2. Judul Penelitian:
PENGARUH PAPARAN KADMIUM TERHADAP KADAR
MALONDIALDEHID (MDA) SERUM TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) JANTAN
GALUR WISTAR
1
elektronik yang sudah dibuang seperti baterai, perangkat elektronik, perhiasan, mainan
dan akibat penggunaan pupuk yang mengandung kadmium.1
Kadmium terdapat pada kerak bumi pada kadar 0,13 μg/g. Kadmium akan
terurai membentuk ion-ion yang terhidrasi dan garam klorida di perairan. Nilai ambang
batas kadmium di perairan berkisar 0,1-1,0 ppm.2 Kadmium dapat terserap oleh
tanaman dan mengkontaminasi tanaman tersebut. Kontaminasi tanaman ini disebabkan
karena akumulasi kadmium pada tanah dan air yang digunakan untuk tanaman.3 Setelah
perang dunia kedua yaitu antara tahun 1960-1970, masyarakat Jepang terkena penyakit
yang disebut penyakit itai-itai disebabkan karena masyarakat Jepang mengkonsumsi
beras yang terkontaminasi kadmium. 400 orang dilaporkan terkena penyakit ini antara
rentang tahun 1910-2007.4
Kadmium juga terdapat dalam tembakau pada rokok, selain itu asap rokok juga
membantu mengangkut kadmium dengan konsentrasi tinggi ke alveoli paru. Sifat
kadmium yang mudah larut dibandingkan logam lain menjadikan kadmium banyak
mengontaminasi air dan membuat zat ini mudah diambil oleh tanaman dari tanah lalu
disimpan oleh tanaman, akibatnya manusia yang mengonsumsi tanaman ini akan
terintoksikasi oleh kadmium. Bahan makanan yang banyak mengandung kadmium
antara lain jamur, kerang, rumput laut dan beras.5
Terdapat beberapa penelitian di Indonesia yang menemukan kontaminasi
kadmium di beras. Diantaranya penelitian oleh Suzuki ditemukan kandungan kadmium
sebesar 0,062 ppm pada beras asal Jawa Barat, 0,030 ppm pada beras asal Jawa Tengah
dan 0,0361 ppm pada beras asal Jawa Timur. Pada penelitian ini juga didapatkan beras
yang mengandung kadmium sebesar 0,3400 ppm dan beras Saigon asal Jawa Barat
dengan kandungan kadmium sebesar 0,3300 ppm.6 Harahap (2014) juga menemukan
adanya beras yang terkontaminasi oleh kadmium, yaitu beras yang didapatkan dari
tanaman padi pada areal persawahan dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah
Namo Bintang di Deli Serdang. Penelitian ini juga mendapatkan beras yang
mengandung kadmium sebesar 0,354 ppm.7 Nilai ini sudah melebihi nilai ambang batas
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20/1990 yaitu sebesar 0,01
ppm. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat rentan mengalami intoksikasi
kadmium.8
Kadmium masuk ke dalam tubuh bisa melalui jalur inhalasi dan melalui jalur
gastrointestinal. Melalui jalur inhalasi, partikel kadmium akan berdifusi ke endotel di
alveoli apabila ukuran partikel itu kecil, sementara partikel kadmium yang lebih besar
akan terakumulasi di nasofaring dan trakeobronkial, yang akhirnya akan dibersihkan
oleh bersihan mukosiliar. Kadmium masuk melalui jalur gastrointestinal dalam bentuk
makanan yang terkontaminasi kadmium seperti beras, sisa bersihan mukosiliar dan
ingesti langsung dari pekerja yang rentan terhadap paparan kadmium. Zat ini di dalam
saluran gastrointestinal akan diserap dengan bantuan transporter, sedangkan yang tidak
terserap akan dikeluarkan bersama feses.9
Kadmium apabila memasuki tubuh manusia bisa menyebabkan berbagai
macam masalah kesehatan, salah satunya adalah itai-itai disease yang sempat terjadi di
Jepang, dan juga menyebabkan intoksikasi hati dan ginjal.5 Zat ini juga akan
menyebabkan berbagai rangkaian metabolisme dan proses endogen apabila masuk
kedalam tubuh yang akhirnya akan membentuk senyawa Malondialdehid (MDA)
sebagai hasil dari peroksidasi lipid. Semakin besar kadar MDA di dalam tubuh
menandakan semakin besar stress oksidatif yang terjadi.10
Target primer dari toksisitas kadmium adalah hati dan ginjal, tetapi gangguan
terhadap mineralisasi tulang dan kerusakan epitel paru juga bisa ditemukan pada orang-
2
orang yang rentan terpapar kadmium. Paparan kronik terhadap zat ini akan
menyebabkan kerusakan tubulus proksimal ginjal, proteinuria, glukosuria, poliuria dan
penurunan absorbsi fosfat.11 Gejala-gejala ini muncul akibat dari degenerasi dan atropi
dari tubulus proksimal ginjal, dan yang lebih parah akibat fibrosis ginjal.12
Hepatotoksik juga ditemukan pada orang-orang yang terpapar kronik oleh
kadmium.11 Kerusakan hati oleh kadmium disebabkan oleh dua mekanisme, yang
pertama karena efek langsung dari kadmium ini sendiri, yaitu Cd2+ akan berikatan
dengan molekul-molekul penting yang ada di mitokondria hepatosit dan mengakibatkan
terjadinya disfungsi mitokondria dan stress oksidatif. Mekanisme kedua disebabkan
oleh aktivasi sel kupffer dan mediator inflamasi lainnya.14 Efek lain yang disebabkan
oleh kadmium adalah meningkatkan peroksidasi lipid, mengurangi antioksidan endogen
khususnya glutathion peroksidase dan superoksida dismutase.15
Berdasarkan hal diatas, diketahui bahwa kadmium memiliki beberapa efek
toksik ke berbagai organ manusia terutama ginjal dan hati, yang selain berefek pada
kerusakan fungsi ginjal dan hati, juga menyebabkan terjadinya stress oksidatif ketika
kedua organ ini mengalami gangguan oleh karena paparan kadmium. Selnjutnya,
kadmium memiliki efek meningkatkan peroksidasi lipid dan mengurangi antioksidan
endogen tubuh manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh paparan kadmium terhadap kadar Malondialdehid (MDA) serum sebagai hasil
akhir dari peroksidasi lipid dan menandakan sudah terjadinya stress oksidatif di dalam
tubuh.
Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh paparan kadmium terhadap kadar Malondialdehid
(MDA) serum tikus putih (Rattus novergicus)?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis paparan kadmium
terhadap kadar MDA serum tikus putih galur wistar.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui kadar Malondialdehid (MDA) serum tikus putih galur wistar
yang tidak terpapar kadmium.
2. Mengetahui kadar Malondialdehid (MDA) serum tikus putih galur wistar
yang terpapar kadmium.
3. Mengetahui pengaruh paparan kadmium terhadap kadar Malondialdehid
(MDA) tikus putih galur wistar.
Hipotesa Penelitian
Paparan kadmium dapat menyebabkan meningkatnya kadar malondialdehid
(MDA) serum tikus putih (Rattus novergicus).
Metoda Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi dan
laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Andalas pada bulan Februari
2019 - April 2019.
Sampel Penelitian
3
Sampel pada penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
1. Kriteria Inklusi:
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:
A. Tikus sehat.
B. Berat badan 150-300 gram.
C. Berjenis kelamin jantan.
D. Berusia dua sampai tiga bulan.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:
A. Tikus tampak sakit satelah dilakukan perlakuan, yang ditandai dengan
rambut tidak cerah,rontok atau botak dan aktivitas kurang aktif,
keluarnya discharge dari mata, mulut, genital atau anus.
B. Berat badan tikus turun lebih dari 10% setelah masa adaptasi di
laboratorium.
Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
perlakuan kepada hewan coba, dengan tahap sebagai berikut :
a. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari kelompok Kontrol
dan Perlakuan 1, 2 dan 3.
b. Masing-masing kelompok diberikan perlakuan.
• Kelompok Kontrol : Sebagai blangko tanpa diinduksi
kadmium.
• Kelompok Perlakuan 1 : Kelompok ini akan diinduksi kadmium
sebanyak 2.5 mg/kgBB
• Kelompok Perlakuan 2 : Kelompok ini akan diinduksi kadmium
sebanyak 5 mg/kgBB
• Kelompok Perlakuan 3 : Kelompok ini akan diinduksi kadmium
sebanyak 10 mg/kgBB
c. Setelah 28 hari, dilakukan pengambilan darah tikus dan dilakukan
pengukuran kadar Malondialdehid (MDA).
d. Data kemudian dianalisis.
4
menimbulkan pencemaran lingkungan sekitar. Penggunaan hewan coba pada
penelitian ini relevan terhadap kesehatan manusia dan kemajuan pengetahuan.
Pengukuran Malondialdehid
Pemeriksaan kadar malondialdehid menggunakan 3 buah tabung reaksi, sebagai
blanko, standard, dan sampel. Tabung blanko diisi dengan 1000 μL reagen. Tabung
kedua diisi dengan 10 μL larutan standar dan 1000 μL reagen 1. Selanjutnya tabung
ketiga diisi 10 μL sampel dan 1000 μL reagen 1. Masing-masing tabung dicampur dan
diinkubasi pada suhu 37˚C selama 3 menit. Kemudian pada masing-masing tabung
ditambahkan 1000 μL reagen 2, dicampur dan diinkubasi pada suhu 37˚C selama
60menit. Setelah di campur dan diinkubasi, hasilnya dibaca pada fotometer dengan
panjang gelombang 546
5
8. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian
dan cara mencegah atau mengatasi kejadian (termasuk rasa nyeri dan
keluhan)
Tikus mungkin akan terjadi perubahan flora normal usus tikus, diare dan mati
selama pemberian perlakuan. Pertolongan dengan pemberian cairan dan diet akan
membantu tikus kembali sehat.
9. Pengalaman yang terdahulu (sendiri atau orang lain) dari tindakan yang
akan diterapkan.
Pada beberapa penelitian sebelumnya tikus telah di pergunakan untuk melakukan
percobaan serupa dengan objek penelitian yang berbeda
10. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit dan dapat memberi manfaat
untuk subyek yang bersangkutan, uraikan manfaat itu.
Penelitian tidak memakai orang sakit.
13. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit, jelaskan diagnosis dan nama
dokter yang bertanggung jawab merawatnya. Bila menggunakan orang sehat
jelaskan cara pengecekan kesehatannya
Penelitian tidak memakai orang sakit
14. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian, termasuk efek samping dan
komplikasi bila ada
Pencatatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan kadar malondialdehid tikus
yang diteliti.
Tidak ada efek samping dan komplikasi.
15. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan bagaimana cara
memberitahukan dan mengajak subyek (lampirkan surat persetujuan
penderita)
-
16. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek dapat ganti
rugi bila ada gejala efek samping?
-
6
18. Nama tim peneliti:
Organisasi Pelaksana
Penelitian ini merupakan persyaratan untuk menyelesaikan studi S1 Program
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dengan peneliti
sebagai berikut.
Peneliti : Dimas Candra Kusworo
Pembimbing I : Dra. Asterina, MS
Pembimbing II : Dr. dr. Rosfita Rasyid, M.Kes