Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KINERJA WASHING PLANT DI PT HPMU JOB SITE

TAMBANG (KDA), AIR UPAS, KECAMATAN AIR UPAS


KABUPATEN KETAPANG,
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PRAKTEK KERJA LAPANGAN 3

Diajukan Untuk Memenuhi Prasyaratan Tugas TA sementara


Pada Program Studi Teknik Pertambangan Politeknik Negeri Ketapang
2019

Disusun Oleh :

FAHMI ADITYA PUTRA


3022016341

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


POLITIEKNIK NEGERI KETAPANG 2019
1.ANALISIS KINERJA WASHING PLANT DI PT HPMU JOB SITE
(KDA), AIR UPAS, KECAMATAN AIR UPAS KABUPATEN
KETAPANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

. Judul yang diajukan pemohon untuk pelaksanaan “LAPORAN HASIL KEGATAN ATAU

PRAKTIK KERJA LAPANGAN” dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di

lapangan.

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan mengenai praktek kerja lapangan 3 Tentang” ANALISIS KINERJA WASHING


PLANT DI PT HPMU JOB SITE (KDA), AIR UPAS, KECAMATAN AIR UPAS
KABUPATEN KETAPANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT
BAB 1
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pertambangan merupakan kegiatan yang padat modal, padat keterampilan dan padat
teknologi, sehingga kegiatan pertambangan mempunyai banyak resiko. Secara garis besar
tahap-tahap kegiatan dalam usaha pertambangan meliputi survey tinjau, eksplorasi, studi
kelayakan, development, eksploitasi, pengangkutan, pemurnian atau pengolahan dan
pemasaran.
Bahan galian yang dihasilkan dari tambang biasanya selain mengandung mineral
berharga yang diinginkan juga mengandung mineral pengotor sehingga hasil tambang tidak
bisa langsung dimanfaatkan atau diperdagangkan. Untuk memisahkan mineral berharga dan
mineral pengotor tersebut, maka dilakukan proses pengolahan bahan galian. Pengolahan
bahan galian merupakan proses pemisahan mineral berharga dari mineral tidak berharga,
yang dapat dilakukan secara mekanis atau non mekanis, sehingga dihasilkan produk yang
kaya mineral berharga (konsentrat) dan produk yang harga mineralnya berkadar rendah,
karena terdiri dari gangue mineral (tailing).
Dalam pengolahan bahan galian salah satu tahap yang perlu dilakukan adalah proses
pemisahan konsentrat dan tailling, dalam prakteknya banyak kendala yang dihadapi terkait
proses pemisahan konsentrat dan tailling, sehingga pada akhirnya sasaran recovery
perusahaan tidak dapat terpenuhi. Hal ini dapat disebebkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah kemiringan trammel screen, kecepatan putaran, dan debit air yang dialirkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kajian teknis kegiatan pengolahan
khususnya sistem Washing Plant untuk dapat mencapai target recovery yang direncanakan.

II. Masalah Penelitian


Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini yaitu mengamati aktivitas pengolahan
bahan galian di PT Sandai Inti Jaya Tambang ( SIJT ), Desa Sandai Kiri, Kecamatan Sandai,
Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. terutama pada kegiatan Washing Plant.
IV. Batasan Masalah
Beberapa batasan masalah dalam tugas TA Sementara ini adalah:
a. Pada Penelitian ini membahas masalah kegiatan pengolahan pada sistem washing
plant untuk mencapai recovery.
b. Kegiatan yang dihasilkan dapat berupa pengujian alat yang terdiri dari preparasi
sampel,kemiringan, Debit air dan kecepatan putaran.
c. Hasil dari kegiatan dapat disajikan dlam bentuk tabel atau grafik .

V. Tujuan
Tujuan dilakukannya tugas akhir ini yaitu :
1. Mengetahui kadar silika ( Sio2 ) sebelum dan setelah masuk ke Washing Plant.
2. Mengetahui pengaruh kemiringan Trommel Screen 1 dan Trommel Screen 2, debit air
yang digunakan, serta kecepatan putaran Trommel Screen dan Trommel Screen 2.
3. Membuat model hubungan antara kemiringan Trommel Screen dan debit air terhadap
hasil pengujian.

BAB II
LANDASAN TEORI

6.1 Bauksit
Bauksit terjadi dari proses pelapukan (laterisasi) batuan induk, erat kaitannya dengan
penyebaran nepheline, syenit, granit, andesit, dolerite, gabro, basalt, hornfels, schist, slate,
kaolinitic, shale, limestone dan phonolite. Bauksit terjadi di daerah tropika dan subtropika
serta membentuk perbukitan yang landai dengan memungkinkan pelapukan sangat kuat.
Apabila batuan-batuan tersebut mengalami pelapukan, mineral yang mudah larut akan
terlarutkan, seperti mineral-mineral alkali, sedangkan mineral yang tahan akan pelapukan
akan terakumulasi. Dalam kondisi tertentu batuan yang terbentuk dari mineral silikat dan
lempung akan terpecah-pecah dan silika terpisahkan sedangkan oksida aluminium dan oksida
besi terkonsentrasi sebagai residu. Kejadian tersebut terjadi secara terus menerus dalam
waktu yang cukup dan produk pelapukan terhindat dari erosi, akan menghasilkan endapan
lateritik. Kandungan aluminium yang tinggi pada batuan merupakan syarat utama dalam
pembentukan bauksit, tetapi yang ebih penting adalah intensitas dan lamanya proses
laterisasi.
Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe rendah
dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung sama sekali
(misalnya sienit dan nefelin) yang berasal dari batuan beku, batu lempung-lempung dan
serpih. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di kedalaman
tertentu.
Kondisi-kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara
optimum adalah :
1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya
alumunium
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan
3. Porositas batuan yang tinggi sehingga siklus air berjalan dengan mudah
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya
pergerakan air dengan tingkat erosi minimum
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan
Sumber: world-alumunium.org
Gambar 6.1
Profil Endapan Bijih Bauksit
Berdasarkan letak depositnya bijih bauksit terbagi kedalam beberapa kelompok,
diantaranya :
1. Deposit Bauksit residual
Diasosiasikan dengan kemiringan lereng yang menegah sampai hampir datar pada
batuan nefelin syenit. Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 5° dan batasan yang
umum adalah 25°. Pada batuan syenit bagian bawah bertekstur granitik. Zona diatasnya
menunjukan vermikuler, pisolitik dan tekstur konkresi lainnya, dibawah zona konkresi adalah
zona pelindian dengan dasar fragmen lempung kaolinit. Walaupun dasar zona pelindian ini
melengkung, tidak dapat menghilangkan tekstur granitis. kaolinit nepelin syenit dipisahkan
dengan bauksit bertekstur granitis oleh kaolinit yang kompak dan kasar.
2. Deposit bauksit koluvial
Diselubungi oleh kaolinit, nefelin, syenit. Deposit ini terletak di bawah lampung dan
termasuk swamp bauxite dengan tekstur pisolitik dan oolitik yang masih terlihat jelas serta
berada di daerah lembah. Dibagian atas deposit, kaolinit terus berkembang, dapat memotong
secara mendatar atau menggantikan matriks yang tebal dari tekstur pisolitik. di beberapa
tempat, lapisan lignnit yang mendatangkan lempung dapat pula memotong badan bijih
bauksit sehingga bauksit tersebut menjadi alas dari lapisan lignit ini.
3. Deposit bauksit alluvial pada perlapisan
Dapat berupa Perlapisan silang siur, dipisahkan dengan gravel yang bertekstur
pisolitik. Bauksit tipe ini halus dan tertutup oleh alur runtuhan dari tipe deposit bauksit
koluvial.

4. Deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar


Deposit tipe ini umumnya menutupi bauksit boulder dengan konglomerat kasar,
terutama dari lempung karbonat dan pasir.

6.1.1 Ciri Fisik Bijih Bauksit


Secara pengamatan langsung terhadap bijih bauksit dilapangan (megaskopik)¸ bijih
bauksit memiliki ciri-ciri umum berwarna coklat kemerahan, coklat kekuning-kuningan,
hingga kuning kecoklatan. Bijih bauksit bersifat keras, berongga dan fragmental dengan
ukuran berkisar (1 mm – 1,5 cm). Pada komposisi fragmen dan matriks yang terbentuk telahh
mengalami pelapukan secara intensif dan pada umumnya menjadi mineral lempung dan
oksida, dalam hal ini bauksi tidak memiliki sistem kristal (an aggregate). Kekerasan bijih
bauksit berkisar 1-3 skala mohs.

Sumber: world-alumunium.org
Gambar 3.2
Bijih Bauksit
Bijih bauksit apabila basah secara kenampakan fisiknya seperti lempung atau tanah
biasa, dan larut dalam air asam. Kondisi seperti tersebut tergantung koposisi mineralnya
dimana apabila dominan mengandung mineral gibbsit, maka secara fisik dominan seperti
diatas. Kemudian apabila mineral yang terkandung adalah bohmite, kekerasannya 2.3-3 skala
mohs, belahan sempurna, kemudian sangat cerah dan tidak banyak mengandung pengotor.

BAB III
METODE PENELITIAN

5.1 Pengambilan Data


 Data Primer : didapatkan langsung dari hasil percobaan. Teknik pengambilan data
yang dilakukan adalah berupa eksperimen (pengujian alat), terdiri dari :
a. Preparasi sampel
b. Kemiringan Trommel Screen 1 dan Trommel Screen 2.
c. Debit air yang digunakan pada trommel screen 1 dan trommel screen 2
d. Kecepatan putaran Trommel Screen 1 dan Trommel Screen 2.
 Data Sekunder : untuk mendapatkan gambaran umum penelitian, dilakukan studi
literatur dari berbagai referensi yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.
Diantaranya seperti,studi literatur, jurnal, laporan terdahulu dsb.
5.2 Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah dengan cara perbandingan
5.3 Analisis Data dan Pembahasan
Analisis data dilakukan dengan cara mengkaji hubungan beberapa variabel yang
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Dari pembahasan tersebut akan diketahui pengaruh
kemiringan trommel screen, debit air dan kecepatan putaran trammel screen terhadap
recovery.
5.4 Penarikan Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan didapatkan dari data hasil penelitian yang telah melalui tahap pengolahan
data, analisis & pembahasan data, berisi pula dari beberapa pertanyaan yang menjawab tujuan
penelitian.
5.5 Pelaporan Hasil Penelitian
Pelaporan disajikan dalam sebuah laporan yang menggambarkan seluruh kegiatan
penelitian. Laporan ditulis secara sistematis sehingga mudah dimengerti oleh pembaca.
Untuk lebih jelasnya metode penelitian ini sajikan dalam bentuk diagram alir yang
dapat dilihat pada gambar 5.1.

Anda mungkin juga menyukai