Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

(Alfian Umar, Ramlah Massing)

Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik di

organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan

limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum.

Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan

manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada

dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.1,2

Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin

timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.

Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di

luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin

dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat

disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi

jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan

berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat membantu dalam

meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.3,4

BAB II
LIMFOMA HODGKIN DAN NON HODGKIN

2.1 Definisi

1
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini

dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal

dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari NK sel (“natural killer”) yang

berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen baik secara histologist, gejala, perjalanan

klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis.1,5

ETIOLOGI

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi

sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma

Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada

kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat

umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering
regio
kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai yang jarang ditemukan, seperti

sumsum tulang, kulit, meningen, dll.6,7

Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya

limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus

RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV)

yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya

keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya

limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan

terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori

berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat

menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya

regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor

cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.6,7

2
Terdapat 25% penyakit herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara

lain adalah: severed combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common variable

immunodeficiency, Wislott-Aldrich, syndrome, dan ataxia-telangiectasia.5

Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:3,4

1) Pembuluh limfe

Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluh-

pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan

tubuh.3,4

2) Limfe

Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri

dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.3

3) Nodus Limfatikus

Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan

yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher,

bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah

putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya

lainnya yang berada di dalam limfe.3,4

4) Bagian sistem limfe lainnya

Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga

ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.4

Fisiologi dan peran sistem limfatik

3
Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, membentengi tubuh

terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu cairan yang disebut getah

bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih)

mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening

berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang

menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.3,4


Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada

sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau

bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi,

sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami ‘pembengkakan kelenjar’ di leher,

cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana

organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh

lainnya.3,4

Peran penting dari sel T dan sel B

Ada dua jenis utama sel limfosit:

 Sel T

 Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya

dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit

bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T.

Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel

B keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab

infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi

dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh

yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3,4

4
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi

tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri),

mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan

menyebabkan perusakannya3,8
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang

terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara

abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit

abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening

ini akan membengkak.8


Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal)

juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan

sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering,

tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak.

Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh

terserang oleh penyakit ini.8

5
BAB III
LIMFOMA NON HODGKIN

DEFINISI

Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer

jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang

heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.

Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.

Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada

gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa. 1 Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai

limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,

khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan

defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan

transplantasi ginjal dan jantung.1,3,7

EPIDEMIOLOGI

Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga

dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka

kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-

laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka

kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia

14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti. Sampai saat ini belum diketahui mengenai angka kejadian LNH terus meningkat.

Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan

adanya hubungan LNH dengan infeksi.1,5

GAMBARAN HISTOLOGIK

6
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan

konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang

berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai

limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti

vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal

dari golongan monosit makrofag (histiosit). 1,3,7


Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang

lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih

membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),

Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF) (tabel II.1).1
Tabel 3.1 Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.1
Kiel Rappaport Working Formula
High grade High grade
Limfoma Burkitt’s dan bentuk Difuse undifferentiated Small non cleaved cell
lainnya (Burkitt’s & non burkitt’s)
Limfoblastik konvoluted Limfoblastik difus Limfoblastik
Limfoblastik non klasifikasi
Imunoblastik Histositik difus Imunoblastik sel besar
Sentroblastik Intermediate grade
Difus sel besar

Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan

dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:


1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)
2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)
3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari

kasus yang terdiagnosis.


Imunofenotiping1
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma Non Hodgkin,

khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen

permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut

digolongkan dalam cluster differentiation (CD).1

7
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat

dikelompokkan ke dalam 3 kelompok:


1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di

permukaan sel.
2) Proliferasi sel T
3) Proliferasi non T-non B
Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.

Sitogenetik dan Biologi Molekuler1

Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu kita

mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan

untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitt’s sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada

lengan panjang kromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8)

(p12;p24) dan t(8;2) (q24;q11).1

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan oleh

abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi kromosom

dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan

berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah

translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa

infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan

penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan

imunocompremised dan penyakit Hodgkin.3,7

FAKTOR RESIKO LIMFOMA NON HODGKIN

Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun demikian,

faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah seluruh kasus

limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada

8
penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada

salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.3 Beberapa

faktor resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.3

Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin

Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma

non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam menginduksi

stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan

limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus tersebut antara lain:

 Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)

 Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)

 Epstein-Barr virus (EBV)

Gambar 3.1 Ilustrasi Virus3

Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada orang

lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif mengindikasikan

bahwa full-blown AIDS telah terjadi. 3


Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang

disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin

memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum

dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin. 3

9
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu

waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam

glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma

Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi. 2,3
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan

Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu

jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit. 2,3


Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan

dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat menyebabkan

tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang

yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk

mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini. 2,3

Gambar 3.2 Ilustrasi Bakteri3

(Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan
infeksi virus)6

Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin

Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi peningkatan

risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi sel B

tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada kasus

orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang tidak

terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini. 2,3


Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah

penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang

10
mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non

Hodgkin. 2,3

PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT

Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh

lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh

sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering

tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara

kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter

mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.

Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin

menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi

akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen

berobat ke dokter karena gejalanya.3


Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan

sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga

mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen

tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam

stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.3

MANIFESTASI KLINIK
Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh massa abdominal dan intrathorakal

(massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang

lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma

limfoblastik sel T. Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan

daerah leher, muka, dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava superior.

Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher,

11
supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar

limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien

menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan

saraf pusat, kadang-kadang disertai pembesaran testis.1,2,3


Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan.

Gambaran laboratorium biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya

nekrosis jaringan.
1

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat

(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan

dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil

(amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam

dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: 1,2,3
-gangguan pernapasan

- berkurangnya nafsu makan

- sembelit berat

- nyeri perut

- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia

memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum

tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel

limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan

pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit

dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang

membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:

→ pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas


→ penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
→ penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Tabel 3.2 Rangkuman Berbagai Gejala1,2,3

12
Kemungkinan timbulnya
Gejala Penyebab
gejala
Gangguan pernapasan Pembesaran kelenjar getah bening
20-30%
Pembengkakan wajah di dada
Hilang nafsu makan
Sembelit berat Pembesaran kelenjar getah bening
30-40%
Nyeri perut atau perut di perut
kembung
Penyumbatan pembuluh getah
Pembengkakan tungkai 10%
bening di selangkangan atau perut
Penurunan berat badan
Diare Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di sekitar
Penyumbatan pembuluh getah
paru-paru 20-30%
bening di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang terasa Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
gatal
Penurunan berat badan
Penyebaran limfoma ke seluruh
Demam 50-60%
tubuh
Keringat di malam hari
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
Anemia
oleh antibodi abnormal (anemia 30%, pada akhirnya bisa
(berkurangnya jumlah sel
hemolitik) mencapai 100%
darah merah)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening,
Mudah terinfeksi oleh bakteri 20-30%
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi

13
STADIUM LIMFOMA NON HODGKIN

Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringan

limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakan

adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1


Tabel 3. 3 Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.1

I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di


daerah mediastinum atau abdomen
II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada satu
sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa
keterlibatan kelenjar mesenterium
III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat

DIAGNOSIS

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan biopsi,

pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan dengan

pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria

untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:1


a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
 Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan pertanda

sel B lainnya misalnya: CD 19-24


 Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
 Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau

small non cleaved (W)


 Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
 Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
 Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
 Gambaran histologi: limfoblastik
 Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
 Reaksi positif dengan asam fosfat
14
 Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi

hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.1
DIAGNOSIS BANDING
1. LIMFADENITIS TB
Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar yang terjadi akibat terjadinya infeksi dari

suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan kelenjar getah bening regioner dari lesi

primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening termasuk salah satu penyakit TB di

luar paru (TB ekstraparu). Penyakit ini disebabkan oleh M. Tuberculosis, kemudian

ditemukan berbagai M. Atipik. 9


Gejala Klinik
Manifestasi klinik tergantung pada lokasi limfadenopati dan status imun dari pasien.

Manifestasi klinis juga bervariasi pada berbagai etnik dan geografi dari populasi. Lebih dari

sepertiga pasien akan melaporkan adanya riwayat TB sebelumnya atau riwayat keluarga

menderita TB. Manifestasi tersering yaitu limfadenopati nontender kronik pada pasien

dewasa muda tanpa gejala sistemik. Massa ini dapat berkembang sampai lebih 12 bulan

sebelum dewasa. Dari pemeriksaan fisik ditemukan massa yang terpisah-pisah atau “kusut

node” yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya, kadang disertai dengan indurasi kulit di

bawahnya. Kadang-kadang, menguras sinus, fluktuasi, atau eritema nodosum dijumpai

pada lokasi tersebut.9


Gambaran Radiologi
X Ray

15
Gambar 3.1 bayangan kalsifikasi pada limfonodus pada leher bilateral
CT Scan

Gambar 3.2 Limfadenitis Tuberkulosis Servukal (Sumber: https://radiopedia.org/cases/tuberculous-cervical-

lymphadenitis-5)
Nodul yang tidak jelas pada segmen apical lobus atas, terutama sebelah kiri, terdapat

beberapa cavitas.

USG

Gambar 3.3 Limfadenitis Tuberkulosis Servukal (Sumber: https://radiopedia.org/cases/tuberculous-cervical-

lymphadenitis-2)
Lesi yang terdeefinisi dengan baik dicatat antara IJV dan vena subklavia. Tidak ada lemak

hilar yang dicatat. Tidak ada vaskularitas yang signifikan. Beberapa nodul kecil di sekitar

lesi.10
2. MONONUCLEOSIS INFECTION
Definisi
Infeksi mononucleosis adalah penyakit menular akut, yang disebabkan oleh virus Epstein-

Barr (EBV) yang termasuk herpesviridae. Hal ini sering terjadi pada usia remaja dan anak

muda. Mekanisme utama infeksi adalah melalui air liur yang terinfeksi. Karena itu

penyakitnya dikenal sebagai “kissing disease”. Dapat juga melalui darah.10

16
Gejala Klinis
Secara klinis mononucleosis ditandai dengan suhu tinggi, limfadenopati, dan splenomegali.

Proses penularan didapatkan pada penderita yang terinfeksi EBV lebih dari enam bulan.10
Gambaran Radiologi
CT Scan

Gambar 3.4 limfadenopati servikal bilateral


USG

Gambar 3.5 kelenjar getah getah bening servikal yang mengalami pembesaran dengan ekogenesitas heterogen

TOXOPLASMOSIS
Definisi
Toxoplasmosis merupakan penyekit zoonosis yaitu penyakiit pada hewan yang dapat

ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama

Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraseluler yang banyak terinfeksi pada manusia

dan hewan peliharaan. Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing

tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain, seperti babi, sapi, domba, dan hewan

peliharaan lainnya.11
Gejala Klinis

17
Toxoplasmosis gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel usus dan

difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi penyebaran

limfogen . toxoplasmosis gondii akan menyerang seluruh sel inti, membelah diri, dan

menimbulkan lisis, sel tersebut destruksi akan berhenti bila tubuh telah membentuk

antibody. Pada alat tubuh seperti susunan saraf dan mata, zat ini tidak dapat masuk karena

ada sawar (barier) sehingga destruksi akan terus berjalan.11


Umumnya infeksi toxoplasmosis gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi lainnya

yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening (toxoplasmosis

limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononucleosis infeksiosa. Infeksi yang mengenai

susunan saraf pusat menyebabkan encephalitis (toxoplasmosis cerebralis akuta). Parasit

yang masuk ke dalam otot jantung menyebabkan peradangan. Lesi pada mata akan

mengenai khorion dan retina menyebabkan iridosiklitis dan khorioditis (toxoplasmosis

ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplasmosis congenital akan lahir sehat tetapi dapat

pula timbul gambaran eritroblastosis foetalis, hidrops foetalis.11

Gambaran Radiologi

Gambar 3.6 massa ringan pada lobus parietal kiri, lesi hipodens di ganglia basal kanan dan serebelum kanan serta

kalsifikasi kortikal pada gyrus postcentralis kanan (Sumber: https://radiopedia.org)


MRI

18
Gambar 3.7MRI Axial T1, T2, dan Axial FLAIR berupa lesi dengan peningkatan cincin yang tidak beraturan pada

kompleks gangliothalamic kanan, dengan nekrosis sentral (Sumber: https://radiopedia.org/cases/cerebral-

toxoplasmosis)

TATALAKSANA

Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan

berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan

dengan kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah

dan gangguan metabolik yang ada.1


Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera diberikan

pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisis

19
tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1 Terapi yang dilakukan biasanya

melalui pendekatan multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3


1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP

(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)


- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk

lokal dan paliatif.


Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP

(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)


- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk

tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap

Pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat didiagnosis pada stadium dini

(stadium I atau II). Ini disebabkan karena mereka umumnya menyadari pertumbuhan yang

cepat dari kelenjar getah bening yang terkena dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat

dirujuk untuk pengobatan oleh dokter spesialis.6


Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif

stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat

kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya,

CHOP). Di kebanyakan negara, diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi

dengan kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan

efektivitas pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.2,3,7


Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua pengobatan diberikan

pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara spesifik terhadap kelenjar getah bening yang

terkena. Pengobatan stadium dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat

20
mencapai kesembuhan atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan

respon terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami

kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut. 2,3,7

Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut

(stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi monoklonal.

Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit

stadium awal dan mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan

70% pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan

pertama. 2,3,7

PROGNOSIS
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma

sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan

dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin

mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.2,7

21
BAB IV
PENYAKIT HODGKIN

Sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun patologi penyakit

Hodgkin, namun diakui bahwa banyak di antara anak dengan penyakit Hodgkin yang mampu

bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih banyak kontroversi tentang tumor yang seringkali

terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1

DEFINISI
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin

berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal.

Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.8


Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg

yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini

tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun

penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya

massa dari jaringan yang disebut tumor. 8

Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit

Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan

pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan

rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus

limfatikus.8

EPIDEMIOLOGI1,12

Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki

maupun pada perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti

dengan puncak lainnya pada usia 45-55 tahun.1

22
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun. Di

antaranya yang dominan adalah jenis nodular sklerotik, dan puncak kedua pada umur 50 tahun.

Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur puncak terjadi pada umur

sebelum remaja.1,12
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari penyakit

Hodgkin, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yang

mendasarinya:12

1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14

tahun atau lebih muda


2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun
3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun
Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan.12

FAKTOR RESIKO

Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan

kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkin’s: 8,12


1) Virus tertentu
Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat

meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Sering terjadi pada stadium lanjut penyakit,

mengenai region yang jarang ditemukan , seperti sumsum tulang, kulit, meninges, dll.

Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular, sehingga tidak mungkin mendapatkan

limfoma dari orang lain.


2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah

(seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi

organ).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 15-

35 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.


4) Riwayat keluarga

23
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin

atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap

penyakit Hodgkin.

GAMBARAN PATOLOGIK DAN KLASIFIKASI

Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar, bahan

pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang dapat

menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan

jaringan limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik.

Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang

mengelilingi nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. 1 Sel Reed Sternberg secara

konsisten menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit,

monosit, dan sel T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B.

CD30 adalah marker dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan

malignan dan pada awalnya diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang

membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe:1


1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit

abnormal dengan sel normal.1

Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma

malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada

baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.

Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler

sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit

Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 8

24
1. Tipe Lymphocyte Predominant

Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel

limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak

muda. Prognosisnya baik.8

2. Tipe Mixed Cellularity

Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,

limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas

dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam,

berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.8

3. Tipe Lymphocyte Depleted

Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak

sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung

merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.8

4. Tipe Nodular Sclerosis

Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering

dilaporkan sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan

pada wanita muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.8

Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan

Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP-

NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya.

Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-

MC), ada yang sedikit (LD-MC). Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah

limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam

sistem limfatik. Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang khas dan sel lebih kecil,

25
abnormal, bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan

menunjukkan respon hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus

untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah

menyebar ke jaringan non limfatik.8

Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe

merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering

disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte

predominant Hodgkin’s disease (NLPHD).8

5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)


Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari

kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang

khas jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru

adalah sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut “sel popcorn”

karena inti mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai

latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak seperti sel Reed

Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan CD20, dan negatif

untuk CD15 dan CD30. 8

MANIFESTASI KLINIK

Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang timbul dan tidak

menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin pembesaran

kelenjar leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai pembesaran massa di mediastinal

yang akan menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar juga

ditemukan di daerah inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala konstitusi

yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent

26
diobservasi pada 35% kasus. Demam pada kasus HL adalah tipe Pel-Ebstein.

Hepatosplenomegali, neuropati juga dapat terjadi. Tanda obstruksi seperti edema ekstremitas,

sindrom vena kava, kompresi medulla spinalis, disfungsi hallow viscera.1,5


Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah leukositosis,

limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari

aktifitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah,

kadar serum feritin, dan kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan

penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi

yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang telah meluas. Anemia hemolitik pada

penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif menunjukkan adanya retikulosis dan

normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang.1

STADIUM PENYAKIT HODGKIN

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:6


 Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
 Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan

yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu:

hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai

konferensi Cotswald.

Tabel 4.1 Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.1,6

Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur

limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer).

Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi

diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip

27
angka, misal: II2, II3, dsb.

Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah

diafragma.

III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal

III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang

tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

Gambar 4.1 Penentuan stadium penyakit Hodgkin.6

Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis.1


Tabel 4.2 Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.1

I Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik
tunggal atau sesisi.
II Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan
diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih
sesisi dengan diafragma
III Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran
limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi
IV Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

28
DIAGNOSIS
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan beberapa tahap

pemeriksaan diantaranya adalah:1


a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai

ukuran.
b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati

dan ginjal, kelenjar alkali fosfatase.


c. Biopsi kelenjar limfe
d. Foto polos dada maupun scanning
e. Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
f. Limfogram
g. Laparatomi
h. Aspirasi sumsum tulang
i. Scanning tulang
Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin

pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.

1. Klinis (anamnesis)

Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun

lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan

gatal. 7,8

2. Pemeriksaan Fisik

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama

supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal

(6-20%) dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar.

Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut

terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa

adenopati mediastinal. 7,8

29
3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam

pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan

organ spesifik.7 Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan fungsi hati yang tidak sejalan

dengan keterlibatan limfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya ikterus

kolestatik dapat merupakan gejala paraneuroplastik. Tanpa keterlibatan hati. Dapat terjadi

obstruki biliaris ekstrahepatik karena terjadi pembesaran KGB porta hepatis. Pada pasien

penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan

anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi

dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum

tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala

dan biasanya menghilang dengan pengobatan. 5,8

Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien yang

menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut (<1000 sel per

millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan

evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit. 8

Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi

pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit

residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat,

fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum. 8

4. Sitologi Biopsi Aspirasi

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati untuk

identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening,

metastasis karsinoma dan limfoma malignum.

30
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya

negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat

permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran

klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.7

5. Histopatologi

Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe

histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun

harus diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat.

Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher

bagian belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar

biopsi dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal

terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.7

6. Radiologi
Termasuk didalamnya: 7

 Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal


 Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
 USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun

biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi


 CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

7. Laparatomi

Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan

mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti

USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat

dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.7

DIAGNOSIS BANDING

31
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada pasien

dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus, mononucleosis

infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non

Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local.

Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara. 7

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada

pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel

kecil dan non sel kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat

mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit

abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan,

dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan

ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut: 8

 Cytomegalovirus
 Infectious Mononucleosis
 Kanker paru
 Lymphoma, Non-Hodgkin
 Sarcoidosis
 Serum Sickness
 Syphilis
 Systemic Lupus Erythematosus
 Toxoplasmosis
 Tuberculosis

TATALAKSANA
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin segera

setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya adalah

umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang

diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan

disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah.

Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadang-kadang

dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.1

32
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,

prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),

siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya yang

digunakan.1

Dewasa ini cenderung pada terapi kombinasi (CMT=combined modality therapy)

bertumpu pada kemoterapi kombinasi dipadukan dengan radioterapi. Dalam upaya mencapai

angka kuratif tinggi, perhatikan untuk mengurangi insiden timbulnya tumor sekunder yang

diinduksi kemoradioterapi, infertilitas, dan efek toksisk jangka panjang lainnya.12

PROGNOSIS

Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan

pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan

mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:4

1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder

2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal

3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian

antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)

4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose

related

5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

Ada tujuh faktor resiko independen untuk memprediksi masa bebas penyakit FFR (Freedom

From Progression), yaitu 1) Jenis Kelamin, 2) Usia >45 tahun; 3) Stadium IV; 4) Hb<10 gr%;

5) Leukosit >15.000/mm3; 6) Limfosit <600/mm3 atau <8% leukosit; 7) Serum albumin <4 gr

%.5

33
Pasien tanpa faktor resiko FFP = 84%, dengan satu faktor resiko FFP = 77%, dengan dua faktor

resiko FFP = 67%, tiga faktor resiko FFP = 60%, empat faktor resiko FFP = 51%, lima faktor

resiko atau lebih FFP = 42%.5

34
BAB V

GAMBARAN RADIOLOGI

LIMFOMA HODGKIN DAN NON HODGKIN

X-Ray

Penampilan massa mediastinum pada radiografi dada tidak spesifik, dengan diagnosis yang
luas, dan diferensiasi lesi jinak dan ganas mungkin tidak dapat dilakukan. Tujuan utama
menggunakan sinar x adalah mengamati kelenjar getah bening hilus/regional, kelenjar getah
bening mediastinum, kelenjar getah bening karina dan mengamati pintu paru apakah adanya
invasi tumor. Kemungkinan adanya Pembesaran dari kelenjar getah bening mediastinum
anterior dan kelenjar getah bening hilus menjadi limfoma ganas, perlu menyingkirkan
diagnosis TB extra pulmo, infeksi jamur atau tumor lain yang disebabkan oleh pembengkakan
kelenjar getah bening.5

LIMFOMA HODGKIN

Gambar 5.1 Rontgen dada menunjukkan pelebaran garis besar mediastinum dan pelebaran garis partrakeal kanan.
Proyeksi lateral mengkonfirmasikan massa mediastinum anterior yang dominan. (Sumber: https://radiopedia.org)

35
Gambar 5.2 pemindahan loop usus secara lateral ooleh massa perut bagian tengah yang besar. (Sumber:
https://radiopedia.org)

Pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras pada colon in loop misalnya juga
membantu menemukan pembesaran kelenjar getah bening, Limfoma primer kolon adalah
tumor langka saluran gastrointestinal (GI) dan hanya terdiri dari 0,2-1,2% dari semua
keganasan kolon. Jenis limfoma kolon yang paling umum adalah limfoma non-Hodgkin
(NHL).biasanya gambaran yang didapatkan sulit untuk dibedakan dengan keganasan lain,
gambaran yang dihasilkan tidak spesifik karenanya pemeriksaan colon in loop jarang
digunakan untuk menegakan diagnosis limfoma maligna.12

Gambar 5.3 NHL pada kolon12

36
Gambar 5.4 keruntuhan sebagian dari corpus vertebra T4 dan T5 dengan massa paraspinal simetris bilateral
disertai efusi bilateral kecil (Sumber: https://radiopedia.org)

LIMFOMA NON HODGKIN

Gambar 5.5. Rontgen dada posteroanterior menunjukkan massa yang besar di wilayah parahilar meluas ke zona
atas dan tengah kanan, dengan silhouetting dari arteri paru-paru kanan. massa yang lebih kecil terlihat di pinggiran
zona kanan bawah. Massa tidak berespon dengan percobaan antibiotik.Biopsi dari lesi yang lebih besar terungkap
deposito NHL di paru-paru.

Computed Tomography (CT-scan)

Sebelum era CT, pasien dnegan diagnosis limfoma maligna akan diperika menggunakan
radiografi dada, pyelografi intravena, limfangiografi, isotope scan. Berdasarkan pemeriksaan

37
tersebut banyak pasien HD harus masuk ke stadium laparotomy dengan risiko yang ada/
kehadiran CT pada 1970 sebagai trobosan baru untuk non-invasif imaging, dan hal ini
membuat limfoma maligna bisa teridentifikasi dan teratasi secara cepat dan akurat.13

CT scan dapat memperlihatkan jika kelenjar getah bening atau organ dalam tubuh anda
membesar. CT scan berguna untuk mencari limfoma di perut, panggul, dada, kepala, dan leher.
CT Scan lebih banyak digunakan daripada radiografi konvensional karena lebih jelas untuk
mendiagnosis limfoma dan membedakannya apakah jenis jinak atau ganas. Selain itu dapat
digunakan bersama dengan tomografi emisi positron (PET) . Untuk scan PET, disuntikan suatu
kontras (18-fluorodeoxyglucose/FDG ) yang terserap terutama dalam sel-sel kanker. Kemudian
digunakan CT Scan untuk melihat gambaran yang menangkap kontras tersebut. PET dengan
CT scan biasanya digunakan karena dapat membantu mengetahui apakah kelenjar getah bening
yang membesar mengandung limfoma, membantu menemukan area kecil dalam tubuh yang
mungkin limfoma, bahkan jika daerah terlihat normal pada CT scan biasa. Mengetahui apakah
limfoma merespons pengobatan. Beberapa dokter akan mengulangi PET scan setelah 1 atau 2
program kemoterapi. Jika kemoterapi bekerja, kelenjar getah bening tidak akan lagi mengambil
kontrasnya. PET dapat digunakan setelah perawatan dalam membantu memutuskan apakah
kelenjar getah bening yang membesar masih mengandung limfoma atau hanya jaringan parut.14

CT-scan merupakan pemeriksaan yang palin sering digunakan, karena efektif untuk
mendiagnosis serta menunjukan stadium pada limfoma maligna, meskipun memiliki
kekurangan untuk mengidentifikasi limfoma maligna pada keadaan organ yang normal.FDG-
PET menjadi alternative untuk masalah itu. Penggunaan gabungan FDG-PET/Scan menjadi
pemeriksaan yang memiliki sensitivitas mencapai 100% dengan 95% spesifisitas.13

38
LIMFOMA HODGKIN

Gambar 5.6 limfadenopati ekstensif ditunjukkan di sisi kiri leher. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
yang terlihat di sisi kanan leher. (Sumber: https://radiopedia.org)

Gambar 5.7 massa mediastinum heterogen yang besar. disertai hepatosplenomegali dan didapatkan artefak
cincin (Sumber: https://radiopedia.org)

Ini merupakan gambaran khas limfoma mediastinum, yang dikonfirmasikan sebagai


patologi imfoma Hodgkin tipe nodular sklerosis

39
Gambar 5.8 lesi massa mesenterika dengan limfadenopati. Disertai dengan splenomegali. (Sumber:
https://radiopedia.org)

Penampilan limfoma pada CT gastrointestinal bervariasi.Penampilan tipikal dapat


diklasifikasikan sebagai aneurysmal, constrictive, nodular, atau ulserative. Seri usus kecil dapat
menunjukkan penyempitan luminal segmen yang terlibat dengan hilangnya pola mukosa dan
penebalan circulares plica dan defek pengisian intraluminal dengan dilatasi segmen yang
terlibat.15

40
LIMFOMA NON HODGKIN

Gambar 5.9 massa tumor besar di daerah femoralis dan inguinal kanan, limfadenopati mengikutii pembuluh
iliaka ke panggul yang terkait dengan limfodenopati retroperitoneal. Dilatasi ureter proksimal kanan (Sumber:
https://radiopedia.org)

Gambar 5.10. bentuk klasik dari limfoma di hati. a: beberapa nodul hipodens dari tahap 4 large B-sel NHL; b:
massa besar hipodens tanpa repercussion empedu distal, tidak ada kapsuler retraksi atau invasi vaskular; c:
perihilar hipodens infiltrasi tanpa dampak vaskular pada struktur Portal; d: nodul hipodens pada pasien dengan
transplantasi ginjal untuk polycystosis.

41
Gambar 5.12. CT scan lesi limfoma paru. a: nodul limfoma ireguler MALT; b: nodul menyebar-sel B NHL ; c:
kondensasi atelektasis dari limfoma MALT; d: lobus kanan bawah opacity dan posterior segmental kondensasi
lobus tengah kanan pada penyakit Hodgkin.

Gambar 5.13 kasus limfoma folikular; limfadenopati yang diisolasi pada hilum kanan menyebabkan penyempitan
bronkus. Tidak ada limfadenopati hilar kiri, mediastinum, aksila, atau bagian atas abdomen. Tidak ada lesi paru
(Sumber: https://radiopedia.org)

42
Gambar 5.14 massa jaringan lunak homogen paa rongga panggul, retroperitoneal serta superior paha kiri

Gambar 5.15. Pria 93 tahun dengan diffuse large B-cell limfoma. A: gambar ct-scan dengan kontras yang
ditingkatkan. B: gambaran dengan FDG PET/CT terlihat masa di dinding dada yang menyerap kontras dengan
sangat tinggi.

43
Gambar 5.17 Pretherapy (A) dan follow up posttherapy (B) PET scan pasien dengan limfoma Burkitt yang
melibatkan banyak vertebra (panah). Pemindaian lanjutan menunjukkan serapan sumsum tulang yang menyebar
sekunder akibat pemberian faktor pertumbuhan dengan penurunan serapan yang terlihat pada area keterlibatan
sumsum tulang sebelumnya (Sumber: https://radiopedia.org)

44
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Seperti CT scan, MRI scan menunjukkan gambar rinci dari jaringan lunak dalam tubuh.
Tapi MRI scan menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat bukan x-ray. Tes ini tidak
digunakan sesering CT scan untuk limfoma, tetapi jika curiga menyebar ke sumsum tulang
belakang atau otak, MRI sangat berguna untuk melihat daerah-daerah tersebut.14

LIMFOMA HODGKIN

(a) (b)

(c) (d)

45
Gambar 5.18 MRI spine (a) sagital T1, (b) sagital T2, (c) axial T1, dan (d) axial T2 spine berupa penambahan bodi
vertebra diffuse pada v T3, T4, dan T5. Adanya gibbus resultan pada vertebra T4 dan T5. (Sumber:
https://radiologi.org)

46
LIMFOMA NON HODGKIN

Gambar 5.19 MRI limfoma Burkitt axial T2, koroner T2, sagital T1, dan axial FLAIR yang menunjukkan tingkat
tumor multiple sebelum kemoterapi di dasar tengkorak meluas ke tulang sphenoid. Tumor lebih tampak pada
aspek lateral bola mata kiri (ekstraconal) yang tidak dapat dipisahkan dari otot rektus lateral.

Ultrasonography:

Sudah hampir dua dekade lebih Ultrasonography(USG) digunakan sebagai alat


diagnosis yang memiliki keakuratan tinggi dan harga yang efektif untuk superfisial limfanodi.
USG dapat digunakan untuk melihat kelenjar getah bening di dekat permukaan tubuh atau

47
untuk melihat ke dalam perut anda untuk pembesaran kelenjar getah bening atau organ seperti
hati dan limpa.Hal ini juga dapat mendeteksi ginjal yang telah menjadi bengkak karena aliran
urin telah diblokir oleh pembesaran kelenjar getah bening. (Hal ini tidak dapat digunakan untuk
melihat kelenjar getah bening di dada karena tulang rusuk memblokir gelombang suara.)15

USG menggunakan beberapa batasan sebagai kriteria diagnosis untuk membedakan


apakah limfanodi tersebut jinak atau ganas, beberapa yang digunakan seperti ukuran, bentuk,
ada tidaknya hilum, echogenicity, batas, kalsifikasi dan edema jaringan lunak. Sedangkan
Doppler memasukan aliran darah, penyebaran sentral dan perifer, gambaran vascular sebagai
pembeda jinak atau ganas.11,12

48
LIMFOMA HODGKIN

49
Gambar 5.21 kelenjar getah bening yang abnormal pada leher dan fossa supraklavikula (Sumber:

https://radiopedia.org)

Gambar 5.22 massa jaringan lunak yang tidak teratur di supraklavikula kiri (Sumber: https://radiopedia.org)

50
LIMFOMA NON HODGKIN

Gambar 5.23 USG pada anterior paha menunjukkan massa bulat yang terdefinisi dengan baik yang tampaknya

terpisah dari otot. Serta adanya hipervaskularisasi dalam massa

51
BAB VI

KAJIAN ISLAM

a. Kedudukan Kesehatan Dalam Islam

Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Ade

Hasman dalam bukunya Rahasia Kesehatan Rasulullah, ada dua istilah yang

berkaitan dengan kesehatan yang sering digunakan dalam kitab suci, yaitu “sehat”

dan “afiat”. Dalam kamus bahasa arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan

Allah untuk Hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan

itu tentu tidak dapat diperoleh secara sempurna. Kecuali bagi mereka yang

mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya.20

Oleh karena itu, kata afiat dapat diartikan berfungsinya anggota tubuh

manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.Jika sehat diartikan sebagai keadaan

baik bagi segenap anggota badan maka agaknya dapat dikatakan mata yang sehat

adalah mata yang dapat meihat dan membaca tanpa menggunakan kacamata.Akan

tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang

bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang. Oleh

karena itu, fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata. 20


Sehat menurut WHO (World Health Organization) adalah memperbaiki

kondisi manusia baik jasmani, rohani ataupun akal, sosial dan bukan semata-mata

memberantas penyakit. Dalam bahasa arab kata sehat diungkapkan dengan kata “as-

sihhah” atau yang seakar dengan keadaan baik, bebas dari penyakit dan kekurangan

serta dalam keadaan normal. Definisi kesehatan menurut Organisai Kesehatan

52
Sedunia sebagiamana berikut: “health is defined as a state of complete physical,

mental, and social wellbeing and not merely the absense of disease or infirmity”.21
Tujuan utama pengobatan adalah memenuhi tujuan kedua shari'at,

melindungi hidup, hifdh al nafs. Pengobatan tidak bisa mencegah atau

mengundurkan kematian karena perkara-perkara itu hanya di tangan Allah. Tetapi

menjaga kualitas tinggi hidup sampai ditetapkannya waktu kematian. Pengobatan

memberikan kontribusi untuk melindungi dan menjaga kelanjutan kehidupan

dengan fungsi gizi yang baik. Pengetahuan medis digunakan untuk mencegah

penyakit yang melemahkan kesehatan manusia. Pengobatan penyakit dan

rehabilitasi mendorong kearah kualitas kesehatan yang lebih baik.21


Di antara hal yang paling menarik dalam hal ini adalah di mana seorang

manusia menghadapi ujian berupa sakit.Tentu keadaan sakit ini lebih sedikit dan

sebentar dibanding keadaan sehat. Yang perlu diketahui oleh setiap muslim adalah

tidaklah Allah menetapkan (mentaqdirkan) suatu taqdir melainkan di balik taqdir itu

terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, hati seorang

muslim harus senantiasa ridho dan pasrah kepada ketetapan Rabb-nya.22


Rasulullah SAW bersabda,
Terjemahan:
“Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau
semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya,
sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Selain itu, Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim

‘alaihissalam, “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” [QS Asy

Syu’ara: 80]
Maka obat dan dokter hanyalah cara kesembuhan, sedangkan kesembuhan

hanya datang dari Allah. Karena Dia sendiri menyatakan demikian, “Dialah yang

menciptakan segala sesuatu.” Semujarab apapun obat dan sesepesialis dokter itu,

namun jika Allah tidak menghendaki kesembuhan, kesembuhan itu juga tidak akan

didapat. Bahkan jika meyakini bahwa kesembuhan itu datang dari selain-Nya,

53
berarti ia telah rela keluar dari agama dan neraka sebagai tempat tinggalnya kelak

jika tidak juga bertaubat. Dan fenomena ini kerap dijumpai di banyak kalangan,

entah sadar atau tidak. Seperti ucapan sebagian orang, “Tolong sembuhkan saya,

Dok .”Meski kalimat ini amat pendek, namun akibatnya sangat fatal, yaitu dapat

mengeluarkan pengucapnya dari Islam. Sepantasnya setiap muslim berhati-hati

dalam setiap gerak-geriknya agar ia tidak menyesal kelak.22


b. Pencegahan penyakit menurut pandangan islam
Pencegahan merupakan tindakan preventif untuk menghindari terhadap

segala hal yang tidak diinginkan atau bahkan merugikan jika hal itu terjadi. Jika

disandarkan dengan kata penyakit, pencegahan penyakit berarti upaya-upaya yang

bisa dilakukan untuk menghindari munculnya penyakit. Islam sangat

memperhatikan soal kesehatan dengan cara antara lain mengajak dan menganjurkan

untuk menjaga dan mempertahankan kesehatan yang telah dimiliki setiap orang.

Anjuran menjaga kesehatan itu bisa dilakukan dengan tindakan preventif

(pencegahan) dan represif (pelenyapan penyakit atau pengobatan). Secara preventif,

perhatian Islam terhadap kesehatan ini bisa dilihat dari anjuran sungguh-sungguh

terhadap pemeliharaan kebersihan.23


Ayat Al-Qur’an surah Yunus ayat 57 bahwa setiap penyakit ada obatnya:
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-
Qur’an) dari Tuhan-mu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”.8 (QS. Yunus: 57)

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman yang telah diturunkan

oleh Allah Swt sebagai penyembuh bagi segala jenis penyakit baik penyakit jasmani maupun

rohani.24

54
BAB VI

KESIMPULAN

Limfoma atau limfoma maligna adalah istilah umum untuk berbagai tipe kanker darah
yang muncul dalam sistem limfatik, yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Limfoma disebabkan oleh sel-sel limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang dalam keadaan
normal dapat menjaga daya tahan tubuh dengan menangkal infeksi bakteri, jamur, parasit, dan
virus, yang menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih
lama dari biasanya.

Berdasarkan gambaran histopatologinya limfoma dibagi menjadi dua yaitu limfoma


Hodgkin dan limfoma non Hodgkin, Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan
adanya sel Reed-Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi.
Biasanya predileksi untuk limfoma Hodgkin terdapat pada sekitar leher,ketiak serta pangkal
paha, sedangkan untuk limfoma non Hodgkin bisa menyebar saluran limfatik mana saja
termasuk saluran cerna dan saluran kemih,

Pemeriksaan radiologi konvensional biasanya digunakan hanya sebatas identifikasi


awal, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan CT-scan untuk melihat serta membedakan
pembengkakan kelenjar getah bening yang terjadi.Pemeriksaan tambahan seperti FDG PET
biasanya selain digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan stadium limfoma juga
digunakan untuk memantau keberhasilan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

55
1. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi
Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
2. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.
3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited Feb 9th, 2018). Available
at http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview
4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited Feb 9th,2018). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101
5. Setiati Siti et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid III. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. P. 2977-88.
6. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15 th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.
7. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17 th ed. Wisconsin:
Elsevier. 2007.h. 1701-6.
8. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1st2011 (Cited Feb 10th,2018) .Available at
(http://www.medicinenet.com/Hodgkin’s disease/article.htm)

9. Rahmi, dkk. Sari Pustaka Limfadenitis Tuberkulosis. Universitas Sumatera Utara. 2011.
Available:https://dokumen.tips/documents/limfadenitis-tuberkulosis-
55c8167b493c3.html. Diakses 10 Februari 2018.
10. Available at: https://radiopedia.org. Diakses pada 11 Februari 2018.
11. Hiswani. Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu Diwaspadai Oleh Ibu Hamil.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
12. Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara.2005.
13. Desen Wan. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. P. 547-63.
14. Ahuja A, Ying M. Grey-scale sonography in assessment of cervical lymphadenopathy:
review of sonographic appearances and features that may help a beginner. Br J Oral
Maxillofac Surg. 2000;38:451.
15. Ho SS, Ahuja AT, Yeo W, Chan TC, Kew J, Metreweli C. Longitudinal colour Doppler
study of superficial lymph nodes in non- Hodgkin's lymphoma patients on
chemotherapy. Clin Radiol. 2000;55:110.
16. Koch P, Valle FD, Berdel W, et al: Primary gastrointestinal non-Hodgkin’s lymphoma:
I. Anatomic and histologic distribution, clinical features, and survival data of 371
patients registered in the German Multicenter study GIT NHL 01/92. J Clin Oncol
19:3861-3873, 2001

56
17. Dragoni F, Cartoni C, Pescarmona E, et al. The role of high resolution pulsed and color
Doppler ultrasound in the differential diagnosis of benign and malignant
lymphadenopathy: results of multivariate analysis. Cancer. 1999;85:2485.
18. de Jong PA, Quarles van Ufford HM, Baarslag HJ, de Haas MJ, Wittebol SH, Quekel
LG, et al. CT and 18F-FDG PET for noninvasive detection of splenic involvement in
patients with malignant lymphoma. AJR Am J Roentgenol 2009;192(3):745—53.
19. Quarles van Ufford HME, Kwee TC, Beek FJ, van Leeuwen MS, Takahara T, Fijnheer
R, et al. Newly diagnosed lym- phoma: initial results with whole-body T1-weighted,
STIR, and diffusion-weighted MRI compared with 18F-FDG PET/CT. AJR Am J
Roentgenol 2011;196(3):662—9.
20. M.S.Levine,S.E.Rubesin,L.Pantongrag-Brown,J.L.Buck,and H. Herlinger, “Non-
Hodgkin’s lymphoma of the gastrointestinal tract: radiographic findings,” American
Journal of Roentgenol- ogy, vol. 168, no. 1, pp. 165–172, 1997.
21. Wahyudi MN. Pola Hidup Sehat Dalam Perspektif Al-Qur-an.
eprints.walisongo.ac.id/5397/1/114211050.pdf. Diakses pada tanggal 3 November
2017.
22. Sehat menurut WHO. repository.unand.ac.id/20049/3/BAB%20I.pdf. diakses pada
tanggal 3 November 2017.
23. Soularto DS. Petunjuk Kesehatan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
https://misc09.files.wordpress.com/.../petunjuk-kesehatan-dalam-al-quran-dan-sunnah.
Diakses pada tanggal 3 Novemberl 2017.
24. Budiyanto, Carko.Dalil-Dalil Tentang Berobat. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2010.Https://Ackogtg.Wordpress.Com/2010/06/16/Dalil-Dalil-Tentang-Berobat/.
Diakses 2 November 2017.

57

Anda mungkin juga menyukai