidanan komprehensif pada ibu KPD dan fetal distres untuk

menyelamatkan ibu dan bayi. Oleh katena itu, Penulis melakukan penelitian di

RSUD Prof.Dr.MA Hanafiah SM Batusangkar dari tanggal 4-10 Februari 2019.


BAB ll

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini

2.1 1 Defenisi

Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu

disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.

2.1 2 Patofisiologi

Dalam keadaan normal ketuban pecah spontan paling sering terjadi sewaktu-

waktu pada persalinan aktif. Pecahnya ketuban secara khas tampak jelas sebagai

semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hampir tidak bewarna

dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.

Namun pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Pecahnya ketuban dalam

persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dean peregangan berulang.

Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang

menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis

dan degradasiekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme

kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan menybabkan selaput ketuban

pecah.
Sedangkan untuk terjadinya faktor resiko kejadian ketuban pecah dini adalah :

1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

2) Kekurangan tembaga dan asamaskorbik yang berakibat pertumbuhan

struktur abnormal karena antara lain merokok.

Pada kejadian Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase

(MPP) yang dihambat inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati

waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarahkan pda

degradasi proteolitik dari matrik ekstraseluler dan membran janin.

2.1.3 Etiologi

Menurut Morgan, 2009 ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh faktor resiko

yaitu :

a. Umur

Usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan selama kehamilan maupun

mempengaruhi persalinan, Pada usia ibu dibawah 20 tahun. Sedangkan pada ibu

usia lebih dari 35 tahun usia mempengaruhi seseorang karena keelastisan dan

kemampuan organ-organ reproduksi sudah mulai berkurang.

b. Sosial ekonomi

Status ekonomi mempengaruhi terhadap terjadinya KPD pada ibu hamil,

walaupun didapatkan bayank pendapatan sedang, dikarenakan semakin tingginya


juga harga yang dijangkau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga

untuk mencapai status gizi ibu yang optimal banyak tidak terpenuhi.

c. Paritas

Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak

pertama sampai dengan terakhir. Pada wanita yang telah melahirkan

beberapa kali dan pernah mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan

sebelumnya serta jarak kehamilan yang terlampau dekat diyakini lebih

berisiko akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya

(helen,2008)

d. Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.

Jika persedian zat besi minimal dalam kehamilan, maka akan menyebabkan

berkurangnya zat besi dalam tubuh ibu hamil dan menyebabkan anemia.

Dalam keadaan anemi mengakibatkan dampak pada ibu dan janin. Dampak

pada salah satunya ketuban pecah dini, sedangkan pada janin, cacat bawaan

dan mudah infeksi ( Manuaba,2009)

e. Merokok

Wanita hamil perokok aktif dan perokok pasif beresiko tinggi

memiliki efek yang buruk selama kehamilan yaitu KPD (Amasha,2012).

f. Riwayat ketuban pecah dini


Dengan adanya ketuban pecah dini pada ibu hamil. Riwayat KPD

sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali.

Dari pada wanita yang belum pernah mengalami ketuban pecah dini,

karena komposisi membran yang terjadi rapuh dan kandungan kolagen

yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Helen,2008)

2.1.4 Gejala klinis

Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah :

1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagiana.

2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau amoniak, mungkin

cairan ketuban tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat

dan bergaris wrna darah.

3. Cairan tidak akan berhenti atau kering karena terus di reproduksi sampai

kelahiran.

4. Demam

5. Bercak vagina yang banyak

6. Nyeri perut

7. Denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda infeksi terjadi.⁷

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi ketetuban pecah dini menurut sarwono (2010) sebagai berikut :

a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadindalam 24

jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%

persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu

persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini, pada

ibu terjadi resiko korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi

septikernia,pneumonia,omfalitis. Umumnya, terjadi korioamnionitis

sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih

sering dari pada aterm. Secar umum infeksi sekunder padaketuban pecah

dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

c. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali

pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat.

d. Sindrom Defornitas Janin


Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan

anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.

2.1.6 Penataklaksanaan

1. Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya

infeksi komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.

Penanganan ketuban pecah dini menurut sarwono (2010), meliputi :

a. Konserpatif

1) Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik

pada ibu maupun pada janin) dan harus dirawat di rumah sakit.

2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila

tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.

3) Jika umur kehamilan ,< 32-37 minggu, rawat selama air ketuban

masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4) Jika umur kehanilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada

infeksi, tes buss negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda

infeksi, dan tanda kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan

37 mingggu.

5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol) , deksametason, dan induksi

sudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi.

7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra

uterin)

8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu

kematangan paru janin, dan kalau memingkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betamitason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 akli.

b. Aktif

1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

seksio sesarea.

2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan

persalinan diakhiri.

3) Bila skor pelvik < 5, lakukan penanganan serviks, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri dengan seksio sesarea.

4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

2. Penanganan ketuban pecah dini menurut kemenkes (2013) yaitu :

a) Usia kehamilan > 34 minggu

Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada

kontraindikasi.

b) Usia kehamilan 24-33 minggu


a) Bila terdapat amnionitis, abrrupsio plasenta dan kematian janin,

lakukan persalinan segera

b) Bila deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau

betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam

c) Lakukan pemariksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.

d) Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan

32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru

dan hasil menunjukan bahwa paru sudah matang (komunikasi dan

sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi preterm).

c) Usia kehamilan < 24 minggu

a) Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu dan janin

b) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan

mungkinmenjadi pilihan.

c) Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksan

korioamnionitis.

2.1.7 Upaya pencegahan

Upaya pencegahan ketuban pecah dini menurut sarwono (2010) yaitu :

a. Pemeriksaan kehamilan secara teratur.

b. Kebiasaan hidup sehat, seperi mengonsumsi makanan yang sehat,

minum cukup, olah raga teratur dan berhenti merokok.


c. Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni

dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar.

d. Melakukan pemeriksaan ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal di

daerah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak

seperti biasanya.

e. Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubunganseksual bila ada

indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti mulut rahim

yang lemah.

f. Mengonsumsi 100 mg Vitamin C secara teratur saat usia kehamilan

lebih dari 20 minggu.

2.2 Fetal Distress (Gawat Janin)

2.2.1 Definisi

Fetal Distres (Gawat Janin) adalah kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan

penyelamatan akan berakibat buruk.Hipoksia adalah keada jaringan yang kurang

oksigen,sedangkan hipoksemia adalah kadar oksigen dalam darah yang kurang

(Ilmu Kesehatan Anak.Nelson.Vol 1.Edikator Rischard E.Berham, Robert

M.Kliegman Ann M.Arvin, edikator edisi B.Indonesia :A.Samik Wahab.Ed:15

jakarta: EGC,1999)

Fetal Distres adalah keadaan ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen

dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju

metabolisme anaerob menyebabkan hasil akhir metabolismenya terakhir bukan


karbondioksida (Pengantar Kuliah Obstetri. Prof.dr.I.B.G. Manuaba, Sp.OG

(K),dr.I.A. Chandranita Manuaba, Sp.OG,dr.I.B.G.Fajar Manuaba, Sp.OG.

jakarta:EGC,2007)

2.2.2 Etiologi

Penyebab dari Fetal Distress yaitu:

a. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta

dalamwaktu singkat)

1. Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan

dengan pemberian oksitosin.

2. Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.

3. Solusio plasenta.

4. Plasenta previa dengan pendarahan.

b. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta

dalam waktu lama)

1. Penyakit hipertensi

2. Diabetes melitus

3. Postmaturitas atau imaturitas

c. Kompresi (penekanan) tali pusat

2.2.3 Patofisiologi

Faktor yang mengakibatkan fetal distres terdapat tiga hal, yaitu :


1. faktor ibu yang mengandung

a. Anemi / kekurangan darah otomatis hb darah akan turun juga, sehingga

oksigenpun berkurang.

b. Hipertensi merupakan suatu pertanda adanya sumbatan pada vaskuler

sehingga tubuh mengompensasi yaitu dengan berkontaksinya vaskuler

sehingga menimbulkan hipertensi. Dan sumbatan inilah yang dapat

mengurangi aliran pada vaskuler, dalam hal ini adalah pada plasenta,

sehingga janin tidak dapat memenuhi kebutuhan yang cukup akan nurisi

dan oksigen.

c. Diabetes militus (DM pada dasarnya gula dapat menjadikan suatu aliran

darah menjadi mengental(viskositas). Maka dari itu akan dapat

menimbualkan sebuah gangguan pada laju/aliran darah, terutama pada

plasenta.

2. faktor uteroplasental

1) kelainan tali pusat

Bentuk plasenta yang yang normal ialah ceper dan bulat. diameternya antara

15-20 cm dan tebal 1,5-3 cm. panjang tali pusat adalah sektar 55 cm.

a. Tali pusat pendek

Kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehingga perut anak

berhubungan dengan plasenta,dalam hal ini selalu disertai umbelikalis. Tali


pusat harus lebih panjang dari 20-30m untuk memungkinkan kelahiran

anak,bergantung pada apakah plasenta terletak dibawah atau diatas. Tali psat

yang terlalu pendek dapat menimbulkan herniaumbilikalis,solusio

plasenta,persalinan tak maju dalam pengeluaran dan karena tali pusat tertarik

mungkin bunyi jantung menjadi buruk dan inversio uteri.

b. Tali pusat terlalu panjang

Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, lilitan tali pusat, biasanya terdapat

pada leher anak. Lilitn tali pusat menyebabkan tali pusat menjadi relatif

pendek dan mungkin juga menyebabkan letak defleksi. setelah kepala anak

lahir, lilitan perlu di bebaskan melalui kepala atau di gunting antara 2

kocher.(obstetri patofisiologi,prof.Dr.D jamhoer martaadisoebrata, Dkk. 2004

Jakarta; EGC)

2) Trauma

Seperti benturan yang dapat menimbulkan edema pada plasenta sehingga

menyebabkan pada pelepasan sebagian atau semuanya.

3. faktor pada janin

a. kompresi tali pusat sehingga menghambat aliran darah dari ibu kejanin bisa

karena puntiran tali pusat yang menghambat ataupun karena prolaps tali pusat

b. penurunan kemampuan janin membawa oksigen di karenakan hb yang turun

atau dari plasenta yang tidak berfungsi secara normal.


2.2.4 Klasifikasi

Jenis Fetal Distress yaitu :

a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah

b. Gawat janin iatrogenik

Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik

atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah

mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman

pemantauan jantung janin.

2.2.5 Manifestasi Klinik

Penyebab tanda-tanda gawat janin (Menurut Tuckor Martin 1997 Pemantauan

janin)

a. Hipoksia awal pada janin

Janin melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan

meningkatkan stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin dari medulla

adrenal atau keduanya.

b. Demam pada maternal

Mempercepat metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan aktivitas

kardia akselerasi simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.

1) Hipertensi pada ibu

2) Saturasi oksigen;oksigen ibu berkurang:penyakit jantung


3) Kelainan pasukan plasenta:solution plasenta,lilitan tali pusat.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :

a. Asfiksia

b. Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.

2.2.7 Penatalaksanaan

Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai

berikut:

1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian O2 8-12

l/menit membantu mengurangi demam pada maternal dengan hidrasi anti

piretik dan tindakan pendinginan.

2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah

penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu:

a. Istirahat baring

b. Banyak minum

c. Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu


3. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal

sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk

mencari penyebab gawat janin:

a. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap,

pikirkan kemungkinan solusio plasma.

b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam)

berikan anti biotik untuk amnionitis.

c. Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan

penanganan prolaps tali pusat.

4. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain

gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan persalinan).


BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU HAMIL PADA NY. V G1P0A0H0

DENGAN KPD 24 JAM

Hari/tanggal: Kamis, 07 februari 2019

Waktu :13:30 wib

A. Data Subjektif

1. Identitas

Istri suami

Nama :Ny. V Nama:Tn. N

Usia:22 Usia :22

Agama : Islam Agama : Islam

Suku bangsa : Minang Suku Bangsa : Minang

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan :IRT Pekerjaan : Petani

Alamat : jorong balai baru (tanjung barulak) Alamat : jorong balai

baru ( tanjung barulak)


2. Keluhan utama : ibu datang dengan rujukan dari bidan karena

mengeluarkan air-air merembes dari jalan lahir sejak kemarintanggal 06

februari 2019.

3. Riwayat Obsetri

a. Riwayat menstruasi :

- Usia manarche : 13 th

- Siklus Haid : 30 hari

- Lama Haid : 7 hari

- Banyaknya : 3 kali ganti pembalut / hari

- Teratur/ tidak : teratur

- Keluhan : sakit pada ari-ari

b. Riwayat pernikahan

- Status pernikahan : sah

- Pernikahan ke :1

- Umur saat menikah : 21 th

- Lama menikah baru hamil: 2 bulan

c. Riwayat kontrasepsi :

- Jenis kontrasepsi : tidak ada

- Lama pemakaian : tidak ada

- Keluhan : tidak ada

- Alasan berhenti : tidak ada

4. Riwayat kehamilan/ persalinan/ nifas yang lalu :

kehamilan pertama
a. Riwayat kehamilan sekarang

- HPHT :

- Trimester I

Frek ANC : tidak pernah kunjungan anc ke pelayanan

kesehatan

Tempat :

Keluhan :

Anjuran ;’

TT :

- Trimester II : tidak pernah kunjungan anc ke pelayanan

kesehatan

Frek ANC :

Tempat :

Keluhan :

anjuran :

TT :

- Trimester III

Frek ANC : tidak pernah kunjungan anc ke pelayanan

kesehatan

Tempat :

Keluhan :

Anjuran :

Obat obat :
- Pergerakan janin pertama kali dirasakan

b. Riwayat kesehatan

Riwayat penyakit ibu, suami, keluarga ibu dan suami:

- Sistemik

1. Hipertensi : tidak ada

2. Diabetes militus : tidak ada

3. Jantung : tidak ada

4. Asma : tidak ada

5. Kelainan darah : tidak ada

6. DLL : tidak ada

- Menular : tidak ada

- Keturunan : tidak ada

- Menular seksual/ HIV AIDS tidak ada

- Riwayat alergi obat ibu : tidak ada

- Riwayat transfuse darah : tidak ada

- Riwayat Operasi : tidak ada

1. Kista : tidak ada

2. Mioma : tidak ada

c. Riwayat keturunan kembar ibu dan suami

5. Riwayat kontraksi
a. Mulai kontraksi : tidak ada

b. Frekuensi : tidak ada

c. Durasi : tidak ada

d. Interval : tidak ada

e. Kekuatan : tidak ada

6. Pengeluaran pervagina :tidak ada

a. Perdarahan vagina :tidak ada

b. Lendir darah :ada

- Air ketuban : jernih

c. Kapan pecah : kemarin (06-februari 2019)

- Warna : jernih

- Bau: amis

7. Riwayat gerakan janin

a. Waktu terasa gerakan : jam :12:05 wib

b. Gerakan terakhir dirasakan pukul : jam 12:05 wib

c. Kekuatan : kuat

8. Istirahat terakhir

a. Kapan: pagi jam :05:30 wib

b. Lama : 8 jam

9. Makan terakhir

a. Jenis : Nasi + lauk

b. Porsi : sedang

10. Minum terakhir


a. Jenis : Air Mineral

b. Banyaknya : 8 gelas

11. Buang air besar terakhir

a. Kapan: pagi jam: 05:00 wib

b. Konsistensi : Lembek

c. Keluhan: tidak ada

12. Buang air kecil terakhir:

a. Kapan: siang jam :11:00 wib

b. Keluhan: tidak ada

13. Riwayat pernah dirawat: tidak ada

14. Riwayat Psiko, Sosio, Kultural dan Spiritual

a. Penerimaan kehamilan ibu/ suami/ keluarga : baik

b. Hubungan ibu dengan suami/ keluarga :baik

c. Budaya yang merugikan kehamilan :baik

d. Spiritual ibu dan suami :baik

e. Persiapan persalian

- Tempat persalinan : tidak ada

- Penolong persalinan :

- Pengambil keputusan :

- Tabungan :

- Donor darah :

- Transportasi :
B. Data objektif

1. Penampilan umum ibu

a. Keadaan emosional : sedang

b. Sikap tubuh : baik

2. Berat badan

a. Sebelum hamil : 45 kg

b. BB sekarang : 52 kg

3. Tinggi badan : 155 cm

4. Lingkar lengan atas : 22,5 cm

5. Reflek patella : kanan + Kiri +

6. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah : 110/70 mmhg

b. Nadi :82x/i

c. Pernafasan : 22x/i

d. Suhu: 36,4°c

7. Muka

a. Oedema : tidak ada

b. Pucat : tidak ada

8. Mata

a. Sclera : putih jernih

b. Konjungtiva : merah muda

9. Mulut
a. Pucat/ tidak : tidak ada

b. Bibir pecah-pecah atau tidak : tidak ada

c. Mukosa mulut : tidak ada

10. Leher

a. Pembesaran kelenjar tiroid/ tidak : tidak ada

b. Pembesaran kelenjar limfe/ tidak : tidak ada

c. Pembesaran kelenjar jugularis/ tidak : tidak ada

11. Payudara

a. Putting susu : Menonjol

b. Retraksi : tidak ada

c. Masa : tidak ada

d. Colostrum : ada

12. Abdomen

a. Luka bekas operasi :tidak ada

b. Strie/ linea : tidak ada

c. Palpasi Leopold

- Leopold I :

o TFU 3 jari dibawah px,

o bagian atas perut ibu teraba bundar,lunak,

dan tidak dapat melenting.

- Leopold II :

o Pada bagian perut sebelah kanan teraba

tonjolan- tonjolan kecil,


o Pada bagian perut ibu sebelah kiri teraba

panjang, memapan dan keras.

- Leopold III : Pada bagian terbawah perut ibu teraba bulat,

keras dan tidak dapat di goyangkan.

- Leopold IV : Posisi tangan sejajar

- Perlimaan : 2/5

d. TFU : 29 cm

e. Denyut jantung janin

- Punctum maximum : kuadran 2

- Frekuensi : 135x/i

- Irama : teratur

- Kekuatan : kuat

f. Lingkaran bundle : tidak ada

g. Ekstremitas

- Tangan : oedema/ tidak : tidak ada

Kuku pucat/ tidak : tidak ada

Rasa perih saat menggenggam/ tidak : tidak ada

Tangan ibu sebelah kanan terpasang infus RL

- Kaki : oedema/ tidak : tidak ada

Kuku pucat/ tidak : tidak ada

Varises : tidak ada

13. Genitalia
1. Pengeluaran vagina : air ketuban

2. Varises :tidak ada

3. Tanda-tanda infeksi :tidak ada

4. Dinding vagina : tidak ada masa

5. Portio : tidak ada penipisan

6. Pembukaan : belum ada pembukaan

7. Ketuban : jernih

8. Presentasi : Kepala :

9. Penurunan : Hodge II - III

10. Bagian terkemuka/ menumbung :tidak ada

C. Interpretasi Data

a. Diagnosa : Ibu Ny, V G1P0A0H1 usia kehamilaan 36-37 minggu

janin hidup tunggal intra uteri, letkep, puki, V, keadaan ibu dan janin

sedang dengan KPD 24 jam.

b. Masalah : ibu merasa cemas

c. Kebutuhan :

1. Informasikan hasil pemeriksaan

2. Infornt consent

3. Observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin

4. Kebutuhan Nutrisi

5. Kebutuhan Eliminasi

6. Kebutuhan Istirahat

7. Dukungan emosional
8. Penkes tanda bahaya pada ibu hamil trimester III

d. Identifikasi Diagnosa/masalah potensial :

1. Ibu : infeksi pada ibu, partus lama.

2. Janin : infeksi, asfiksia, prematuritas, IUFD.

e. Identifikasi Diagnosa/Masalah yang Membutuhkan Tindakan segera

Kolaborasi dan rujukan. Kolaborasi dengan dokter Sp,OG

1. pasang infuse RL 28 tpm

2. injeksi cefotasim 2x1 gr untuk jam 16.00 wib dan 04.00 wib

3. injeksi dexametason 2x2 gr untuk jam 16.00 wib dan 04.00 wib

f. Rencana Asuhan :

1. Informasikan hasil pemeriksaan

2. Infornt consent

3. Observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin

4. Kebutuhan Nutrisi

5. Kebutuhan Eliminasi

6. Kebutuhan Istirahat

7. Dukungan emosional

8. Penkes tanda bahaya pada ibu hamil trimester III

g. Pelaksanaan

1. Memberitahu kepada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan

bahwa keadaan ibu mengalami ketuban pecah dini.

2. Infornt consent dan menjelaskan kepada ibu dan keluarga

terhadap tindakan yang akan dilakukannya nantinya.


3. Observasi keadaan KU ibu, TTV, DJJ dan tanda infeksi dan

kesejahteraan janin

4. Memberikan ibu nutrisi agar ibu memiliki tenaga

5. Memfasilitasi eliminasi ibu untuk BAB dan BAK menggunakan

pispot karena ibu tidak boleh kekamar mandi

6. Ibu dianjurkan untuk istirahat total untuk mengevaluasi

komplikasi yang dapat terjadi. Kondisi preaterm harus ditangani

secara intensive dikarena resiko kematian dan kecatatan pada

bayi yang cuku[ besar.

7. Berikan dukungan kepada ibu dan keluarga

8. Penkes tanda bahaya pada ibu hamil yaitu bila ibu keluar darah

dari kemaluan, keluar air yang sangat banyak segera laporkan ke

petugas.

h. Evaluasi

1. Ibu dan keluarga telah mengetahui hasilpemeriksaann.

2. Ibu dan keluargatelah menyetujui semua tindakan yang akan

dilakukan

3. ibu telah diobservasi TD:110 Nadi :78x/I, suhu: 36,5 °c,

Pernafasan : 22x/i

4. ibu sudah makan setengah piring.

5. ibu telah BAB dan BAK dengan menggunakan pispot

6. ibu sudah istirahat total tempat tidur semua aktifvitas ibu berada

di tempat tidur
7. ibu dan keluarga semangat dan berdoa dalam menghadapi

8. Ibu mengerti dan akan melaksanakan


BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny. V usia 22 tahun datang ke IGD rujukan dari puskesmas tanjung

emas usia kehamilan 36-37 minggu+ Tunggal Hidup +Ketuban Pecah Dini+Gawat

Janin

Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk

menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan

diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.

4.1. Anamnesis

Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai dengan

teori ,yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak 1 hari yang lalu

hingga membasahi selembar sarung. Air-air tersebut keruh dan berbau amis. Selain

itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir 1 hari yang lalu. Pasien

tidak pernah periksa kehamilan di bidan, namun belum pernah melakukan

pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG

Berdasarkan teori, diagnosis KPD dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dari

anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan dilakukan uji

lakmus dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. Belum ada serta

belum ada pengeluaran lendir darah.

Teori Kasus

 Pasien merasa basah pada vagina.  Pasien datang dengan keluhan keluar

 Mengeluarkan cairan banyak tiba - air-air dari jalan lahir

tiba dari jalan lahir.  Riwayat keluar air ketuban dari jalan

 Warna cairan diperhatikan. lahir sejak 1 hari yang lalu sebelum

 Belum ada pengeluaran lendir masuk rumah sakit.

darah dan berbau khas  Cairan yang keluar keruh dan berbau

 His belum teratur atau belum ada. amis

 Belum ada pengeluaran lendir darah

4.2 Pemeriksaan Fisik

Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik

pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak

didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 37,5o C. Denyut

nadinya juga dalam batas normal, yaitu 92 kali per menit.

Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk

menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan

penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada
KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu

juga didapatkan adanya nadi yang cepat.

Teori Kasus

Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:

 Suhu ibu >38o C  Suhu ibu 37,5o C

 Nadi cepat  Nadi 92 kali / menit

4.4 Pemeriksaan Dalam

Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama

kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan

pemeriksaan dalam pada pasien ini didapatkan pembukaan (-), presentasi letak

kepala, ketuban (-).

Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya dilakukan

kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan

pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya negatif. Pemeriksaan

dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting untuk menilai apakah

sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam kondisi inpartu.

Teori Kasus

Pemeriksaan dalam dilakukan : Pemeriksaan dalam dilakukan :

 Seminimal mungkin untuk mencegah  Saat pertama kali datang.

infeksi.  Untuk memantau kemajuan


 KPD sudah dalam persalinan. persalinan.

 KPD yang dilakukan induksi persalinan.  Selaput ketuban (-)

 Selaput ketuban negatif.

4.5 Pemeriksaan Laboratorium

Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium bahwa

leukosit pasien dalam batas normal (16.400 / mm3) dan kesimpulannya bahwa air

ketuban menujukkan menunjukkan adanya proses infeksi.

Pada pasien ini dilakukan tes lakmus.Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah 4-

5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.Tes Lakmus (tes nitrazin),

jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban

(alkalis).pH air ketuban adalah 7 – 7,5.

Teori Kasus

 Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui  Leukosit: 16.400

tanda-tanda infeksi  Dilakukan pemeriksaan pH

 Kertas lakmus merah berubah menjadi dengan tes lakmus, hasilnya pH 8

biru

 pH air ketuban adalah 7 – 7,5

4.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan USG pada kasus KPD dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan

ketuban dalam kavum uteri.Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit.Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung janin

dalam hubungannya dengan gerakan / aktivitas janin.

Interprestasi NST dikatakan reaktif jika terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin

dalam waktu 20 menit pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi paling sedikit 10-

15 dpm, frekuensi dasar (baseline) denyut jantung janin diluar gerakan janin antara

120-160 x/menit dan. Adapun indikasi dilakukan pemeriksaan kardiotokografi

diantaranya hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan diabetes mellitus,

kehamilan post-term, IUGR, ketuban pecah dini, gerakan janin berkurang, kehamilan

dengan anemia, kehamilan ganda, oligohidramnion, polihidramnion, riwayat obstetrik

buruk, dan kehamilan dengan penyakit ibu.

Pada kasus terdapat perbedaan usia kehamilan pada perhitungan HPHT ibu dan

USG. Dimana pada perhitungan manual ibu, usia kehamilan telah aterm, tetapi pada

USG masih prematur. Di literatur dikatakan bahwa jika terdapat perbedaan seperti ini,

maka yang diikuti adalah perkiraan USG

Teori Kasus

 Pemeriksaan leukosit untuk  Pemeriksaan USG:

mengetahui tanda-tanda infeksi Gravida intrauterine tunggal hidup,

 USG untuk melihat jumlah cairan UK 36-37 mingggu,

ketuban dalam kavum uteri Plasenta baik


 NST reaktif jika : amnion tidak tervisualisai

1. Terdapat paling sedikit 2 kali  NST pada kasus ini dilakukan dan

gerakan janin dalam waktu 20 menit dipatkan gerakan anak 4x/10 menit

pemeriksaan yang disertai adanya , tetapi dilakukan pemeriksaan

akselerasi paling sedikit 10-15 dpm, menggunakan CTG. Pada jam

2. Frekuensi dasar (baseline) denyut 17.30 wib DJJ pada bayi yakni 165-

jantung janin diluar gerakan janin 170x/menit.

antara 120-160 kali/menit dan

Fetal distress dapat terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter yang

mengakibatkan hipoksia pada janin. Pada kasus ini, hipoksia pada janin kemungkinan

bisa disebabkan oleh kehamilan postterm. Pada kehamilan postterm, plasenta sudah

tidak bagus lagi sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah dari ibu ke janin. Di

samping itu fetal distress juga dapat diakibatkan oleh adanya ketuban pecah dini yang

mengakibatkan air ketuban berkurang, kemudian tali pusat tertekan oleh janin

sehingga janin mengalami hipoksia dan berakibat terjadi hipoksia.

Fetal distress atau yang sering disebut gawat janin ditegakkan ketika ditemukan

DJJ (+) 165-170 kali permenit. Hal ini menunjukkan hipoksia janin yang sudah tidak

bisa dikompensasi lagi (distress). Diagnosa ini dapat lebih tegas lagi ditegakkan

jika dilakukan pemeriksaan cardiotocography untuk pemantauan denyut jantung

janin yang kontinyu dalam hubungannya dengan kontraksi uterus.


Pada kasus ini diagnosa ditegakkan dari:

a. Anamnesis : Pada jam 17.30 wib

b. Pemeriksaan obstetri : Didapatkan DJJ 165-170x/menit dengan pemeriksaan

CTG

Kami berpendapat bahwa fetal distress lebih disebabkan karena kehamilan

preaterm dan akibat dari ketuban pecah dini. Insufisiensi fungsi plasenta pada

kehamilan preaterm menyebabkan aliran nutrisi untuk janin menjadi terganggu,

terutama oksigen. Hal tersebut mengakibatkan fetal distress.

4.7 Penatalaksanaan

Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini pecahnya

ketuban dicurigai terjadi 1 hari yang sebelum masuk rumah sakit, sementara belum

ada tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, pada pemeriksaan CTG pada jam

17.30 wib didapatkan adanya kelamahan pada DJJ.

Kebanyakan penulis sepakat mengambil2 faktor yang harus dipertimbangkan

dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan

dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat

menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan

segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Dan dilakukan tindakan segera dengan

seksio sesarea.
Teori Kasus

 Pemberian antibiotik profilaksis dapat  Pasien diberikan injeksi antibiotik

menurunkan infeksi pada ibu cefotaxime 2 x 1gr

 Setelah terjadi gawat janin,

dilakukan sectio sesarea

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah

dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang ditemukan

sudah sesuai dengan teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai