Anda di halaman 1dari 5

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Pada penelitian yang dilakukan oleh Souvannamethy (2017) menyebutkan bahwa
pemberian albumin dan diuresis menggunakan furosemide berhasil mengontrol edema
pada pasien sindroma nefrotik. Berkurangnya pembengkakan diikuti dengan peningkatan
level serum protein. Selain itu, pada case report yang disajikan pada penelitian tersebut
menyatakan bahwa adanya diet yang buruk dari pasien menyebabkan anemia karena
kekurangan zat besi. Meskipun demikian, dijelaskan juga bahwa sindroma nefrotik
memiliki karakteristik berupa adanya albumin dan plasma protein berukurang sedang yang
dikeluarkan oleh urin sehingga menyebabkan gangguan metabolism berbagai plasma
protein termasuk eritropoietin dan transferrin yang berdampak pada tejadinya enemia.
Dai, Wang, & Dong, (2018) melakukan penelitian randomized controlled trial
dengan tujuan mengidentifikasi pengaruh growth hormone terhadap edema pada pasien
dewasa yang mengalami sindroma nefrotik. Saat proses pemberian terapi pada masing-
masing kelompok, peneliti tetap memperhatikan setiap kebutuhan pasien akan nutrisi.
Terapi growth hormone yang hasilnya diukur denghan melihat IG F 1, dan L 2 dimana
intervensi tersebut dapat meningkatkan kondisi klinis dari pasien sindroma nefrotik yang
didukung dengan intervensi sekounder berupa pemberian diet yang tepat. Hal ini terlihat
dari hasil pengukuran yang menunjukan terjadi peningkatan waktu terjadinya proteinuria,
hipoproteinemia, hiperlipidemia, dan edema lebih pendek pada kelompok yang dilakukan
intervensi dibanding kelompok kontrol.
Clinical guideline pada pasien dengan sindroma nefrotik yang ditulis oleh Nishi et
al (2016) menjelaskan instruksi terkait pemberian diet pada pasien sindroma nefrotik. Di
dalam guideline tersebut dijelaskan bahwa pembatasan sodium merupakan hal yang
esensial terhadap peningkatan edema pada sindroma nefrotik. Pembatasan pada protein
masih menjadi kontroversi, pembatasan protein secara ekstrem tidak direkomendasikan.
Berdasarkan merekomendasikan intake protein sebagai 1-1.1 g/kg berat badan/ hari pada
minimal change nephrotic syndrome dan 0,8 g/kg/BB/hari pada sindroma nefrotik lain.
Upaya menjaga keseimbangan nitrogen, intake kalori yang direkomendasikan sebesar
35/kcal/kg/BB/ hari. Pembatasan konsumsi lemak direkomendasikan untuk megnatasi
dyslipidemia namun tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa pembatasan lemak
meningkatkan prognosis pasien sindroma nefrotik.
B. Pembahasan
Edema merupakan salah satu tanda klinis khusus yang terdapat pada kasus
sindroma nefrotik (Ray, Rondon-Berrios, Boyd, & Kleyman, 2015). Patofisiologi
mekanisme pembentukan edema pada sindroma nefrotik sindrom berupa hipotesa
“underfilling” dan “overfilling”. Pada hipotesa underfilling, proteinuria menghasilkan
hipoalbuminemia yang berhubungan dengan penurunan tekanan plasma onkotik. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan ultrafiltrasi dan edema. Sedangkan pada hipotesa
overfilling berfokus pada pengisian yang berlebihan. Mekanisme intrarenal tersebut
dilakukan dengan peningkatan reabsorbsi sodium dan air sebagai factor pemicu terjadinya
edema (Ray et al., 2015).
Königshausen & Sellin (2017) menyampaikan bahwa pemberian dan pengelolaan
diet merupakan dasar terapi supportive pada pasien sindroma nefrotik. Pemberian serta
pengelolaan diet berupa sodium, protein, lemak serta air harus diperhatikan sebagai upaya
mengatasi khususnya edema pada pasien dengan sindroma nefrotik (Dai et al., 2018; Nishi
et al., 2016; Souvannamethy, 2017). Sejalan dengan hasil pecarian literature yang telah
dilakukan, Ray et al (2015) menyebutkan penanganan edema pada pasien sindroma
nefrotik di fokuskan pada membatasi asupan atau diet sodium sebanyak 2 gram perhari
pada pasien dewasa. Molfino et al., (2013) menambahkan bahwa pemberian sodium
dibatasi sebesar <3 g/hari. Selain itu, direkomendasikan juga untuk mengurangi edema
secara perlahan, dengan maksimum pengurangan sebesar 0,5 – 1 kg/hari. Hal tersebut juga
didukung oleh penelitian Seigneux & Martin (2009) yang menyatakan bahwa intake
sodium harus dikurangi untuk menurunkan edema dan hipertensi pada pasien sindroma
nefrotik. Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa pengurangan sodium dan air dapat
menyebabkan gangguan elektrolit. Oleh karena itu, monitoring elektrolit dilakukan secara
berkala.
Pada diet protein, Seigneux & Martin (2009) menyatakan bahwa pemberian diet
protein masih diperdebatkan pada pasien sindroma nefrotik. Pemberian diet tinggi protein
untuk mengkoreksi berkurangnya protein yang keluar bersama urin tidak efektif untuk
mengatasi hipoalbuminemia. Selain itu, peningkatan intake protein cenderung
meningkatkan proteinuria dan hiperfiltrasi glomerulus. Namun, pemberian rendah protein
tidak direkomendasikan pada pasien sindroma nefrotik karena dapat meningkatkan risiko
kekurangan gizi. Sejalan dengan hal tersebut, Ray et al (2015) dan Orr & Shank (2018)
merekomendasikan pembatasan protein dalam tingkat sedang (0,8-1 g/kgBB/hari) pada
pasien dewasa yang megnalami sindroma nefrotik. Namun pada anak pemberian protein
tetep diberikan dalam jumlah yang normal karena berdampak kepada pertumbuhan anak.
Pemberian diet protein dalam jumlah yang tinggi harus dihindari baik pada dewasa maupun
anak.
Orr & Shank (2018) menyebutkan bahwa diet rendah lemak atau lipid
direkomendasikan pada pasien sindroma nefrotik. Meskipun demikian, intervensi diet lipid
pada pasien sindroma nefrotik lebih berfokus pada gangguan hyperlipidemia maupun
dyslipidemia dibandingkan edema (Seigneux & Martin, 2009). Pada guideline yang
ditemukan juga merekomendasikan bahwa pembatasan pada diet lipid digunakan untuk
dyslipidemia pada pasien sindroma kronik. Meskipun demikian, belum jelas apakah
memperbaiki prognosis pasien sindroma kronik (Nishi et al., 2016). Pembatasan dalam
intake cairan juga merupakan strategi mengatasi edema pada pasien sindroma nefrotik.
Literature yang telah didapatkan didukung oleh Molfino et al (2013) yang
merekomendasikan pemberian intake cairan maksimal 1,5 liter/hari pada pasien sindroma
nefrotik dewasa. Pembatasan asupan air dapat diberikan pada pasien dengan hiponatremia,
apabila edema berlanjut perawatan dengan diuresis harus dipertimbangkan (Ray et al.,
2015).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
- Ambil dari latar belakang 1 kalimat mengapa sindroma nefrotik penting
- Ambil dari latar belakang 1 kalimat mengapa edema perlu diatasi
- Ambil dari later belakang diet sebagai salah satu upaya mengatasi edema

Pemberian serta pengelolaan diet berupa sodium, protein, lemak serta cairan harus
diperhatikan sebagai upaya mengatasi permasalahan yang muncul pada pasien sindroma
nefrotik. Pembatasan diet sodium serta cairan merupakan diet yang paling
direkomendasikan untuk mengurangi edema pada pasien sindroma nefrotik dewasa. Diet
protein masih diperdebatkan karena protein dibutuhkan sebagai nutrisi dan dapat
megnakibatkan malnutrisi apabila dibatasi akan tetapi meningkatkan proteinuria dan
hiperfiltrasi glomerulus. Diet lemak direkomendasikan untuk mengatasi dyslipidemia
Maupin hyperlipidemia akan tetapi tidak terlalu berdampak pada edema pasien sindroma
nefrotik. Apabila edema berlanjut, diuretic perlu dipertimbangakan sebagai strategi
mengatasi edema.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dai, G., Wang, D., & Dong, H. U. A. (2018). Effects of recombinant human growth hormone on
protein malnutrition and IGF-1 and IL-2 gene expression levels in chronic nephrotic
syndrome. Experimental and Therapeutic Medicine, 15, 4167–4172.
https://doi.org/10.3892/etm.2018.5953
Königshausen, E., & Sellin, L. (2017). Recent Treatment Advances and New Trials in Adult
Nephrotic Syndrome. BioMed Research International, 2017, 1–9.
https://doi.org/10.1155/2017/7689254
Molfino, A., Don, B. R., & Kaysen, G. A. (2013). Nutritional and Non-nutritional Management
of the Nephrotic Syndrome. Nutritional Management of Renal Disease. Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-391934-2.00026-6
Nishi, S., Ubara, Y., Utsunomiya, Y., & Okada, K. (2016). Evidence-based clinical practice
guidelines for nephrotic syndrome 2014. Clinical and Experimental Nephrology, 20(3), 342–
370. https://doi.org/10.1007/s10157-015-1216-x
Orr, P., & Shank, B. C. (2018). Clinical Management of Glomerular Diseases. Nurs Clin N Am.
https://doi.org/10.1016/j.cnur.2018.07.006
Ray, E. C., Rondon-Berrios, H., Boyd, C. R., & Kleyman, T. R. (2015). Sodium retention and
volume expansion in nephrotic syndrome: Implications for hypertension. Advances in
Chronic Kidney Disease, 22(3), 179–184. https://doi.org/10.1053/j.ackd.2014.11.006
Seigneux, S. De, & Martin, P. (2009). Management of patients with nephrotic syndrome. Swiss
Med Wkly, 139(August), 416–422.
Souvannamethy, P. (2017). Management of Nephrotic Syndrome: A Case Report from Lao PDR.
Blood Purification, 44(1), 31–34. https://doi.org/10.1159/000479615

Anda mungkin juga menyukai