BAB VI PELAT - PD
BAB VI PELAT - PD
POLITEKNIK NEGERI
MALANG
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PURNAMA DEWI, ST., MT
BAB IV
SBB1 - TEKNIK SIPIL - POLINEMA
1
ANALISA DAN PERENCANAAN
PELAT BETON BERTULANG
sebelum setelah
dibebani dibebani
sebelum setelah
dibebani dibebani
sebelum setelah
dibebani dibebani
b L b b L b
l = L+b l=L+100
(a) (b)
Bila (L+h) Lebih Besar Dari Jarak Pusat Ke Pusat Tumpuan, maka panjang
bentang teoritis boleh diambil jarak pusat ke pusat tersebut.
(l = L + 2 x ½ b = L + b).
b L b L b
l=L+b l=L+b
Pada gambar 4.5. diperlihatkan suatu pelat yang ditumpu sederhana oleh
balok pada sisi-sisi panjang yang saling berseberangan. Bila beban merata bekerja
pada bidang atas pelat, bentuk defleksinya ditunjukkan dengan garis putus-putus.
Kelengkungan, demikian juga momen lentur, akan terdistribusi menurut lajur
pendek s yang membentang diantara sisi-sisi yang tertumpu. Pada sisi panjang l
yang sejajar dengan sisi tumpuan, yang tidak ada kelengkungan, tidak ada momen
lentur. Bentuk permukaan akibat pembebanan adalah seperti silinder.
Di dalam desain ataupun analisis, satu satuan lajur pelat yang
membentang diantara kedua tumpuan dapat dianggap sebagai suatu balok dengan
lebar satu satuan dan tinggi h sesuai dengan tebal pelat. Analisisnya seperti analisis
pada balok. Pembebanan disesuaikan menjadi beban per satuan panjang dari lajur
pelat, dengan demikian momen yang timbul merupakan gaya per lebar satuan pelat.
As
Rasio baja tulangan :
b.h
Pelat satu arah umumnya didesain dengan rasio tulangan tarik jauh di
bawah rasio maksimum yang diijinkan yaitu 0,75.ρb . Ini terutama untuk
pertimbangan ekonomis, hemat pemakaian baja tulangan, namun tinggi penampang
optimal, karena penampang yang tipis walaupun tulangannya banyak dapat
menimbulkan defleksi berlebihan. Dengan demikian, desain untuk lentur diambil
rasio tulangan yang rendah, misalnya 0,3.ρb .
f. Kekakuan relatif balok dalam dua arah tegak lurus ( 0,2 12 / 21 5,0 )
2 2
Keterangan :
Tumpuan ujung tetap
Menerus diatas
tumpuan
SBB1 - TEKNIK SIPIL - POLINEMA
14
3.3 TEBAL MINIMUM DAN RASIO PENULANGAN PELAT LANTAI
Tebal minimum pelat lantai beton bertulang satu arah sebagaimana tercantum dalam
SNI 03 – 2847 – 2002 sebagai berikut :
ρmin
Pelat yang menggunakan tulangan ulir mutu 300 0,0020
sebesar 0,35%
Tabel 4.2. Rasio minimum tulangan susut dan temperatur untuk pelat
𝐋𝐲
≤𝟐
𝐋𝐱
SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 ayat (2) mensyaratkan tebal pelat minimum dengan
penulangan satu arah (bila lendutan tidak dihitung) harus memenuhi ketentuan
berikut:
Komponen Dua Satu Kedua Kantilever
struktur Tumpuan Ujung Ujung
Sederhana Menerus Menerus
Pelat masif satu
m/20 m/24 m/28 m/10
arah
Balok atau
pelat rusuk m/16 m/18,5 m/21 m/8
satu arah
Ada sembilan set koefisien momen yang sesuai untuk sembilan kondisi
pelat seperti diperlihatkan oleh gambar berikut :
M = 0,001.q.(Lx)2
Tabel 4.3. Momen di dalam pelat persegi yang menumpu pada keempat tepinya
akibat beban terbagi rata.
8-100
8-200
8-200
8-125 8-125
8-250
8-250
8-100
8-200
8-200
8-125 8-125
8-250
8-250
8-100
8-200
8-200
8-125 8-125
8-250
8-250
8-100
Contoh Soal 1 :
Diketahui pelat lantai ditumpu bebas diatas tembok bata, menahan beban hidup qL =
1,5 kN/m2 dan penutup lantai qD = 0,5 kN/m2. Pelat berada di lingkungan kering.
Mutu beton f’c = 20 MPa dan mutu baja fy = 240 MPa. Tentukan tebal pelat dan
jumlah tulangan yang diperlukan.
Penyelesaian :
Perhitungan dilakukan per 1 m lebar pias.
Bentang teoritis:
l = L + (2 x ½ b) = 3760 + (2 x ½ x 240) = 4000 mm
Pelat diatas tumpuan sederhana (tumpuan bebas):
Untuk fy = 240 MPa hmin = 1/27 l
Hmin = 1/27 x 4000 = 148 mm tebal 150 mm
Beban-beban:
- berat sendiri pelat : 0,15 x 24 = 3,6 kN/m2
- berat penutup lantai : = 0,5 kN/m2
qD = 4,1 kN/m2
qu = 1,2qD + 1,6qL = 1,2 x 4,1 + 1,6 x 2,5 = 8,92 kN/m2
Momen lapangan :
Mu = 1/8 qu l2 = 1/8 x 8,92 x 42 = 17,84 kNm
d h
Beton decking 20 mm
tulangan 10 mm
Tinggi efektif : d = 150 – 20 – (½ x 10) = 125 mm
Penulangan Lapangan
Mu 17,84
Mn 22,30 kNm
0,80
Mn 22,3 106
Rn 1,427 MPa
bd 2 1000 (125) 2
fy 240
m 14,12
0,85 f'c 0,85 20
1 2 m Rn
ρ 1 1
m fy
1 2 14,12 1,427
ρ 1 1 0,00622
14,12 240
1,4 1,4
ρ min 0,00583
f y 240
ρ max 0,75b
0,85 f 'c 600
max 0,75 1
fy (600 f y )
0,85 20 600
max 0,75 0,85 = 0,03225
240 (600 240)
min < < max under-reinforced
Penulangan Tumpuan:
Mu 5,95
Mn 7,4375 kNm
0,80
Mn 7,4375 106
Rn 0,476 MPa
bd 2 1000 (125) 2
1 2 m Rn
ρ 1 1
m fy
1 214,12 0,476
ρ 1 1 0,002
14,12 240
As = b d = 0,002 x 1000 x 125 = 252 mm2
Dipasang tulangan 8-150 (Ast = 333 mm2)
Dipasang tulangan bagi 8-250
Catatan :
Tulangan momen tak terduga dan tulangan bagi tidak perlu dibandingkan dengan min.
8 - 150 8 - 150
10 - 200
10 - 200
1/5 L 1/5 L
d
h
Penyelesaian :
Perhitungan dilakukan 1 m lebar pias.
Syarat-syarat batas dan bentang teoritis :
lx = Lx + (2 x ½ b) = 3760 + (2 x ½ x 240) = 4000 mm
ly = Ly + (2 x ½ b) = 6160 + (2 x ½ x 240) = 6400 mm
ly/lx = 6400/4000 = 1,60.
Tebal pelat (hmin) = lx/20 = 4000/20 = 200 mm
Beban-beban :
- berat sendiri pelat : 0,20 x 24 = 4,8 kN/m2
- berat penutup lantai (tegel + spesi) = 0,8 kN/m2
qD = 5,6 kN/m2
qu = 1,2qD + 1,6qL = 1,2(5,6) + 1,6(6,0) = 16,3 kN/m2
ds h
fy 240
m 18,82
0,85 f'c 0,85 15
1 2 m Rn
ρ 1 1
m fy
1 2 18,82 1,072
ρ 1 1 0,0047
18,82 240
1,4 1,4
ρ min 0,00583
f y 240
ρ max 0,75b
0,85 15 600
max 0,75 0,85 = 0,0242
240 (600 240)
fy 240
m 18,82
0,85 f'c 0,85 15
1 2 m Rn
ρ 1 1
m fy
1 2 18,82 0,536
ρ 1 1 0,0023
18,82 240
Astix = b d = 0,0023 x 1000 x 155 = 357 mm2
Dipasang tulangan 10-200 (Ast = 392 mm2)
1 2 18,82 0,220
ρ 1 1 0,000925
18,82 240
8-300
1/5 lx
1/5 lx 1/5 lx
10-180
10-180
10-200 10-200
10-170
10-170
8-300
8-300
1/5 lx
8-300
2. Nawy, Edward G. (1996). Beton Bertulang (Suatu Pendekatan Dasar). Diterjemahkan oleh :
Bambang, S. PT Eresco, Bandung.
3. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
4. Wahyudi dan Rahim (1999). Struktur Beton Bertulang (Standar Baru SNI T-15-1991-03).
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
5. Wang dan Salmon (1993). Disain Beton Bertulang. Diterjemahkan oleh Binsar Hariandja,
Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
8. Anonim. 1991. SKSNI T15-1991-03 tentang Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
10. Gideon Kusuma & W.C. Vis. 1993. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang. Iswandi
Imran. 2001. Struktur Beton I. Bandung : ITB.
11. Nawy, E.G., 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar (alih bahasa Bambang
Suryoatmono). Bandung : Refika Aditama.