Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak

pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

margarin, dan minyak makan lainnya. Minyak sawit mengandung asam lemak

jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan

dengan alkali (Amang, 1996).

Menurut perkiraan, kurang lebih 90% dari produksi minyak sawit dunia

dipergunakan sebagai bahan pangan. Dibandingkan minyak nabati dan lemak

hewan yang lain, minyak kelapa sawit ternyata mempunyai kandungan kolestrol

yang rendah. Dengan melihat unsur-unsur yang terkandung dalam minyak sawit,

tak dapat disangkal bahwa minyak sawit merupakan salah satu bahan makanan

yang mengandung kalori cukup tinggi (Penebar Swadaya, 1997).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar

serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga

terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk

6
7

mendapatkan tambahan aerasi. Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip

dan berwarna hijau tua serta memiliki pelepah berwarna sedikit lebih muda

(Wikipedia, 2011).

2.1.2 Ekologi Kelapa Sawit

Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik

faktor dari luar maupun faktor dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor

tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, faktor genetis,

dan faktor teknis-agrobisnis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi

kelapa sawit. Faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain

(Penebar Swadaya, 1977).

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa

sawit. Secara umum kondisi iklim yang cocok bagi kelapa sawit terletak antara

15o LU-15o LS. Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit

rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa

bulan kering yang berkepanjangan. Lama penyinaran optimum yang diperlukan

tanaman kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Kekurangan atau kelebihan sinar

matahari akan berakibat buruk bagi tanaman kelapa sawit (Penebar Swadaya,

1977).

Untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang

optimum yaitu berkisar antara 29o-30oC. Faktor-faktor yang mempengaruhi

kelembapan udara adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan

evapotranspirasi. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80-

90%. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH

optimumnya adalah 5-5,5 (Penebar Swadaya, 1977).


8

2.1.3 Kandungan Minyak Kelapa Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H,

dan O. minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan

perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak

jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat.

Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam

oleat (39%) dan asam linoleat (11%) (Penebar Swadaya, 1997).

Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1% antara lain

terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alcohol, triterpen, fosfolipida. Dua unsur

yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih

dibandingkan unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan

kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan dua jenis

unsur itu dalam suatu minyak menyebabkan minyak relative tidak mudah tengik.

Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat

anti kanker. Sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E

(Penebar Swadaya,1997).

2.2 Minyak Goreng

Pada masa sebelum Orde Baru dan sampai pada awal PJP I, minyak goreng

yang dikonsumsi masyarakat didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa,

akan tetapi sejak tahun 1970-an sejajar dengan meningkatnya produksi kelapa

sawit, minyak goreng asal kelapa tergeser oleh minyak goreng asal sawit. Dalam

satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan
9

meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal sawit terus

mengalami peningkatan (Amang, 1996).

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi

oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun

diperkotaan. Dalam satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya

produksi kelapa dan meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal

sawit terus mengalami peningkatan (Amang, 1996).

Parameter syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-
2002
Persyaratan
No Jenis Uji Satuan
Mutu I Mutu II
Keadaan :
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.
1.3 Warna - Putih, Putih, kuning,
kuning,pucat pucat sampai
sampai kuning kuning
2. Kadar Air Maks 0,1 Maks 0,3
3. Bilangan Asam mg KOH/g Maks 0,6 Maks 2
4. Asam Linoleat % Maks 0,1 Maks 2
(C18:3) dala
komposisi asam
lemak minyak
5. Cemaran logam:
5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
5.2 Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250 Maks 40,0/250
5.3 Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,5 Maks0,5
5.4 Tembaga (Cu) mg/kg Maks0,1 Maks0,1
6. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1
7. Minyak Pelikan mg/kg Negatif Negatif

Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida

berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk

hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian (SNI, 2002).


10

2.3 Ragam Jenis Minyak Dan Lemak

Berdasarkan sumber bahan baku untuk memproduksinya, minyak goreng

dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok agrerat. Kelompok pertama adalah

minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai

lemak (fat). Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga

sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi

daging (Amang, 1996).

Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari

ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang

populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal

dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di

Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng yang berasal dari minyak nabati

adalah berasal dari sawit dan kelapa (Amang, 1996).

Pada dasarnya lemak dan minyak adalah gugus gliserida asam lemak. Salah

satu sifat terpenting dari asam lemak adalah tingkat kejenuhannya (degree of

saturation) yang ditunjukkan oleh bilangan jodium (iodium number). Lemak

dengan bilangan jodium yang tinggi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh

yang tinggi dan umumnya berbentuk cair pada suhu kamar. Sebaliknya, bila

memiliki bilangan jodium yang rendah maka kandungan asam lemak jenuhnya

lebih tinggi dan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar, dengan

menggunakan bilangan jodium, minyak/lemak dapat diklasifikasikan menjadi dua

golongan yaitu: (i) cair (fluid), dan (ii) padat/setengah padat (solid/semisolid)

(Amang, 1996).
11

2.4 Pembuatan Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah

dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk pelumas mesin

dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi,

minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan

bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku

industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti

karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya. Minyak

sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian kulit atau sabut buah tersebut disebut

minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) dan dari bagian biji

buah disebut Palm Kernel Oil (PKO). Kedua jenis minyak mentah tersebut masih

mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, phospat, pigmen, bau, air

dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit ini dilanjutkan

dengan proses bleaching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang bau) agar

minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa disebut refined,

bleached and deodorized (RBD) stearin dan olein (Amang, 1996).

Pada dasarnya proses produksi dari bahan baku CPO menjadi minyak goreng

melalui 2 (dua) tahap yakni proses rafinasi dan fraksinasi, dimana antara

keduanya merupakan satu kesatuan proses untuk menghasilkan minyak goreng

yang berkualitas. Rafinasi (Refining) atau proses pemurnian adalah proses untuk

menghilangkan zat-zat yang tidak di kehendaki yang ada dalam CPO, sehingga

minyak bebas dari bau, FFA (rendah), dan residu lainnya (Amang, 1996).
12

Proses pemurnian secara basah dapat digolongkan menjadi 4 kelompok

proses yaitu proses pemurnian yang menggunakan alkali, pemutihan (bleaching),

penghilang bau (deodorizing) dan penguapan. Pemurnian dengan alkali

mempunyai tujuan untuk menghilangkan atau menetralisasi pospat dengan cara

memberi soda api. Pemutihan (bleaching) adalah proses untuk menghilangkan

bahan-bahan warna yang terlarut dalam minyak. Deodorizing (penghilang bau)

adalah proses terakhir dari proses pemurnian minyak yang mempunyai tujuan

untuk menghilangkan bau yang keras maupun bau yang tidak normal (Amang,

1996).

Proses pemurnian secara kering adalah proses pemurnian dengan cara

penguapan, yaitu pertama dilakukan netralisasi menggunakan alkali seperti soda

api dan kemudian diikuti dengan penguapan dengan menggunakan uap panas

untuk menghilangkan bau (Amang, 1996). Fraksinasi adalah proses pemisahan

antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Seperti diketahui bahwa

minyak nabati memiliki karakteristrik terdiri dari bermacam-macam trigliserida,

dimana trigliserida ini tersusun dari asam-asam lemak dengan komponen karbon

yang berbeda satu sama lain dan berbeda pula titik didihnya (Amang, 1996).

Adapun proses produksi minyak goreng sendiri dapat dibedakan menjadi 2

cara, yaitu proses produksi cara kering dan cara basah. Sebagian besar pabrik

minyak goreng di Indonesia menggunakan cara kering yaitu dengan pemanasan

atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO dirafinasi untuk menjernihkan dan

menghilangkan bau. Dari proses ini didapatkan FFA (4-5 persen) dan RBDPO (94

persen), sedangkan 1-2% lainnya tidak dapat diketahui (Amang, 1996).


13

Disamping cara kering di atas, terdapat juga cara basah, dimana dalam proses

ini minyak sawit ditambah suatu campuran pembasah yang terdiri dari 30 persen

MgSO4 dan 4,4% Na(NH4)SO4. Dengan proses ini CPO langsung difraksinasi

untuk memperoleh crude olein dan crude stearine yaitu melalui proses pencucian,

pemutihan dan kemudian disaring. Proses secara basah tersebut dapat diperoleh

sekitar 65-70 % olein ( minyak makan/goreng) dan 30 persen stearin (Amang,

1996).

2.4.1 Standar Mutu

Istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama

adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur

dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat

ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka

penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak

sawit yang dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat

mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi

kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam, besi, logam tembaga,

peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit

dalam arti yang kedua lebih penting (Penebar Swadaya, 1997).

2.5 Kegunaan Minyak Goreng Kelapa Sawit


Baik oleh rumah tangga maupun oleh industri makanan, fungsi minyak

goreng pada umumnya bukan sebagai bahan baku, namun sebagai bahan

pembantu. Fungsinya sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya

simpan dan dalam beberapa hal juga peningkatan nilai gizi. Dengan kandungan
14

kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang

murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Dari refined, bleaching and

deodorized (RBD) olein dan stearin dengan proses pemisahan akan dihasilkan

bermacam-macam produk yang biasa disebut industri oleochemic (Amang, 1996).

Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan

dibanding minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui

berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E (Penebar

Swadaya, 1997).

2.6 Bilangan Asam


Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk

menetralkan 1 gram lemak. Asam lemak bebas adalah kadar asam-asam lemak

bebas yang terkandung dalam lemak (SNI, 1998). Bilangan asam menunjukkan

banyaknya asam lemak bebas dalam minyak dan dinyatakan dengan mg basa per

1 gram minyak. Bilangan asam juga merupakan parameter penting dalam

penentuan kualitas minyak. Bilangan ini menunjukkan banyaknya asam lemak

bebas yang ada dalam minyak akibat terjadi reaksi hidrolisis pada minyak

terutama pada saat pengolahan (Burhanuddin, 2012).

Anda mungkin juga menyukai