Anda di halaman 1dari 7

AKHLAK TERPUJI DAN AKHLAK TERCELA

Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaqun” yang merupakan bentuk jamak dari
“khuluqun”, atau akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at atau tingkah laku, watak dan
perangai. Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai
berikut:
1. Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan
kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa
pertimbangan.
2. Menurut Abdul Karim Zaidan,nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga
seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan
atau meninggalkan perbuatan tersebut.
3. Menurut Ahmad Amin ialah membiasakan kehendak. Ini berari bahwa kehendak
itu apabila dibiasakan terhadap maka kebiasan itu akan dapat membentuk akhlak.
4. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).
Jadi, ilmu akhlak ialah ilmu yang berusaha untuk mengenal tingkah laku manusia
kemudian memberi hukum/nilai kepada perbuatan itu bahwa ia baik atau buruk sesuai
dengan norma-norma akhlak. Dalam konteks pembahasan akhlak itu, maka akhlak dapat di
bagi kepada 3 (tiga) bagian yaitu :
1. Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah perbuatan hamba-Nya terhadap Allah SWT.
2. Akhlak kepada Makhluk-Nya
Akhlak kepada makhluk-Nya adalah perbuatan hamba-Nya terhadap makhluk
Allah, seperti malaikat, jin, manusia, dan hewan.
3. Akhlak kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan hamba-Nya terhadap lingkungan
(semesta alam), seperti : tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau), gunung, dan
sebagainya.

Pengertian Akhlak Terpuji dan Akhlak Tercela


Akhlak Terpuji
Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah
dan Rasul-Nya). Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat,
hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-
menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil,
bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana’ah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas,
khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu’, husnuzh-zhan, tasaamuh dan ta’aawun,
berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam
pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf
Akhlak Tercela
Akhlak mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama
(Allah dan Rasul-Nya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong,
malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah,
pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, putus asa, ghadlab, tamak,
takabbur, hasad, dendam, gibah, fitnah, namimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa
besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf,
tabdzir.
Macam-macam Akhlak Terpuji dan Akhlak Tercela
Akhlak Terpuji
1. Az-Zuhd
Manusia melakukan zuhud agar terbebas dari godaan dan pengaruh hawa nafsunya.
Secara umum zuhud diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari ketergantungan
terhadap duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Sementara itu, KH Ahmad
Rifa’i mengartikan zuhd sebagai berikut : Zuhd menurut terjemah bahasa jawa adalah
bertapa di dunia, menurut istilah syara’ adalah bersiap-siap di dalam hati untuk beribadah
memenuhi kewajiban yang luhur sebatas kemampuan menghindar dari duniah haram lahir
dan batin menuju kepada Allah dengan benar mengharap kepada Allah untuk memperoleh
surga-Nya yang luhur. Zuhd bukan berarti mengosongkan tangan dari harta, melainkan
mengosongkan hati dari ketergantungan terhadap harta.
Berbeda dengan zuhd yang diartikan oleh sebagian sufi,seperti Abu Ali al-Daqqaq
dan Yahya bin Mu’adz al-Razi, mengartikan zuhd sebagai meninggalkan keduniawian
secara total. Sementara itu, menurut Ibnu Taimiyah zuhd itu ada dua macam:
 Zuhd yang sesuai dengan syari’at, adalah meninggalkan apa saja yang tidak
bermanfaat di akhirat.
 Zuhd yang tidak sesuai dengan syari’at, adalah meninggalkan segala sesuatu yang
dapat menolong seorang hamba untuk taat kepada Allah.
Pengertian zuhd yang sesuai dengan syari’at sejalan dengan Al-Qur’an surat al-Qashash
ayat 77:
Artinya :
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia”
Adapun tanda-tanda orang yang telah memiliki sifat zuhd yaitu :
 Senantiasa melakukan amal saleh
 Bertambah sifat zuhdnya dengan bertambahnya ilmu
 Tidak tergiur dengan kedeniawian
 Senantiasa berbuat untuk kepentingan akhirat
 Tidak merasa tentram dan tenang jika melihat segala sesuatu di dunia ini dengan
tidak dapat menghadirkan Allah di dalam hatinya.
 Hatinya merasa susah jika dipuji karena khawatir amal perbuatannya menjadi riya’.
Adapun keutamaan orang melakukan zuhd adalah:
 Allah melipatgandakan pahala amal perbuatan seorang zahid.
 Seorang zahid akan mendapat ilmu dan petunjuk langsung dari Allah tanpa belajar.
2. Al-Qana’ah
Definisi qana’ah menurut KH Ahmad Rifa’i adalah hatinya tenang memilih ridha
allah mengambil keduniaan sekedar hajat yang diperkirakan dapat menolong untuk taat
memenuhi kewajiban untuk taat (memenuhi syari’at) menjauhi maksiat. Keutamaan orang
fakir yang memiliki sifat qana’ah yaitu sebagai berikut :
 Memiliki derajat yang lebih tinggi di hadapan Allah dibandingkan dengan orang
kaya yang tidak memiliki sifat qana’ah.
 Lebih dahulu masuk surga dibandingkan dengan orang kaya yang tidak memiliki
sifat qana’ah meskipun sama-sama beribadah.
 Orang fakir yang secara lahiriyah sedikit melakukan amal ibadah memperoleh
pahala yang lebih besar daripada orang kaya yang melakukan amal ibadah lebih
banyak secara lahiriah karena orang fakir itu memiliki sifat qana’ah yang artinya ia
telah ridha untuk berpaling dari keduniawian.
3. Al-Shabr
Menurut KH Ahmad Rifa’i, sabr secara bahasa adalah menanggung kesulitan.
Menurut istilah berarti melaksanakan tiga perkara yaitu pertama menanggung kesulitan
ibadah dan memenuhi kewajiban dengan penuh ketaatan, yang kedua menanggung
kesulitam taubat yang benar dengan menjauhi perbuatan maksiat zahir dan batin sebatas
kemampuan, yang ketiga menanggung kesulitan hati ketika musibah di dunia dengan
mengosongkan hati dari keluhan yang tidak benar.
Orang mukmin yang sabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan
sebagaimana tersebut di atas akan memperoleh pahala yang tak terhingga dari sisi Allah
SWT. Hal ini sesuai janji Allah SWT dalam surat al-Zumar ayat 10 :

Artinya : “sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala


mereka tanpa batas”
4. Al-Tawakkal
Tawakkal adalah berserah diri kepada Allah yang disertai dengan ikhtiar dan usaha
mencari rizki seperlunya untuk keperluan ibadah kepada Allah, serta memerangi hawa
nafsu yang mengajak kepada kesesatan dan ketamakan terhadap keduniawian, karena hal
ini merupakan fitnah yang sangat buruk dan dapat membawa kesengsaraan manusia.
dengan demikian, tawakkal bukan berarti hanya berserah diri menunggu ketentuan Allah
melainkan sifat yang menjiwai usaha seseorang. Dalam berserah diri, manusia tidak boleh
berserah diri kepada selain Allah, sesuai dengan firman Allah dalam surat Hud ayat 56 :

Artinya : sesungguhnya aku berserah diri kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada
seekor binatang melata pun melainkan dia yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya
Tuhanku di atasjalan yang lurus
5. Al-Mujahadah
Mujahadah berarti bekerja keras dan berjuang melawan keinginan hawa nafsu,
berjuang melawan bujukan setan, dan berjuang menundukkan diri agar tetap di dalam
batas-batas syara’ untuk mentaati perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-
larangan-Nya.
KH Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa mujahadah tidak terbatas hanya memerangi
musuh batiniah (hawa nafsu), tetapi juga mencakup bersungguh-sungguh dalam
memerangi musuh lahiriyah, yakni orang-orang kafir yang nyata-nyata hendak
menghancurkan islam. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Ankabut ayat 69 :

Artinya : dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
6. Al-Ridha
Ridha berarti menerima dengan tulus segala pemberian Allah, hukumNya (syari’at
islam), berbagai macam cobaan yang ditakdirkan-Nya, serta melaksanakan semua perintah
dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan penuh ketaatan dan keikhlasan, baik secara
lahir maupun batin. Seorang mukmin harus ridha terhadap segala sesuatu yang ditakdirkan
Allah karena segala sesuatu tersebut merupakan pilihan yang paling utama yang diberikan
Allah.
7. Al-Syukr
Syukr adalah mengetahui dan menghayati kenikmatan yang diberikan oleh Allah
Yang Maha Luhur. Orang yang menssyukuri nikmat Allah maka akan menambah nikmat-
Nya kepada orang tersebut. Ada tiga cara untuk mensyukuri nikmat Allah yaitu :
 Mengucapkan pujian kepada Allah dengan mengucapkan alhamdulillah.
 Segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah harus digunakan untuk berbakti
(beribadah) kepada Allah.
 Menunaikan perintah-perintah syara’ minimal ibadah wajib dan meninggalkan
maksiat dengan ikhlas lahir dan batin
8. Al-Ikhlas
Al-ikhlas menurut KH Ahmad Rifa’i didefinisikan sebagai berikut : ikhlas menurut
bahasa adalah bersih sedangkan menurut istilah adalah membersihkan hati agar ia menuju
kepada Allah semata dalam melaksanakan ibadah, tidak boleh menuju selain Allah. Ikhlas
dalam ibadah ada dua macam, pertama perbuatan hati harus dipusatkan menuju kepada
Allah semata dengan penuh ketaatan. Kedua, perbuatan lahiriyah harus benar sesuai
dengan pedoman fiqh. Sebagaimana dalam surat al-Bayyinah ayat 5 :

Artinya : “padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas
dalam menjalankan agama dengan lurus”
Lebih lanjut KH Ahmad Rifa’i menggolongkan sifat ikhlas menjadi tiga :
 Ikhlas ‘awwam, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena
didorong oleh rasa takut menghadapi siksaanNya yang amat pedih, dan didorong
pula oleh adanya harapan untuk mendapatkan pahla dariNya.
 Ikhlas khawwas, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah yang
semata-mata didorong oleh adanya harapan ingin dekat dengan Allah.
 Ikhlas khawwas al-khawwas, yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada
Allah yang semata-mata didorong oleh kesadaran yang mendalam untuk meng-
Esakan Allah dan meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang sebenarnya, serta batin
mengekalkan puji syukur kepada Allah.

Akhlak Tercela
1. Riya’ dan Sum’ah
Riya berasal dari bahasa arab ri’aun atau riya’ yang artinya memperlihatkan. Kata
ini diulang berpuluh-puluh kali dalam al-qur’an. Menurut bahasa riya’ berarti pamer,
memperlihatkan, memamerkan, atau ingin memperlihatkan yang bukan sebenarnya.
Sedangkan menurut istilah riya’ dapat didefinisikan “memperlihatkan suatu ibadah dan
amal shalih kepada orang lain, bukan karena Allah tetapi karena sesuatu selain Allah,
dengan harapan agar mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain. Sementara
memperdengarkan ucapan tentang ibadah dan amal shalihnya kepada orang lain disebut
sum’ah (ingin didengar).
Adapun menurut istilah riya sikap seorang muslim yang menampakkan amal
shalihnya kepada manusia lain secara langsung agar dirinya mendapatkan kedudukan atau
penghargaan dari mereka, melakukan sesuatu karena ingin dilihat atau ingin dipuji orang
lain. Riya’ merupakan perbuatan tercela dan merupakan syirik kecil yang hukumnya
haram. Riya’ sebagai salah satu sifat orang munafik yang seharusnya dijauhi oleh orang
mukmin.
Sebagaimana dalam QS. An Nisa’: 142

Artinya : “Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka
bermaksud riya’ (dengan shalat itu) dihadapan manusia, dan tidaklah mereka dzkiri
kepada Allah kecuali sedikit sekali.”
Abu Hurairah r.a. juga pernah mendengar Rasulullah bersabda :
”Banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya itu
kecuali lapar dan dahaga, dan banyak pula orang yang melakukan shalat malam yang
tidak mendapatkan apa-apa kecuali tidak tidur semalaman.”
Dan pengertian sum’ah secara etimologi, kata sum’ah berasal dari kata samma’a
(memperdengarkan). Sedangkan secara terminologi adalah sikap seorang muslim yang
membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya yang sebelumnya tidak diketahui atau
tersembunyi kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan atau penghargaan
dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya : Siapa yang berlaku sum’ah
maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka
akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari).
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya
di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun
tidak diberi pahala kepadanya. Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang
kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan menimpa mereka.
2. Takabur dan Tahasud
“Dari Abdillah ibn Mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan masuk surga
orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom”. (HR.
Muslim)
Takabur artinya sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain,
baik kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk dan lain-lain. Takabur itu terbagi atas 2
macam yaitu takabur batin (pekerti di dalam hati) dan takabur lahir (kelakuan-kelakuan
yang keluar dari anggota badan, kelakuan-kelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan
oleh karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu persatu).
Jelasnya ialah orang yang menghinakan saudaranya sesama muslim melihatnya
dengan mata ejekan, menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, suka menolak
kebenaran, sedangkan ia telah mengetahui bahwa itulah yang sesungguhnya benar, maka
jelaslah bahwa orang tersebut dihinggapi penyakit kesombongan dan mengabaikan hak-
hak Allah, tidak mentaati apa yang diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar pada
zat yang maha kuasa. Takabur itu hukumnya haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap orang yang sombong
2. Sombong diwaktu peperangan terhadap orang-orang kafir.
3. Hasd
Hasd artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat terhadap
keberuntungan atau kenikmatan yang di peroleh. Wujudnya seperti memusuhi, menjelek-
jelekan, mencemkan nama baik orang lain, dan lain- lain. Sabda Rasullah “Telah masuk
kedalam tubuhmu penyakit – penyakit umat dahulu,(yaitu) benci dan dengki. Itulah yng
membinasakan agama, buakan sengki mencukur rambut.”( Hr. Abu Daud Tirmidzi ).
Rasulullah SAW menggambarkan buruknya sifat hasd seperti api yang membakar
kayu bakar, sebagia perusak dan penghancur Sendi-sendi agama, artinya orang bersikap
dan berbuat dengki pada dasarnya sama dengan penghancur agama. Hasd harus dihindari
karena merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
4. Ghadab
Ghadab (pemarah) artinya orang yang suka marah. Sedangkan marah artinya
berontaknya jiwa dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau marah adalah
luapan hawa nafsu, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan yang tidak
terkendali. Dalam pergaulan hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah
karena hal-hal yang sepele, yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi marah besar.
Hal yang demikian tidak sesuai dengan pribadi muslim yang sebenarnya. Sebab selain
menganjurkan agar kita menjadi pemaaf, suka memaafkan kesalahan atau kehilafan orang
lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Sabda Rasulullah SAW. “Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang
bersengketa ketika engkau dalam keadaaan marah.” (HR. Bukhari)
Al-Ghazali juga mengatakan bahwa orang sabar ialah orang yang sanggup bertahan
dalam mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup memikul beban yang tidak
disukainya, yang sanggup mengendalikan kemarahan. Jika terlajur marah, maka sikap
yang diajarkan Rasulllah SAW adalah “Sesungguhnya marah itu dari syaitan dan
sesungguhnya syaitan itu dijadikan dari api dan akan mati dengan (disiram) air, maka
apabila marah seseorang di antara kamu, maka berwudhulah.” (HR Abu Dawud)
5. Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah perbuatan seseorang baik berupa ucapan
atau perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan orang lain, satu
golongan dengan golongan yang lain, dan lain sebagainya. Perbutan namimah adalah
perbuatan yang dibenci orang Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya.
“dan janganlah engkau patuhi orang – orang yang suka bersumpah, menghina, mencela
yang kian kemari menyebarkan fitnah.” (QS. Al Qalam : 10- 11)
Orang yang terbiasa dengan sifat naminah akan selalu berbuat kerusakan dimana
pun dan kapanpun, apalagi sifat ini sudah kuat dalam hati. Orang-orang seperti akan selalu
menggunakan siasat buruknya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, ia akan selalu
mencela orang lain dengan kesana kemari menyebar fitnah, mereka adalah orang yang
selalu bersama-sama berada ditengah-tengah dengan tujuan untuk menghasut, membuat
huru-hara, dan kerusakan .
6. Aniaya (Dzalim)
Menurut ajaran islam, aniaya atau yang biasa disebut dzalim adalah berasal dari
dzolama-yadzlimu-dzulman. Dzalim adalah perbuatan dosa yang harus ditinggalkan
karena tindakan aniaya akan dapat merusak kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Tindakan aniaya digolongkan sebagai perbuatan yang menyesatkan dan menyengsarakan.
Perkataan aniaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti perbuatan bengis, penyiksaan
atau zalim, zalim artinya: tidak menempatkan sesuatu dengan semestinya atau sesuai
dengan ketentuan Allah Swt atau bisa diartikan tindakan yang tidak manusiawi, yang
bertentangan dengan hak asasi manusia dan Allah swt.
Adapun macam-macam sifat aniaya:
1. Aniaya kepada Allah swt, dengan tidak mau melaksanakan perintah Allah yang
wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram.
2. Aniaya terhadap sesama manusia seperti ghibah, (mengumpat), namimah
(mengadu domba, fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan
melakukan pembunuhan).
3. Aniaya terhadap binatang seperti menelantarkan piaraan, menjadikan sasaran
menembak.
4. Aniaya terhadap diri sendiri seperti minum-minuman keras, malas, menyiksa diri
sendiri, bunuh diri.
7. Diskriminasi
Secara bahasa diskriminasi berasal dari bahasa Inggris “Discriminate” yang berarti
membedakan. Dan dalam bahasa arab istilah diskriminasi dikenal dengan Al-Muhabbah
yang artinya membedakan kasih antara satu dengan yang lain atau pilih kasih. Kosakata
discriminate ini kemudian diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia “Diskriminasi”
yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan suku, ras, bahasa,
budaya, ataupun agama.
Diskriminasi artinya memandang sesuatu tidak secara adil dan memperlakukannya
pula secara pilih kasih. Agar dapat terhindar dari perbuatan diskriminasi ini perlu sekali
memahami tentang hak-hak dan kewajiban seseorang. Jika kita mau melakukan
diskriminasi, maka perhatikan dulu apakah dia memang berhak atau tidak, jika memang
berhak, maka kita harus mengurungkan diri untuk berbuat diskriminasi.

Anda mungkin juga menyukai