Biografi Tokoh Pergerakan Nasional
Biografi Tokoh Pergerakan Nasional
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri
menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah
tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak
boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD
hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere
Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa
nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS
(Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia
berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda,
memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan
kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau
menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun
dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan
sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende,
Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal
1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya
Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad
Hattamemproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945
Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Video Pidato Presiden Soekarno
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar
(ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara.
Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi
Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan
MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal
dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim
di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai
“Pahlawan Proklamasi”.
PRESTASI SOEKARNO
01 juni 1945 Soekarno menyampaikan visi tentang falsafah dan dasar Negara yang kemudian
dikenal sebagai hari lahir pancasila. Pada tanggal 18-25 april 1955 Soekarno membawa
Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferesi Asia Afrika di Bandung. 05 juli 1959
Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945. 30
september 1960 Soekarno mengingatkan pembebasan Irian Barat dan direalisasikan dengan
Trikora. 14 Januari 1999 mendapat tanda penghargaan lencana tugas kencana, sebagian dari
sederet gelar lainya, termasuk 27 gelar doktor kehormatan.
Daftar Isi
Biodata Ki Hajar Dewantara
Beliau merupakan tokoh pendidikan indonesia dan juga seorang pahlawan Indonesia.
Mengenai biografi dan profil Ki Hajar Dewantara sendiri, beliau terlahir dengan nama Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara.
Beliau sendiri lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari kelahirannya
kemudian diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Beliau sendiri terlahir dari keluarga Bangsawan.
Ia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir
sebagai bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum
bangsawan.
Mulai Bersekolah
Dalam banyak buku mengenai Biografi Ki Hajar Dewantara, Ia pertama kali bersekolah di
ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan juga kaum bangsawan. Selepas
dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu sekolah yang dibuat
untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia Belanda.
Sekolah STOVIA kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Meskipun
bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita sakit
ketika itu.
Menjadi Wartawan
Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal
ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara
lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer,
dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan
semangat anti kolonial.
Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan
di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu,
bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan
sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah
menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan
lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku
dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi
suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya – Ki Hadjar Dewantara.
Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu
yang mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau
Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri.
Pengasingan itu juga mendapat protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker
dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang kini ketiganya dikenal sebagai ‘Tiga Serangkai’.
Ketiganya kemudian diasingkan di Belanda oleh pemerintah Kolonial.
Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong
Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo ia berperan sebagai
propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia.
Munculnya Douwes Dekker yang kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk
mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal.
Mengenai Biografi Ki Hajar Dewantara, Dari pernikahannya dengan R.A Sutartinah, beliau
kemudian dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram.
Selama di pengasingannya, istrinya selalu mendampingi dan membantu segala kegiatan
suaminya terutama dalam hal pendidikan.
Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai guru di
sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah
tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode
pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut
bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai
Taman Siswa.
Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia
maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.
Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia
pendidikan Indonesia yaitu :
Tokoh satu ini dikenal oleh rakyat Indonesia sebagai orang yang menciptakan lagu
kebangsaan Republik Indonesia. Dialah Wage Rudolf Supratman yang lahir tanggal 9 Maret
1903, Jatinegara, Jakarta dan wafat tanggal 17 Agustus 1938 di Surabaya. Dia terkenl sebagai
pengarang lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya”. Ayahnya bernama Senen, sersan di
Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki satu, lainnya perempuan. Salah
satunya bernama Roekijem. Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di
sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.
Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Ujungpandang, ia
pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu
sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan
banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan
Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita
dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Singkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang
ke Makassar lagi. Roekijem, sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak
karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain
biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-
baca buku musik
Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu
melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928,
Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum
(secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kodisi dan situasi
pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu
Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau
mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila
partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan.
Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang
persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat
menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan. Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia
selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu
ciptaannya yang terakhir “Matahari Terbit” pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika
menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM jalan Embong Malang –
Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus
1938 karena sakit.
Naskah asli lagu Indonesia Raya
Hari kelahiran Soepratman, 9 Maret, oleh Megawati saat menjadi presiden RI, diresmikan
sebagai Hari Musik Nasional. Namun tanggal kelahiran ini sebenarnya masih diperdebatkan,
karena ada pendapat yang menyatakan Soepratman dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1903 di
Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah. Pendapat ini – selain didukung keluarga Soepratman – dikuatkan keputusan
Pengadilan Negeri Purworejo pada 29 Maret 2007.
Biografi Dr Sutomo – Pendiri Budi Utomo
Biografi Dr Sutomo. Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh,
Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-
rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi
modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai
Hari Kebangkitan Nasional.
Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh para pemuda pelajar
STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu Sutomo, Gunawan, Suraji
dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Sutomo sendiri diangkat
sebagai ketuanya.
Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan,
mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.
Ia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia
semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu
mereka. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari
pembayaran.
Sementara itu, tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap pergerakan nasional
semakin keras. Lalu Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI, yang kemudian disetujui oleh
kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk berfusi. Kongres peresmian fusi dan juga
merupakan kongres terakhir BU, melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat
PARINDRA, berlangsung 24-26 Des 1935. Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra
berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo juga aktif di bidang
kewartawanan. Ia bahkan memimpin beberapa buah surat kabar. Dalam usia 50 tahun, ia
meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938.