Teori Rekayasa Jalan
Teori Rekayasa Jalan
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah untuk mendapatkan
keseragaman dalam merencanakan geometrik jalan antar kota guna menghasilkan
geometrik jalan yang memberikan keamanan dan kenyamanan kepada para
pengguna jalan.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari perencanaan geometrik jalan adalah untuk dapat
merencanakan geometrik jalan yang memberikan kelancaran, keaman dan
kenyamanan bagi pengguna jalan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpula dari laporan perencanaan geometrik jalan raya adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratnya pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi
fungsi dasar dari jalan yaitu pelayanan yang optimal pada arus lalu lintas
2. Yang menjadi dasar perencanaan geometrik jalan adalah sift gerakan dan
ukuran kendaraan, sifat pengemudi dan karateristik arus lali lintas
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam tugas besar perencanaan
geometrik jalan yaitu diharapkan kedpada para asisten untuk lebih mengontrol
dan memantau para praktikan untuk lebih fokus dalam menyelesaikan laporan
agar laporan sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat selesai sesuai waktu
yang telah diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Landai maks. ( % ) 3 4 5 6 7 8 10 12
Panjang kritis (m) 480 330 250 200 170 150 135 120
PTV
PLV
Q PTV
EV
PPV
2. Landai maksimum
Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan
mobil penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan
kendaraan truk yang terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini
dapat terlihat dari berkurangnya kecepatan jalan kendaraan atau mulai
dipergunakannya gigi rendah.
Kelandaian tertentu masih dapat diterima jika kelandaian tersebut
mengakibatkan kecepatan jalan tetap lebih besar dari setengah keepatan
rencana. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap
arus lalu lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana
tertentu. Bina Marga (luar kota) menetapkan kelandaian maksimum seperti
pada tabel 5.1, yang dibedakan atas kelandaian maksimum stndar dan
kelandaian maksimum mutlak.
Jika tidak terbatasi oleh kondisi keuangan, maka sebaiknya
dipergunakan kelandaian sandar. AASHTO membatasi kelandaian maksimum
berdasarkan keadaan medan apakah datar, perbukitan ataukah pegunungan.
2.4. SUPERELEVASI
Superelevasi adalah kemiringan melintang permukaan pada lengkung
horizontal. Superelevasi bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan
untuk mengimbangi gaya sentrifugal. Semakin besar superelevasi, semakin besar
komponen berat kendaraan yang diperolaeh.
Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan raya
dibatasi oleh beberapa keadaan sbb :
keadaan cuaca
jalan yang berada didaerah yang sering turun hujan
keadaan medan, daerah datar nilai superelevasi lebih tinggi daripada daerah
perbukitan.
keadaan lingkungan, perkotaan atau luar kota. Superelevasi maksimum
sebaiknya lebih kecil di perkotaan daripada luar kota.
komposisi jenis kendaraan dari arus lalu lintas.
Nilai-nilai e maksimum :
untuk daerah licin atau berkabut, e maks = 8 %
daerah perkotaan, e maks = 4-6 %
dipersimpangan, e maks sebaiknya rendah, bahkan tanpa superelevasi.
AASHTHO menganjurkan, e maks = 0,04; 0,06; 0,08; 0,10 dan 0,12
Bina Marga menganjurkan, jalan luar kota untuk V rencana= 30 km/jam e
maks =8 %, V rencana > 30 km/jam e maks = 10 %,
Bina Marga menganjurkan, e maks untuk jalan di perkotaan = 6 %
1. Tanah Dasar
Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan tanah galian atau
permukaan tanah timbunan yang merupakan dasar untuk perlerakan bagian-
bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan dari konstruksi perkerasan
jalan ini tergantung dari sifat-sifatnya dan daya dukung dari tanah dasar.
3. Lapisan Pondasi
Lapisan pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah. Bahan-bahan untuk lapisan pondasi
umumnya dibutuhkan keawetan dan kekuatan tertentu agar mampu mendukung
beban dari roda kendaraan. Bermacam-macam bahan alam atau bahan setempat
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil, pasir
ataupun campuran-campuran dari padanya atau dengan ataupun bahan stabilitasi
(aspal, kapur, PC) yang masing-masing akan bervariasi pula dari segi derajat
kekuatan.
4. Lapis Permukaan
Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan paling atas. Bahan-bahan untuk
lapis permukaan umumnya sama dengan bahan-bahan lapis pondasi, hanya dalam
lapis permukaan membutuhkan persyaratan mutu yang lebih tinggi serta
penambahan aspal agar lapisan tersebut dapat bersifat kedap air dan memberikan
tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban
roda lalu lintas.
13. As Tunggal
As tunggal adalah suatu as dengan dua roda atau dengan empat roda.
14. As Tandem
As tandem adalah as yang berdekatan, yang berjarak paling dekat 100 cm,
paling jauh 240 cm dan dilengkapi sedemikian rupa sehingga keduanya bekerja
sama dan merupakan suatu kesatuan.
1. GALIAN ( CUT )
Tanah galian yang akan digunakan untuk timbunan pertama harus
dibersihkan dari tumbuh-tumbuhan dan lapisan humus. Dapat atau tidaknya
material ini dipakai untuk timbunan dilakukan dengan pengetesan di
laboratorium. Teknis penggaliannya adalah sebagai berikut : setiap akan
berhenti pekerjaan, diusahakan agar apabila akan turun hujan, air tidak akan
tergenang. Setelah sampai pada permukaan yang dikehendaki (Sub Grade)
dilakukan pengecekan elevasi dan dipadatkan, kemudian ditest oleh Soil
Material Enginer (Sub Grade Preparation) dan kemudian dapat diteruskan
kelapisan Sub Grade.
2. TIMBUNAN ( FILL )
Materialnya dapat dipakai dari hasil galian (cut) yang termasuk dalam
rencana (Common Excavation). Dapat tidaknya material ini dipakai untuk
badan jalan harus ditest di laboratorium atau mendapat persetujuan dari SOIL
MATERIAL ENGINEER. Sebelum dilakukan penimbunan harus dibuat
profil (patok-patok, ketinggian, kemiringan 0 dari daerah yang akan
dikerjakan). Setelah diketahui dengan pasti daerah yang akan dikerjakan serta
siap segala peralatannya, maka dapat dilakukan pekerjaan :
Clearing And Grubbing
Yaitu pekerjaan pemotongan pohon-pohon besar dan kecil.
Top soil And Stripping
Pembuangan humus dan lapisan atas akar kayu, biasanya setebal 10 –
30 cm.
Compaction Of fondation Of Embarkment
Pemadatan tanah dasar sebelum dilakukan pernimbunan. Lapisan ini,
perlu ditest (Density test of proff rooling test), kemudian dilakukan
penimbunan. Penimbunan dilakukan lapisan demi lapisan (Layer By
Layer) setebal ± 20 cm dan dipadatkan. Alat yang digunakan untuk
memadatkan dapat digunakan Motor Grader dan Buldozer. Untuk
pemadatan digunakan Road Roller, Tandem Roller, Mac Adam Roller,
Tire Roller Sheep, Foot Roller atau Fibrating Roller. Memilih atau
menentukan pemakaian alat dengan melihat medan atau lapangan kerja,
jenus dan keadaan material. Setelah ketinggian dianggap cukup, maka
pekerjaan selanjutnya dapat diteruskan. Untuk penentuan ketinggian ini
dilakukan oleh surveyor sedangkan pengetesan di laboratorium (Soil
Material Engineer), setelah itu diteruskan pekerjaan selanjutnya.
3. SUB BASE
Sesudah lapisan Sub Grade betul-betul telah memenuhi syarat elevasi dan
kepadatan, kita memulai pekerjaan Sub Base Course.
Pertama-tama ditentukan patok-patok untuk mencapai ketebalan yang
dikehendaki. Diperlukan minimal 5 titik menurut potongan melintang dan dengan
jarak maksimum 25 meter menurut potongan memanjang. Setelah selesai
pemasangan patok-patok untuk menetukan ketinggian/tebalnya, maka material
Sub base dapat didatangkan ke lapangan. Pemasangan patok harus cukup kuat
dan dilindungi oleh material Sub Base tersebut. Sebagai toleransi ketinggian
untuk mencapai ketinggian yang diinginkan, maka setelah dipadatkan dilebihkan
± 15% dari yang kita perlukan.
1. Pencampuran dan penghamparan
a. Dengan cara peralatan tidak berjalan (stasioner). Air dan agregat harus
dicampurkan dengan alat pencampuran yang sudah disetujui oleh redaksi.
Selama pencampuran jumlah air harus diatur agar diperoleh kadar air
yang sesuai dengan yang diperlukan untuk pemadatan. Setelah
pencampuran, jumlah air harus diatur agar diperoleh kadar air dalam batas
yang disyaratkan dan harus dihampar dengan alat yang disetujui.
b. Dengan cara alat berjalan (mobil). Setelah bahan untuk tiap lapis
dihampar dengan mesin penebar agregat atau mesin lain yang telah
disetujui oleh direksi. Pencampuran dilakukan dengan mesin pencampur
berjalan sehingga campuran merata. Selama pencampuran jumlah air
harus sesuai dengan yang disyaratkan.
c. Dengan cara pencampuran ditempat. Setelah bahan untuk setiap lapis
dihampar, sambil menakar kadar airnya, bahan dicampur dengan Motor
Grader atau mesin alih yang disetujui direksi.
Bahan lapis pondasi bawah harus dihamparkan dan dipadatkan lapis demi
lapis sedemikian rupa sehingga dapat dicapai kepadatan maksimum yang
disyaratkan. Tabel lapusan tidak boleh lebih dari 25 cm. Apabila
diperlukan pemadatan-pemadatan lebih dari satu lapis, penghamparan
lapis selanjutkan dilakukan setelah lapisan sebelumnya dipadatkan.
Penghamparan bahan harus menggunakan alat yang memberikan hasil
yang seragam. Penempatan bahan yang akan dihampar harus dengan
jumlah dan jarak yang tepat agar pemadatan dapat dilakukan sesuai
dengan gambar rencana. Apabila dilakukan pembongkaran tersebut harus
dilakukan pada seluruh lebar dan tebal lapisan agar tidak menimbulkan
kepadatan yang tidak seragam.
2. Pemadatan
Prinsip pemadatan harus dimulai dari pinggir yang terendah ke
tengah/tinggi. Setelah diratakan permukaannya dengan Road Roller. Sesudah
cukup padat dilihat dengan pandangan mata, sebelum meneruskan pekerjaan
selanjutnya, elevasi oleh surveyor dan kepadatannya ditest (Density Test Ole
Material Engineer / laboratorium). Apabila lebih memenuhi syarat untuk
kedua hal ini (elevasi dan kepadatan) secara tertulis, baru dapat dilaksanakan
pekerjaan selanjutnya yaitu Base Course.
4. BASE COURSE
Seperti pada pekerjaan Sub Base Course, pekerjaan Base Course pada
prinsipnya sama saja, yaitu :
Pemukaan Sub Base Course harus telah rata dengan rapat,
Dipasang patok-patok untuk pedoman ketinggian (dalam arah melintang 5
patok dan dalam arah memanjang dengan jarak maksimum setiap 25
meter),
Toleransi ketinggian diambil ± 1 cm, dilebihkan dari tinggi yang diperlukan,
Semua material tersedia di lapangan kerja dengan volume yang diperlukan.
5. PRIMING
Apabila pekerjaan priming ini dilaksanakan, base coursenya harus
memenuhi syarat yang dikehendaki, bauk ketinggian maupun kepadatannya. Perlu
dijaga hal sebagai berikut : permukaaan harus bersih dari kotoran serta kering.
Alat untuk membersihkan adalah composer, sapu lidi dan karung goni, power
blow. Pemakaian dilihat dari kotoran yang melekat pada Base Course tersebut.
Setelah ini selesai baru dipersiapkan alat-alat untuk priming berupa distribusi
aspal. Langkah selanjutnya adalah penyemprotan (Priming) dengan aspal (MC
70).
II.Peralatan Lapangan
a. Mesin Penghampar (Asphalt Finisher)
Alat ini berfungsi untuk menghamparkan campuran ke permukaan. Finisher ini
prinsipnya mempunyai dua bagian utama, yaitu :
Hopper, yaitu bagian yang menerima panas dari alat angkut.
Screed, berfungsi meratakan serta sedikit pemadatan dan untuk
menentukan tebal lapisan perkerasan yang kita perlukan.
d. Dump Truck
Adalah sebuah truk dimana bak materialnya dapat menuang sendiri dengan
dikendalikan supir dari dalam truk. Fungsi alat ini untuk mengangkut campuran
dari AMP ke lokasi penghamparan.
e. Asphalt Sprayer
Alat ini berfungsi untuk menyemprotkan Tack Coat.
f. Compressor
Fungsinya untuk membersihkan permukaan yang akan dilapisi dari kotoran dan
debu atau bahan pengotor lainnya.
h. Tangki air, berfungsi untuk membasahi roda alat pemadat agar campuran tidak
menempel pada roda.
b. Dryer (pengering)
Alat pengering ini berbentuk silinder, merupakan tabung berputar dilengkapi
dengan burrer sebagai penyembur api guna mengeringkan serta memanaskan
agregat. Agar pengaliran agregat dapat berjalan dengan lancar setelah mencapai
temperatur yang disyaratkan, maka kedudukan silinder dimiringkan dengan sudut
tertentu mengarah ke buffer.
c. Screen (Saringan)
Komponen saringan terletak pada bagian yang paling atas, terdiri dari
beberapa saringan dengan ukuran yang berbeda-beda. Bentuk saringan tergantung
dari kapasitas pengolahan, untuk AMP dengan produk kecil, bentuk saringan
berupa silinder berputar disusun berderetan dari saringan yang bersusun halus
sampai dengan ukuran kasar. Untuk produk yang besar, saringan disusun secara
bertingkat dimulai dari saringan berukuran kasar sampai yang paling halus.
Gerakan saringan dilakukan dengan system getaran (Vibrating), agar
memudahkan pemisahan agregat menurut diameter lubang saringan dengan fungsi
sebagai berikut :
Saringan paling atas memisahkan dan membuang agregat yang paling
besar atau bahan lainnya yang dibutuhkan melalui corong pembuang.
Saringan yang dibawahnya menyaring untuk dipisahkan menurut yang
dikehendaki, dan selanjutnya akan tertuang ke Hot Bin. Demikian
seterusnya sampai diperoleh gradasi campuran yang dikehendaki.
Sebagai alat pengotrol terakhir gradasi campuran.
f. Aspal Tank
Bagian ini digunakan untuk menyimpan aspal yang dilengkapi dengan
pemanas dengan menggunakan pipa-pipa minyak yang panas, atau dengan pipa
api (Burner). Aspal yang telah dipanaskan dengan temperatur tertentu
disemprotkan dengan menggunakan pompa. Pemanas aspal yang dikontrol dengan
termometer tertentu tergantung pada tingkat penetrasinya. Temperatur yang
diizinkan dari dari aspal tank. Untuk mengetahui jumlah aspal yang diperlukan,
disediakan alat-alat yang bekerja dengan system timbangan atau meter, setiap alat
tersebut harus diperiksa agar kecepatan pengaliran atau jumlah aspal tetap dalam
batas-batas spesifikasi.
g. Mixer
Mixer atau Pugmil merupakan tempat pengadukan dari material-material
campuran. Pintu yang di bawah mixer harus terkunci dengan rapat selama proses
pencampuran berlangsung. Pintu kini baru dibuka setelah dicapai homogenitas di
dalam mixer. Untuk aspal minyak biasanya didalam 30 detik.
Prosedur Pengolahan Campuran di AMP
Pelaksanaan pengolahan campuran di AMP merupakan suatu hal yang ikut
menentukan mutu campuran, terutama yang menyangkut komposisi dan homogenitas
campuran. Sebelum Proses pencampuran, terlebih dahulu dilakukan persiapan-
persiapan material yang kan digunakan, juga pemeriksaan komponen-komponen
AMP, apakah sudah siap berproduksi sebagaimana mestinya. Setelah semuanya
memenuhi maka proses pengolahan campuran segera dimulai. Adapun proses-proses
pengolahan dengan menggunakan AMP tipe Batch Plant adalah sebagai berikut :
a. Fraksi agregat halus (pasir) haruslah sekering mungkin, sebelum dimasukkan
ke dalam Cold Bin sudah sedemikian rupa sehingga dapat mengalir baik
melalui pintu, setelah diadakan kalibrasi. Pengaturan bukaan pintu ini sangat
penting agar agregat yang sudah ada pada Belt Conveyor memenuhi
persyaratan.
b. Agregat (pasir) yang diangkut oleh Belt Coveyor diterima oleh Cold Elevator
menuju ke atas untuk dituang pada Dryer. Burner yang ada pada Dryer dengan
semburan api mengeringkan dan memanaskan agregat temperatur 150° C -
175° C. Hal ini perlu diperhatikan untuk memperoleh pengeringan dan
pemanasan agregat yang merata, agar dapat diselimuti oleh aspal secara
merata. Kecepatan dan jumlah pengaliran harus tetap jangan sampai
melampaui kemampuan Dryer. Dalam proses pengeringan ini agregat yang
dipanaskan tetap terpisah dari debu dan gas. Agregat panas diteruskan ke Hot
Elevator, sedangkan debu dan gas dihisap oleh Exhousepan, dimana debu
dikumpulkan untuk diserap pada Dust Collector dan gasnya dikeluarkan
melalui cerobong gas.
c. Agregat panas tadi kembali bercampur dengan debu pada Hot Elevator untuk
diangkut ke atas untuk menuju ke Screen. Kapasitas saringan harus lebih besar
dari pada kemampuan pemanas Dryer, agar tidak terjadi bertumpuknya agregat
di atas saringan. Saringan ini digerakkan dengan sistem getaran, disusun secara
bertingkat dengan diameter lubang berbeda-beda. Penyaringan yang paling atas
memisahkan dan membuang agregat yang tidak dikehendaki melalui corong
pembuang. Disini masih dapat dikontrol gradasi pasir yang digunakan, apakah
masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan/ditetapkan.
d. Agregat yang telah melalui penyaringan masuk ke dalam Hot Bin. Ukuran
Hot Bin haruslah sedemikian rupa, sehingga dapat memenuhi berat agregat
yang dibutuhkan untuk satu kali pengolahan campuran. Bilamana jumlahnya
berlebihan maka secara otomatis agregat tersebut terbuang.
e. Filter Bin yang akan ditambahkan harus memperhitungkan kadar filter yang
ada pada Hot Bin.
f. Bila berat material sudah memenuhi komposisi campuran maka pintu Hot
Bin, Filter Bin, dan Aspal Weight Hopper akan menutup secara otomatis dan
material-material campuran akan dituang ke dalam mixer. Material diaduk
sedemikian rupa sehingga agregat terselimuti aspal secara merata. Hal yang
perlu diperhatikan adalah temperatur campuran pada saat keluar dari mixer
untuk dituang ke dalam Dump Truck harus mencapai 140° C sampai 160° C.
Usahakan agar jarak jatuhnya campuran sedekat mungkin dan tidak
membentuk kerucut yang tinggi, ini dapat dilakukan dengan menggerakkan
untuk mecegah segregasi. Untuk mencegah penurunan temperatur yang terlalu
besar pada saat campuran diangkut kelapangan maka Dump Truck harus
dilengkapi dengan penutup terpal.
PENINGKATAN MUTU JALAN LAMA (EXISTING ROAD)