STM Kel 5 Makalah
STM Kel 5 Makalah
Oleh :
kelompok 5
Hiranisha Eldima 160351606429
Lia Agustin Setyoningrum 160351606462
Mia Puji Lestari 160351606415
Nur Amalia Maurie Husna 160351606445
Offering A
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Kaitan Sains-Teknologi-Masyarakat, Keunggulan Pembelajaran
STM Dan Masalah Pembelajaran STM untuk memenuhi tugas mata kuliah Sains
Teknologi dan Masyarkat
Makalah ini kami susun dengan sebaik mungkin. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat membantu pembaca
untuk memiliki wawasan yang lebih luas lagi mengenai Kaitan Sains-Teknologi-
Masyarakat, Keunggulan Pembelajaran STM Dan Masalah Pembelajaran STM
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2.3 Tujuan
1. Mengatahui hubungan sains-teknologi dan masyarakat.
2. Mengetahui keunggulan dari pembelajaran STM
3. Mengetahui masalah dari pembelajaran STM.
2
BAB II
ISI
3
berkembang dengan pesat sekali sejak abad 19 hingga sekarang. Sebagai
contoh, kemajuan dalam bidang elektronika memungkinkan kita untuk
mengetahui suatu peristiwa yang terjadi di luar negeri bahkan di luar angkasa
melalui televisi.
Perkembangan sains diawali dengan perkembangan pengetahuan dan
peradaban manusia pada zaman purba. Perkembangan ini didasarkan pada
kegiatan pengamatan manusia atas peristiwa-peristiwa alam, seperti matahari
yang terbit di sebelah timur dan tenggelam di sebelah barat. Pengamatan ini
melahirkan pengetahuan praktis, filsafat dan seni.
Dalam abad pertengahan yaitu masa antara abad ke-5 hingga abad ke-15
dapat dikatakan tidak ada perkembangan pengetahuan di Eropa, hal ini
disebabkan adanya peperangan yang membuat Eropa terpecah menjadi
kelompok-kelompok masyarakat yang lemah. Berbeda dengan keadaan di
Eropa, pengetahuan di Negara Islam berkembang pesat. Perkembangan
pengetahuan pada masa itu meliputi ilmu kimia, fisika, astronomi, matematika,
kedokteran dan farmasi. Diantara nama-nama ilmuwan muslim yang terkenal
ialah Al-Biruni, Ibnu Sina, Al-Battani, dan Umar Khayyam.
Pada masa transisi atau masa peralihan antara abad pertengahan dengan
zaman modern, di Eropa mulai tampak adanya kemajuan dalam pola berpikir
masyarakat akibat kegiatan intelektual ilmuwan muslim sehingga berbagai
bidang pengetahuan dan kebudayaan bangkit kembali.
Perkembangan sains modern dimulai sejak abad ke-18. Perkembangan
ditandai oleh penemuan-penemuan serta teori-teori oleh para ilmuwan dalam
berbagai bidang ilmu yang dilandasi oleh eksperimen yang mereka yakini
kebenarannya. Kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan ini ditunjang oleh
adanya perkembangan teknologi. (Anna, 2010)3
Teknologi secara umum dapat diartikan sebagai sebuah bentuk
penemuan-penemuan baru yang diciptakan oleh manusia untuk kemudian
digunakan sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan manusia. Kemudian
4
masyarakat adalah objek yang menerima, mengelola dan menciptakan sains dan
teknologi tersebut. (Panjaitan, 2016)
Menurut Anna, 2010 dalam bukunya “Sains Teknologi dan Masyarakat”
dijelaskan mengenai tiga komponen yaitu sains di satu sisi dan teknologi di sisi
lain serta adanya masyarakat. Kaitan antara sains dan teknologi serta
manfaatnya bagi masyarakat dijelaskan melalui model pembelajaran sains
teknologi masyarakat. Sains yang lahir oleh adanya pengamatan dan pemikiran,
dalam perkembangannya dapat membantu teknologi. Teknologi sendiri lahir
untuk mempermudah aktivitas manusia. Dan pada gilirannya teknologi dapat
membantu kemajuan sains.
Kemudian, Anna, 2010 juga menjelaskan dalam bukunya mengenai
‘Perkembangan Teknologi’. Perkembangan teknologi berawal dari
pengguanaan alat-alat dari batu oleh manusia pada zaman purba untuk
mepermudah pekerjaan mereka. Batu dipecah menjadi bentuk yang pipih dan
tajam untuk digunakan sebagai alat pemotong. Hal ini menunjukan bahwa
manusia purba sudah mengenal teknologi sederhana.
Perkembangan teknologi juga berkembang pada abad pertengahan di
dunia Islam. Perkembangan tersebut meliputi berbagai bidang, antara lain
penggunaan air dan angin sebagai sumber energi, pembuatan kapal laut dan
penggunaan mesiu untuk peperangan.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat menghendaki agar
masyarakat pada umumnya memiliki kemampuan dan kesadaran sains dan
teknologi. Kemampuan dan kesadaran ini dapat diperoleh melalui pendidikan
siswa di sekolah atau melalui pendidikan non formal bagi anggota masyarakat.
Untuk melaksanakan pembelajaran terdapat beberapa keyakinan atau filsafat
tertentu. Dalam bab ‘Interaksi Dalam Pembelajaran’ ini terdapat dua macam
aliran filsafat atau pandangan yaitu konstruktivisme dan pragmatisme.
Dalam melakukan proses pembelajaran diperlukan suatu pendekatan
yang dapat melibatkan lebih dari satu metode atau cara. Salah satu tujuan dalam
pembelajaran adalah mengaitkan antara pembelajaran dengan kebutuhan
masyarakat. Ini berarti bahwa konsep-konsep yang dipelajari melalui
pembelajaran atau pendidikan diharapkan dapat diaplikasikan ke dalam
5
kehidupan. Adapun beberapa pendekatan yang telah banyak dikemukakan,
yakni pendekatan lingkungan, pendekatan keterampilan proses, pendekatan
penyelesaian masalah, pendekatan sains teknologi masyarakat dan lain-lain.
Kemajuan teknologi dapat membawa dampak positif maupun negatif
bagi masyarakat. Pendekatan sains teknologi masyarakat mengaitkan
pembelajaran sains dan teknologi serta kegunaan dan kebutuhan masyarakat
sehingga pemahamannya akan menimbulkan kepedulian terhadap masalah-
masalah yang ada hubungannya dengan sains, teknologi, dan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam pembelajaran dibutuhkan model pembelajaran yang berbeda-beda
sesuai dengan topik yang dibahas. Model pembelajaran sains teknologi
masyarakat mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi
masyarakat. Tujuan model pembelajaran ini ialah untuk membentuk individu
yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap
masalah masyarakat dan lingkungannya. Seorang yang memiliki literasi sains
dan tekonologi mampu menyelesaikan maslah menggunakan konsep-konsep
sains yang diperoleh dalam pendidikan, mengenal produk teknologi yang ada
di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan
memeliharanya dan kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan.
Kaitan antara sains, teknologi dan masyarakat adalah sebuah model
pembelajaran baru yang diciptakan untuk meningkatkan keaktifan berpikir
ilmiah, kritis dan inovatif. Sesuai dengan pengertian-pengertian sebelumnya.
Bahwa sains mempunyai kaitannya erat dan saling mepengaruhi dengan
lingkungan sekitar, teknologi dan masyarakat. dimana nantinya model ini akan
menghasilkan manusia yang cakap ilmu dan cakap akhlak serta bermanfaat bagi
manusia dan bangsa juga Negara.
Model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat merupakan salah
satu model yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Sistem
pembelajaran dan model ini adalah mengangkat isu-isu atau masalah yang
terjadi di masyarakat sebagai topic pembelajaran yang bermakna. Sebab dengan
begitu, siswa mampu berpikir lebih kritis untuk menganalisis fenomena
masalah yang terjadi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
6
berkembang. Dan juga siswa dituntut untuk menggunakan keterampilan proses
sains dalam mencari solusi permasalahan hyang tengah terjadi di masyarakat.
model yang seperti ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan sains dan
teknologi sehingga dapat memberikan makna dan pengalaman berlajar lebih
kepada siswa. (Panjaitan, 2016)
Penyajian materi lebih terfokus pada penyiapan anak didik untuk menjadi
ilmuwan, tuntutan akademik dan formulasi matematikanya cukup tinggi
7
dengan konsep-konsep dan proses-proses sains yang ditemuinya dalam
kehidupan sehari-hari.
8
9
2. 3 Menganalisis Permasalahan Pembelajaran STM
Dalam pendekatan STM ada beberapa permasalahan, permasalahan
tersebut antara lain:
1. Dilihat pada guru yang belum menguasai sains teknologi sehingga guru
susah untuk mentransfer materi pembelajaran dengan sains teknologi
masyarakat.
2. Selain itu peserta didik khususnya siswa yang berada di kelas rendah,
belum mampu mengoperasikan sains teknologi yang sudah ada.
3. Fasililitas pendukung pada beberapa sekolah kurang atau hampir tidak
ada.
Beberapa penelitian terhadap pendekatan STM memang menunjukkan
adanya nilai tambah yang bermacam-macam. Secara umum kecuali
mengaktifkan atau memandirikan siswa juga mendorong kreativitas guru,
sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, Efisien, dan Menyenangkan). Namun, sepanjang penerapannya
tidak semulus yang diharapkan. Beberapa kritik mempertanyakan atau
meragukan efektivitas dan efisiensi dari pendekatan STM. Pembelajaran sains
dinilai “miskin” konsep sains, karena pembahasannya secara interdisipliner
maka pada umumnya tinjauan sains cenderung hanya superficial saja. Di
samping itu, sains juga dipandang sangat “membahayakan” bila meleburkan
sains dengan politik, ekonomi, moral, maupun hukum. Dikatakan juga bahwa
belum tentu kebenaran sains sejalan dengan kebijakan politik, ekonomi, atau
kebenaran moral dan hukum suatu negara.
Di Indonesia, dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan.
Kendala utama adalah dari pihak guru. Budaya guru Indonesia yang cenderung
mengajar seperti apa yang pernah mereka terima dari gurunya dan enggan untuk
berkreasi/inovasi merupakan faktor sulitnya menerapkan pendekatan STM.
Mitchener & Anderson (1989) dalam Raja (2009), melaporkan hasil penelitian
tentang perspektif guru dalam penyusunan dan pelaksanaan sebuah
pembelajaran dengan pendekatan STM bahwa guru memiliki hambatan dalam
penerapan pendekatan ini dan menunjukkan kekhawatiran berupa
ketidaknyamanan dengan pengelompokan, ketidakpastian tentang evaluasi,
10
andfrustrasi tentang populasi siswa, dan kebingungan peran guru. Hasil-hasil
temuan tersebut akan berguna dalam menyelenggarakan program
pengembangan guru.
Kekhawatiran terhadap konten dapat terjadi karena persentasi waktu
yang rendah bagi peran guru dalam transfer pengetahuan kepada anak. Guru
lebih banyak berperan dalam mengarahkan pengetahuan anak pada upaya
penemuan masalah dan konseptualisasi berdasarkan disiplin ilmu. Penanaman
konsep lebih banyak dilakukan pada momen-momen tertentu secara tepat,
sehingga memiliki tingkat retensi yang lebih lama.
Bagi sekolah dengan populasi siswa yang tinggi dalam kelas, dapat
menjadi masalah tersendiri bagi guru. Jika kelompok yang dibentuk dalam kelas
banyak, guru akan kewalahan dalam pendampingan kelompok dan
pembimbingan kajian masalah. Sedangkan ketika kelompok dikurangi
(populasi dalam kelompok tinggi) konsekuensinya dapat terjadi peran yang
tidak efektif bagi anak. Sehingga penggunaan pendekatan STM, harus
dirancang untuk melibatkan pihak lain dalam proses pembelajaran.
Kompleksitas masalah dan sumber informasi yang dapat terlibat dalam
pembelajaran STM, harus dapat disikapi secara profesional oleh guru.
Ketepatan masalah yang dipilih oleh siswa untuk dikaji sangat ditentukan oleh
peran guru dalam mengekspose fakta-fakta. Penentuan prosedur analisis dan
sumber data yang akurat, memerlukan bimbingan dan arahan dari guru.
Demikian pula, dalam hal kajian data dan konseptualisasinya dibutuhkan peran
guru dalam memberikan klarifikasi dan penguatan atas hasil-hasil kerja dari tiap
kelompok. Kompleksitas masalah dan sumber informasi juga berimplikasi pada
beragamnya fokus anak dalam mengkaji konsep pengetahuan. Konsekuensinya,
dibutuhkan kecermatan dalam menyusun alat evaluasi terutama pada domain
penguasaan konsep. Penggunaan alat penilaian yang variatif, dapat
meningkatkan akurasi data yang dibutuhkan dalam mengevaluasi
perkembangan anak.
Aisyah (2007), mengemukakan empat hambatan pembelajaran dengan
pendekatan STM, yaitu waktu, biaya, kompetensi guru, dan komunikasi dengan
stakeholder (orang tua, masyarakat, dan birokrat). Waktu merupakan faktor
11
penting untuk menentukan materi-materi apa yang akan diajarkan pada siswa.
Pelaksanaan seluruh fase pembelajaran pada konten tertentu, kadang-kadang
membutuhkan waktu yang panjang sehingga memerlukan analisa yang baik
untuk memilih dan mengalokasikan waktu untuk implementasinya. Siswa
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data dari nara
sumber secara mendetail. Oleh karena itu, siswa harus kerjasama dengan baik
antar anggota kelompok agar data yang diperoleh dapat maksimal. Beberapa
sekolah memilih waktu di sore hari atau jalur ekstrakurikuler untuk penerapan
STM agar tidak terganggu dengan aktivitas belajar yang lain. Bahkan, gelar
kasus (show case) yang dilanjutkan dengan refleksi diri, biasanya dilaksanakan
pada akhir semester.
Kompetensi guru sangat penting dalam pembelajaran STM, terutama
dalam penguasaan materi inti, problem solving dan hubungan interpersonal.
Umumnya guru belum memiliki pengetahuan yang baik tentang pendekatan
STM sehingga penerapan pendekatan ini masih sangat jarang ditemukan. Selain
itu, paradigma guru dalam menginterpretasikan dan mengembangkan
kurikulum, masih berbasis konten sehingga guru merasa dituntut untuk
menyampaikan materi tepat pada waktunya dan lupa berinovasi dalam
pembelajaran.
Hambatan lain dalam penerapan pendekatan ini adalah siswa belum
terbiasa untuk berpikir kritis dan belajar mengambil pengalaman di lapangan,
sehingga dibutuhkan kesabaran dan ketekunan guru untuk mengarahkan dan
membimbing siswa dalam pembelajaran.
Selain itu, faktor yang menyebabkan pelaksanaan pembelajaran STM
tidak lancar adalah sistem penilaian yang diterapkan secara nasional yang
cenderung berorientasi pada aspek kognitif. Apalagi kalau sistem penerimaan
siswa baru di tingkat SMP dan SMA yang masih mengandalkan nilai UAN,
begitu juga dengan seleksi mahasiswa baru yang hanya berdasarkan tes kognitif
saja membuat guru tidak tergerak untuk menerapkan pembelajaran ynag
menekankan penilaian non-tes (portofolio dan observasi kegiatan) seperti yang
diberlakukan dalam pendekatan STM.
12
Menurut Karasti (2014), tantangan dalam penggunaan STM ini adalah
dari segi pembelajaran yaitu dalam memahami penggunaan teknologi serta
menghadapi peserta yang heterogenitas, karena tidak semua peserta dapat
memahami penggunaan teknologi. Agar pembelajaran STM dapat berjalan,
peserta perlu mempelajari fenomena-fenomena secara offline dan online.
Dengan online, maka peserta dapat belajar untuk menggunakan teknologi.
Pembelajaran sains, tidak hanya butuh analisis saja melainkan belajar
menggunakan teknologi, agar karya-karya yang dikembangkan dapat membuat
desain, atau pengembangan infrastruktur melalui perkembangan teknologi, dan
dapat dipraktekkan secara nyata.
Isu-isu sosial dan teknologi di masyarakat merupakan karakteristik kunci
dari pendekatan pembelajaran STM. Melalui pendekatan pembelajaran STM,
para siswa belajar sains dalam konteks pengalaman nyata, yang mencakup
penerapan sains dan sikap ilmiah siswa. Masih banyak guru yang tidak
memanfaatkan teknologi sebagai bahan ajarnya, dan juga tidak semua siswa
dapat menggunakan teknologi.
Berdasarkan kajian hasil tes PISA (Program for International Student
Assessment) tahun 2006 ditemukan kelemahan-kelemahan siswa kita pada
literasi sains. Kelemahan-kelemahan siswa-siswa Indonesia antara lain
disebabkan oleh rendahnya kemampuan mengidentifikasi masalah ilmiah,
menggunakan fakta ilmiah, memahami system kehidupan, dan memahami
penggunaan peralatan sains. Menurut Balitbang (2007) dalam Kartini (2014)
untuk meningkatkan kemampuan siswa-siswa Indonesia yang rendah dalam
kemampuan pemecahan masalah, maka perlu dilakukan peningkatan
pembelajaran sains yang mengarah pada kemampuan mengidentifikasi
masalah, menggunakan fakta, menerapkan sistem kehidupan, memahami
penggunaan peralatan sains, penyediaan alat pembelajaran sains, penggunaan
sumber belajar/buku sesuai dengan konteks kompetensi, dan peningkatan
kemampuan guru sains.
Menurut Poendjadi (1994) dalam Kartini (2014) mengungkapkan untuk
Indonesia literasi sains dan teknologi adalah memiliki kemampuan
menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains, mengenal
13
teknologi yang ada disekitar mereka beserta dampaknya, mampu menggunakan
produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang
disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.
Sebaiknya, diawali dari guru terlebih dahulu, guru perlu melakukan
identifikasi terhadap isu-isu sains dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai
dengan materi pembelajaran, kemudian perlu dilakukan pemilihan materi yang
cocok. Pendekatan STM akan lebih baik jika diterapkan pada materi-materi
yang bersifat aplikatif. Sebelum pelajaran dimulai sebaiknya guru
menginformasikan topik pembelajaran kepada siswa, sehingga siswa dapat
belajar dan mampu mengidentifikasi isu-isu sains dan teknologi yang ada dalam
kehidupan nyata para siswa dan guru diharapkan selalu memberikan penekanan
kepada siswa betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan ini pembelajaran STM dapat berjalan secara
efektif.
(Kartini, Adnyana, & Swasta, 2014)
Memasuki zaman teknologi menuntut pembentukan sumber daya
manusia yang benar-benar bisa menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan
keahliannya. Pembelajaran formal di sekolah masih belum optimal.
Pembelajaran yang belum optimal timbul karena permasalahan-permasalahan
yang dialami pada proses pembelajaran (Sudiyono, 2010) dalam Kartini (2014).
Contohnya adalah materi ajar sains (IPA) yang tercantum dalam kurikulum
yang berlaku dewasa ini, maupun yang disajikan dalam buku-buku teks IPA
yang beredar saat ini, tampaknya lebih cenderung mengarah pada science for
scientist. Penyajian materi lebih terfokus pada penyiapan anak didik untuk
menjadi ilmuwan, tuntutan akademik dan formulasi matematikanya cukup
tinggi. Kondisi demikian cenderung menggiring para siswa untuk belajar sains
hanya untuk keperluan ulangan atau ujian. Konsep-konsep dan prinsip-prinsip
sains seolah-olah hanya untuk dipelajari di sekolah, dan bukan kepentingan
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal demikian jelas tidak
mendukung tercapainya literasi sains dan teknologi bagi siswa (Sadia, 2009)
dalam Kartini (2014).
14
Menurut Anwar (2006) dalam Kartini (2014), materi dan pendekatan
pembelajaran yang kurang efektif menyebabkan pendidikan masih berdampak
lemah pada pembentukan pemahaman secara mendalam terhadap isu-isu
lingkungan dan penumbuhan kesadaran lingkungan dikalangan peserta didik.
Proses pelaksanaan kurikulum masih belum optimal karena seringnya berganti
kurikulum. Hal ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan pembelajaran, yang
masih belum bisa berubah sepenuhnya. Paradigma proses pembelajaran
diharapkan mengalami perubahan. Kenyataan proses pembelajaran sampai saat
ini masih didominasi guru (teacher centered) yang seharusnya sudah didominasi
siswa (student centered). Perbandingan dari kedua proses ini tentunya akan
menghasilkan SDM dengan kualitas yang berbeda. Kualitas sumber daya
manusia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan kualitas pendidikan
adalah muara dari kualitas pembelajaran. Rendahnya mutu hasil belajar sains
peserta didik menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah-
sekolah Indonesia telah mengabaikan perolehan kepemilikan kemampuan
pemecahan masalah peserta didik. Kondisi ini menuntut adanya pembenahan
dan pembaharuan dalam kualitas pembelajaran sains karena proses
pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah merupakan faktor utama yang
menentukan mutu hasil belajar sains peserta didik (Toharudin, 2011) dalam
Kartini (2014).
Sesuai dengan pendapatnya Liliasari (2010) dalam Kartini (2014) bahwa
tujuan utama pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk
mengarahkannya dalam mengisi kehidupan secara bertanggung jawab.
Pendidikan sains dapat mendorong peserta didik untuk memperhatikan adanya
pertanyaan-pertanyaan dan semangat penyelidikan. Siswa yang mempunyai
sikap ilmiah baik akan selalu terdorong untuk selalu terlibat dalam proses
belajar. Siswa mau belajar jika dalam lubuk hatinya ada keinginan untuk
mengetahui sesuatu dalam proses belajar mengajar, siswa akan berusaha untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau menanyakan masalah-masalah yang
belum dipahaminya. Sebagai solusi untuk mengatasi masalah-masalah pada
proses pembelajaran adalah melalui implementasi pembelajaran yang inovatif.
Salah satu pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan adalah
15
pendekatan pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) (Kartini et al.,
2014)
Pengertian atas istilah sains secara khusus sebagai Ilmu Pengetahuan
Alam sangat beragam. Conant (dalam Usman, 2006: 1) mendefinisikan sains
sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu
sama lain, dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta
berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.Carin & Sund
(1989) mendefinisikan sains adalah suatu sistem untuk memahami alam
semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol. Trowbridge &
Byebee (1986: 38) menggambarkan skema umum ilmu pengetahuan
sebagaimana tergambar dalam skema berikut ini :
16
Sains merupakan ilmu pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik,
zoology, fisika, kimia, biologi dan sebagainya. Ilmu pengetahuan alam merupakan
sekumpulan ilmu-ilmu yang meliputi fisika, kimia, biologi, geologi, astronomi dan
lainnya yang mencakup semua pengetahuan yang membahas tentang fenomena
alam. (Lestari, 2015). Dalam kurikulum pendidikan nasional tahun 2006 (KTSP)
Pendidikan sains merupakan kelompok yang menggabungkan antara mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan sains diberikan kepada siswa sebagai
cafra agar siswa mampu berfikir ilmiah secara kritis, kreatif, mandiri.
Dengan kata lain, pendidikan merupakan sebuah proses terencana yang
dapat membantu seseorang untuk mencapai kedewasaannya dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya ke arah yang lebih positif, yang dapat bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain. Sesuai dengan tujuan pendidikan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2006, hlm. 3),
bahwa “Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang berdemokratis serta bertanggungjawab.” (Panjaitan, 2016)
Teknologi secara umum dapat diartikan sebagai sebuah bentuk penemuan-
penemuan baru yang diciptakan oleh manusia untuk kemudian digunakan sebagai
alat untuk mempermudah pekerjaan manusia. Kemudian masyarakat adalah objek
yang menerima, mengelola dan menciptakan sains dan teknologi tersebut.
(Panjaitan, 2016)
Kaitan antara sains, teknologi dan masyarakat adalah sebuah model
pembelajaran baru yang diciptakan untuk meningkatkan keaktifan berpikir ilmiah,
kritis dan inovatif. Sesuai dengan pengertian-pengertian sebelumnya. Bahwa sains
mempunyai kaitannya erat dan saling mepengaruhi dengan lingkungan sekitar,
teknologi dan masyarakat. dimana nantinya model ini akan menghasilkan manusia
yang cakap ilmu dan cakap akhlak serta bermanfaat bagi manusia dan bangsa juga
Negara.
17
Model pembelajaran sains teknologi dan masyarakat merupakan salah satu
model yang memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Sistem pembelajaran
dan model ini adalah mengangkat isu-isu atau masalah yang terjadi di masyarakat
sebagai topic pembelajaran yang bermakna. Sebab dengan begitu, siswa mampu
berpikir lebih kritis untuk menganalisis fenomena masalah yang terjadi dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dan juga siswa dituntut untuk
menggunakan keterampilan proses sains dalam mencari solusi permasalahan hyang
tengah terjadi di masyarakat. model yang seperti ini diharapkan dapat memperkaya
pengetahuan sains dan teknologi sehingga dapat memberikan makna dan
pengalaman berlajar lebih kepada siswa. (Panjaitan, 2016)
Interaksi sains-teknologi-masyarakat
1. Sains dan teknologi memiliki hubungan simbiosis, artinya teknologi
menerapkan sains untuk menghasilkan produk-produk teknologi baru dan
teknik –teknik baru yang bermanfaat.
2. Teknologi dan sains memiliki hubungan yang tidak pernah terpisah
Tanpa ilmu = tidak terlahir teknologi
Tanpa teknologi = ilmu sulit berkembang
3. Masyarakat melahirkan teknologi dan sains
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia atau sekelompok orang yang
membentuk kesatuan. Artinya dalam masyarakat tentu masing-masing
orang telah di anugerahi akal oleh sang pencipta. Akal tersebut digunakan
untuk berpikir sehingga mendapatkan pengetahuan. Seiring berjalannya
waktu, maka pengetahuan manusia tentunya akan terus menerus bertambah.
Dengan pengetahuan yang ia punya, maka manusia tersebut dapat
menciptakan sebuah teknologi yang nantinya akan digunakan untuk
mengembangkan keilmuannya dan mempermudah pekerjaannya.
18
Diagram diatas merupakan diagram keterkaitan antara sains-teknologi dan
masyarakat.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan STM adalah suatu
bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep-
konsep sains saja tetapi juga menekankan pada peran sains dan teknologi
didalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa
tanggungjawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di
masayrakat. (Prayekti, 2002:777)
2. Keunggulan STM menurut (Anon n.d.)adalah
a. Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi dan masyarakat.
b. Proses belajar-mengajar menganut pandangan konstruktivisme, yang
pada
c. Pokoknya menggambarkan bahwa anak membentuk atau membangun
pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan.
d. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas ranah
pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreativitas, dan
ranah hubungan dan aplikasi peserta didik mampu menghubungkan
realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas,
3. Kendala dalam pembelajaran STM
a. Dilihat pada guru yang belum menguasai sains teknologi sehingga guru
susah untuk mentransfer materi pembelajaran dengan sains teknologi
masyarakat.
b. Selain itu peserta didik khususnya siswa yang berada di kelas rendah,
belum mampu mengoperasikan sains teknologi yang sudah ada.
c. Fasililitas pendukung pada beberapa sekolah kurang atau hampir tidak
ada.
20
3.2 Saran
Sebagai generasi abad 21 dan sebagai calon pendidikdiharapkan mampu
menerapkan pembelajaran berbasis pendekatan saint-teknolgi dan masraka
untuk dapat dijadikan tolak ukur untuk peningkatan SDM di Indonesia
21
DAFTAR RUJUKAN
22