PLASENTA PREVIA
Pembimbing:
dr. Cipta Pramana, SpOG (K)
Disusun Oleh :
Sovia Pratiwi Lahida (03013247)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KRMT WONGSONEGORO
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PLASENTA PREVIA
Diajukan untuk
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Obstetri dan Gynekologi
di RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO
Disusun oleh :
Sovia Pratiwi Lahida (03013247)
Semarang, .................................
Dosen Pembimbing
I. IDENTITAS
Nama penderita : Ny. S
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tama Sri Rejeki Selatan III/12
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 29 Juni 2018
Ruang : Srikandi
No. RM : 229923
II. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Juni 2018 pukul 11.00 WIB di
bangsal Srikandi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien umur 40 tahun datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Darah yang keluar terus menerus
disertai gumpalan darah berwarna merah segar. Keluhan juga disertai keluarnya lendir tetapi
keluar air ketuban disangkal, lemas dan pusing. HPHT 28 november 2017, hari perkiraan
lahir menurut USG tanggal 5 Agustus 2018. Pasien kontrol kehamilan rutin dan hasil nya
dikatakan baik. Riwayat trauma disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien
mengaku gerak janin masih aktif yang dirasa sejak usia kehamilan masuk 5 bulan.
Riwayat menstruasi :
Menarche pertama usia 12 tahun. Siklus haid biasanya 28 hari dan lamanya haid 7 hari dan
menghabiskan hingga 2 pembalut sehari. Riwayat nyeri berlebihan saat menstruasi (-).
Riwayat haid lebih banyak dari biasannya (-).
Riwayat pernikahan :
Pasien menikah 1 kali, usia saat menikah 28 tahun.
Riwayat Obstetri :
G4P1A2
No. Thn Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit Jenis Keadaan
partus partus hamil persalinan persalinan kelamin anak
1 2005 Bidan Aterm Normal Bidan - L/3100 Sehat
2 2007 RSUD 3 bln Kuretase Dokter -
3 2009 RS tugu 4 bln Kuretase Dokter -
4 Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien pernah menggunakan KB suntik selama 2 tahun.
Kepala : Mesocephal, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut, kulit kepala
tidak ada kelainan.
Mata : Bentuk simetris, pupil ODS bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (-/-)
Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), deviasi septum (-).
Telinga : Normoti, discharge (-/-).
Mulut : Lidah tidak ada kelainan, uvula di tengah, faring tidak hiperemis.
Thorax
a. Paru
Inspeksi: bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,
Palpasi: stem fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi :
Batas atas jantung di ICS II midclavicula line sinistra
Batas kanan jantung sejajar ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri jantung di ICS V midclavicula line sinistra .
Batas Apek di ICS V Linea axillaris anterior
Auskultasi: bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : buncit, sikatrik (-), massa (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Kulit : turgor kulit baik.
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI
- Leopold
Leopold 1 : teraba bulat lunak (bokong)
Leopold 2 : perut sebelah kiri teraba memanjang punggung, perut
sebelah kanan teraba kecil-kecil ekstremitas
Leopold 3 : teraba bulat keras (kepala)
Leopold 4 : konvergen
- TFU : 26 cm
TBJ dihitung dengan rumus :
(TFU-12)x155 = (26-12) × 155
= 2170 gr
- DJJ : 144 kali/menit
- Genitalia :
Inspeksi vulva-uretra-vagina : Perdarahan aktif (+)
VT : tidak dilakukan
Inspikulo : OUE menutup
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HEMATOLOGI Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 9,6 g/dl 11,7 – 15,0
Hematokrit 29,1 % 35-47
Jumlah leukosit 12,7 /uL 3,6-11,0
Jumlah trombosit 326 ml 150- 400
Gula Darah Sewaktu 92 mg/dL 70-115
HBsAg Negatif Negatif
Pemeriksaan USG (29 Juni 2018)
VI. RESUME
Seorang pasien umur 40 tahun datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS. Darah yang keluar terus menerus
disertai gumpalan darah berwarna merah segar. Keluhan juga disertai keluarnya lendir tetapi
keluar air ketuban disangkal, lemas dan pusing. HPHT 28 november 2017, hari perkiraan
lahir menurut USG tanggal 5 Agustus 2018. Pasien kontrol kehamilan rutin dan hasil nya
dikatakan baik. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah
tinggi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung maupun alergi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Status obstetrik Leopold 1 teraba
bulat lunak (bokong), Leopold 2 perut sebelah kiri teraba memanjang punggung, perut
sebelah kanan teraba kecil-kecil ekstremitas, Leopold 3 teraba bulat keras (kepala),
Leopold 4 konvergen. TFU : 26 cm, dengan TBJ : 2170 gram, DJJ : 144x/menit, pada
pemeriksaan luar ditemukan perdarahan aktif, dan pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosa Kerja
G4P1A2 40 thn H. 34 mg
PAP ec. Plasenta previa totalis
Usia tua, HT gestasional
Riw. Abortus 2x
VIII. TATALAKSANA
1. SC + MOW
2. Non operatif :
Konservatif bedrest
Inf. RL 20 tpm
Inj. Asam traneksamat 500mg/8jam
Inj. Dexamethasone 6mg/12jam
Dopamet 500mg/8jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal
lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap
pada kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke
arah korion.7
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak
ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus
uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di tempat-tempat
tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung
darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang
luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20
minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan
terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu
lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel
berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya
lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.7
Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut
sebagai zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa
yang disebut sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-tahap
perkembangan ini, zona pellucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi,
zona pellucida menghilang sehingga blastosit menempel pada permukaan endometrium.
Dengan menempelnya blastokist pada permukaan endometrium maka blastosit menyatu
dengan epitel endometrium. Setelah terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trophoblast
masuk lebih dalam ke dalam endometrium dan segera blastokist terkurung di dalam
endometrium. Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding
posterior dari uterus.7
Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi perubahan untuk
menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang
disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi :7
a. Desidua basalis : desidua yang terletak antara blastokist dan miometrium
b. Desidua kapsularis : desidua yang terletak antara blastokist dan kavum uteri
c. Desidua vera : desidua sisa yang tidak mengandung blastokist
Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi
fibrinoid, yang terletak diantara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan
trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai
lapisan Nitabuch. Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan
terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.7
Definisi
Pada plasenta previa, jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari
ostium internum servisis, tetapi terletak sangat dekat atau pada ostium internum tersebut.8
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.
Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika
pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun masa intranatal, baik dengan
ultrasonografi maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi
perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.9
Plasenta Normal Plasenta Previa
Gambar 3. 1 Plasenta normal dan plasenta previa
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim.9
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi
desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :7,9
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta.
Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan
mendekati atau menutupi ostium uteri internum.7
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.7
Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di
atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa rumah sakit umum
pemerintah, dilaporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di negara maju,
insidennya lebih rendah, yaitu kurang dari 1%, mungkin disebabkan berkurangnya
perempuan hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam
obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plasenta previa bisa lebih
tinggi.9
Klasifikasi
Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu10 :
a. Placenta Previa Totalis
Bila plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan cervix
4 cm. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam
(normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat. Plasenta previa
sentralis yaitu bila tali pusat plasenta berada tepat dengan sentral kanalis servikalis.
b. Placenta Previa Partialis
Bila hanya sebagian / separuh plasenta yang menutupi ostium uteri internum
pada pembukaan cervik 4 cm. Pada posisi ini pun risiko perdarahan masih besar, dan
biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
c. Placenta Previa Marginalis
Bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri internum pada
pembukaan servik 4 cm. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap
besar.
d. Low-lying placenta (plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut
juga dangerous placenta)
Posisi plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi
belum sampai menutupi uteri internum, dimana tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan
bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hati-hati.
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian decidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri.
Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelapasan pada
decidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement)
dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi
itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali
jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim
itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh
karena segmen bawah rahim terbentuk terlebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada
ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama
biasanya sedikit tapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk
mengantisipasi mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya
pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dengan
ostium internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak
membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang
terjadi koagulapati pada plasenta previa.9
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih
kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah
robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana, Kedua kondisi ini
berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa,
misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio
plasenta), atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi
dengan baik.9
Gambaran Klinik
Ciri yang menonjol dari plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan lebih banyak bahkan seperti
mengalir. Pada plasenta letak rendah baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan
bisa sedikit sampai banyak mirip pada solutio plasenta. Perdarahan diperberat berhubung
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan
demikian, perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan juga bisa
bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh
dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran
plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta
akreta.9
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen
sering ditemui bagian terendah janin masih tinggi di atas simphisis dengan letak janin
tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri
dan perut tidak tegang.9
Diagnosis
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan lanjut biasanya
menderita plasenta previa atau solutio plasenta. Gambaran klinik yang klasik sangat
menolong membedakan antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan dalam kamar bedah termasuk staf dan
perlengkapan anestesi semua siap untuk tindakan bedah sesar. Dengan pasien dalam
posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam
lingkungan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua jari telunjuk dan
jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada atau tidak ada bantalan
antara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan jari-jari digerakkan menuju
pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan
mengikuti seluruh pembukaan serviks untuk mengetahui derajat dan klasifikasi plasenta.
Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan diberi oksitosin
drip untuk mempercepat persalinan jika terjadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien
dikembalikan ke kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau ternyata plasenta
previa totalis, langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan yang demikian
dilakukan bila ada indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian
disebut double set examination. Perlu diketahui tindakan periksa dalam tidak
boleh/kontraindikasi dilakukan diluar persiapan double set examination. Periksa dalam
sekalipun yang dilakukan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin tidak akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi perdarahan banyak di luar persiapan
akan berdampak pada prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.9
Dewasa ini double set set-up examination pada banyak rumah sakit sudah jarang
dilakukan berhubung telah tersedia alat ultrasonografi. Transabdominal ultrasonografi
dalam keadaan kandung kemih dikosongkan akan memberi kepastian diagnosisi plasenta
previa dengan ketepatan tinggi sampai 96% – 98%. Walaupun lebih akurat jarang
diperlukan transvaginal ultrasonografi untuk mendeteksi keadaan ostium internum. Di
tangan yang tidak ahli pemakaian transvaginal ultrasonografi bisa memprovokasi
perdarahan lebih banyak. Ditangan ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat dicapai
98% positive value dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta
previa. Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium internum dan segmen bawah
rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive predictive value dan 100% negative
predictive value dalam diagnosis plasenta previa. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta
previa. MRI lebih praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang
mendesak.9
Diagnosis Banding
1. Solusio plasenta
Secara klasik, solusio plasenta memberi gambaran perdarahan pervaginam
dengan onset akut nyeri abdomen yang terus-menerus akibat adanya darah di
membran basalis yang merangsang kontraksi uterus. Sedangkan plasenta previa
bermanifestasi perdarahan pervaginam tanpa rasa nyeri. Perbedaan lain antara gejala
dan tanda solusio plasenta dan plasenta previa dapat di lihat pada tabel berikut.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita
plasenta previa, diantaranya bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan fatal.9
1. Karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta
dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan
perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia
bahkan syok.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini
yang tipis, maka jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke
dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum
aterm.
6. Berisiko tinggi untuk solusio plasenta (risiko relative 13,8), seksio sesarea (risiko
relative 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %), dan disseminated
intravascular coagulation (DIC) 15,9 %.
Penatalaksanaan 7,11
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
infus atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
1. Keadaan umum pasien, kadar Hb.
2. Jumlah perdarahan yang terjadi.
3. Umur kehamilan/taksiran BB janin.
4. Jenis plasenta previa.
5. Paritas dan kemajuan persalinan.
a. Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis
2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin
3. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
4. Awasi tanda vital ibu, perdarahan, dan detak jantung janin.
5. Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
o MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari
o Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
Catatan :
1. Uji pematangan paru janin dengan test kocok dari hasil amniosentesis
2. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar
ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan
gawat darurat
3. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar
kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam)
4. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa.
b. Penanganan aktif
Kriteria :
o Umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
o Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
o Ada tanda-tanda persalinan.
o Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,
dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif
denga USG disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir
semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi
kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari
fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil denga paritas tinggi dan usia tinggi
berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta
previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib
janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan
maupun karena intervensi saksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum
sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada suatu
penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999)
dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan
kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hull AD, Resnik R (2014). Placenta previa, placenta accreta, abrutio placenta, and vasa
previa. Dalam: Creasy RK, Resnik R, Iamn JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene TR (eds).
Creasy and Resnik’s maternal-fetal medicine: Principles an practices. Edisi ke 7. China:
Elsevier, pp: 732-734.
2. Manuaba IAC, Manuaba IBG, Manuaba IBGF, Manuaba IBG (2014). Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi ke 2. Jakarta: EGC, pp: 247-254
3. Athanasias PK, Afors K, Dornan SM (2012). Antepartum hemorrhage. Obstetrics
Gynaecology and Reproductive Medicine, 22(1): 21-5.
4. Calleja-Agius J, Custo R, Brincat MP, Calleja N (2006). Placenta abrution and placenta
previa. European Clinics in Obstetrics and Gynaecology 2(3): 1217.
5. Sekiguchi A, Nakai A, Kawabata I, Hayashi M, Takeshita T (2013). Type and location of
placenta previa affect preterm delivery risk related to antepartum hemorrhage. International
Journal of Medical Science, 10(12): 1683-88.
6. Cresswell JA, Ronsmans C, Calvert C, Filippi V (2013). Prevalence of placenta previa by
world region: a systemic review and meta-analysis. Tropical Medicine and International
Health. 18(6): 712-24.
7. Sastrawinata S. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta. EGC; 2005.
hal. 83-91.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM et
al (2014). William’s obstetrics. Ediki ke 24. New York: McGrawHill Education.
9. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. hal. 495-502
10. Chalik TMA. 2008. Perdarahan pada kehamilan lanjut dan persalinan. Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat Cetakan Pertama. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
11. Mochtar, R. Perdarahan Antepartum (Hamil Tua). Dalam: Lutan, D (Ed). Sinopsis Obstetri.
Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: EGC; 1998: 269-287.