Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORAGIK FEVER (DHF)

DISUSUN OLEH :

Tria Wulandary : PO.62.20.1.16.164


PRODI : D-IV KEPERAWATAN
KELAS : REGULER III
Praktik Kep : PK 9

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA

(2018)
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga sayaa dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan tentang “Efusi Pleura ”.
Laporan Pendahuluan ini telah saya susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan lapoan pendahuluan ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki laporan pendahuluan ini.
Akhir katasayai berharap semoga laporan pendahuluan tentang “Efusi
Pleura ” dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Hormat Saya,

Tria Wulandary
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang
diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
di kapiler dan pleural viseral. (Muttaqin,2012)
Rongga pleura berada diantara paru dan dinding dada berisi sedikit
cairan. Efusi pleura adalah ketika terdapat cairan berlebih didalam
rongga pleura. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara produksi
dan absorbsi cairan pleura. Normalnya, cairan dari kapiler pleura
parietal masuk ke rongga pleura. Kemudian diserap oleh sistem limfe.
Selain itu, cairan juga masuk melalui pleura viseral dari rongga
interstitiel dan melalui lubang kecil di diafragma dari rongga
peritonium. Sistem limfotik akan meyerap hingga 20 kali cairan yang
berlebih diproduksinya. Namun, ketika terjadi penurunan absorbsi
cairan oleh sistem tersebut ataupun produksinya yang sangat banyak
maka terjadilah efusi pleura. (Tanto,cris.2014)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)

Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul


dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)
2. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain.
Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada
pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan
hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan
juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah
saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna
vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini
biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula –
mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian
sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas
ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan
infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.
Pathway

3. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru
4. Tanda dan Gejala
Gejala-gejala efusi pelura antara lain adalah nyeri dada saat menarik
dan membuang napas, batuk, demam, dan sesak napas. Gejala biasanya
terasa jika efusi pleura sudah memasuki level menengah hingga parah,
atau terjadi peradangan. Jika penumpukan cairan masih tergolong
ringan biasanya penderita tidak akan merasakan gejala apa-apa.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura
sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
6. Penatalaksanaan Medis
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan
makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya:
karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan
suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri
dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya
dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di
rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada
perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan cairan di pleura paru dextra.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan
mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan
WSD (Water Seal Drainage)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan a. Posisikan pasien untuk
pola nafas tindakan keperawatan memaksimalkan ventilas
selama 3x24 jam pasien b. Identifikasi pasien perlunya
menunjukkan keefektifan pemasangan alat jalan nafas
jalan nafas dibuktikan buatan
dengan kriteria hasil : c. Lakukan fisioterapi dada jika
a. Frekuensi pernafasan perl
sesuai yang d. Keluarkan sekret dengan batuk
diharapkan atau suctio
b. Ekspansi dada e. Auskultasi suara nafas, catat
simetris. adanya suara tambahan
c. Bernafas mudah. f. Monitor respirasi dan status
d. Pengeluaran sputum oksigen.
e. Tidak didapatkan g. Posisikan pasien untuk
penggunaan otot mengurangi dispneu.
tambahan.
f. Tidak didapatkan Respiratory monitoring
ortopneu a. Monitoring frekuensi, irama dan
g. Tidak didapatkan kedalaman nafas.
nafas pendek. b. Monitoring gerakan dada, lihat
kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas : takipneu
d. Beri terapi pengobatan respirasi.
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan a. Kaji pengalaman nyeri pasien
dengan agen tindakan keperawatan sebelumnya, gali pengalaman
injury fisik selama 3 x 24 jam, nyeri pasien tentang nyeri dan
hilang/terkendali dengan tindakan apa yang dilakukan
kriteria hasil: pasien
a. Mengenali faktor b. Kaji intensitas, karakteristik,
penyebab onset, durasi nyeri.
b. Mengenali lamanya c. Kaji ketidaknyamanan,
sakit (skala, pengaruh terhadap kualitas
intensitas, frekuensi istirahat, tidur, ADL.
dan tanda nyeri) d. Kaji penyebab dari nyeri
c. Menggunakan metode e. Monitoring respon verbal/non
non-analgetik untuk verbal
mengurangi nyeri f. Atur posisi yang senyaman
d. Melaporkan nyeri mungkin, lingkungan nyaman
berkurang dengan
menggunakan Pain control :
manajemen nyeri Ajarkan teknik relaksasi
e. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri Management terapi :
berkurang Kelola pemberian analgetik
f. Tanda vital dalam
rentang normal
Ketidakseimbang NOC NIC
an nutrisi kurang Setelah dilakukan Nutritional management
dari kebutuhan tindakan keperawatan Aktifitas:
tubuh selama 2x24 jam a. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan diharapkan klien dapat b. Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan terpenuhi kebutuhan untuk menentukan jumlah kalori
ketidakmampuan nutrisinya, dengan dan nutrisi yang dibutuhkan
memasukkan, kriteria hasil: pasien
mencerna dan a. Intake zat gizi c. Berikan makanan yang terpilih
mengabsorpsi (nutrien) d. Monitor jumlah nutrisi dan
makanan b. Intake zat makanan kandungan kalori
dan cairan e. Berikan informasi tentang
c. Berat badan normal kebutuhan nutrisi

Nutritional management:
a. Timbang berat badan secara
rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake nutrisi
Intoleransi NOC : NIC
aktivitas Setelah dilakukan Activity therapy
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan selama 3 x 24 jam, klien a. Monitor respon fisik, emosi,
ketidakseimbanga dapat melakukan social dan spiritual
n suplai dengan aktivitas dengan baik b. Sediakan penguatan positif bagi
kebutuhan dengan kriteria hasil: yang aktif beraktivitas.
oksigen a. Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa Mandiri :
disertai penignkatan a. Bantu klien untuk
tekanan darah,nadi mengidentifikasi aktivitas yang
dan RR mampu dilakukan
b. Mampu melakukan b. Bantu untuk memilih aktivitas
aktivitas sehari-hari konsisten yang sesuai dengan
secara mandiri kemampuan fisik, psikologis
c. Tanda-tanda vital dan sosial.
normal c. Bantu untuk mengidentifikasi
d. Level kelemahan aktivitas yang disukai
e. Status d. Bantu pasien untuk
kardiopulmonary mengembangkan motivasi diri
adekuat dan penguatan.
f. Status respirasi :
pertukaran gas dan Health education :
ventilasi adekuat a. Ajarkan untuk penggunaan
teknik relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk
mengehemat energi.

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan tindakan tindakan keperawatan a. Pantau tanda dan gejala infeksi
invasive: selama 3 x 24 jam, (misalnya, suhu tubuh, denyut
pemasangan infeksi tidak terjadi jantung, drainase, penampilan
WSD (Water Seal dengan kriteria hasil: luka, sekresi, penampilan urin,
Drainage) a. Tanda – tanda vital suhu kulit, lesi kulit, keletihan,
klien terutama suhu dan malise)
dalam batas normal b. Kaji faktor yang dapat
b. Tidak terdapat tanda – meningkatkan kerentanan
tanda infeksi pada terhadap infeksi (misalnya, usia
daerah pemasangan lanjut, usia kurang dari 1 tahun,
WSD luluh imun, dan malnutrisi )
c. Nilai laboratorium c. Pantau hasil laboratorium
terutama leukosit (hitung darah lengkap, hitung
dalam batas normal ( granulosit, absolut, hitung jenis,
leukosit normal : protein serum, dan algumin)
5000 – 10.000 rb/ul ). d. Amati penampilan praktik
higiene Personal untuk
perlindungan terhadap infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama
untuk pasien lain yang
mengalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan
pasien dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan dengan
benar setelah dipergunakan
masing-masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik, bila di
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi (misalnya, mencuci
tangan)
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai,
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi
Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika.

Anda mungkin juga menyukai