Anda di halaman 1dari 7

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA KECELAKAAN PADA KEGIATAN TES

DAN LATIHAN KESEGARAN JASMANI PRAJURIT

Kesegaran jasamani prajurit atau lebih dikenal dengan kesemaptaan jasamani


berasal dari kata samapta yang berarti siaga, sehingga kesemaptaan jasamani dapat
diartikan sebagai kesiap siagaan yang dimiliki oleh setiap prajurit untuk melaksanakan
tugas yang ditandai dari kondisi fisik yang prima dan samapta, kondisi tersebut menjadi
acuan bagi organisasi TNI AD untuk selalu melaksanakan kesegaran jasamani secara
periodik selama 6 bulan sekali, termasuk diantaranya melaksanakan tes kesegaran
jasmani bagi prajurit yang akan melaksanakan pendidikan, kenaikan pangkat, bagian dari
kompetensi untuk menduduki jabatan tertentu sebagai indikator nyata bahwa prajurit
tersebut sehat dan prima dalam melaksanakan tugas.
Keberhasilan pelaksanaan tugas TNI Angkatan Darat sangat tergantung dari
kemampuan para prajurit sebagai unsur utama yang mengawaki organisasi tersebut.
Sebagai unsur utama, organisasi, setiap prajurit dituntut untuk memiliki kemampuan
kesegaran jasmani yang prima dalam mengemban tugas yang dibebankan kepadanya.
Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan tugas kedepan yang
menuntut penyesuaian kualitas prajurit secara terus menerus diperlukan berbagai upaya
dalam pembinaan personel untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia TNI
Angkatan Darat.
Faktanya, kesegaran jasmani ini menjadi suatu momok dan ditakuti oleh prajurit
TNI AD, dalam setiap kesempatan tes kesegaran jasmani selalu membuat kondisi yang
mendebarkan, kondisi tersebut ternyata tidak berlebihan karena tanpa disadari
berdasarkan data Staf Personel Angkatan Darat, periode tahun 2012 sampai dengan
tahun 2015 terhitung sudah 20 orang prajurit yang terdiri dari perwira, bintara dan
tamtama meninggal dunia akibat melaksanakan tes kesegaran jasmani ini, hal ini
menjadikan beberapa pertanyaan yang dihimpun menjadi rumusan masalah pada tulisan
ini, yaitu :
2

a. Apakah prajurit tidak terlatih untuk melaksanakan tes kesegaran jasmani?


b. Apakah norma tes kesegaran jasmani prajurit tidak sesuai atau terlalu berat?
c. Apakah perlu dibuat norma penilaian baru untuk prajurit di Satpur, Banpur dan
Satbanmin/Ter?
d. Apakah tingkat kesegaran jasmani prajurit TNI AD rendah?
Itulah beberapa pertanyaan yang harus dijawab secara bersama dalam rangka
mencegah terjadinya kecelakaan bahkan mengakibatkan korban meninggal dunia, jauh
lebiih banyak dari korban akibat pelaksanaan operasi pada penugasan saat ini.
Adapun nilai guna dari tulisan ini sebagai bahan masukan bagi pimpinan TNI AD
dalam membuat dan menentukan kebijakan dalam hal sistem dan metoda yang tepat
dalam pelaksanaan kesegaran jasmani bagi prajurit TNI AD.
Pelaksanaan pembinaan kesegaran jasmani meliputi pembinaan Postur tubuh,
kesegaran dan ketangkasan jasmani, sehingga dapat bermanfaat bagi prajurit
perorangan maupun satuan. Proses perencanaan merupakan sesuatu yang mutlak harus
dilaksanakan dalam suatu program latihan, haruslah mengacu kepada prosedur yang
terorganisasi dengan baik (well organized), yang metodis dan ilmiah, agar program
tersebut dapat membantu prajurit untuk mencapai tingkat kesamaptaan jasmani yang
setinggi-tingginya.

Perencanaan program atau training plan merupakan alat alat yang penting bagi
pelatih untuk bisa melaksanakan program secara “Well Organized “. Tanpa kemahiran
pelatih dalam menyusun suatu program latihan, maka tidak mungkin bisa melaksanakan
training secara terorganisasi dengan baik sebab kalau perencanaannya tidak bagus,
hasilnya pun tak mungkin bagus. Sebaliknya kalau perencanaannya bagus, hasilnya pun
cenderung bagus dan prestasi prajurit akan meningkat. Berdasarkan latar belakang
diatas, kemampuan fisik bagi setiap prajurit merupakan faktor penting dan pendukung
utama dalam pelaksanaan tugas, demikian pula terhadap kesiapan fisik personel TNI
Angkatan Darat yang setiap saat siap digerakkan untuk kepentingan tugas, untuk itu
perlu adanya upaya pembinaan jasmani yang benar dan terukur. Agar kemampuan fisik
prajurit dapat ditingkatkan perlu dirumuskan atau dibuat program yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dasar prajurit TNI Angkatan Darat yang dapat dilaksanakan baik
3

secara perorangan maupun satuan. Dihadapkan dengan kondisi diatas, maka


beberapa upaya yang dapat dilaksanakan antara lain : Pertama, Aspek Perencanaan.

Perlu dilaksanakan penelitian secara ilmiah tentang metode dan pembinaan


prajurit dalam rangka menghadapi kesegaran jasmani. Penelitian secara ilmiah ini harus
dilaksanakan secara akurat, terukur secara akademis dengan melibatkan praktisi
akademisi bidang pembinaan fisik, sehingga diperoleh pembinaan yang tepat, Dalam
membuat program latihan perlu adanya suatu pedoman yang dapat dijadikan dasar dari
suatu latihan, sehingga memperoleh hasil yang maksimal, seperti yang dituliskan
Kasubdit Samapta Ditjasad dalam Jurnal Yuda Gama tahun 2012, yaitu a. Dosis latihan.
Dalam melaksanakan latihan jasmani akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Ada
yang cepat mencapai sasaran ada pula yang lambat dan ada yang tidak mencapai
sasaran bahkan bisa merusak. Dengan adanya hal semacam itu agar latihan yang
dilaksanakan tidak sia-sia sangat diperlukan adanya dosis latihan yaitu takaran latihan
yang meliputi: Intensitas latihan (berat ringannya) tenaga fisik yang digunakan (diukur
dalam kebutuhan O2 dari tubuh), dan Volume latihan (lamanya aktivitas yang dilakukan).

b. Frekwensi latihan. Latihan dalam dosis yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki akan menghasilkan peningkatan kemampuan, apabila dilakukan secara teratur
dan kontinyu. Sebaliknya apabila dilakukan dengan tidak teratur tidak menjamin akan
keberhasilan. Untuk mendapatkan kontinyuitas dan keteraturan diperlukan ulangan
latihan dalam sirkulasi waktu tertentu yang disebut frekwensi ulang latihan.Selanjutnya
aplikasi dalam melaksanakan latihan jasmani perlu dikenal jenis latihan yang akan
dilakukan dan diukur berat ringannya (intensitas) yang digunakan untuk disesuaikan,
kemudian berapa kali dilakukan dalam 1 minggu atau 1 bulan untuk jenis dan dosis
materi latihan yang bersangkutan.
c. Rumus latihan. Untuk mengetahui apakah seseorang melaksanakan latihan
dalam dosis latihan atau di luar dosis dapat dilihat rumus denyut nadi sebagai berikut :
Denyut nadi dalam puncak latihan. Denyut nadi maksimal tiap perorangan berbeda-beda
dan biasanya berdasarkan usia.
Program latihan pembinaan jasmani militer dirancang untuk jangka waktu satu tahun
(annual plan). Dalam menyusun suatu program latihan tahunan yang terbagi dalam 2
4

(dua) periodik harus dirancang sedemikian rupa sehingga kemampuan fisik, postur dan
ketangkasan prajurit menunjukkan perkembangan yang progresif. Karakteristik aspek-
aspek latihan di setiap tahun umumnya sama.

Dasar penerapan Perencanaan Program adalah keberhasilan penyelenggaraan


pembinaan jasmani sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara Komandan satuan
(fungsi komando), kemampuan pelatih dalam mengoperasionalkan program latihan dan
sarana prasarana yang tersedia serta kondisi daerah setempat yang meliputi keadaan
geografi, demografi dan kondisi sosial prajurit. Keadaan geografi wilayah NKRI dengan
berbagai kondisi alam yang berbeda dan bervariasi seperti daerah pegunungan dan
hutan, daerah pantai atau pesisir serta daerah rawa dan sungai sangat berpengaruh
dalam menentukan macam dan jenis latihan yang disesuaikan dengan tugas. Kalender
program latihan merupakan alat atau pegangan bagi pelatih untuk dijadikan pedoman
dalam merencanakan latihan selama satu tahun yang terbagi dalam program latihan
periodik. Agar program tersebut bermanfaat bagi pembinaan prajurit, maka perencanaan
program latihan harus didasarkan pada konsep siklus pembinaan kesamaptaan jasmani
perorangan dan satuan, periodisasi / sistimatika latihan dan prinsip-prinsip latihan.Siklus
pembinaan kesamaptaan jasmani yaitu program latihan tahunan yang terurai dalam
program periodik biasanya dibagi-bagi dalam sejumlah tahap latihan yaitu pembentukan
atau pemula, peningkatan dan pemeliharaan yang dibagi lagi dalam siklus
makro(bulanan), mikro (mingguan) dan sesi-sesi latihan harian (mio) bisa satu sesi atau
dua sesi sehari, “dayli or twice dayli training sessions”.
Menurut Matveyev (1981) menambahkan satu siklus lagi diantara siklus makro
dan mikro yang disebutnya siklus meso (meso–cycle), yang menurut dia merupakan
jembatan antara makro dan mikro. Program latihan kesamaptaan jasmani siklus
latihannya pada dasarnya dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu : Tahap pembentukan atau
pemula (Starter program periode), Tahap peningkatan (Conditioning program period),
dan Tahap pemeliharaan (Maintenance program period). Periodesasi latihan secara
Sistimatika latihan atau sering disebut juga urutan latihan sangatlah penting untuk
diketahui oleh setiap prajurit yang akan melaksanakan latihan.Menurut Dr. Mitcheli jika
ingin memiliki susunan latihan yang sempurna yang akan mencegah cidera lakukanlah
5

urutan sistimatika latihan secara benar terbagi dalam 5 (lima) langkah yaitu;
a.Pemanasan ( warming up). b. Peregangan ( strecthing). c. Latihan inti ( work ) d.
Pendinginan ( cooling down). e. Peregangan (strecthing). Dengan memahami
kepentingan pemanasan sebelum latihan serta pendinginan sesudah latihan, secara rinci
dijelaskan urutan latihan sebagai berikut : a. Pemanasan dilakukan secara aktif
dengan sifat gerakan ritmis dengan memulai aktifitas yang ringan selama 5 menit dengan
aktifitas jalan, joging sepeda stationer dengan tujuan untuk meningkatkan aliran darah ke
otot dan minimal menaikan suhu tubuh 1 derajat. b. Peregangan dengan melakukan
macam gerakan stretching dari anggota tubuh bagian atas dan bawah selama 5 menit.
c. Latihan inti sesuai program latihan yang dipilih dengan waktu yang dibutuhkan
antara 25 – 45 menit. d. Pendinginan dengan melakukan aktifitas ringan seperti jalan,
memutar lengan dan mengatur nafas, jangan sekali-kali langsung berhenti dan posisi
berbaring.

Berdasarkan pembahasan diatas , disis lain dalam rangka metoda tes kesegaran
jasmani Kolonel Inf Yusep Sudrajat Danpusdikif tahun 2012, telah membuat tulisan dan
menganalisa pelaksanaan tes kesegaran jasmani “A” , bahwa selama ini menggunakan
tes lari 3200 meter berdasarkan jarak yang dicapai, hal ini berpedoman pada pendapat
Keneth H Cooper dari USAF (United State Air Forces), dimana penilaiannya hanya
berdasarkan katagori pencapaian VO2 Max dan tidak berdasarkan pada T-Score 1-100.
Untuk mengetahui pencapaian VO2 Max dapat menggunakan tes lari 1600 meter, 2400
meter dan tes lari 3200 meteryang diciptakan oleh Keneth H Cooper dari USAF (United
State Air Forces) yang kemudian digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat
kebugaran cardiovaskular militer Amerika Serikat dan selanjutnya digunakan oleh
Angkatan Bersenjata negara-negara lain (NATO) termasuk oleh TNI (TNI AD),

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan tes lari
12 menit dan selanjutnya berubah menjadi tes lari 3200 meter. Diberbagai negara yang
tingkat teknologinya sudah maju tidak lagi menggunakan baterai tes tersebut karena
dianggap terlalu berat untuk personel yang usianya diatas 50 tahun kemudian adanya
fakta korban personel pasca pelaksanaan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter. Tes
lari 3200 meter yang digunakan oleh TNI AD pada hakekatnya adalah untuk mengukur
6

sejauh mana kemampuan VO2 Max yang dimiliki oleh setiap prajurit sehingga dari
perolehan hasil tes tersebut tingkat kebugaran setiap prajurit dapat diketahui yang
selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian beban tugas. Pertimbangan
Ilmu Kesehatan Olahraga. Berdasarkan pertimbangan ilmu kesehatan olahraga bahwa
hubungan usia dan tingkat kesegaran jasmani dinyatakan bahwa pada usia anak-anak
sampai usia 20 tahun daya tahan kardiovaskular meningkat dan mencapai maksimal
pada usia 20-30 tahun (golden age). Kemudian untuk usia selanjutnya kesegaran
jasmani akan mengalami penurunan secara bertahap 1% s.d.3%/tahun. Kemudian untuk
usia selanjutnya kesegaran jasmani akan mengalami penurunan secara
bertahap.Pertimbangan-pertimbangan lainnya yaitu pertimbangan penurunan kekuatan
dan daya tahan otot karena pengaruh usia serta banyak terjadinya kerugian korban
personel setelah pemberlakuan tes kesegaran jasmani “A” lari jarak tempuh 3200 meter.
Umum. Dalam kajian tes kesegaran jasmani “A” bagi personel kategori usia 50
tahun ke atas merujuk pada konsep dan teori para ahli dengan melalui proses
penganalisaan pada VO2 Max yang selanjutnya diperhitungkan waktu tempuh untuk pria
maupun wanita. Cooper mengatakan : seseorang yang terlatih dengan baik dan
melakukan olahraga secara teratur, dalam keadaan istirahat frekuensi denyut jantungnya
= 60 denyut permenit atau kurang, sedangkan orang yang tidak terlatih, dalam keadaan
istirahat frekuensi denyut jantungnya = 80 denyut permenit ). Perlu dilakasanakan
beberapa tindakan, antara lain a. Analisa pengelompokan umur. Dari pendapat
para ahli di atas, puncak kesegaran jasmani berkisar pada umur 18-30 tahun ( golden
age), pada umur selanjutnya mulai terjadi penurunan. Dari pertimbangan tersebut
disarankan untuk mengkaji kembali pemberlakuan tes kesegaran jasmani “A” lari jarak
3200 meter bagi prajurit jajaran TNI AD khususnya kelompok umur ≥50 tahun dengan
alasan : 1) Sering terjadi kecelakaan fatal dalam pelaksanan tes kesegaran jasmani
“A” lari jarak 3200 meter (korban personel meninggal). 2) Masih ada alternatif alat
tes kesegaran jasmani yang lebih aman untuk kategori kelompok umur ≥50 tahun :
a) Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter (Cooper). b) Tes bersepeda dalam
waktu 12 menit (Cooper).

Berdasarkan pembahasan diatas melalui tulisan dan analisa beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan pada
7

tes kesegaran jasmani perlu dilaksanakan perencanaan yang baik melalui penelitian
secara ilmiah dalam menetukan metoda yang tepat dalam melaksanakan tes kesegaran
jasamani, dalam pelaksanaannya perlu dilaksanakan program latihan yang terarah,
terencana dan terpadu dihadapkan dengan faktor usia dan daya tahan tubuh prajurit,
yang disahkan oleh akademisi di bidang pembinaan fisik dan dikoordinir oleh Ditjasad
secara terpusat dan Jasdam secara tersebar.

Guna mencegah terjadinya kecelakaan pada tes kesegaran jasamani perlu


disarankan beberapa hal, antara lain mohon ditinjau pelaksanaan test kesegaran jasmani
khususnya pada kelompok umur ditas 50 tahun dengan mencara alternatif test seperti
jalan cepat dan bersepeda, sedangkan untuk prajurit satuan tempur, Banpur dan
administrasi di bawah usia 50 tahun sampai saat ini metoda yang ada cukup tepat
dengan pola pembinaan yang tepat.

Demikian tulisan ini dibuat sebagai bahan masukan guna mencegah terjadinya
kecelakaan dan korban dalam melaksanakan tes kesegaran jasmani, saran dan masukan
sangat dibutuhkan dalam kesemurnaan tulisan ini demi terwujudnya kondisi fisik prajurit
TNI AD yang prima dan samapta.

Bandung, April 2016

Penulis

Anda mungkin juga menyukai