Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Ketika iblis mengatakan ia lebih baik dari Nabi Adam ‘alaihis salam karena ia
diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam dari tanah dan saat iblis
diperintahkan Allah untuk sujud kepada Nabi Adam, ia pun enggan dan
sombong, maka ketahuilah, dua kesesatan inilah yang sering menghiasi
hidup manusia, yakni karena memiliki berbagai kelebihan, lalu merasa
dirinya superior diatas orang lain serta memandang remeh mereka.
Orang yang rendah hati atau tawadhu’ akan menghindari sifat memandang
rendah orang lain, justru ia akan memuliakan manusia dengan ucapan dan
perbuatan yang diridhai Allah. Karena tawadhu’ merupakan akhlak para
Rasul dan para generasi Salafus Sholeh. Allah akan memuliakan dan
mencintai orang yang rendah hati.
Padahal para anbiya’ dan salaf, mereka memiliki hati yang lebih bersih
dibandingkan orang-orang setelahnya, tetapi karakter rendah hati tetap
mendominasi kepribadian mereka. Padahal dari sisi ilmu agama, mereka ahli
ibadah, dan akhlaknya –masya Allah– sangat santun dan simpatik. Meski
demikian, rasa takut pada Allah dan adzab neraka senantiasa membayangi
hidup mereka dan seakan-akan mereka belum beramal sholih secara
maksimal.
Bakr bin ‘Abdillah berkata : “Apabila kamu melihat orang yang lebih tua
daripada dirimu, maka katakanlah : “ Orang ini telah mendahului dengan
iman dan amal shalih, sehingga dia lebih baik daripada aku”, apabila kamu
melihat orang yang lebih muda daripada dirimu maka katakanlah, “Aku telah
mendahului menuju perbuatan dosa dan maksiat sehingga dia lebih baik
daripada aku”. (Shifatus – Shofwah : 3 / 248 ).
Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali, dalam At-Tawadhu’ fi Dhauil Qur`anil Karim
was Sunnah Ash-Shohihah, hal. 28 mengatakan ungkapan yang sangat
menarik bahwa substansi tawadlu’, ialah dengan menghargai orang lain.
Orang berakal, ketika ia melihat orang lain yang lebih tua darinya, maka ia
bersikap tawadhu’ terhadapnya, sembari berkata: “Dia telah mendahului
dalam Islam “. Bila ia menjumpai seorang yang lebih muda usianya darinya,
ia pun bersikap tawadhu’ kepadanya sembari berbisik: “Aku telah
mendahuluinya dalam berbuat dosa”.
Dia tidak menghina siapapun sebab, seorang hamba yang tawadhu’ tidak
melihat dirinya memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan orang lain.
Diapun melihat orang lain, tidak membutuhkannya dalam masalah agama
atau dunia. Seseorang tidak meninggalkan tawadhu’ , kecuali saat
kesombongan mencengkeram jiwanya, dan ia tidak arogan kepada orang
lain kecuali saat ia takjub dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sombong
adalah menghina orang lain, sehingga dapatlah
disimpulkan, tawadhu’ tercermin pada penghormatan kepada orang lain.
———–
Ketika iblis mengatakan dirinya lebih baik dari Nabi Adam as karena ia diciptakan
dari api, sedangkan Nabi Adam dari tanah dan saat iblis diperintahkan Allah untuk
sujud kepada Nabi Adam, ia pun enggan dan sombong, maka ketahuilah, dua
kesesatan inilah yang sering menghiasi hidup manusia, yakni karena memiliki
berbagai kelebihan, lalu merasa dirinya superior, merasa derajatnya di atas orang
lain serta memandang remeh mereka.
Orang yang rendah hati (tawadhu’) akan menghindari sifat memandang rendah
orang lain, justru ia akan memuliakan manusia dengan ucapan dan perbuatan yang
diridhai Allah.
Karena tawadhu’ merupakan akhlak para Rasul, maka pasti Allah akan memuliakan
dan mencintai orang yang rendah hati. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
hadis, “Tidaklah Allah menambah pada seorang hamba yang memaafkan kecuali
kemuliaan. Dan tidaklah seseorang rendah hati karena Allah, kecuali Allah akan
meninggikan orang tersebut”. (HR. Muslim)
Banyak orang menyangka rendah hati identik dengan menghinakan diri, padahal
sehebat apapun manusia ia pasti pernah berbuat salah atau dosa. Mereka merasa
amalannya banyak lantas memandang dirinya lebih baik daripada orang lain.
Padahal para anbiya’ dan salaf, mereka memiliki hati yang lebih bersih dibandingkan
orang-orang setelahnya, tetapi karakter rendah hati tetap mendominasi kepribadian
mereka. Padahal dari sisi ilmu agama, mereka ahli ibadah, dan akhlaknya sangat
santun dan simpatik. Meski demikian, rasa takut kepada Allah dan azab neraka
senantiasa membayangi hidup mereka dan seakan-akan mereka belum beramal
shalih secara maksimal.
Ulama akhlak juga kerap menyatakan, “Apabila kamu melihat orang yang lebih tua
daripada dirimu, maka katakanlah, ‘Orang ini telah mendahului dengan iman dan
amal shalih, sehingga dia lebih baik daripada aku’, apabila kamu melihat orang yang
lebih muda daripada dirimu maka katakanlah, ‘Aku telah mendahului menuju
perbuatan dosa dan maksiat sehingga dia lebih baik daripada aku’”.
Alangkah indahnya sikap rendah hati ini! Sedangkan kebalikannya adalah sombong,
yang sering membuat manusia mengingkari kebesaran Allah, menolak kebenaran
dan membanggakan dirinya dengan tujuan ‘ujub. Itulah karakter buruk yang sangat
dilarang semua Rasul-Nya dan akan berakibat fatal dan justru merugikan hidup
manusia di dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Asy-Syu’ara`: 215
Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam sikap rendah hati. Betapa
ketawadhu’an beliau ketika bergaul, berinteraksi dengan sahabatnya, tanpa pernah
menghinanya. Jaminan surga kepada beliau tak menghalanginya untuk selalu
memperbanyak doa, shalat, puasa dan amal shalih lainnya. Beliau senantiasa
memotivasi umatnya untuk terus memperbaiki hatinya, memperbanyak ilmu,
meningkatkan kualitas iman dan amal shalih sampai meninggal dunia.
Dia tidak menghina siapapun sebab, seorang hamba yang tawadhu’ tidak melihat
dirinya memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan orang lain. Diapun melihat
orang lain, tidak membutuhkannya dalam masalah agama atau dunia. Seseorang
tidak meninggalkan tawadhu’, kecuali saat kesombongan mencengkeram jiwanya,
dan ia tidak arogan kepada orang lain kecuali saat ia takjub dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa sombong adalah menghina
orang lain, sehingga dapatlah disimpulkan, tawadhu’ tercermin pada penghormatan
kepada orang lain.
Tawadhu’ artinya merendahkan diri atau rendah hati. Tawadhu atau rendah hati merupakan
sebuah akhlak dalam Islamyang tergolong kedalam akhlak terpuji. Tawadhu dalam Islam berarti
seseorang menempatkan dirinya lebih rendah dihadapan Allah dan hamba-hamba Allah SWT.
ads
Orang yang memiliki sikap tawadhu’ tidak akan menyombongkan dirinya kepada siapapun dan selalu
beranggapan dan memandang bahwa orang lain lebih hebat dari dirinya. Dan orang yang
bersikap tawadhu’ akan mau menerima setiap kebenaran dan tunduk kepada kebenaran tersebut,
meskipun kebenaran itu datangnya dari seorang anak kecil atau seseorang yang dia musuhi. Apabila
seseorang tidak dapat menerima kebenaran yang datang padanya dari seseorang yang lebih lemah
darinya maka orang tersebut menyombongkan diri kepada Allah SWT. karena segala kebenaran
datangnya dari Allah yang Maha Benar (Al-Haq).
Allah SWT. pun telah memerintahkan manusia untuk bertawadhu’ dan melarang manusia untuk
menyombongkan dirinya dimuka bumi ini.
“Dan janganlah engkau berjalan dimuka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau
tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.”
Dalam ayat tersebut, Allah SWT. telah memperingatkan manusia agar tidak menyombongkan dirinya,
karena manusia tidak mampu menembus bumi dan menjulang setinggi gunung, jadi atas apa
manusia menyombongkan dirinya?
Dan sesungguhnya orang-orang yang termasuk sebagai hamba Allah SWT. adalah mereka yang
tidak menyombongkan dirinya dan berjalan dibumi dengan rendah hati dan meskipun orang-orang
yang dia tahu lebih bodoh darinya menyapanya dengan kata-kata yang menghina maka dia tetap
merendahkan hatinya dan menngucapkan salam kepada mereka. Seperti yang dikatakan Allah dalam
(QS. Al-Furqan ayat 63), Allah berfirman :
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan dibumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang
menghina), mereka mengucapkan, “salam”.
Seperti yang kita tahu, segala perkara yang ada dalam Islam pasti memiliki keutamaan dan
keburukan bagi yang melakukannya, dan dalam perkara rendah hati, seseorang yang melakukan
atau memiliki sikap rendah akan mendapatkan beberapa keutamaan dari sikap rendah hati.
Dalam (HR. Muslim), Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak akan masuk surga siapa yang dalam
hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar zarrah.”
Dari hadits tersebut dapat kita ketahui, bahwa orang yang rendah hati akan masuk surga dan barang
siapa yang menyombongkan dirinya walaupun hanya sedikit saja maka dia tidak masuk surga.
2. Mencegah agar seseorang tidak berbangga diri atau sombong
“Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seeorang pun
yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zhalim pada yang lain.” (HR.
Muslim)
Dalam hadits tersebut dikatakan, bahwa Allah mewahyukan kepada Rasulullah agar manusia saling
merendahkan dirinya agar terhindar dari sikap sombong atau berbangga diri.
“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain,
melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena
Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah SWT. akan menambah kemuliaan kepada orang
yang memaafkan orang lain dan Allah pun akan mengangkat derajat orang yang merendahkan
dirinya atau tidak menyombongkan dirinya dihadapan Allah maupun hamba-Nya.
Orang menjadi segan dan hormat kepada kita karena tahu kelebihan yang kita miliki, namun kita
tetap rendah hati dan tidak menyombongkan diri.
Orang-orang akan lebih senang kepada orang yang selalu merendahkan dirinya ketimbang dengan
orang yang selalu membanggakan atau menyombongkan dirinya, mereka akan merasa kesal dan
sebal kepada orang yang selalu menyombongkan dirinya.
Orang yang selalu bertawadhu’ bukan hanya akan disenangi oleh orang-orang, namun juga akan
memiliki banyak teman, baik dilingkungan kerja, sekolah maupun masyarakat. Orang tidak akan risih
dan kesal berteman dengan orang yang selalu bersikap rendah hati dan rendah diri.
Orang yang selalu merendahkan dirinya, maka ia akan merasakan kedamaian dan ketenangan dalam
hatinya. Karena dia tidak perlu menyombongkan dirinya dihadapan orang lain dan tidak akan merasa
iri ketika ada orang lain yang lebih tinggi dan lebih hebat darinya.
Dari Al-Aswad, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda : Aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang
apa yang dikerjakan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ketika berada dirumah. Lalu Aisyah
menjawab :
“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang watu shalat maka beliau keluar
untuk melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Abu Bakar Ash-Shidi, ia berkata : “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa,
qana’ah(merasa cukup), muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah), dan kedudukan yang
mulia didapat dari sifat tawadhu’ .”
Rasulullah SAW. adalah seseorang yang selalu rendah diri dan rendah hati. Beliau tidak pernah
menyombongkan kemuliaan dan keistimewaannya. Dan bahkan beliau mau memberi salam kepada
anak kecil terlebih dahulu yang kedudukannya dibawah beliau.
Dari Anas, ia berkata : “Sungguh, Rasulullah biasa berkunjung kepada kaum Anshor. Lantas beliau
memberi salam kepada anak-anak kecil dan mengusap kepalanya.” (HR. Ibnu Hibban)
Dari beberapa keutamaan sikap tawadhu’ tersebut, dapat kita ketahui dengan jelas bahwasannya
rendah diri dan rendah hati memanglah sebuah perkara yang dianjurkan Allah SWT. dan terdapat
dalam sumber syariat Islam. Dan sebagai muslim yang baik, kita haruslah senantiasa
bersikap tawadhu’ agar termasuk kedalam golongan orang yang bertakwa kepada Allah SWT.