52
53
belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan belajar; (3) perlu adanya suatu usaha
khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar
dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang; (4) perlu adanya pengelolaan atas
kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar
tersebut secara efektif, efisien dan selaras. Keempat gejala ini merupakan rujukan
bidang garapan teknologi pendidikan, yang antara lain berfungsi untuk
menjangkau peserta didik/warga belajar ditempat yang jauh dan terasing,
melayani sejumlah besar dari mereka yang belum memperoleh kesempatan
pendidikan, mendayagunakan berbagai sumber untuk keperluan belajar, serta
untuk memperoleh akses terhadap berbagai informasi sebagai bagian dari tuntutan
belajar.
agar dapat mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan sendiri adalah untuk
memfasilitasi pengembangan pancadaya siswa melalui penggunaan teknologi.
Teknologi pendidikan merupakan suatu cara mengajar dengan
menggunakan skill atau keahlian yang dimiliki oleh seorang guru agar dalam
proses pembelajaran bisa diterima oleh para peserta didiknya sehingga bisa
mencapai pada tujuan pendidikan itu sendiri. Teknologi pendidikan itu bisa
dikaitkan dengan sebuah cara atau strategi yang dimiliki seorang guru dalam
proses pembelajaran baik itu menggunakan media yang ada dalam kelas atau
ataupun cara lain agar dalam pembelajaran menjadi mudah diserap oleh para
peserta didiknya.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses
belajar mengajar di sekolah, internet mampu memberikan dukungan bagi
terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara guru dan siswa sebagaimana
yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan pembelajaran.
Poin penting lainnya, desain pembelajaran dengan pendekatan teknologi
informasi adalah bahwa guru harus mampu mendesain materi sebaik mungkin,
materi yang mudah dicerna oleh siswa, materi yang dapat ditangkap oleh berbagai
indera yang dimiliki oleh siswa mulai indera pendengaran sampai indera
penglihatan, materi yang dianggap penting dan relevan dengan kebutuhan belajar
siswa. Dengan cara itu, maka informasi yang diperoleh siswa dalam bentuk materi
tersebut akan tersimpan lama dalam long term memory, yang pada gilirannya
nanti akan dapat dimanfaatkan oleh siswa secara tekstual.
Satu hal yang harus menjadi catatan penting bahwa esensi dari
pembelajaran adalah bagaimana terjadinya interaksi komunikatif antara beragai
unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran, baik interaksi antara siswa
dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru.
Lewat interaksi yang terbangun itu kemudian, siswa akan memperoleh
berbagai pengalaman belajar yang dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas
pengetahuan dan pemahamannya terhadap sebuah persoalan atau materi tertentu.
Meski trend saat ini, pembelajaran lebih bersifat online namun tidak serta merta
trend ini menjadi sesuatu yang harus diterapkan pada seluruh situasi
pembelajaran. Sebab, bagaimanapun juga sarana dan prasarana menjadi faktor
kunci bagi kelancaran kegiatan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
bergitu canggih saat ini.
Untuk itu, dalam menjembatani hal ini tiada jalan lain,selain dengan
memaksimalkan dan mendayagunakan berbagai sumber belajar yang tersedia
disekitar lingkungan peserta didik. Proses memaksimalkan ini dapat dilakukan
baik dengan cara memanipulasi atau merekayasa media dan sumber belajar yang
tersedia ke arah yang lebih baik dan representatif sehingga kaya akan berbagai
informasi yang berimplikasi positif bagi kegiatan pembelajaran.
Di samping itu, harus dipahami pula bahwa teknologi informasi baik
berupa internet, email dan lain sebagainya hanya merupakan alat dan sarana
57
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang
harus dipahami oleh murid.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran
dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu
secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk
perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.
pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun melalui proses
pengumpulan pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian.
Informasi yang diterima - Informasi diproses - Informasi disimpan
(input) 1. Jangka pendek
2. Jangka panjang
(output)
Kognitif mendeskripsikan belajar sebagai perubahan pengetahuan yang
tersimpan dalam memori. Oleh karena itu, proses belajar dipandang proses
pengolahan informasi yang meliputi tiga tahap, yaitu perhatian (attention),
penulisan dalam bentuk simbol (encoding), dan mendapatkan kembali informasi
(retrieval),
Model Kognitif ini amat berguna buat guru karena penguasaan terhadap
teori ini dapat meningkatkan lagi prestasi peserta didik dalam peserta didikan,
khususnya dalam pembelajaran yang dikelolanya. Dalam pelaksanaannya, guru
berperan sebagai penuntun (guide) dan pendukung proses kognitif yang
mendukung memori. Sehubungan dengan itu, guru harus mengorganisasi
informasi baru, menyambungkan informasi baru tersebut dengan pengetahuan
yang ada, dan menggunakan teknik untuk menuntun dan mendukung attention,
encoding, dan retriveral peserta didik pembelajaran mengarah kepada ingatan
jangka panjang dan sedikit pada ingatan jangka pendek, akan membantu peserta
didik dalam proses pembelajaran. Guru juga harus menyiapkan soalan ujian. Soal
ujian tersebut harus berisi soal dan latihan untuk menguji tingkat kesukaran yang
berbeda sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
SLTP, SMU, dan orang dewasa akan memiliki cara yang berbeda. Dalam
proses berfikirnya, dapat menganut pola fikir deduktif, maupun induktif. Jadi
siswa tidak sepenuhnya tergantung pada guru. Keberadaan guru hanyalah
sebagai fasilitator yang menyediakan kondisi untuk terjadinya proses insight.
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi
sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif
untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode
konstruktivis hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu: a) menyediakan
pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan
konstruksi pengetahuan; b) pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan
kepada kehidupan nyata; c) pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan
kepada kenyataan yang sesuai; d) memotivasi peserta didik untuk aktif dalam
pembelajaran; e) pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada
kehidupan social peserta didik; f) pembelajaran menggunakan barbagia
sarana; g) melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).
baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh
insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap.
Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum
mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu
siswa untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai
konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada
behaviorisme. Secara singkatnya, pendekatan humanisme dalam pendidikan
menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup
kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang
ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga
masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Para pendidik
hanya membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
67
Landasan Neurosicence
A. Konsep Landasan Neuroscience Pembelajaran
Ilmu neural (neural science) adalah menjelaskan perilaku manusia dari
sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak. Neurosains merupakan bidang ilmu
yang mengkhususkan pada studi saintifik dari sistem syaraf.
Neurosains juga mengkaji mengenai kesadaran dan kepekaan otak dari
segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan pembelajaran. Bagi teori
Neurosains, sistem saraf dan otak merupakan asas fisikal bagi proses
pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara proses
kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan.
Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap perintah yang diproses oleh otak akan
mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).
Neurosains adalah suatu bidang penelitian saintifik tentang sistem saraf,
utamanya otak. Neurosains merupakan penelitian tentang otak dan pikiran. Studi
tentang otak menjadi landasan dalam pemahaman tentang bagaimana kita merasa
dan berinteraksi dengan dunia luar dan khususnya apa yang dialami manusia dan
bagaimana manusia mempengaruhi yang lain (Schneider, 2011).
Neuroscience juga diartikan sebagai ilmu yang khusus mempelajari neuron
(sel saraf), sedangkan neuroscience pembelajaran adalah ilmu pengetahuan
tentang hubungan sistem saraf dengan pembelajaran dan perilaku. Umumnya para
neurosaintis memfokuskan pada sel saraf yang ada di otak. Sel saraf bukan
merupakan unit terkecil, karena yang disebut unit terkecil adalah sinapsis (titik
pertemuan dua sel saraf yang memindahkan dan meneruskan informasi). Bahkan,
ini berlangsung pada tingkat molekuler seperti gen-gen. Semua yang berlangsung
di tingkat sinapsis menjadi dasar dari sensasi, persepsi, proses belajar dan memori
serta kesadaran. Otak merupakan komponen fisik dan fungsional yang mendasari
proses belajar. Pengetahuan tentang otak tidak saja penting dalam proses
pembelajaran (learning), tetapi keseluruhan dalam proses pendidikan. Pendidikan
neuroscience atau neuroeducation juga muncul sebagai teori belajar yang baru.
yang melekat pada tulang. Otot mengerut dan mengiwang, kontraksi dan relaksasi,
diatur oleh sistem syaraf. Pusat gerakan di dalam otak seperti telah diterangkan di
atas ialah di daerah belakang bagian parietal yang berbatasan dengan baga ubun-
ubun.
Ada dua sistem gerak pada manusia, yaitu gerak reflex dan gerak sadar
(terkoordinasi). Refleks ialah aktifitas yang timbul langsung sebagai respon
terhadap rangsangan tanpa olahan syaraf sentral bagian korteks. Sistem gerak
kedua adalah gerak terkoordinasi, yang merupakan kerjasama antara otak, syaraf
tepi, otot, dan tulang (sistem syaraf dan sistem gerak).
Para ahli (Howard Gardner, ahli saraf dan pendidikan dari sekolah
kedokteran Boston dan sekolah pendidikan Harvad) menemukan kemampuan
otak berkaitan dengan kekhususan seseorang dalam memanfaatkannya.
Kemampuan ini (Gardner menyebutnya Multiple Inteligence) didukung oleh
perbedaan struktur otak pada setiap orang. Perbedaan ini terjadi antara lain
karena manifestasi kekhususan genetik pada proses perkembangan susunan
syaraf pusat. Prinsip kedua ini menunjukkan adanya keunggulan yang bersifat
khas pada setiap orang. Anak yang unggul dalam bidang matematika tidaklah
berarti lebih unggul dibandingkan dengan anak-anak lain yang pintar main
basket, menari, atau memainkan biola. Sekolah yang baik harus memberikan
ruang yang luas bagi pengembangan semua kecerdasan ini.
c) Sinergisitas
Otak dan seluruh bagian tubuh, terutama organ gerak dan organ indera
memiliki hubungan sinergis. Bagian motorik dan sensorik di otak memiliki
hubungan saraf melalui pelepasan zat-zat kimia bernama neurotransmitter
dengan indera dan organ gerak. Rangsangan pada beberapa organ secara
bersamaan akan memberikan efek lebih baik dibandingkan hanya 1 organ.
Otak lebih cepat menangkap informasi yang melibatkan dua kelompok organ
ini sekaligus.1[18] Keadaan otak dalam kondisi alfa (gelombang otak 8-14
kali per menit) merupakan keadaan yang paling optimal untuk belajar.
Keadaan ini akan merilekskan otot-otot, menstabilkan denyut jantung. Belajar
di bawah tekanan, pemaksaan dan dalam keadaan lelah akan merangsang otak
memasuki kondisi beta. Dalam kondisi beta ini proses penerimaan dan
pengelolaan informasi menjadi tidak efektif. Pembelajaran dan pendidikan
harus dapat mempertahankan sinergisitas otak- tubuh.
d) Hemisferik dan dominasi
Dalam prinsip ini setiap orang memiliki gaya dan cara yang unik
dalam belajar, pemerolehan informasi dan strategi pemecahan masalah. Tidak
ada otak yang sama. Karena itu, tidak ada teknik belajar mengajar yang sama.
e) Verba-grafis
73
Daftar Rujukan
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Khadijah, Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: CV.Grafika Telindo.
Marshall, dkk. 2000. SQ: Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence,
diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, dkk. SQ: Memamfaatkan Kecerdasan
Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai
Kehidupan, Bandung: Mizan.
Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta:
Kencana.
Muhammad, A. 2011. Dahsyatnya Senam Otak. Yogyakarta: DIVA Press.
Narwanti, Sri. 2011. Creative Learning. Yogyakarta: Familia.
Oktavia, W. 2010. Mengenal Lebih Detail Fungsi-Fungsi Otak Tengah.
Yogyakarta: DIVA Press.
Pasiak, T. 2004. Revolusi IQ, EQ, dan SQ, antara Neurosains dan Al-Quran,
Bandung: Mizan.
Pasiak, Taufik. 2006. Manajemen Kecerdasan Memberdayakan IQ, EQ dan SQ
untuk Kesuksesan Hidup, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Rianawaty, Ida. 2011. Teori Neurosains, (Online),
(http://idarianawaty.blogspot.com/2011/02/teori-neurosains.html), diakses
tanggal 03 November 2011
Suyanto, Slamet. 2012. Hasil Kajian Neuroscience dan Implikasinya dalam
Pendidikan. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan
Biologi, Jurusan Biologi FMIPA UNY, Yogyakarta, Juni 2008. Dalam
UNY database, (Online), (http://eprints.uny.ac.id/id/eprint/678), diakses 3
April 2014.