Anda di halaman 1dari 47

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFARK


MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ADENIUM RUMAH
SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
Ika Adelia Susanti, S.Kep.
NIM 142311101093

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
APRIL, 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) di


Ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada
Hari, Tanggal : Senin, 30 April 2018
Tempat : Ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 30 April 2018


Mahasiswa

Ika Adelia Susanti, S.Kep.


NIM 142311101093

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Adenium
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Nur Widayati, S.Kep., MN. Evi Ratnani Pujiasih, S.Kep.


NIP. 19810610 200604 2 001 NIK 203201006 2 19890320

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi Heart Failure (HHF)


di Ruang Adenium RDS dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada
Hari, Tanggal : Jumat, 4 Mei 2018
Tempat : Ruang Adenium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 4 Mei 2018 2018


Mahasiswa

Ika Adelia Susanti, S.Kep.


NIM 142311101093

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Adenium
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Nur Widayati, S.Kep., MN. Ns. Evi Ratnani Pujiasih, S.Kep.
NIP. 19810610 200604 2 001 NIK 203201006 2 19890320

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Anatomi Fisiologi Jantung ................................................................... 1
B. Infark Miokard Akut (IMA) ................................................................. 6
C. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA) .............................................. 7
D. Etiologi Infark Miokard Akut (IMA) ................................................... 9
E. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA) .................................. 14
F. Patofisiologi ......................................................................................... 14
G. Komplikasi ........................................................................................... 15
H. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 17
I. Penatalaksanaan ................................................................................... 20
J. Clinical Pathway .................................................................................. 25
K. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 27
a. Pengkajian/Assesment .................................................................... 27
b. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 32
c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 34
d. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 41
e. Discharge Planning ....................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42

iv
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Oleh : Ika Adelia Susanti, S.Kep

A. Anatomi Fisiologi Jantung


Jantung adalah organ berotot yang berongga dan berbentuk kerucut yang
memiliki berat ± 300 gram ( sebesar kepalan tangan). Jantung terletak di rongga
toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di sebelah
anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior. Jantung memiliki
pangkal yang lebar di sebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut
apeks di dasar (Price, 2005). Jantung memiliki 3 lapisan dinding yaitu
endokardium, miokardium, dan perikardium. Ketiga lapisan dinding dapat
dijelaskan sebagai berikut (Muttaqin, 2009).
1. Perikardium
Perikardium berupa kantong yang melipat dan membentuk rongga
perikardium. Rongga ini berisikan cairan sehingga memudahkan kontraksi
jantung. Bagian perikardium yang melekat ke miokardium disebut
perikardium visceral atau epikardium, sedangkan bagian yang melekat ke
struktur lain di rongga thorax disebut perikardium parietal. Epikardium
tersusun atas lapisan epitel skuamous selapis (mesotel) dan jaringan ikat
longgar tipis. Mesotel berperan dalam sekresi cairan perikardium.
2. Miokardium
Miokardium merupakan lapisan dinding jantung paling tebal yang tersusun
atas sel-sel otot jantung. Terdapat 2 jenis serabut pada lapisan miokardium
yaitu serabut kontraktil yang berfungsi untuk kontraksi jantung, dan
serabut sistem konduksi yang merupakan modifikasi serabut otot jantung..
Lapisan miokardium juga memiliki serabut konduksi yang merupakan
modifikasi otot jantung. Sistem konduksi jantung tersusun atas nodus
sinoatrial (SA) yang berperan sebagai pacemaker dan terletak di dinding
posterior atrium kanan, nodus atrioventrikular (nodus AV) dan berkasnya
(berkas atrioventrikular/berkas His) yang berlanjut menjadi serabut Purkinje

1
ke arah ventrikel. Diantara serabut miokardium terdapat serabut saraf otonom
simpatis dan parasimpatis yang mempengaruhi frekuensi denyut dan irama
jantung, serta ujung saraf bebas yang berhubungan dengan sensibilitas dan
berperan dalam munculnya nyeri (angina pectoris).
3. Endokardium
Endokardium, merupakan lapisan dinding jantung paling tipis. Terdiri atas
selapis sel endotel gepeng diatas lapisan tipis jaringan ikat longgar yang
didominasi serabut kolagen dan elastin, dan beberapa sel otot polos. Di
bawah endokardium terdapat lapisan subendokardium yang memisahkan
endokardium dengan miokardium. Lapisan ini lebih tebal dari
endokardium, terdiri atas jaringan ikat yang diantara serabutnya dapat
ditemukan vena, nervus dan di dinding ventrikel dapat ditemukan pula
serabut sistem konduksi jantung atau serabut Purkinje.
Jantung memiliki empat ruang yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2009).
1. Atrium Kanan
Atrium kanan memiliki lapisan dinding yang tipis berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah dari vena cava superior, inferior dan sinus koronarius dan
mengalirkan vens-vena sirkulasi sistemis ke dalam ventrikel kanan dan
kemudian ke paru-paru.
2. Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru melalui
vena pulmonaris. Tidak terdapat katup sejati antara vena pulmonalis dan
atrium kiri, sehingga darah akan mengalir kembali ke pembuluh paru-paru
bila terdapat perubahan tekanan dalam atrium kiri (retrograde). Atrium kiri
memiliki dinding tipis dan bertekanan rendah. Darah dari atrium kiri mengalir
ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitral.
3. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan memiliki bentuk yang unik yaitu bulan sabit yang berguna
untuk menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis. Oleh karena beban kerja
ventrikel kanan lebih rendah daripada ventrikel kiri mengakibatkan tebal

2
dinding ventrikel kanan hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel kiri.
Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan melalui katup
trikuspidalis.
4. Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi
tahanan sirkulsi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan
perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dengan bentuk yang
menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan tekanan tinggi
selama ventrikel berkontraksi. Bahkan sekat pembatas kedua ventrikel
(septum interventrikularis) juga membantu memperkuat tekanan yang
ditimbulkan oleh seluruh ruang ventrikel selama kontraksi. Pada saat
kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi dari
pada ventrikel kanan.
Katup jantung dibagi menjadi 2 yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar.
1. Katup atrioventrikuler
Katup ini terletak diantara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak antara
atrium kanan dan ventrikel kanan yaitu katup trikuspidalis. Katup yang
terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri yaitu katup mitral. Katup
anterioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium
ke ventrikel pada fase diastolik ventrikel (dilatasi) dan mencegah aliran balik
pada fase sistolik ventrikel (kontraksi).
2. Katup semilunar
Katup semilunar terdiri dari katup semilunar pulmonar dengan ventrikel
kanan dan katup semilunar aorta. Katup semilunar pulmonary terletak pada
arteri pulmonaris memisahkan pulmonaris dengan ventrikel kanan. Katup
semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup
semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke
arteri pulmonaris atau aorta selama fase sistolik ventrikel dan mencegah
aliran balik waktu diastolik ventrikel.

3
Jantung memiliki sistem konduktivitas jantung yang terdiri dari jaringan
khusus yang menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat
khusus yaitu:
1. Automatisasi (kemampuan menghasilkan suatu impuls secara spontan
2. Irama (pembentukan impuls yang teratur)
3. Daya konduksi (kemampuan untuk menyalurkan impuls)
4. Daya rangsang (kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang)
Adanya sifat tersebut jantung akan menghasilakn impuls-impuls yang disalurkan
melalui sistem hantar secara psontan dan teratur untuk merangsang miokardium
melakukan kontraksi. Impuls disalurkan dari nodus SA dan nodus AV hingga ke
serabut purkinje. Skema perjalanan impuls adalah sbeagai berikut
Tahap 1: Aktivitas nodus SA Tahap 2: Stimulus SA
menghasilkan stimulus menjalar melintasi
Waktu : 0 detik permukaan atrium
ke nodus AV
Waktu : 50 ml detik
Tahap 3: Sekitar 100 ml detik
stimulus bertahan di
nodus AV kontraksi
atrium dimulai
Waktu : 105 ml detik

Tahap 5: Impuls didistribusikan ke


serabut purkinje dan
disebarkan ke seluruh
ventrikel. kontraksi Tahap 4: Impuls menjalar di septum
atrium sudah selesai dan interventrikel bersama
kontraksi ventrikel dengan berkas his menuju
dimulai serabut purkinje
Waktu : 225 ml detik Waktu : 175 ml detik

4
Struktur pembuluh darah berbeda tergantung lokasi dan fungsinya. Secara
umum, lapisan pembuluh darah dapat dijabarkan sebagai berikut (Muttaqin,
2009):
1. Tunika intima
Tunika intima merupakan lapisan paling tipis dan paling dalam yang
kontak langsung dengan darah. Tersusun atas endotel selapis dengan
lapisan subendotel jaringan ikat longgar yang kadang mengandung otot
polos. Endotelium memiliki beberapa peran yaitu sebagai membran
semipermeable, produsen zat vasoaktif yang mempengaruhi tonus vaskular
seperti nitrogen oksida, endotelin dan lain-lain, konversi angiotensin I yang
berperan dalam regulasi tekanan darah, produsen faktor koagulasi,
produsen VEGF (vascular endothelial growth factor) yang berperan pada
angiogenesis.
2. Tunika media
Lapisan paling tebal yang tersusun atas lapisan konsentris otot polos. Di
antara sel otot polos terdapat berbagai serabut jaringan ikat, elastin, retikular
kolagen, substansi dasar, substansi dasar proteoglikan, glikoprotein. Tunika
media jauh lebih tebal pada dinding arteri, selain itu pada arteri,
terdapat lamina elastika eksterna yang serupa dengan lamina elastika interna
3. Tunika adventitia
Tersusun atas serat kolagen tipe I dan elastin. Lapisan ini lebih tebal
pada vena dan akan menyatu dengan stroma jaringan ikat organ.

Gambar bagian-bagian pembuluh darah

5
Pada jantung terdapat pembuluh darah arteri koronaria cordis yang
memperdarahi bagian-bagian jantung dan merupakan cabang dari aorta
decendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Arteri coronaria dextra
Arteri coronaria dextra muncul dari sinus aorticus anterior, mula-mula
berjalan ke depan kemudian ke kanan untuk muncul diantara truncus
pulmonalis dan auricula kanan, kemudian berjalan turun dan ke kanan
pada bagian kanan sulcus atrioventricularis menuju pertemuan margo
dextra dan inferior cordis. Untuk kemudian berputar ke kiri sepanjang
bagian belakang jantung sampai sulcus interventri cularis posterior,
dimana ia beranastomose dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang–
cabangnya adalah ramus interventricularis posterior dan ramus marginalis.
2. Arteri coronaria sinistra
Arteri koronaria sinistra muncul dari sinus aorticus posterior sinistra,
berjalan ke depan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra
kemudian membelok ke kiri menuju sulcus atrioventricularis, kemudian
berjalan ke belakang mengelilingi margo sinistra untuk berjalan bersama
sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis dimana ia akan
beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang arteri
koronaria sinistra adalah arteri interventricularis anterior dan arteri
sirkumflexa.
Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus ini
terletak dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh stratum
musculare atrium kiri. Sinus koronarius berakhir di atrium kanan, diantara
muara vena kava inferior dan ostium atrioventrikularis.

B. Infark Miokard Akut (IMA)


Infark adalah suatu keadaan kematian jaringan yang dapat disebabkan oleh
iskemia (Aoronson, 2010). Infark miokard akut (IMA) merupakan kondisi yang
dihubungkan dengan keadaan iskemia atau nekrosis pada bagian otot jantung yang
dapat terjadi jika sirkulasi ke daerah jantung tersumbat (Hartanto, 2000).

6
Gangguan alirah darah ke jantung dapat menyebabkan sel otot jantung mengalami
hipoksia. Iskemia dapat terjadi akibat oklusi dari arteri koroner yang
menyebabkan suplai darah kurang untuk memenuhi kebutuhan jantung dan dapat
mengakibatkan kematian sel otot jantung (Boyle dan Jaffe, 2009).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner
dan Sudarth, 2002). Infark miokard akut adalah rusaknya jaringan miokard
diakibatkan oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran
darah (Carpenito, 2012). Infark miokard adalah berkurangnya suplai darah satu
atau lebih arteri koroner yang menimbulkan iskemi otot jantung (Dongoes, 2000).
Infark miokard akut adalah rusaknya miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu (Suyono, 2010). Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang
berlangsung lebih dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang
irreversible dan kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price dan
Wilson, 2006).

C. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)


Menurut Rendi dan Margareth (2012) IMA dibedakan menjadi 2
berdasarkan lapisan otot yang terkena yaitu:
1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial
yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan
derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.
2. Infark Miokard Transmural Pada lebih dari 90% pasien infark miokard
transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di
daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih
jarang di temukan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner
Akut dibagi menjadi (PERKI, 2015):

7
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
ST-segment elevation myocardial infarction merupakan infark miokard
yang menyebabkan terbentuknya nekrosis miokardium akibat iskemia total.
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada elektrokardiografi (EKG). Infark miokard dengan elevasi segmen
ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri
koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan
primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan
marka jantung.
ST-segment elevation myocardial infarction terjadi ketika darah menurun
tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner. Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dapat terbentuk pembuluh
darah kolateral. Stsegment elevation myocardial infarction hanya terjadi jika arteri
koroner tersumbat cepat. Sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi
ruptur yang mengakibatkan oklusi total arteri coroner.
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
Non ST-segment elevation myocardial infarction merupakan tipe IMA
tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan
ruptur plak. Lumen arteri koroner mengalami oklusi sebagian dan nekrosis tidak
melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST
pada EKG. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen. Non ST-segment elevation myocardial infarction

8
dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. Non ST-segment
elevation myocardial infarction terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner.
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan Angina Pektoris
tidak stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan
adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction, NSTEMI).
Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara
bermakna. Pada sindroma coroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB
yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of
normal, ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap
menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.

D. Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)


Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah miokard.
Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan arteri koroner karena
ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit atau penyumbatan total arteri oleh
embolus atau trombus, syok dan perdarahan. Pada kasus ini selalu terjadi

9
ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen (Suyono, 2003).
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid (Rokhaeni, 2003).
Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner dan
kemudian tersangkut di bagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh
miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark
miokard. Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke
suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran
ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat
sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi (Corwin, 2009).
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial,
konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Farisa, 2012). Farisa
(2012) menyatakan wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9
tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita
dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit
ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal
diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Pachecho, 2012).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140

10
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi,
maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia. Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan
dengan rokok.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar
25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT >
25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga
berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
dan diabetes melitus tipe II (Muttaqin, 2009).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan
sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena ateroskleros. Resiko terkena infark miokard
meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang
vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau
dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark
miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil
per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.
Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk
menilai sindrom coroner akut (SKA). Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan
adalah TIMI (Thrombolysis In Myocardial Infarction) (PERKI, 2015).

11
Tabel 1. Skor TIMI untuk STEMI
TIMI risk score for STEMI
Kriteria Point
Umur ≥ 75 3
Umur 65-74 2
DM atau Hipertensi atau Angina 1
Tekanan darah Sistolik < 100 mmHg 3
HR > 100 x/menit 2
Skor Kelas Killip 2-4 2
Berat < 67 kg 1
Elevasi ST anterior atau LBBB 1
Waktu sampai mendapatkan perawatan > 4 jam 1
Total Poin 14
Sumber : Pachecho, dkk (2012)
Tabel 2 Skor Risiko dan Angka Mortalitas dalam 30 Hari
Skor Risiko TIMI Angka Mortalitas
dalam 30 Hari (30%)
0 0.8
1 1.6
2 2.2
3 4.4
4 7.3
5 12.4
6 16.1
7 23.4
8 26.8
>8 35.9
Sumber : Farisa (2012)
Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan klasifikasi risiko
berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark miokard
akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari
(PERKI, 2015).
Kelas Temuan Klinis Mortalitas
Killip
I Tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat 6%
ronkhi maupun S3)
II Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan 17%
ronkhi basah pada setengah lapangan paru
III Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi basah 38%
di seluruh lapangan paru
IV Terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan 81%

12
darah sistolik <90 mmHg dan tanda hipoperfusi
jaringan
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) faktor penyebab infark miokard
akut (IMA) terdiri dari:
1. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:
a) Faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis
b) Faktor sirkulasi : hipotensi, stenosos aorta, insufisiensi
c) Faktor darah : anemia, hipoksemia, polisitemia
2. Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas berlebihan
b) Emosi
c) Makan terlalu banyak
d) hipertiroidisme
3. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada
a) Kerusakan miokard
b) Hipertropimiokard
c) Hipertensi diastolik
Faktor predisposisi
1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah
a) Usia lebih dari 40 tahun
b) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c) Hereditas
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, kalori
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
smbidiud, kompetitif) stres psikologis berlebihan.

13
E. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)
Manifestasi klinis infark miokard akut antara lain sebagai berikut (Corwin,
2009).
1. Nyeri dengan awitan yang biasanya mendadak, sering digambarkan memiliki
sifat meremukkan dan parah. rasa nyeri atau rasa penuh yang sangat terasa,
menetap di tengah dada dan berlangsung selama beberapa menit
(biasanya lebih dari 15 menit). Nyeri menjalar sampai ke bahu, leher, lengan
dan punggung, disertai keringat berlebih, mual atau sesak napas.
2. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
3. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
4. Kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis.
5. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta
peningkatan aldosteron dan ADH.
6. Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
7. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati
kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormone
stress dan ADH (vasopressin).

F. Patofisiologi
Infark miokard merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner. Lamanya kerusakan miokardial bervariasi dan tergantung pada
besarnya daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Gambaran dari
infark miokard ini juga tergantung pada lokasi dan luasnya daerah sumbatan pada
arteri koroner. Kejadian IMA diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
ditandai dengan pembentukan bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.
Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter
lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari
tempat penyumbatan terjadi (Price & Wilson, 2004).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia cukup berat hingga
menyebabkan nekrosis miokard. Adanya oklusi total dan berkepanjangan pada
barteri koroner epikardium akan menyebabkan infark transmural, yaitu nekrosis

14
yang mengenai seluruh ketebalan miokard. Subendokardium merupakan daerah
miokard yang rentan terhadap iskemia karena area ini terpapar dengan tekanan
paling tinggi dari ruang ventrikel jantung, mempunyai sedikit koneksi kolateral
yang mensuplai area tersebut, dan disuplai oleh pembuluh darah yang harus
menembus lapisan-lapisan miokard yang berkontraksi.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,
adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan
bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam,
anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya
IMA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

G. Kompliasi
Menurut Price dan Wilson (2005), komplikasi dari infark miokardium
antara lain:
1. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
2. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya timbul mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang

15
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan
perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis
metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
3. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat
berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang
berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil
oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku
dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
4. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde
dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan
aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena
pulmonalis.
5. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
6. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan
parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif
ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang.
Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga

16
menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi
aliran balik vena dan curah jantung.
7. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik
dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
8. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Emboli
sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vascular dapat
menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah
ke ekstremitas.
9. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium
dan menimbulkan reaksi peradangan.
10. Aritmia
Pada aritmia, semua kerja jantung berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak
seirama (fibrilasi ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak
ada denyutan, dan bunyi jantung tidak terdengar

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalh sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Enzim jantung
a) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b) CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c) LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24 jam

17
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d) AST/SGOT : Meningkat
e) Troponin I/T akan meningkat. Troponin I/T mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab
kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal
jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis,
luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi
pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T
dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya
nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini,
troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T. Dalam
keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika
awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB
yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun
infark periprosedural.
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q nyata,
elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan- perubahan ini tampak
pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium yang mengalami nekrosis.

18
Selang beberapa waktu gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal
hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark
lama.

Tabel Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG


Daerah dinding Hantaran EKG (Lead) Arteri koronaria yang
ventrikel biasanya terlibat
Inferior Lead II, III; dan aVF Koronaria kanan
Lateral Lead I dan aVL Sirkumfleksa kiri
Anterolateral Lead V4-V6, lead I, dan aVL Desenden anterior kiri
Anterior luas Lead V1-V6, lead I dan aVL Desenden anterior kiri
(ekstensif)
Anteroseptal V1 sampai V4 Desenden anterior kiri
Anterior terbatas V3-V5 Desenden anterior kiri
Posterior murni Bayangan cermin dari lead Sirkumfleksa kiri
V1, V2, dan V3
3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk
mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga
untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung. Selain itu tes
treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan
irama, dan lain-lain.
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.

19
5. Angiografi koroner
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan
diarteri koroner
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran,
yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-
frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan
tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang
memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).

I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung
sehingga mengurangi kemungkinan terjadnya komplikasi (Muttaqin, 2009).
Kerusakan jantug diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung, menghilangkan nyeri dan
memberikan istirahat yang dilakukan secara bersamaan untuk tetap
mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk
meningkatkan suplai oksigen, sementara istirahat dilakukan untuk mengurangi
kebutuhan oksigen. Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan
dan suplai telah mencapai keseimbangan. Berikut beberapa penatalaksanaan yang
biasa dilakukan.

20
1. Pemberian oksigen
Terapi oksigen dimulai saat awitan nyeri.oksigen yang dihirup akan
langsung meningkatkan saturasi darah.efektifitas terapetik oksigen
ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran pernapasan, dan
pasien pasien mampu bernapas dengan mudah. Saturasi oksigen dalam
darah secara bersamaan diukur dengan pulsa-oksimetri.
2. Farmakoterapi
a) Vasodilatator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi rasa nyeri jantung adalah
nitroglycerin, baik secara intra vena maupun sublingual, efek
sampingnya yaitu dapat mengurangi preload, beban kerja jantung dan
after load.
b) Antikoagulan
Heparin adalah anti koagulan pilihan utama, heparin bekerja
memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga mencegah
thrombus
c) Trombolitik
Untuk melarutkan thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner,
memperkecil penyumbatan dan meluasnya infark, trombolitik yang
biasa digunakan adalah streptokinase, aktifasi plasminogen jaringan
(5-14) dan amistropletase. Streptokinase bekerja dengan melarutkan
thrombus dengan merubahnya menjadi plasminogen menjadi plasmin
untuk mengurai fibrin. Plasmin akan menghancurkan fibrin, fibrinogen
dan protein prokoagulan lain ke dalam fragmen yang larut, efektif diluar
maupun di dalam trombus/embolus.
d) Analgetik
Pemberian dibatasi hanya untukk pasien yang tidak efektif dengan
pemberian nitrat dan antiloagulan, analgetik pilihan adalah morvin
sulfat secara IV

21
e) Obat anti angina
1) Golongan nitrat (ISDN, nitrogliserin)
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina
akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan
pembuluh darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot
polos vaskuler. Nitrat akan dimetabolisme dan akan menghasilkan
NO yang selanjutnya membentuk kompleks nitrosoheme dengan
guanilat siklase yang terstimulasi sehingga cGMP meningkat.cGMP
akan menyebabkan defosforilasi miosin yang membuat relaksasi otot
polos dan akhirnya dapat terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi akan
menyebabkan pengumpulan darah pada vena perifer sehingga aliran
darah ke jantung menurun, dan ini akan menurunkan kebutuhan
oksigen ke otot jantung menurun.
2) β – blocker (propanolol)
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif sehingga
denyut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang
kardiotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk
mencegah serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
3) Calcium channel blocker (Nifedipine)
Cara kerjanya mendilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan
suplai darah ke miokard. Efek langsung terhadap jantung yaitu
dengan mengurangi denyut, jantung dan kontraktilitis sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen
3. Bed rest bertahap sesuai dengan kondisi
4. Tindakan pembedahan
a) Percutaneus Coronary Intervensi (PCI)
Primary PCI adalah suatu tindakan untuk mengalirkan kembali arteri
koroner yang tersumbat trombus, yang menyebabkan infark miokard
dengan ST-elevasi (STEMI), dengan menggunakan balon–kateter
koroner, baikdiikuti dengan pemasangan stent maupun tidak. Pasien

22
yang sedang mengalami serangan jantung tipe STEMI segera di
lakukan angiografi koroner, lalu setelahdiidentifikasi arteri koroner
yang tersumbat, dilanjutan dengan upaya membuka sumbatan tersebut
dengan cara dimasukkan kawat penuntun dari metal dengan ujung
yang floppy untuk menembus sumbatan trombus tersebut lalu
dilebarkan dengan balon dan kalau perlu dipasang stent; bila gumpalan
yang menumbat terlalu banyak dapat diaspirasi dulu dengan kateter
aspirasi sebelum dibalon atau dipasang stent. Keberhasilan primary
PCI membuka arteri koroner yang tersumbat diatas 90% dan terus
meningkat dari tahun ke tahun, dibandingkan dengan fibrinolisis yang
hanya sekitar 50–60% (Rifqi, 2012).
Indikasi dilakukan PCI adalah sebagai berikut.
1) Akut ST Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)
2) Non ST Elevasi Myocardial Ifarction (NONSTEMI)
3) Unstable Angina Pectoris
4) ·Gagal trombolitik
Kontraindikasi mutlak tidak boleh dilakukan PCI adalah peralatan dan
fasilitas yang kurang memadai, sedangkan kontraindikasi relatif
dilakukannya PCI adalah sebagai berikut.
1) CHF yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi, aritmia
2) Gangguan elekrolit
3) Infeksi ( demam )
4) Gagal ginjal
5) Perdarahan saluran cerna akut/anemia
6) Stroke baru (< 1 bulan)
7) Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
8) Pasien yang tidak kooperatif
9) Usia kehamilan kurang dari 3 bulan
Komplikasi dari tindakan PCI antara lain (Rifqi, 2012):
1) Perdarahan,
2) Hematoma

23
3) Pseudoaneurisma dan fistula arteriovenous (2–3%)
4) Nefropati karena kontras radiografi (2%) terjadi pada pasien
insufisiensi renal, usia tua, dan shock kardiogenik.
5) Takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel dilaporkan pada 4,3%
pasien yang mendapatkan terapi primary PCI
b) Intra Aortic Balloon Pump (IABP)
Intra Aortic Ballon Pump adalah bentuk bantuan hemodinamik yang
paling sering diberikan pada pasien infark miokard akut dengan
komplikasi syok kardiogenik.Intra Aortic Balloon Pump (IABP)
merupakan alat bantu jantung mekanik yang bermanfaat pada pasien
dengan masalah sirkulasi yang nyata atau mengancam keselamatan.
Intra Aortic Balloon Pump (IABP) dapat mengurangi resistensi ejeksi
ventrikel kiri, serta meningkatkan aliran darah koroner dan sistemik.
Teknik pemasangan IABP dilakukan dengan insersi balon yang diisi
gas helium dengan ukuran 8-9.5Frmelalui arteri femoralis ke dalam
aorta desendens. Alat tersebut dimasukkan melalui jalur pembuluh
darah untuk mengurangi komplikasi pada pembuluh darah dan
perdarahan. Balon dideflasi secara sinkronisasi sewaktu awal sistolik
sehingga menurunkan afterload ventrikel kiri sedangkan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan stroke volume ditingkatkan sehingga mengurangi
konsumsi oksigen miokard. Inflasi balon terjadi sewaktu awal diatolik
yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi perifer.

24
J. Clinical Pathway

Faktor resiko: obesitas, perokok,ras, umur > 40thn,


jenis kelamin laki - laki

Endapan lipoprotein ditunika intima

Cedera endotel : interaksi antara fibrin & platelet


proliferasi otot tunika
media
Invasi dan akumulasi dari lipit

Flaque fibrosa

Lesi komplikata

Aterosklerosis

Penyempitan / obstruksi arteri koroner

Penurunan suplai darah ke miokard

Tidak seimbang kebutuhan dengan suplai oksigen

Ketidakefektifan perfusi
Iskemia
jaringan perifer

Penurunan Infark miokardium Metabolisme anaerob


kontraktilitas miokard meningkat

Komplikasi :
Kelemahan miokard 1. Gagal jantung kongesti Asam laktat
2. Syok kardiogenik meningkat
3. Perikarditis
Vol akhir diastolik 4. Rupture jantung Nyeri dada
ventrikel kiri 5. Aneurisma jantung
meningkat 6. Defek septum fentrikel
7. Disfungsi otot kapilaris Gangguan
8. Tromboembolisme pola tidur

25
Tekanan atrium kiri
meningkat Nyeri akut Kurang informasi

Tekanan vena Tidak tahu kondisi dan


pulmonalis meningkat Difisiensi
Pengetahuan pengobatan (klien dan
keluarga bertanya)

Hipertensi kapiler paru Oedema paru


Ansietas

Penurunan curah Gangguan


pertukaran Gangguan rasa
jantung
gas nyaman

Suplai darah ke Kelemahan Defisit


jaringan tidak adekuat fisik Perawatan Diri

Intoleransi
aktifitas

26
K. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama,
nomor register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang
berhubungan dengan stress atau sebab dari lingkungan yang tidak
menyenangkan. Identitas tersebut digunakan untuk membedakan antara
pasien yang satu dengan yang lain dan untuk mementukan resiko penyakit
jantung koroner yaitu laki-laki umur di atas 35 tahun dan wanita lebih
dari 50 tahun.
2. Alasan masuk rumah sakit
Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut,
punggung, atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas
dan kesulitan bernapas.
3. Keluhan utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal.
Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri,
leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit
dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.
4. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri,
rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan
pusing.
5. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel
endotel vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga
terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah.

27
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan
kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara
genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya.
7. Aktivitas/istirahat
a. Gejala
Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda
Gelisah, perubahan status mental seperti letargi, tanda vital berubah
pad aktivitas.
8. Sirkulasi
a. Gejala
Riwayat infark miokard (IM) sebelumnya, penyakit arteri koroner,
gagal jantung koroner, masalah TD, DM.
b. Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia)
mungkin terjadi.
2) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
3) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
4) Friksi; dicurigai perikarditis.
5) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
6) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
7) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

28
9. Integritas ego
a. Gejala
Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda
Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
10. Eliminasi
Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
11. Makanan/cairan
a. Gejala
Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
b. Tanda
Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
12. Higiene
a. Gejala
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
13. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.

29
14. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala
Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
b. Tanda
Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
15. Pernapasan
a. Gejala
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
16. Keamanan
Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit
lecet.
17. Interaksi sosial
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
18. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala
Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
b. Tanda : bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

30
19. Pemeriksaan Fisik
1) (B1) Breath
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada
rektraksi otot – otot bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah suara
nafas tambahan ronchi atau wheezing.
2) (B2) Blood
Perlu dilakukan apakah ada penurunan kadar Hb, Ht, dan leukosit,
ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis, adanya
suara jantung P2, S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral
akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
3) (B3) Brain
Status mental dan emosi: Kaji apakah ada perubahan status mental
pada klien, disorientasi, kestabilan emosi.
Fungsi psikomotor: apakah pasien mengalami kelemahan pada
ekstremitas atas dan bawah.
Psikosensori: apakah penglihatan mengalami gangguan, reflek pupil
dan kesimetrisan.
4) (B4) Bladder
Kaji apakah terjadi nokturia (rasa ingin kencing di malam hari),
terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat
istirahat. Kaji pula apakah perlu dilakukan pemasangan kateter terkait
dengan kelelahan yang dialami oleh klien ADHF.
5) (B5) Bowel
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) (B6) Bone
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul serta kelelahan
dan apakah mengalami gangguan ekstremitas atas maupun ekstremitas
bawah.

31
20. Riwayat psikologis.
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengenai
penyakitnya dan bagaimana hubungan pasien dengan orang lain serta
semangat dan keyakinan pasien untuk sembuh.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan initropik
negative pada jantung karena iskemia, cedera, atau infark pada
miokardium, dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kelemahan,
puisng, hilangnya nadi perifer, suara jantung abnormal, gangguan
hemodinamik, dan henti jantung paru.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat oklusi arteri
koroner dengan hilang atau terbatasnya aliran darah ke arah miokardium
dan nekrosis dari miokardium.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah ditandai dengan penurunan nadi perifer, perubahan fungsi
motorik, perubahan karakteristik kulit, perubahan tekanan darah di
ekstremitas, tidak ada nadi perifer, CRT > 3 detik, dan warna kulit pucat.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan curah jantung
yang ditunjukkan oleh sianosis, pengisian kapiler yang terganggu,
penurunan tekanan oksigen arteri (PaO2), dan dyspnea.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dispnea setelah beraktivitas,
keletihan, dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
perubahan pola tidur normal, sering terjaga, penurunan kemampuan,
ketidakpuasan tidur, dan tidak merasa cukup istirahat.
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini nyeri ditandai
dengan ansietas, bloking pikiran, gangguan konsentrasi, gangguan
perhatian, konfusi, menyadari gejala fisiologis, dan penurunan lapang
persepsi.

32
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
ditandai dengan ansietas, gangguan pola tidur, gelisah, iritabilitas,
ketidakmampuan untuk relaks, merasa kurang senang dengan situasi, dan
merasa tidak nyaman.
9. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
ditandai dengan kurang pengetahuan dan perilaku tidak tepat.
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ketidakmampuan membasuh tubuh.

33
c. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Penurunan curah jantung NOC NIC
(00029) Keefektifan pompa jantung (0400) Perawatan jantung (4040)
Status sirkulasi (0401) 1. Cek secara rutin keadaan pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Pastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak
selama 3 jam penurunan curah jantung membahayakan curah jantung
membaik, dengan kriteria hasil sebagai 3. Monitor tanda-tanda vital secara rutin
berikut: Terapi hemodialisa (2100)
1. tekanan darah sistol (120 mmHg) 4. Catat berat badan pasien
2. tekanan darah diastol (90 mmHg) 5. Jelaskan prosedur hemodialisa dan tujuannya
3. denyut nadi (60-100 x/m) 6. Periksa peralatan dan cairan sesuai prosedur
4. urin output 7. Monitor tekanan darah selama hemodialisa
5. Capilary refill time (<2 detik) 8. Berikan heparin sesuai dengan peraturan
6. tidak ada edema perifer Pengaturan hemodinamik (4150)
7. tidak ada asites 9. Tentukan status perfusi
10. Monitor adanya edema perifer
11. Monitor kadar elektrolit
12.Monitor efek dari terapi cairan
2. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kepuasan klien: manajemen nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
(3016) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
selama 3x24 jam, nyeri akut pasien 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
kembali normal dengan kriteria hasil: Terapi relaksasi (6040)
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti

34
terjadi nafas dalam dan musik
2. Pasien mampu menyampaikan faktor 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
penyebab nyeri Pemberian analgesik (2210)
3. Mampu menyampaikan tanda dan 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
gejala nyeri keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
4. Penurunan skala nyeri 8. Cek adanya riwayat alergi obat
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
meringis kesakitan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
6. Nyeri terkontrol
3. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer (00204) Perfusi jaringan: perifer (0470) Manajemen cairan (4120)
Status sirkulasi (0401) 1. Jaga intake dan output pasien
Tanda-tanda vital (0802) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
Integritas jaringan: kulit dan membran 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
mukosa (1101) Pengecekan kulit (3590)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan
selama 2x24 jam, perfusi jaringan kehangatan
perifer pasien kembali efektif dengan 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada
kriteria hasil: ekstremitas
1. Kekuatan denyut nadi Monitor tanda-tanda vital (6680)
2. Suhu kulit ujung tangan dan kaki 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
(hangat) pernafasan dengan tepat
3. Tekanan darah sistol dan diastol
(120/90 mmHg)
4. Suhu tubuh (36,50-37,50C)
5. Irama pernafasan reguler
6. Pernafasan (16-20 x/menit)
7. Nadi (60-100 x/menit)

35
8. Tidak sianosis
4. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
(00030) Status pernafasan: pertukaran gas Manajemen jalan nafas (3140)
(0402) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Tanda-tanda vital (0802) 2. Lakukan fisioterapi dada
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Instruksikan pasien untuk melakukan batuk
selama 3x24 jam, pertukaran gas pasien efektif
kembali efektif dengan kriteria hasil: Terapi oksigen (3320)
1. Tidak terjadi dispneu saat istirahat 4. Bersihkan mulut dan hidung dengan tepat
2. Tidak sianosis 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Saturasi oksigen (>95%) 6. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
4. Keseimbangan ventilasi dan perfusi sistem humidifier
5. Suhu tubuh (36,50-37,50C) 7. Monitor aliran oksigen
6. Irama pernafasan reguler Monitor pernafasan (3350)
7. Pernafasan (16-20 x/menit) 8. Monitor kecepatan, kedalaman, dan kesulitan
8. Nadi (60-100 x/menit) bernafasan
9. TD (120/90 mmHg) 9. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, dan
penggunaan otot bantu nafas
10. Monitor suara nafas
5. Intoleransi aktivitas NOC NIC
(00092) Toleransi terhadap aktivitas (0005) Manajemen energi (0180)
Tingkat kelelahan (0007) 1. Kaji status fisiologis pasien yang emnyebabkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keletihan
selama 3x24 jam, aktivitas pasien 2. Monitor intake dan asupan nutrisi
toleran dengan kriteria hasil: 3. Konsultasi dengan ahli gizi terkait cara
1. Saturasi oksigen saat beraktivitas peningkatan energi dari asupan makanan
(>95%) 4. Monitor/catat waktu dan lama waktu istirahat
2. Frekuensi nadi saat beraktivitas (60- tidur pasien

36
80 x/menit) 5. Anjurkan tidur siang jika diperlukan
3. Frekuensi pernafasan saat 6. Anjurkan aktivitas fisik (misal ambilasi, ADL)
beraktivitas (16-20 x/menit) sesuai dengan kemampuan (energi) pasien
4. Tekanan sistol dan diastol ketika Terapi latihan: ambulasi (0221)
beraktivitas 7. Beri pasien pakaian yang tidak mengekang
5. Pasien tidak merasa lelah saat 8. Anjurkan pasien menggunakan alas kaki agar
melakukan aktivitas ringan tidak cidera
6. Pasien dapat melakukan ADL dalam 9. Dorong untuk duduk di tempat tidur, di samping
kegiatan sehari-hari tempat tidur (menjutai), atau di kursi, sesuai
toleransi pasien
10. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur
untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh.
6. Gangguan pola tidur NOC NIC
(000198) Tidur (0004) Pengaturan posisi (0840)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Anjurkan pasien tidur di atas tempat tidur dengan
selama 2x24 jam, pola tidur pasien tidak nyaman
terganggu dengan kriteria hasil: 2. Monitor status oksigenasi setelah perubahan
1. Jam tidur (6-8 jam/hari) posisi
2. Pola tidur tidak terganggu Peningkatan tidur (1850)
3. Kualitas tidur 3. Tentukan pola tidur dan aktivitas pasien
4. Tidur rutin 4. Jelaskan manfaat tidur yang cukup
5. Tidur dari awal sampai habis di 5. Monitor pola tidur dan jumlah jam tidur pasien
malam hari secara konsisten 6. Anjurkan untuk tidur di siang hari
6. Perasaan segar setelah tidur

7. Ansietas (00146) NOC NIC


Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan

37
selama 2x24 jam, pasien tidak meyakinkan
mengalami ansietas dengan kriteria 2. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan
hasil: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
1. Pasien dapat beristirahat perawatan dan prognosis
2. Pasien tidak gelisah 4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
3. Pasien tidak menunjukkan cemas dengan cara yang tepat
atau takut yang disampaikan secara 5. Dengarkan klien
lisan Terapi relaksasi (6040)
6. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan musik
7. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
8. Gangguan rasa nyaman NOC NIC
(00214) Tingkat kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Tingkat rasa takut (1210) 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan meyakinkan
selama 2x24 jam pasien merasa nyaman 2. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan
dengan kriteria hasil: 3. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
1. Pasien tidak merasa gelisah perawatan dan prognosis
2. Dapat beristirahat 4. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
3. Tidak terjadi distres pada pasien dengan cara yang tepat
4. Tidak mudah panik 5. Dengarkan klien
5. Tidak mengalami kesulitan dalam Peningkatan keamanan (5380)
penyelesaian masalah 6. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
6. Tidak terjadi penurunan lapang 7. Jawablah semua pertanyaan mengenai status
persepsi kesehatan dengan perilaku jujur
Terapi relaksasi (6040)
8. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan musik

38
9. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
9. Defisiensi pengetahuan NOC NIC
(00126) Pengetahuan: proses penyakit (1803) Pengajaran: individu (5606)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bina hubungan baik
selama 2x24 jam pasien memiliki 2. Pertimbangan kesiapan pasien untuk belajar
pengetahuan yang baik dengan kriteria 3. Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari
hasil: informasi (tingkat pengetahuan, status fisiologi,
1. Memahami karakter spesifik kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, dan
penyakit adaptasi terhadap penyakit)
2. Memahami faktor penyebab 4. Berikan lingkungan yang kondusif
penyakit Pengajaran: proses penyakit (5602)
3. Faktor resiko 5. Kaji tingkat pengetahuan terkait dengan proses
4. Etiologi fisiologi penyakit penyakit
5. Tanda dan gejala penyakit 6. Jelaskan mengenai penyakit yang dialami
6. Proses perjalanan penyakit 7. Jelaskan tanda dan gejala yang umum terjadi pada
7. Strategi meminimalkan penyakit pasien
perkembangan penyakit 8. Identifikasi perubahan kondisi fisik pasien
9. Berikan informasi kepada pasien sesuai dengan
yang dibutuhkan
10. Defisit perawatan diri NOC NIC
(00108) Perawatan diri: mandi (0305) Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801)
Perawatan diri: kebersihan (0301) 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tepat
selama 2x24 jam diharapkan perawatan 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
diri pasien: mandi tidak mengalami 3. Monitor kebersihan kuku
gangguan dengan kriteria hasil: 4. Monitor integritas kulit
Keluarga mampu melakukan 5. Jaga kebersihan secara berkala
1. Mencuci tangan pasien 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam

39
2. Membersihkan telinga mempertahankan kebersihan dengan tepat
3. Menjaga kebersihan untuk
kemudahan bernafas
4. Mempertahankan kebersihan mulut
5. Memperhatikan kuku jari tangan
6. Memperhatikan kuku jari kaki
Mempertahankan kebersihan tubuh

40
d. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan:
1. Memperlihatkan berkurangnya kecemasan
2. Mengidentifikasi rasa takut
3. Mendiskusikan rasa takut dengan keluarga
4. Menggunakan pengalaman dahulu sebagai fokus perbandingan
5. Mengekspresikan pandangan positif mengenai hasil pembedahan
6. Mengekspresikan rasa percaya diri mengenai cara yang digunakan untuk
mengurangi rasa sakit
7. Menerima pengetahuan mengenai prosedur pembedahan dan perjalanan
pascaoperasi
8. Mengidentifikasi maksud prosedur persiapan pra operasi
9. Meninjau unit perawatan intensif bila diinginkan
10. Mengidentifikasi keterbatasan hasil setelah pembedahan
11. Mendiskusikan lingkungan pasca operasi dengan segera, misalnya pipa,
mesin, dan pemeriksaan perawat
12. Memperagakan aktivitas yang seharusnya dilakukan setelah pembedahan
(misalnya, menarik napas dalam, batuk efektif, latihan kaki).

e. Discharge Planning
Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning yang dapat
dilakukan pada pasien dengan infark miokard akut (IMA) yaitu:
1. Beri pendidikan tentang kondisi yang spesifik
2. Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3. Ajarkan tentang teknik memberi makan dan kebutuhan nutrisi
4. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
5. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat
6. Kenali gejala-gejala yang ditimbulkan penyakit.

41
DAFTAR PUSTAKA

Aoronson, I. P. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.


Boyle A.J. dan A. S. Jaffe. 2012. Acute Myocardial Infraction. Current Diagnosis
& Treatment: Cardiologi. 51-73.
Brunner dan Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC
Doenges, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Farissa, I. P. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi
(STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Diakses dari
https://core.ac.uk/download/files/379/11735869.pdf
Hartanto. H. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Kabo, P. 2008. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk
Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Pachecho, H. G., dkk. 2012. The TIMI Risk Score For STEMI Predicts In-
Hospital Mortality and Adverse Events in Patients Without Cardiogenic
Shock Undergoing Primary Angioplasty. Journal Arch Cardiol Mex
82(1):7-13 diakses dari

42
http://www.revespcardiol.org/contenidos/static/premio_cardio/archivos-
cardiologia-mexico.pdf
PERKI. 2015. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Centra
Communications
Price dan Wilson. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Price, A dan L. Wilson. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Price, A dan L. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Price, S. A., dan L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rendy, M. C. dan T. H. Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika.
Rifqi, S. 2012. Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI),
Senjata “Baru”untuk Melawan Serangan Jantung Akut. Semarang: SMF
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Universitas Diponegoro
Rokhaeni, H. 2003. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita
Suyono, S dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai