Anda di halaman 1dari 15

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN


PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DI SUSUN OLEH :
ANDRIE SETIAWAN
5018031010

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SERANG – BANTEN
2018 – 2019
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

1. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia,
dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak
(Batticaca, 2008).
Menurut Doenges (2000), Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan
pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi deselerasi,
coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera Akselerasi: terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(mis, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakan kekepala)
2. Cedera Deselerasi: terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
3. Cedera akselerasi-deselerasi: sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup: terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukuli
dibagian belakang kepala.
5. Cedera cedera rotasional: terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak,yang mengakibatkan peregangan atau robenya neuron dalam
subtansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak.

C. Klasifikasi Cedera Kepala


Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data
Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala
ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan
perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang
dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial

D. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.

1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung
pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan
segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah
yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan
sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi
menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark
otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf
proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.

E. Tanda dan Gejala


a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e. Perubahan tanda vital
f. Gangguan penglihatan dan pendengaran
g. Disfungsi sensory
h. Kejang otot
i. Sakit kepala
j. Vertigo
k. Gangguan pergerakan
l. Kejang

F. Komplikasi
1. Kebocoran cairan cerebrospinal akibat fraktur
2. kejang-kejang paska trauma
3. DM insipidus disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis penyakit
(anonym, 2011)

G. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
peningkatan tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intracranial

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program

2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2) 5 mg/8 jam untuk hari III
3) 5 mg/12 jam untuk hari IV
4) 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

Asuhan Keperawatan Head Injury Berdasarkan NIC/NOC


A. Pengkajian
Data focus yang perlu di kaji
a. Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera,
riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Pemeriksaan persistem
 System persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indra, penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa)
 System persarafan (tingkat kesadaran/nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
 Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas)
 Sistem kardiofaskuler (nilai TD, nadi, irama, kualitas dan frekuensi)
 Sistem gastrointestinal ( nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum,
peristaltik, eliminasi)
 Sistem integumen (nilai warna, turgor,tekstur dari kulit, luka/lesi)
 Sistem reproduksi
 Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAK)
 Pola fungsi kesehatan :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat-obatan)
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istrahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stress
9) Pola seksual dan reproduksi
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepalah adalah
sebagai berikut :
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) b/d aliran arteri dan atau vena terputus
2. Nyeri akut b/d agen injury fisik
3. Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
4. Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
5. Defisit perawatan diri : makan/mandi, toileting b/d kelemahan fisik dan nyeri
6. Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala
7. PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan /darahdi
dalam otak

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Perfusi jaringan tidak efektif NOC: Monitor Tekanan Intra
1. Status sirkulasi
(spesifik serebral) b/d aliran Karnial
2. Perfusi jaringan serebral
arteri dan atau vena terputus, setelah dilakukan tindakan 1.Catat perubahan respon
dengan batasan karakteristik : keperawatan selamA 3 × 24 klien terhadap
Perubahan respon motoric jam, klien mampu mencapai stimulus/rangsangan
Perubahan status mental 1. Status sirkulasi dengan 2.Monitor TIK klien dan
Perubahan respon pupil
indikator respon neurologis
Amnesia retrograde
 Tekanan darah sistolik dan
terhadap aktivitas
(gangguan memori)
distolik dalam rentang yg 3.Monitor intake dan
diharapkan output
 Tidak ada ortostatik 4.Pasang restrain, jika
hipotensi perlu
 Tidak ada tanda-tanda 5.Monitor suhu dan angka
PTIK leukosit
6.Kaji adanya kaku kuduk
2. Perfusi jaringan serebral, 7.Kelolan pemberian
dengan indikator antibiotic
 Klien mampu 8.Berikan posisi dengan

berkomunikasi dengan jelas kepala elevasi 30-400


dan sesuai kemampuan dengan leher dalam posisi
Klien menunjukan netral
perhatian, kosentrasi dan 9.Meminimalkan stimulus
orientasi dari lingkungan
10.Beri jarak antara
 Klien mampu memproses
tindakan keperawatan
informasi
 Klien mampu membuat untuk meminimalkan

keputusan dengan benar peningkatan TIK


 Tingkat kesadaran klien 11.Kelola obat-obat untuk
membaik mempertahankan TIK
dalam batas spesifik

Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
2. Monitoring tingkat
kesadaran klien
3. Monitoring tanda-tanda
vital
4. Monitoring keluhan
nyeri kepala, mual, dan
muntah
5. Monitoring respon
klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika
TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien

Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas
dari secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
humidifiler
5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidur.
2 Nyeri akut b/d agen injury NOC Manajemen nyeri
1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri,
fisik,
2. Tingkat nyeri
lokasi, karekteristik,
Dengan batasan karakteristik: 3. Tingkat kenyamanan
onset/durasi, frekuensi,
 Laporan nyeri kepala setelah dilakukan asuhan
kualitas dan beratnya
secara verbal atau non verbal keperawatan selama 3 × 24
 Respon autonomy nyeri
jam, klien dapat:
(perubahan vital sign, dilatasi 2. Observasi respon
1. Mengontrol nyeri dengan
pupil) ketidaknyaman secara
 Tingkahlaku ekspresif indikator
 Mengenal faktor-faktor verbal dan non verbal
(gelisah, menangis, merintih) 3. Pastikan klien
 Fakta dari observasi penyebab
menerima perawatan
 Gangguan tidur (mata  Mengenal onset nyeri
 Tindakan pertolongan non analgetik dng tepat
sayu,menyeringai, dll)
farmakologi 4. Gunakan strategi
 Menggunakan analgetik komunikasi yang efektif u/
 Melaporkan gejala-gejala
mengetahui respon
nyeri kpd tim kes
 Nyeri terkontrol penerimaan klien terhadap
2. Menunjukan tingkat nyeri nyeri
Dengan indikator : 5. Evaluasi keefetifan
 Melaporkan nyeri
 Frekuensi nyeri penggunaan control nyeri
 Lamanya episode nyeri 6. Monitoring perubahan
 Ekspresi nyeri; wajah nyeri baik actual maupun
 Perubahan respirasi rate
 Perubahan tekanan darah potensial
 Kehilangan nafsu makan 7. Sediakan lingkungan
3. Tingkat kenyaman, yang nyaman
Dengan indicator : 8. Kurangi faktor-faktor
 Klien melaporkan
yang dapat menamba
kebutuhan tidur dan istrahat
ungkapan nyeri
tercukupi 9. Ajarkan penggunaan
teknik relaksasi sebelum
atau sesudah nyeri
berlangsung
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain
obat untuk meringankan
nyeri
11. Tingkatkan istrahat
yang adekuat untuk
meringankan nyeri

Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat yg
dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/dosis
2. Monitor efek
teraupetik dan pengobatan
3. Monitor tanda, gejala
dan efek samping obat
4. Monitor interaksi obat
5. Ajarkan pada
klien/keluarga cara
mengatasi efek samping
pengobatan
6. Jelaskan manfaat
pengobatan yang dapat
mempengaruhi gayahidup
klien.

Pengelolaan analgetik
1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik
2. Periksa riwayat alergi
klien
3. Pilih obat berdasarkan
tipe dan beratnya nyeri
4. Pilih cara pemberian IV
atau IM u/ pengobatan,
jika mungkin
5. Monitor vital sign
sebelum dan sesuda
pemberian analgetik
6. Kelolah jadwal
pemberian analgetik yang
sesuai
7. Evaluasi efektifitas
dosis analgetik observasi
tanda gejala efek samping,
missal depresi pernapasan,
mual, muntah, mulut
kering, & konstipasi
8. Kolaborasi dng dokter
untuk obat dosis & cara
pemberian yang di
indikasikan
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan
10. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan
respon dari analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan
 Status respirasi : pertukaran
hipoventilasi nafas
gas 1. Monitor status respirasi
 Status respirasi : kepatenan
dan oksigenasi
jalan nafas 2. Bersihkan jalan napas
 Status respirasi : ventilasi 3. Auskultasi suara
 Control aspirasi
pernapasan
Clien Outcome : 4. Berikan oksigen sesuai
 Jalan napas paten program
 Secret dapat di keluarkan NIC : suctioning air way
 Suara nafas bersih 1. Observasi secret yg keluar
2. Auskultasi sebelum dan
sesudah melakukan
suction
3. Gunakan peralatan steril
pada saat melakukan
suction
4. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
tindakan suction
4 Kerusakan integritas kulit b/d NOC Outcome : NIC : perawatan luka dan
 Integritas kulit
imobilitas yg lama pertahanan kulit
Clien Outcome : 1. Observasi lokasi
 Integritas kulit utuh terjadinya kerusakan
integritas kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan integritas kulit
3. Lakukan perawatan
luka
4. Monitor status nutrisi
5. Atur posisi klien tiap 1
jam sekali
6. Pertahankan kebersihan
alat tenun
5 Defisit perawatan diri b/d NOC : NIC:membantu perawatan
Perawatan diri: (mandi,
kelemahan fisik dan nyeri diri klien mandi dan
makan, toileting, berpakaian)
toileting
setelah dilakukan asuhan
Aktifitas :
keperawatan selama 1 × 24 1. Tempatkan alat-alat
jam, klien mengerti cara mandi di tempat yang
memenuhi ADL secara mudah dikenali dan
bertahap sesuai kemampuan mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan
dengan kriteria:
 Mengerti secara sederhana damping
3. Berikan bantuan selama
cara mandi, makan, toileting,
klien masih mampu
dan berpakaian serta mau
mengerjakan sendiri
mencoba secara aman tanpa
cemas
 Klien mau berpartipasi NIC: ADL berpakaian
dengan senang hati tanpa Aktifitas:
keluhan dalam memenuhi 1. Informasikan pada
ADL klien dalam memilih
pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di
tempat yang mudah di
jangkau
3. Bantu berpakaian yg
sesuai
4. Jaga privacy klien
5. Berikan pakaian pribadi
yg digemari dan sesuai

NIC: ADL makan


1. Anjurkan duduk dan
2. berdoa bersama teman
3. Damping saat makan
4. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
5. Beri rasa nyaman saat
makan

6 Resiko tinggi infeksi b/d NOC Outcome : NIC : kontol infeksi


 Status imunologi 1. Pertahankan kebersihan
trauma/laserasi kulit kepala
 Control infeksi
lingkungan
 Control resiko
2. Batasi pengunjung
Clien Outcome : 3. Anjurkan dan ajarkan
 Bebas dari tanda-tanda pada keluarga untuk cuci
infeksi tangan sebelum dan
 Angka leukosit dalam
sesudah kontak dengan
batas normal
 Vital sign dalam batas klien
4. Gunakan teknik septik
normal
dan aseptic dan perawatan
klien
5. Pertahankan intake
nutrisi yg adekuat
6. Kaji adanya tanda-
tanda infeksi
7. Monitor vital sign
8. Kelola terapi antibiotik

NIC : pencegahan infeksi


1. Monitor vital sign
2. Monitor tanda-tanda
infeksi
3. Monitor hasil
laboratorium
4. Manajemen lingkungan
5. Manajeman pengobatan
7 PK: peningkatan TIK b/d setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda dan gejala
proses desak ruang akibat keperawatan selama 3 × 24 peningkatan TIK
 Kaji respon membuka
penumpukan cairan/darah di jam, dapat mencegah atau
mata, respon motoric dan
dalam otak meminimalkan komplikasi
verbal, (GCS)
Batasan karakteristik : dari peningkatan TIK,
 Kaji perubahan tanda-
Penurunan kesadaran dengan kriteria:
tanda vital
 Kesadaran stabil (orientasi
(gelisa, disorientasi)  Kaji respon pupil
Perubahan motoric dan baik)  Catat gejala dan tanda-
 Pupil isokor, diameter
persepsi sensasi tanda: muntah, sakit
Perubahan tanda vital (TD 1mm
kepala, lethargi, gelisah,
 Reflek baik
meningkat, nadi kuat dan
 Tidak mual nafas keras, gerakan tak
lambat)  Tidak muntah
bertujuan, perubahan
Pupil melebar, reflek pupil
mental
menurun
2. Tinggikan kepala 30-40
 Muntah
 Klien mengeluh mual derajat jika tidak ada
 Klien mengeluh pandangan
kontra indikasi
kabur dan diplopia 3.Hindari situasi atau
manuver sebagai berikut :
 Masase karotis
 Fleksi dan rotasi leher
berlebihan
 Stimulasi anal dengan
jari, menahan nafas dan
mengejan
 Perubahan posisi yg
cepat

4. Ajarkan klien untuk


ekspirasi selama
perubahan posisi
5. Konsul dengan dokter
untuk pemberian pelunak
feses, jika perlu
6. Pertahankan
lingkungan yang tenang
7. Hindarikan
pelaksanaan urutan
aktivitas yg dapat
meningkatkan TIK
8. Batasi waktu
penghisapan pada tiap
waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien
sebelum dan sesudah
penghisapan
10. Konsultasi dng dokter
untuk pemberian lidokain
profilaktik sebelum
penghisapan
11. Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi
yang sesuai dengan
penghisapan yg teratur
12. Jika diindikasik,
lakukan protocol atau
kolaborasi dng dokter
untuk terapi obat yg
mungkin termasuk sebagai
berikut:
Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju
metabolisme serebral)
Antikonvulsan
(mencegah kejang)
Diuretic osmotic
(menurunkan edema
serebral)
Diuretic non osmotic
(mengurangi edema
serebral)

Anda mungkin juga menyukai