Anda di halaman 1dari 6

Catatan Akhir Tahun

Bismillahirrahmanirrahim

Sahabat….

Tak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 1438 H. Sebelum fajar di tahun esok menjelang,
ada baiknya kita melihat kembali lembaran-lembaran hari yang telah kita lalui. Iya, melihat kembali
masa lalu, bukan untuk terus tenggelam, tapi untuk bangkit dan menjadi manusia baru di sisa waktu
yang ada.

Bergantinya siang dan malam, hari demi hari, musim demi musim, tahun demi tahun semestinya
membuat kita sadar bahwa saat ini kita sedang berada dalam sebuah perjalanan. Sejak kita
dilahirkan, sejak itulah pengembaran kita dimulai, lalu kita belajar untuk mengerti bahwa dunia
hanyalah tempat singgah, dan setelah itu tak ada lagi kecuali dua pilihan, indahnya surga atau
pedihnya neraka wal iyaadzu billah.

Muhasabah .. Mungkin itulah hal yang tepat untuk kita lakukan sebelum memasuki tahun baru 1439
H besok. Muhasabah berarti melihat kembali setiap lembaran hidup yang pernah kita lalui, apakah
ada amal sholeh yang sudah kita persembahkan untuk terus kita tingkatkan ditahun yang akan
datang, atau kekurangan-kekurangan yang kelak akan kita perbaiki disaat fajar esok menjelang.

Allah azza wa jalla berfirman yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS: Al-Hasyr: 18)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Setiap hamba semestinya memiliki waktu-
waktu tertentu dimana dia menyendiri di dalamnya dengan do’a, dzikir,shalat, tafakkur dan untuk
melakukan muhasabah terhadap dirinya serta memperbaiki kondisi hatinya).”(Majmu’ul fataawa
Jilid:10).

Jauh sebelum Syaikhul Islam, Imam Al-Hasan Al-Basri pernah mengatakan: "Manusia akan senantiasa
dlm kebaikan selama masih ada penasehat dlm hatinya, dan muhasabah selalu menjadi
obsesinya"(Mawaa'idz Hasan Al-Basri).
Mungkin anda bertanya, "mengapa harus muhasabah...?" Itu karena banyak di antara kita yang tak
peduli dengan perguliran waktu. Sebagian kita membiarkan waktu mengalir sepeti air, tanpa target,
tanpa rencana dan tanpa tujuan yang jelas. Padahal waktu terlalu mahal untuk dibiarkan mengalir
seperti air. Banyak diantara kita yang membiarkan waktu berlalu dengan produktivitas kebaikan
yang rendah atau bahkan sia-sia, sementara orang lain telah jauh melangkah dengan berbagai
macam amal sholeh. Padahal kita sering membaca sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang
artinya: “Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang mendatangkan manfaat bagimu dan jangan
merasa lemah”. Dalam hal mengefisiensikan waktu beliau pernah bersabda:

”Diantara ciri baiknya keislaman seseorang, ketika ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat
baginya”.(HR. Tirmidzi).

Lebih jauh Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu menegaskan hal yang semakna dalam ungkapannya yang
masyhur, "Tiada hari yang lebih aku sesali selain hari dimana mataharinya tenggelam pada hari itu,
umurku berkurang dan amalku tidak bertambah".

Bagi orang yg beriman brgantinya masa berarti bertambahnya ketakwaan dan ketaatan kepada
Allah.

Ditengah lajunya perputaran masa, kita harus meluangkan waktu untuk merespon berbagai
perubahan dalam hidup yang selama ini kita jalani. Melihat kembali keadaan diri dengan usia yang
pada hakikatnya semakin berkurang. Melihat berarti mengevaluasi untuk kemudian merevisinya ke
arah yang lebih baik. Ini bukan pekerjaan yang mudah, ditengah banyaknya orang yang tidak mau
melihat kembali rekam jejak hidupnya, apalagi berfikir untuk merubahnya. Di butuhkan kesadaran
yang mendalam untuk merespon semua itu. Iya, Kesadaran bahwa semua akan berakhir dan akan
berbalas.

Kesadaran, bahwa kita hanya akan mengetam apa yang kita tanam hari ini.

Kesadaran, bahwa kita sedang berpacu dengan waktu.

Kesadaran, bahwa kematian lebih cepat datangnya dari semua angan-angan yang kita miliki. Dan kita
tidak boleh lengah sedikitpun, terbuai oleh kenikmatan sesaat, hingga hidup digerogoti usia dan
sampai pada keadaan tak lagi bisa melakukan perubahan y

ang berarti, karena renta, atau karena usia yang memang sudah selesai waktunya.

Sahabat….
Diusia kita yang entah berapa, sebaiknya kita bertanya, "Sudah sejauh mana kita melangkah? dan
seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan?

Ini bukan soal dimensi usia dimana seorang mengurutkan zaman produktifitasnya ke dalam fase
yang tidak jelas: Kecil dimanja, muda foya-foya, kemudian bertaubat diusia senja. Tapi ini soal
berdedikasi secara baik dan maksimal. Sebab pada akhir dan kesudahannya kita harus menyadari
bahwa hidup adalah perlombaan mengejar surga dan menggapai keridhaan-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan”(QS: Al baqarah :148).

Dalam menggapai ampunan dan surga, Allah azza wa Jalla menyuruh kita untuk bergegas, Allah
berfirman:

“Dan bergegaslah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.”(QS: Ali’ Imran : 133).

Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan: “Ketika suatu kaum mendengar
seruan,”Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan”, juga seruan,”Dan bergegaslah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi disiapkan
untuk orang-orang yang bertaqwa”, mereka memahami bahwa maksud dari ayat ini adalah,
"hendaknya mereka bersungguh-sungguh agar setiap dari mereka menjadi pemenang menuju
kemuliaan itu. Maka dahulu, perlombaan mereka pada tingkatan-tingkatan akhirat. Kemudian
datanglah sesudah mereka kaum yang berlomba-lomba dalam hal-hal duniawi dengan segala
bagiannya yang begitu cepat sirna”.(Lathaaiful maarif).

Dalam surat al Muthaffifiin, tatkala Allah menggambarkarkan kenikmatan penghuni surga, pada
akhir ayat ke 26 Dia-pun menegaskan kepada kita agar melakukan perlombaan, sebagaimana
tertulis: ”Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam juga bersabda:

”Begegaslah kalian dalam melakukan amal shaleh, sebelum terjadi berbagai fitnah (yang datang)
bagaikan potongan-potongan malam gulita” (HR. Muslim, Ahmad, dan At Tirmidzi).

Ayat-ayat dan hadits di atas setidaknya menegaskan kembali kepada kita, bahwa beradu cepat
dalam kebaikan, adalah nafas dan naluri kehidupan seorang mukmin.
Sahabat….

Jangan lupa... semua akan sampai pada satu hari yang dijanjikan. Karena logika hidup ini seperti
seorang musafir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Apa urusanku dengan dunia? sungguh perumpamaanku dengan dunia laksana seorang pengembara
yang berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian berlalu dan meninggalkannya”(HR. Ahmad,
Tirmidzi, Ibnu Majah).

Di kesempatan yang lain, beliau mengajari kita tentang bagaimana semestinya menyikapi dunia
dengan segala keindahannya. Sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhu menuturkan: “ Suatu hari
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memegang pundakku dan berkata,

”Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau pengembara.”

Ibnu Umar berkata:

”Jika engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu pagi tiba. Dan jika engkau berada di pagi
hari, maka jangan menunggu sore tiba, pergunakan masa sehatmu untuk masa sakitmu, dan
kehidupanmu untuk kematianmu.”(HR. Bukhari)

Oleh karena itu, ditengah padatnya rutinitas kerja, luangkan waktu sejenak untuk memahami lebih
dalam tentang logika-logika kehidupan itu. Iya, tentang logika bahwa hidup tak ubahnya musafir
yang hanya mampir untuk berteduh atau seperti sampan kecil yang sedang mengarungi samudra
luas dan harus berbekal cukup. Logika tentang mimpi manusia yang panjang serta ajal yang setiap
saat mengintai, atau logika hidup tentang perjalan yang beradu dengan godaan serta panggilan
syaitan yang terus melambai di sepanjang perjalanan. Juga tentang logika bahwa hidup seperti
waktu, siapa yang membunuh waktu maka berarti ia membunuh hidupnya. Dalam makna yang
sederhana," Hanya orang yang menggunakan waktunya dengan baik, tepat dan benar yang akan
menuai kebahagiaan di akhir langkah hidupnya.

Di atas logika-logika itulah hidup sebagian kita menjadi berarti atau mungkin berb

alik tak ubahnya seperti mobil tua. Iya, mobil yang hanya memberi nilai pada sisi sejarah tanpa bisa
mengantarkan penumpangnya pada cita-cita yang dituju. Itu tak boleh terjadi, sebab hidup hanya
datang sekali, sesudah itu secepat pula ia akan pergi dan menghilang. Pagi datang dan segera disapu
siang, sore memburu tiba-tiba dilipat malam. Gerak dan pilihan untuk terus maju dan
memperbaharui diri adalah prinsip besar yang harus kita pilih sebelum semuanya terlambat.
Sahabat..

Bertolak dari semua logika diatas, seharusnya kita menyadari “Bahwa kita terlahir untuk mengabdi
kepada Allah . kitapun harus tahu, sedang di jalan apa berlalu dan ke arah mana menuju. Agar waktu
kita tak berlalu begitu saja tanpa amal yang berati. Hal ini seperti yang di gambarkan oleh sahabat
yang mulia Amirul mu’minin Ali bin abi Thalib radhiyallahu anhu dalam ungkapannya,

”Sesungguhnya dunia telah pergi berlalu dan akhirat telah datang dihadapan, dan keduanya
memiliki anak-anak . Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak anak dunia,
karena hari ini (hari-hari dunia) adalah hari untuk beramal dan bukan (hari) perhitungan dan esok
adalah (hari) perhitungan dan bukan (hari untuk) amal.”

Atau seperti gambaran Al Hasan Al Bashri tentang perjalanan manusia dalam ungkapannya yang
masyhur,

“wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari. Jika berlalu sebagian dari
harimu ,maka berlalu pula sebagian dari dirimu”. “wahai anak Adam, sesungguhnya engkau berada
diatara dua kenderaan yang siap mengantarkanmu. Siang mengantarkanmu pada malam dan malam
pun mengantarkanmu pada siang. Selanjutnya keduanya akan mengantarkanmu pada akhirat, maka
siapakah yang lebih besar marabahaya darimu wahai anak adam? Sungguh tali kematian telah
diikatkan diatas ubun-ubun setiap kalian, sementara dunia dilipat dari belakang kalian."

Ungkapan-ungkapan di atas semestinya terhujam dalam sanubari setiap muslim, agar waktunya
disibukkan dengan kebajikan dalam rangka penghambaan yang tulus kepada Allah. Sebab seonggok
daging yang bernama manusia itu tercipta untuk sebuah tugas mulia yaitu menjadi Hamba Allah.
Sebagaimana dalam firman-Nya:

“dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kqwepada-
Ku" (QS: Adz Dzaariyat : 56).

”Dan sembahlah Tuhanmu, sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (maut). (QS; Al Hijr : 99).

Iya, Menjadi seorang hamba dan bukan menjadi selainnya, hingga Allah mengakhiri semua cerita
tentang kita.
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya.
Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku”(QS Al Fajr:27-30)

Wallahu ta’ala a’lam

Washalallahu ala nabiyyina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wasallam

_______________________

Madinah 29 Dzulhijjah 1435 H

Repost akhir Dzulhijjah 1438 H

✍🏻 actelgharantaly

telegram: @actelgharantaly

Ig: @act_elgharantaly

Anda mungkin juga menyukai