Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL

ANALISIS KETERCAPAIAN HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)


DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21 PESERTA DIDIK
SMAN SE-KOTA MAKASSAR

ITA PURNAMASARI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul

Halaman Pengesahan

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Hasil Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab III Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

B. Fokus Penelitian

C. Deskripsi Fokus

D.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana pokok suatu bangsa dalam meningkatkan

kualitas masyarakat dan penyesuaian diri terhadap pesatnya perubahan serta

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai tujuan pendidikan yang

tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Melalui pendidikan, sumber daya manusia

(SDM) yang berkualitas dibentuk untuk mampu memecahkan masalah, berpikir

kritis, kreatif, dan kompetitif sehingga dapat mengekspresikan diri mereka dalam

menghadapi perkembangan zaman untuk tanggap terhadap tantangan era

globalisasi.

Perkembangan Sains dan Teknologi memberikan tantangan baru di dunia

pendidikan dalam menghadapi pergeseran paradigma pembangunan dari abad 20

menuju abad 21. Melalui pendidikan, diharapkan peserta didik dapat menguasai

kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan di abad 21 (21st century skills).

Pengembangan pola pikir peserta didik merupakan tuntutan yang harus dipenuhi

pada era global. Hal ini sejalan dengan Partnership of 21st Century Skills yang

mengidentifikasi bahwa peserta didik pada abad 21 harus mampu mengembangkan


keterampilan kompetitif yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir

tingkat tinggi (Higher order thinking skills).

Taksonomi Anderson dan Krathwohl’s membagi level kognitif menjadi

dua, yaitu kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking) dan

kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking). Lower Order

Thinking terdapat pada level mengingat (remember), memahami (understand) dan

menerapkan (apply) sedangkan Higher Order Thinking terdapat pada level

menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate) dan menciptakan (create). Higher

Order Thinking Skills atau keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah konsep

reformasi pendidikan yang melatih peserta didik untuk mampu berpikir logis, runut

dan sistematis.

Keterlibatan Indonesia dalam Programme for International Students

Assessment (PISA) adalah upaya melihat sejauh mana program pendidikan di

negara kita berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. PISA merupakan

suatu studi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh The Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) yang mengkaji kemampuan

berpikir peserta didik pada rentang usia 15 tahun yang diikuti oleh beberapa negara

peserta, termasuk Indonesia. Program ini dikembangkan untuk mengukur apakah

peserta didik pada usia tersebut telah menguasai apa yang seharusnya mampu

dicapai, serta untuk mengetahui apakah peserta didik mampu mengaplikasikan

pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan data Programme for International Students Assessment

(PISA) (2016) menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia secara


berturut-turut untuk kemampuan sains, membaca, dan matematika berada pada

peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang dievaluasi. Selanjutnya data Trends

International Mathematic and Science Study (TIMSS) yang diadakan oleh

International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA)

(2016) menunjukkan bahwa kemampuan Indonesia dalam sains dan matematika

secara berturut-turut berada pada peringkat 48 dan 45 dari 50 negara peserta dengan

skor rata-rata keduanya 39 poin dari 500 poin. Hal ini menunjukkan kemampuan

peserta didik Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan

analisis, evaluasi, kreasi, serta logika dan penalaran sangat kurang.

Dampak adanya pengukuran Higher Order Thinking Skills terhadap

peserta didik adalah diketahui adanya tingkatan Higher Order Thinking Skills

(HOTS) peserta didik untuk dijadikan tolok ukur bagi pendidik dalam memilih

sebuah permasalahan dalam mendesain pembelajaran. Apabila sebuah

permasalahan yang bermutu dan mampu dijalankan dengan baik, maka akan terjadi

pula keseimbangan dengan tercapainya tujuan pembelajaran dan prestasi belajar

yang baik pula serta terjadi perubahan yang berarti bagi peserta didik. Dengan

Higher Order Thinking Skills (HOTS), peserta didik dapat membedakan ide atau

gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu mengonstruksi penjelasan,

mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan analisis untuk mengetahui

bagaimana keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Oleh karena itu,

peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Ketercapaian Keterampilan


Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik dalam Pembelajaran Abad 21 se-Kota

Makassar”.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka fokus masalah yang dikaji

dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah tingkat higher order thinking skills (HOTS) pada aspek

kemampuan menganalisis (analyze) peserta didik SMAN se-Kota Makassar?

2. Bagaimanakah tingkat higher order thinking skills (HOTS) pada aspek

kemampuan mengevaluasi (evaluate) peserta didik SMAN se-Kota Makassar?

3. Bagaimanakah tingkat higher order thinking skills (HOTS) pada aspek

kemampuan mencipta (create) peserta didik SMAN se-Kota Makassar?

4. Bagaimanakah gambaran tingkat higher order thinking skills (HOTS) dalam

pembelajaran abad 21 pada peserta didik SMAN se-Kota Makassar?

5. Seberapa persen ketercapaian higher order thinking skills (HOTS) dalam

pembelajaran abad 21 pada peserta didik SMAN se-Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Menganalisis dan mendeskripsikan tingkat higher order thinking skills (HOTS)

pada aspek kemampuan menganalisis (analyze) peserta didik SMAN se-Kota

Makassar.
2. Menganalisis dan mendeskripsikan tingkat higher order thinking skills (HOTS)

pada aspek kemampuan mengevaluasi (evaluate) peserta didik SMAN se-Kota

Makassar.

3. Menganalisis dan mendeskripsikan tingkat higher order thinking skills (HOTS)

pada aspek kemampuan mencipta (create) peserta didik SMAN se-Kota

Makassar.

4. Mendeskripsikan tingkat higher order thinking skills (HOTS) dalam

pembelajaran abad 21 pada peserta didik SMAN se-Kota Makassar.

5. Mengetahui dan menganalisis ketercapaian higher order thinking skills (HOTS)

dalam pembelajaran abad 21 pada peserta didik SMAN se-Kota Makassar.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, diharapkan dapat memberi manfaat bagi

dunia pendidikan, baik yang berupa manfaat teoritis maupun manfaat praktis yaitu

1. Manfaat teoritis

Manfaat dalam penelitian ini adalah memberikan sumbangan dan wawasan yang

berarti untuk pengembangan keterampilan abad 21 dalam dunia pendidikan

khususnya mengenai higher order thinking skills (HOTS) peserta didik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, dengan adanya penelitian ini maka SMAN se-Kota Makassar

dapat mengetahui tingkat ketercapaian higher order thinking skills (HOTS)

peserta didik.
b. Bagi pihak guru, dengan adanya penelitian ini maka guru dapat

mengembangkan strategi pembelajaran yang dianggap dapat mempengaruhi

perkembangan higher order thinking skills (HOTS) peserta didik khususnya

pengembangan dalam pembelajaran abad 21.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

1. Pengertian keterampilan berpikir tingkat tinggi

Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills-HOTS)

adalah proses berpikir yang mengharuskan peserta didik untuk memanipulasi

informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi mereka pengertian dan

implikasi baru (Gunawan, 2012:171). Contohnya adalah saat menganalisis, mampu

membedakan, mengorganisasi, mengatribusikan dan akhirnya peserta didik sampai

pada suatu kesimpulan. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih

tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada

seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita. Menurut Rofiah dkk

(2013) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah proses

berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman

yang kompleks, reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai

tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analisis,

evaluasi dan kreasi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills-HOTS)

merupakan cara berpikir yang tidak lagi hanya menghafal secara verbalistik saja

namun juga memaknai hakikat dari yang terkandung diantaranya, untuk mampu

memaknai makna dibutuhkan cara berpikir yang integralistik dengan analisis,


sintesis, mengasosiasi hingga menarik kesimpulan menuju penciptaan ide-ide

kreatif dan produktif (Ernawati, 2017:196-197).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills) merupakan

proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan kembali

informasi yang diketahui. Keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan

keterampilan menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan

serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam

upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.

2. Taksonomi Bloom

Proses berpikir tingkat tinggi dibutuhkan untuk menjalani suatu proses

berpikir yang berkualitas. Salah satu cara untuk mendapatkan hasil atau produk

yang berkualitas adalah dengan menggunakan taksonomi Bloom sebagai

parameter. Dalam taksonomi Bloom terevisi (Anderson & Krathwohl, 2001),

kemampuan berpikir mencakup dimensi proses mengingat (remember), memahami

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi

(evaluate) dan menciptakan (create). Berdasarkan kualifikasi ini, kemampuan

berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini mencakup kemampuan dalam cakupan

dimensi proses menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan dengan dasar-dasar

proses mengingat yang baik. Tabel 2.1 berikut menunjukkan proses menganalisis,

mengevaluasi dan menciptakan.


Tabel 2.1 Dimensi Proses Kognitif

Kategori dan Proses Nama-nama


Definisi
Kognitif Lain

Memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian

Menganalisis penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan


3
(analyze) antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian

tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

Membedakan bagian materi

pelajaran yang relevan dari yang

Menyendirikan, tidak relevan, bagian yang penting

Membedakan memilah, dari yang tidak penting


3.1
(differentiating) memfokuskan, (membedakan antara bilangan yang

memilih relevan dan bilangan yang tidak

relevan dalam cerita soal

matematika).

Menemukan
Menentukan bagaimana elemen-
koherensi,
elemen bekerja atau berfungsi
memadukan,
dalam sebuah struktur (misalnya
Mengorganisasi membuat garis
3.2 menyusun bukti-bukti dalam cerita
(organizing) besar,
sejarah menjadi bukti-bukti yang
mendeskripsikan
mendukung dan menentang suatu
peran,
penjelasan historis.
menstrukturkan
Menentukan sudut pandang, bias,

nilai, atau maksud di balik materi

Mengatribusikan pelajaran (misalnya menunjukkan


3.3 Mendekonstuksi
(attributing) sudut pandang penulis suatu esai

sesuai dengan pandangan politik si

penulis).

Mengevaluasi
4. Mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar
(evaluate)

Menemukan inkonsistensi atau

kesalahan dalam suatu proses atau

produk, menentukan apakah suatu

proses atau produk memiliki


Mengkoordinasi,
konsistensi internal; menentukan
Memeriksa mendeteksi,
4.1 efektifitas suatu prosedur yang
(checking) memonitor,
sedang dipraktikkan (misalnya
menguji
memeriksa apakah kesimpulan-

kesimpulan seorang ilmuwan sesuai

dengan data-data pengamatan atau

tidak).

Menemukan inkonsistensi anatara

Mengkritik suatu produk dan kriteria eksternal;


4.2 Menilai
(critiquing) menentukan apakah suatu produk

memiliki konsistensi eksternal;


menemukan ketepatan suatu

prosedur untuk menyelesaikan

masalah (misalnya menentukan satu

metode terbaik dari dua metode

untuk menyelesaikan suatu

masalah).

Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu


Mencipta
5 yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu
(create)
produk yang orisinal.

Membuat hipotesis-hipotesis

Merumuskan Membuat berdasarkan kriteria (misalnya


5.1
(generating) hipotesis membuat hipotesis tentang sebab-

sebab terjadinya suatu fenomena).

Merencanakan prosedur untuk

menyelesaikan suatu tugas


Merencanakan
5.2 Mendesain (misalnya merencanakan proposal
(planning)
penelitian tentang topik sejarah

tertentu).

Menciptakan suatu produk


Memproduksi
5.3 Mengkonstruksi (misalnya membuat habitat untuk
(producing)
spesies tertentu demi suatu tujuan).
B. Pembelajaran Abad 21

1. Keterampilan abad 21

The North Central Regional Education Laboratory (NCREL) dan The Metiri

Grup (2003) dalam (Trisdiono, 2013) mengidentifikasi kerangka kerja untuk

keterampilan abad ke-21 yang dibagi menjadi empat kategori yakni kemahiran era

digital, berpikir inventif (menemukan ide baru dan original), komunikasi yang

efektif, dan produktivitas yang tinggi.

ATCS (Assesment and Teaching for 21st Century Skills) menyimpulkan

empat hal pokok berkaitan dengan keterampilan abad 21 yaitu cara berpikir, cara

bekerja, alat kerja dan kecakapan hidup. Cara berpikir mencakup kreativitas,

berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar. Cara kerja

mencakup komunikasi dan kolaborasi. Alat untuk bekerja mencakup teknologi

informasi dan komunikasi (ICT) dan literasi informasi. Kecakapan hidup mencakup

kewarganegaraan, kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.

Kerangka kompetensi 21st Century Skills dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Kompetensi 21st Century Skills

(Partnership for 21st Century Skills, 2009)


Berdasarkan gambar 2.1 terlihat bahwa keterampilan peserta didik pada abad

21 antara lain (1) keterampilan hidup dan berkarir (life and career skills), (2)

keterampilan belajar dan berinovasi (learning and innovation skills), (3)

keterampilan teknologi dan media informasi (information media and technology

skills). Ketiga keterampilan tersebut dirangkum dalam sebuah skema keterampilan-

pengetahuan abad 21/ 21st century knowledge-skills (Trilling dan Fadel, 2009).

Tabel 2.2 Keterampilan abad 21 (21st Century Skills)

Keterampilan Abad 21 Deskripsi

1. Fleksibilitas dan adaptibilitas : siswa mampu

mengadaptasi perubahan dan fleksibel dalam

belajar dan berkegiatan dalam kelompok.

2. Memiliki inisiatif dan dapat mengatur diri

sendiri : siswa mampu mengelola tujuan dan

Keterampilan Hidup dan waktu, bekerja secara independen dan menjadi

Berkarir (life and career siswa yang dapat mengatur diri-sendiri.

skills) 3. Interaksi sosial dan antarbudaya : siswa

mampu berinteraksi dan bekerja secara efektif

dengan kelompok yang beragam.

4. Produktivitas dan akuntabilitas : siswa

mampu mengelolah projek dan menghasilkan

produk.
5. Kepemimpinan dan tanggung jawab : siswa

mampu memimpin teman-temannya dan

bertanggung jawab kepada masyarakat luas.

1. Berpikir kritis dan mengatasi masalah : siswa

mampu menggunakan berbagai alasan

(reason) seperti induktif atau deduktif untuk

berbagai situasi; menggunakan cara berpikir

sistem; membuat keputusan dan mengatasi


Keterampilan Belajar dan
masalah.
Berinovasi (learning and
2. Komunikasi dan kolaborasi : siswa mampu
innovation skills)
berkolaborasi dengan jelas dan melakukan

kolaborasi dengan anggota kelompok lainnya.

3. Kreativitas dan inovasi : siswa mampu

berpikir kreatif, bekerja secara kreatif dan

menciptakan inovasi baru.

1. Literasi informasi : siswa mampu mengakses

informasi secara efektif (sumber informasi)


Keterampilan Teknologi dan
dan efisien (waktunya); mengevaluasi
Media Informasi
informasi yang akan digunakan secara kritis
(information media and
dan kompeten; menggunakan dan mengelola
technology skills)
informasi secara akurat dan efektif untuk

mengatasi masalah.
2. Literasi media : siswa mampu memilih dan

mengembangkan media yang digunakan untuk

berkomunikasi.

3. Literasi ICT : siswa mampu menganalisis

media informasi dan menciptakan media yang

sesuai untuk melakukan komunikasi.

Sumber : Trilling dan Fadel (2009)

Educational Testing Service (ETS) mendefinisikan keterampilan abad 21

sebagai pembelajaran kemampuan untuk : 1) mengumpulkan dan/atau mengambil

informasi, 2) mengatur dan mengelola informasi, 3) mengevaluasi kualitas,

relevansi, dan kegunaan informasi, dan 4) menghasilkan informasi yang akurat

melalui penggunaan sumber daya yang ada (Trisdiono, 2013).

Kang dkk (2012) memberikan kerangka keterampilan abad 21 dalam domain

kognitif, afektif, dan budaya sosial. Domain kognitif terbagi dalam sub domain

kemampuan mengelola informasi, yaitu kemampuan menggunakan alat, sumber

daya dan keterampilan inkuiri melalui proses penemuan; kemampuan

mengkonstruksi pengetahuan dengan memproses informasi, memberikan alasan,

dan berpikir kritis; kemampuan menggunakan pengetahuan melalui proses

analistis, menilai, mengevaluasi, dan memecahkan masalah; dan kemampuan

memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan metakognisi dan berpikir

kreatif.
Domain afektif mencakup identitas diri yakni mampu memahami konsep diri,

percaya diri, dan gambaran pribadi; mampu menetapkan nilai-nilai yang menjadi

nilai-nilai pribadi dan pandangan terhadap setiap permasalahan. Pengarahan diri

ditunjukan dengan menguasai diri dan mampu mengarahkan untuk mencapai tujuan

dalam bingkai kepentingan bersama. Akuntabilitas diri ditunjukan dengan inisiatif,

prakarsa, tanggung jawab, dan sikap menerima dan menyelesaikan tanggung

jawabnya. Domain budaya sosial ditunjukkan dengan terlibat aktif dalam

keanggotaan organisasi sosial, diterima dalam lingkungan sosial, dan mampu

bersosialisasi dalam lingkungan.

2. Kerangka pembelajaran abad 21

Kerangka pembelajaran abad 21 seperti terlihat pada gambar 2.1 menyajikan

pandangan holistik pembelajaran abad 21 dan pembelajaran yang menggabungkan

fokus diskrit pada hasil peserta didik abad 21 (campuran dari keterampilan,

pengetahuan konten, keahlian dan kemahiran) dengan sistem pendukung yang

inovatif untuk membantu peserta didik menguasai kemampuan multidimensi yang

diperlukan di abad ke-21 dan seterusnya.

Grafik mewakili kedua hasil peserta didik abad 21 (yang diwakili oleh

lengkungan pelangi) dan sistem pendukung pembelajaran abad 21 (yang diwakili

oleh kolam renang di bagian bawah). Sementara grafis mewakili setiap elemen jelas

untuk tujuan deskriptif, pembelajaran abad 21 dilihat semua komponen seperti

saling berhubungan secara penuh dalam proses belajar mengajar abad 21. Unsur-

unsur yang dijelaskan merupakan sistem kritis yang diperlukan untuk memastikan

kesiapan abad 21 untuk setiap peserta didik. Standar pembelajaran abad 21 terkait
dengan penilaian, kurikulum, pengajaran, pengembangan profesional dan

pembelajaran lingkungan harus selaras untuk menghasilkan sistem pendukung yang

menghasilkan peserta didik pada abad 21 dan seterusnya.

3. Strategi pembelajaran abad 21

Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan peserta

didik untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata,

menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian

keterampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang

sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan.

Kemampuan berpikir kritis peserta didik dibangun melalui pembelajaran

yang menerapkan taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh

Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada tahun 2001. Bloom membagi

tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Tujuan pendidikan mengalami penyempurnaan pada tahun 2001 (Liliasari, 2012).

Taksonomi pembelajaran dikelompokan dalam dimensi pengetahuan dan dimensi

proses kognitif.

Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif. Pengetahuan faktual menekankan pada pengetahuan

faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang

terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu, yang

mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail.

Pengetahuan faktual menyajikan fakta-fakta yang muncul dalam pengetahuan.

Pengetahuan konseptual yaitu pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan


antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi

sama-sama yang mencakup skema, model pemikiran dan teori. Pengetahuan

prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang

bersifat rutin maupun yang baru dan pengetahuan metakognitif yaitu mencakup

pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri

(Liliasari, 2012).

Ranah kognitif terbagi dalam enam tingkat yaitu : 1) mengingat (remember):

mengambil, mengakui, dan mengingat pengetahuan yang relevan dari memori

jangka panjang, 2) memahami (understand): membangun makna dari lisan, pesan

tertulis, dan grafis melalui menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasi,

meringkas, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan, 3) menerapkan

(apply): melaksanakan atau menggunakan prosedur melalui pelaksana, atau

menerapkan, 4) menganalisis (analyze): breaking materi menjadi bagian-bagian

penyusunnya, menentukan bagaimana bagian-bagian berhubungan satu sama lain

dan yang secara keseluruhan struktur atau tujuan melalui membedakan,

mengorganisasikan, dan menghubungkan, 5) evaluasi (evaluate): membuat

penilaian berdasarkan kriteria dan standar melalui memeriksa dan mengkritisi dan

6) menciptakan (create): menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk

suatu kesatuan yang utuh atau fungsional, reorganisasi elemen ke pola baru atau

struktur melalui menghasilkan, perencanaan, atau menghasilkan.

Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir kritis

peserta didik tidak dapat dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah.

Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru, akan membelenggu kekritisan
peserta didik dalam menyikapi suatu materi ajar. Peserta didik menerima materi

dari satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi.

Kemampuan berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang

berbeda dan menyeluruh (Liliasari, 2012).

Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan

mengajak peserta didik melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap

materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk mendorong

motivasi belajar peserta didik. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar yang

relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar

dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh peserta didik.

Menghubungkan materi dengan praktik sehari-hari dan kegunaannya dapat

meningkatkan pengembangan potensi peserta didik.

Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus

dilakukan oleh semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan TIK yang

terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun praktik pemanfaatnyanya. Metode

pembelajaran yang dapat mengakomodir hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber

belajar yang variatif. Mulai dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan

sumber belajar digital. Peserta didik memanfaatkan sumber-sumber digital, baik

yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik audio maupun

audiovisual (Arifin, 2013).

Keterampilan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap orang

lain, berbagi dengan orang lain, dan bersama-sama dengan orang lain mencapai

tujuan bersama. Paradigma pembelajaran kolaboratif memfasilitasi peserta didik


berada dalam peran masing-masing, melaksanakannya dan bertanggungjawab.

Sikap individualistik, mau menang sendiri, dan bekerja sendiri akan mengurangi

kemampuan peserta didik dalam menyiapkan diri menyongsong masa depannya.

Setiap kompetensi yang ada pada masing-masing dikolaborasikan, sehingga dapat

meningkatkan kompetensi dan pencapaian hasil.

Strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik dalam mencapai

keterampilan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan

aktivitas belajar yang variatif, menggunakan pemanfaatan teknologi untuk

mencapai tujuan pembelajaran, pembelajaran berbasis projek atau masalah,

keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), fokus pada

penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh peserta didik, lingkungan

pembelajaran kolaboratif, visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual

untuk meningkatkan pemahaman, menggunakan penilaian formatif termasuk

penilaian diri sendiri (Beers, 2012).

Pemanfaatan teknologi khususnya tekonologi informasi komunikasi,

memfasilitasi peserta didik mengikuti perkembangan teknologi, dan mendapatkan

berbagai macam sumber dan media pembelajaran. Sumber belajar yang semakin

variatif memungkinkan peserta didik mengekplorasi materi ajar dengan berbagai

macam pendekatan sesuai dengan gaya dan minat belajar peserta didik (BSNP,

2010).

Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa dengan

masalah yang dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam sehari-hari. Bertitik

tolak dari masalah yang diinventarisis, dan diakhiri dengan strategi pemecahan
masalah tersebut, siswa secara berkesinambungan mempelajari materi ajar dan

kompetensi dengan terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan

masalah dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya

penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek pembelajaran juga

fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa (Taufik,

dkk. 2010).

Keterhubungan antarkurikulum (cross-curricular connections), atau

kurikulum terintegrasi memungkinkan peserta didik menghubungkan antarmateri

dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran dapat lebih

bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari sesuatu. Pembelajaran ini

didukung lingkungan pembelajaran kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi

peserta didik. Didukung dengan visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media

visual dapat meningkatkan pemahaman peserta didik.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif

menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif, dan didukung

dengan penilaian oleh diri sendiri, peserta didik terpantau tingkat penguasaan

kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan belajar dan berguna dalam

melakukan penempatan pada saat pembelajaran didesain dalam kelompok.

Proses pembelajaran untuk menyiapkan peserta didik memiliki keterampilan

abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan

mengevaluasi pembelajaran (Beers, 2012). Guru memegang peran sentral sebagai

fasilitator pembelajaran. Peserta didik difasilitasi berproses menguasai materi ajar

dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas mengawal


proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun

pembelajaran berpusat pada peserta didik.

Dalam penelitian ini, keterampilan peserta didik dalam pembelajaran abad

21 adalah keterampilan yang diperoleh peserta didik melalui pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik, bersifat kolaboratif, kontekstual, dan terintegrasi

dengan masyarakat. Sehingga dalam penerapannya, peneliti menggambarkan

kerangka pikir tingkat ketercapaian keterampilan peserta didik.

Pembuatan Butir Tes


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif yang bertujuan

untuk memberikan gambaran mengenai tingkat ketercapaian higher order thinking

skills (HOTS) peserta didik dalam pembelajaran abad 21.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi

(higher order thinking skills) peserta didik dalam pembelajaran abad 21.

C. Deskripsi Fokus

Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills)

peserta didik dalam pembelajaran abad 21 adalah kemampuan dalam

menyelesaikan tes yang disusun berdasarkan dimensi kognitif dari taksonomi

Bloom pada tingkat menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) yang

diberikan kepada peserta didik SMAN se-Kota Makassar.


D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik SMAN se-Kota Makassar.

Disebabkan subjek penelitian sangat luas untuk peserta didik SMAN se-Kota

Makassar maka pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan teknik cluster

proportioned stratified random sampling.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur

indikator-indikator variabel melalui data yang diperoleh. Instrumen yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa observasi, tes keterampilan berpikir

tingkat rendah dan tinggi, wawancara, dan dokumentasi.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan penelitian,

(2) tahap pelaksanaan penelitian, dan (3) tahap akhir penelitian.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, peneliti melakukan perencanaan, penyusunan, dan

penyiapan yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Beberapa hal yang dilakukan

adalah sebagai berikut.

a. Melakukan observasi awal di 8 titik lokasi SMAN di Kota Makassar

dengan menganalisis soal ujian semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019

guna melihat soal-soal yang tergolong kategori menganalisis (analyze),


mengevaluasi (evaluate) dan mencipta (create) yang merupakan indikator

untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi. Selain itu, peneliti

mengambil data hasil belajar dari ujian semester ganjil 2018/2019 untuk

melihat kemampuan peserta didik menyelesaikan soal-soal yang tergolong

kategori berpikir tingkat tinggi.

b. Penyusunan instrumen tes keterampilan berpikir tingkat tinggi yang

diawali dengan menyusun kisi-kisi instrumen, kunci dan pedoman

penskoran /rubrik.

c. Melakukan konsultasi ke dosen pembimbing terkait dengan instrumen

penelitian kemudian divalidasi oleh 2 orang pakar yaitu pakar fisika dan

pakar evaluasi terkait dengan aspek konstruksi, aspek materi, dan aspek

bahasa.

d. Melakukan analisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, dan tingkat

kesukaran instrumen penelitian yang akan digunakan di lapangan.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap pengumpulan informasi,

sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang telah dipersiapkan

sebelumnya. Peneliti memberikan tes keterampilan berpikir tingkat tinggi kepada

peserta didik yang menjadi subjek penelitian di SMAN se-Kota Makassar. Selain

itu, peneliti juga melakukan wawancara untuk lebih memperoleh data secara

mendalam.
3. Tahap akhir penelitian

Adapun kegiatan pada tahap akhir penelitian adalah peneliti menganalisis

data yang diperoleh setelah melakukan penelitian, membahas hasil analisis data dan

menyimpulkan hasil penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, tes, wawancara dan

dokumentasi.

1. Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi yaitu observasi tidak terstruktur

yang merupakan pengamatan awal yang dilakukan di beberapa SMAN se-Kota

Makassar untuk memperoleh data awal mengenai hasil belajar peserta didik yang

digunakan peneliti untuk mengembangkan penelitian tentang keterampilan berpikir

tingkat tinggi dalam pembelajaran abad 21.

2. Tes

Pada penelitian ini, data mengenai keterampilan berpikir tingkat tinggi

diperoleh melalui tes keterampilan berpikir tinggi (Higher Order Thinking Skills

Test) dengan merujuk pada Taksonomi Bloom dengan kategori menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Tes ini diberikan kepada peserta didik untuk

diselesaikan dalam waktu tertentu kemudian hasil tes peserta didik akan dianalisis

untuk memperoleh kesimpulan yang diinginkan peneliti.


3. Wawancara

Teknik pengumpulan data melalui wawancara digunakan oleh peneliti untuk

memperoleh verbal deskripsi dengan berbicara dan bertatap muka dengan guru

maupun peserta didik yang bisa memberikan informasi kepada peneliti. Wawancara

digunakan untuk memperkuat hasil analisis dari tes keterampilan berpikir tingkat

tinggi (Higher Order Thinking Skills Test) dalam pembelajaran abad 21.

4. Dokumentasi

Pada penelitian ini, data yang diperoleh melalui dokumentasi berupa hasil

belajar peserta didik pada semester ganjil tahun 2018/2019 sebagai data awal untuk

mengembangkan penelitian ini. Selain itu, dokumentasi lainnya berupa gambar-

gambar yang diambil peneliti selama pemberian tes keterampilan berpikir tingkat

tinggi pada peserta didik SMAN se-Kota Makassar.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis

data di lapangan Model Miles and Huberman yang melalui 3 tahap, yaitu :

1. Reduksi data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data.


2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian data dilakukan untuk memudahkan memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Penyajian data dalam penelitian ini adalah dalam bentuk teks yang bersifat naratif

mengenai gambaran tingkat keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order

Thinking Skills) yang dilengkapi dengan data kuantitatif dari hasil tes keterampilan

berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran abad 21.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi (Conclusions Drawing/ Verification)

Pada tahap ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

I. Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif dilakukan pemeriksaan keabsahan data.

Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

kredibilitas, uji dependabilitas dan uji konfirmabilitas. Uji kredibilitas dilakukan

dengan triangulasi sumber, triangulasi teknik dan menggunakan bahan referensi.

Adapun uji dependabilitas dan uji konfirmabilitas dilakukan dengan konsultasi

kepada dosen pembimbing.


DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy for Learning, teaching,


and Assessing: A Review of Bloom’s Taxonomy of Educational Objective.
New York : Addisson Wesley Longman Inc.

Anderson, L. W. & Krathwohl, D.R. 2001. Kerangka Landasan untuk


Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen : Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom. Translated by Prihantoro, A. 2010. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Arifin, Z. 2013. Penggunaan Information Communication and Technology dalam


Pendidikan : Persiapan Menghadapi Abad ke-21. Artikel. Program
Pengembangan Kurikulum. UPI Bandung.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad


XXI. Versi 1.0. Tahun 2010.

Beers, S. Z. 2012. 21st Century Skills : Preparing Students for Their Future.

Gunawan, A. W. 2012. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk


Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kang, M., Kim, M., Kim, B., & You, H. 2012. Developing an Instrumen to Measure
21st Century Skills for Elementary Student.

Liliasari. 2012. Pengembangan Alat Ukur Berpikir Kritis pada Konsep Termokimia
untuk Siswa Peringkat Atas dan Menengah. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, ISSN 2089-4392, Volume 1 Nomor 1 April 2012.

OECD. PISA (Programme for International Student Assessment).


https://www.oecd.org/pisa/data. Diakses pada 07 Desember 2018.

Partnership for 21st Century Skills. 2002. Learning for The 21st Century. A Report
and MILE Guide for 21st Century Skills.

Partnership for 21st Century Skills. 2009. 21st Century Skills Map.
http://science.insta.org/ps/Final 21st Century.
Rofiah, E., N.N. Aminah., & E.Y. Ekawati. 2013. Penyusunan Instrumen Tes
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika (2013) Vol. 1 No. 2 Halaman 17. ISSN : 2338-0691.

Taufik,M., Sukmadinata, N.S., Abdulhak, I., dan Tumbelaka, B. Y. 2013. Desain


Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
dalam Pembelajaran IPA (Fisika) Sekolah Menengah Pertama di Kota
Bandung. Jurnal Berkala Fisika Vol. 13, No. 2, Hal. E31-E44.

Trilling, Bernie and Fadel, Charles. 2009. 21st Century Skills : Leraning for Life in
our Times. John Wiley & Sons, 978-0-47-055362-6.

Trisdiono, H. 2013. Strategi Pembelajaran Abad 21. Artikel. Lembaga Penjaminan


Mutu Pendidikan Prov. D.I. Yogyakarta.
H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis

data di lapangan Model Miles and Huberman yang melalui 3 tahap, yaitu :

1. Reduksi data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang

telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian data dilakukan untuk memudahkan memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Penyajian data dalam penelitian ini adalah dalam bentuk teks yang bersifat naratif

mengenai gambaran tingkat keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order

Thinking Skills) yang dilengkapi dengan data kuantitatif dari hasil tes keterampilan

berpikir tingkat tinggi pada pelajaran IPA.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi (Conclusions Drawing/ Verification)

Pada tahap ini, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada

tahap pengumpulan data. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

Anda mungkin juga menyukai