Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CA PARU

KELOMPOK 3

NAMA LENGKAP NIM

1. EKA LATUCONSINA : 11182092


2. FITRIA OKTARINA : 11182095
3. RESMINAR SITOMPUL : 11182110
4. RISA MUSTIKAWATI : 11182112
5. MARIA ANTONIA DA GOMEZ : 11182100
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak dapat terkontrol pada
jaringan paru. Munculnya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Kanker paru merupakan
penyakit kanker dengan penyebab kematian terbanyak di dunia, yaitu mencapai 1,61 juta
kematian pertahun (12,7%), kanker payudara yaitu mencapai 1,31 juta kematian pertahun
(10,9%), dan kanker kolorektal yaitu mencapai 1,23 juta kematian pertahun (9,7%)
(Varalakshmi, 2013: 63). Di Indonesia, kanker paru menduduki peringkat ketiga diantara
kanker yang paling sering ditemukan di beberapa rumah sakit (Metha Arsilita Hulma,
dkk, 2014: 196).
Penyebab utama kanker paru adalah asap rokok yang telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker dengan 63 jenis bersifat karsinogen dan beracun (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003: 2). Menurut American Cancer Society (2013) 80% kasus
kanker paru disebabkan oleh rokok (perokok aktif) dan 20% (perokok pasif). Penyebab
kanker paru lainnya adalah radiasi dan polusi udara. Selain itu, nutrisi dan genetik
terbukti juga berperan dalam timbulnya kanker paru (Albert & Samet, 2003: 21).
Kanker paru diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kanker paru primer
dan kanker paru sekunder. Kanker paru primer adalah sel kanker yang berasal dari
paru, sedangkan kanker paru sekunder adalah sel kanker yang
menyebar dari anggota tubuh lain, termasuk kanker payudara dan kanker kolorektal
(Sungging Haryo W, dkk, 2011: 46). Kanker paru primer dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
(Varalakhshmi, 2013: 1). Tahapan perkembangan SCLC terdapat dua tahap, yaitu tahap
terbatas dan tahap ekstensif, sedangkan tahapan perkembangan NSCLC terdapat 6 tahap,
yaitu tahap tersembunyi, stadium 0, stadium I, stadium II, stadium III, dan stadium IV
(Global Bioscience, 2013).
Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker paru adalah
pemeriksaan radiologi paru yaitu melalui foto paru. Foto paru atau sering disebut Chest
X-Ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari paru (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003: 5), yang sering digunakan untuk screening (deteksi dini) penyakit paru.
Citra dari foto paru akan memberikan hasil yang berbeda antara paru-paru yang sehat dan
yang tidak sehat. Adanya nodul di paru-paru pada citra foto paru menunjukkan bahwa
paru-paru tidak sehat, akan tetapi nodul ini tidak serta merta menjadi indikasi kanker paru
karena nodul dapat disebabkan oleh penyakit paru lain seperti pneumonia atau
tuberculosis (Udeshani, et al, 20011: 425). Nodul yang terdeteksi pada paruparu
dikategorikan menjadi dua yaitu non cancerous nodule (benign atau tumor jinak) dan
cancerous nodule (malignant atau tumor ganas) (Japanese Society of Radiology
Technology, 1997).
Deteksi kanker sejak dini perlu dilakukan, sehingga kanker paru dapat ditangani
dan disembuhkan. Penggunaan perangkat lunak dapat mempermudah
diagnosis kanker serta dapat memberikan tingkat keakurasian yang tinggi berdasarkan
metode yang digunakan. Salah satu perangkat lunak yang umum digunakan untuk
mendiagnosis penyakit kanker adalah Neural Network (NN). Neural Network (NN) atau
Jaringan Syaraf merupakan sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip
dengan jaringan syaraf biologi (Siang, 2005: 2).
Beberapa penelitian telah dikembangkan untuk membantu
mengklasifikasikan kanker paru dengan beberapa metode yang berbeda-beda, salah
satunya klasifikasi sel kanker paru menggunakan Artificial Neural Network (ANN) yang
dilakukan oleh Zhou, et al (2002). Deteksi kanker paru menggunakan fuzzy C-means dan
klasifikasi menggunakan Neural Network juga dilakukan oleh Ramaraju, et al (2015).
Penelitian lain dilakukan oleh Devi Nurtiyasari (2014) dengan menggunakan model
Recurrent Neural Network dan Recurrent Neuro Fuzzy untuk klasifikasi nodul kanker
paru dari citra paru.
Selain menggunakan model Recurrent Neural Network dan Recurrent
Neuro Fuzzy, salah satu model Neural Network yang dapat digunakan adalah Radial
Basis Function Neural Network (RBFNN). Radial Basis Function (RBF) adalah model
Neural Network yang mentransformasikan input secara nonlinear dengan menggunakan
fungsi aktivasi Gaussian pada lapisan tersembunyi sebelum diproses linear pada lapisan
output (Zulkifli Tahir, dkk, 2012: 3). Menurut Turhan & Toprakci (2013: 134-135) RBF
terdiri dari lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output. Lapisan input terdiri
dari node yang menghubungkan struktur dengan lingkungannya. Lapisan tersembunyi
melakukan transformasi nonlinier dari lapisan input ke lapisan tersembunyi. Lapisan
output memberikan respon jaringan untuk pola aktivasi dan diterapkan pada lapisan
input. Palit & Popavic (2005: 86) menyatakan bahwa terdapat fungsi aktivasi pada
lapisan tersembunyi dan mengeluarkan nilai pada lapisan tersembunyi berupa persamaan
nonlinear, sedangkan proses akhir RBF mengeluarkan persamaan linear.
Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) memiliki beberapa
keunggulan, RBFNN hanya memiliki satu lapisan tersembunyi. Lapisan tersembunyi
pada RBF menggunakan fungsi Gauss atau fungsi basis kernel lainnya. Ciri khas RBFNN
ini menyebabkan proses kerja RBFNN lebih cepat dibandingkan algoritma NN yang lain
(Halici, 2004:139).
Dalam penelitian ini algoritma pembelajaran RBF menggunakan metode K-means
clustering. K-means adalah salah satu metode yang paling sederhana tanpa pengawasan
algoritma pembelajaran (Shena & Bapat, 2013:114). Menurut Soumi & Sanjay (2013:35)
pada dasarnya K-means merupakan metode partisi yang diterapkan untuk menganalisis
data sebagai objek berdasarkan lokasi dan jarak antara berbagai titik input data. Metode
Kmeans clustering mengelompokkan data ke dalam kelompok atau cluster sehingga data
yang memiliki karakteristik yang sama dikelompokkan ke dalam satu kelompok atau
cluster yang sama (Johnson & Winchern, 2007:696).
Penelitian menggunakan model RBF telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada
tahun 2006, Venkatesan & Anitha dalam penelitiannya membahas tentang diagnosa
Diabetes Militus menggunakan model Radial Basis Function. Dalam penelitian ini
menunjukan kemampuan prediksi yang baik dalam penggunaan model RBF. Selanjutnya,
peneliti Nikite Sulistyana (2014) menggunakan model Radial Basis Function untuk
mengklasifikasikan jenis kanker kolorektal dengan menggunakan input sebanyak 300
citra data gambar yang diekstrak menggunakan gray level cooccurence matrix (GLCM).
Penelitian tentang peramalan banyak kasus demam berdarah di D.I.Y Yogyakarta
dengan menggunakan model Radial Basis Function Neural Network juga telah dilakukan
oleh Fajarani Juliaristi (2014). Selanjutnya, penelitian yang membahas tentang Radial
Basis Function juga dilakukan oleh Shinta Dwi Jayanti (2015). Pada penelitian Shinta
Dwi Jayanti (2015) menggunakan model RBFNN untuk mengklasifikasikan stadium
kanker kolorektal dengan pembelajaran RBFNN menggunakan K-means clustering,
fungsi aktivasi Gaussian, dan globalridge regression untuk mencari bobot optimal,
hingga pada akhirnya didapatkan hasil klasifikasi.
Proses pengolahan citra merupakan salah satu teknik meningkatkan kualitas citra.
Tujuan peningkatan citra ini adalah untuk menonjolkan ciri tertentu dalam citra atau
memperbaiki kualitas tampilan citra. Salah satu operasi pengolahan citra yang dapat
dilakukan adalah dengan operasi titik intensity adjustment. Operasi titik merupakan
teknik yang dilakukan untuk memodifikasi histogram citra masukan agar sesuai dengan
karakteristik yang diharapkan. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan
penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra
(Rinaldi Munir, 2004: 83).
Setelah dilakukan operasi titik pada ekstraksi citra, nilai-nilai hasil ekstraksi fitur
dari citra foto paru mengalami perubahan dari hasil ekstraksi sebelumnya. Citra baru
yang dihasilkan memiliki nilai intensitas yang lebih baik dari citra sebelumnya, sehingga
dapat dibandingkan hasil yang diperoleh dengan menggunakan teknik operasi titik
ataupun tidak menggunakan operasi titik. Dengan menggunakan teknik operasi titik
diharapkan hasil yang diperoleh akan lebih baik. Penelitian terkait dengan metode yang
menggunakan operasi titik dilakukan oleh Kurrotul A’yun (2015) dalam skripsinya
tentang diagnosa kanker payudara melalui optimisasi sistem fuzzy dengan dan tanpa
operasi titik menggunakan citra mammogram yang diimplementasikan dengan Graphical
User Interface (GUI).
Berdasarkan permasalahan di atas dan perkembangan teknologi jaringan syaraf
tiruan serta operasi pengolahan citra, muncul ide untuk membuat sistem yang dapat
mendeteksi serat mengklasifikasikan kanker paru sehingga dapat membantu penanganan
pasien kanker paru secara dini. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tugas akhir
menggunakan metode Radial Basis Fuction yang berjudul “Klasifikasi Stadium Kanker
Paru-Paru Menggunakan Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) dan
Preprocessing dengan Operasi Titik”.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Ca Paru
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskrisikan pengertian Ca paru
b. Mahasiswa mampu mendeskrisikan etiologi Ca paru
c. Mahasiswa mampu mendeskrisikan faktor resiko Ca Paru
d. Mahasiswa mampu mendeskrisikan Manifestasi klinis
e. Mahasiswa mampu mendeskrisikan patofisiologi
BABII

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru – paru dapat
disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan terutama asap rokok ( Suryo,
2010 )

B. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
1. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling
penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung
lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat
menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh
usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya
kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
Perokok pasif
2. Perokok pasief
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif,
atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang
tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap
asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali
(Wilson, 2005).
3. Polusi Udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian
akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan
bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka
dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren (Wilson, 2005).
a. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes
maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
b. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru (Amin, 2006).
c. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker
paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-
gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor
(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
d. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

Faktor Risiko Kanker Paru


a. Laki-laki
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)
d. Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)
e. Radon dan asbes
f. Lingkungan industri tertentu
g. Zat kimia, seperti arsenic
h. Beberapa zat kimia organic
i. Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan
j. Polusi udara
k. Kekurangan vitamin A dan C

C. Patofisiologi

1. Proses perjalanan penyakit


Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
2. Manifestasi klinis

Gejala-gejala kanker paru yaitu:


a. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin
disebabkan oleh obstruksi pada bronkus.
b. Gejala umum.
1) Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh
massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa
membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.
c. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
d. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

D. Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC)
dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini
digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel
tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran
dari ketiganya.
a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal
dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau
displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya
tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan
menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa
sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-
laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
b. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh
sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
c. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor
paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang
jauh.
d. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral
dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah
bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan
bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan
mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi
dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel
kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya
nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling
berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit karsinoma paru
antara lain :
1. Hematotorak ( darah pada rongga pleura )
2. Empiema ( nanah pada rongga pleura )
3. Pneumotorak ( udara pada rongga pleura )
4. Abses paru
5. Atelektasis

F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
d) Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
e) Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.
f) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
g) Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
h) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb
atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
i) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
j) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru
– paru berbentuk baji (potongan es).
k) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
l) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.
m) Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian

Ruangan : Atakala
Kamar : 768
Tanggalpengkajian : 18, 19, Dan 20 Juli 2016
Waktu Pengkajian : 10.00 Wib
Auto Anamnese : Pasien Itu Sendiri
Allo Anamnese : Keluarga

Identifikasi
Nama Pasien : Tn S
No. Rm : 322470
Jenis Kelamin : Laki Laki
Status Perkawinan : Kawin
Jumlah Anak : 6 0rang (2 Perempuan Dan 4 Laki Laki)
Agama/Suku : Islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa Yg Digunakan : Indonesia
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan Pertamina
Alamat Rumah : Meditran II, Pd. Ranji No 2, Ciputat, Tanggerang , Banten

Penanggung Jawab
Nama : Perusahaan
Alamat : Meditran II, PD. Ranji no 2, ciputat, Tanggerang , Banten
Hubungan dengan pasien : Pasien sendiri

Data medic
Dikirim oleh : IGD
Diagnosa Medik
Saat masuk : Ca paru
Saat pengkajian : ca Paru
Keadaan umum

Keadaan sakit : klien tampak sakit sedang.


Alasan : pasien terpasang infus Nacl 0,9℅ 500 cc/24 jam pada tangan kanan, tidak ada
bengkak disekitar vasofik dan tidak ada kemerahan. Infus lancer.

Tanda-tanda Vital
a. Keadaan
Kualitatif : Compos Mentis
Kuantitatif
Sakala Coma Glasgow : Respon Motorik :5
Respon Bicara :6
Respon Membuka mat :4 Total : 15
Kesimpulan : Pasien Sadar Penuh
b. Tekanan darah : 126/70 mmHg
c. Suhu : 36,2◦
d. Nadi : 60 x/mnt
e. Pernapasan :
Frekuensi : 26 x/mnt
Irama : cepat

Pengukuran
a. Berat Badan : 55 kg
b. Tinggi Badan : 165 cm
c. I.M.T : 19
Kesimpulan : Berat Badan Normal

Genogram

DM (58) 74 65
60

5
82 78 73
69
A. Perencanaan
B. Diagnosa Keperawatan
C. Evaluasi

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai