Disusun oleh:
Nuri Masruroh
NIM. 1202430001
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN
Nuri Masruroh
NIP. NIM. 1202430001
Mengetahui,
Kaprodi DIV Kebidanan Klinik Pembimbing Klinik,
Poltekkes Kemenkes Malang
1.2 TUJUAN
1.2.1 Umum
Setelah Praktek Klinik Kebidanan diharapkan mahasiswa mampu
melaksanakan asuhan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
secara menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan manajemen
kebidanan Varney.
1.2.2 Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian data pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia.
2. Mampu memberikan analisa data untuk menentukan diagnosa
pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan segera pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
5. Mampu menyusun rencana asuhan kebidanan pada neonatus
dengan hiperbilirubinemia.
6. Mampu melaksanakan asuhan secara menyeluruh sesuai dengan
diagnosa dan masalah pada neonatus dengan hiperbilirubinemia.
7. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah
dilaksanakan.
2.1 DEFINISI
Ikterus merupakan warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mucosa
akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus
dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya
kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin meningkat
(Mansjoer, A dkk. 2007).
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala
fisiologis (terdapat pada 25-50% neonatos cukup bulan dan lebih tinggi lagi
pada neonatos kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis
misalnya pada inkompatibilitas rhesus dan ABO, sepsis, galaktosemia,
penyumbatan saluran empedu dan sebagainya (Staf Pengajar IKA Fakultas
Kedokteran UI. 2007).
2.2 ETIOLOGI
Secara garis besar etiologi ikterus neonatirum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses ‘uptake’ dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindom
Criggler-Najjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar
yang berperanan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salsisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain (Staf Pengajar IKA Fakultas Kedokteran UI. 2007).
5. Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)
(Mansjoer, A. 2007).
2.3 KLASIFIKASI
1. Fisiologis dan Patologis
Ikterus fisiologis ialah :
1) Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Tidak mempunyai dasar patologis
3) Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan
4) Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus
5) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
Ikterus patologis ialah :
1) Ikterus yang mempunyai dasar patologis
2) Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia
(Saifuddin, A.B. 2006)
3) Ditandai dengan kulit kekuning-kuningan dan peningkatan kadar
bilirubin serum diatas 12,9 mg/dl pada bayi term dan 15 mg/dl pada
bayi preterm dalam 24 jam setelah kelahiran.
4) Banyak dihubungkan dengan perbedaan golongan darah atau
inkompatibilitas golongan darah, infeksi atau biliaris hepatik, atau
ketidaknormalan metabolik
(Ladewig, P. W dkk. 2006)
2.4 PATOFISIOLOGI
Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang
rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian
berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan
oleh asm glukuronat pada reaksi yang dikatalisasioleh glukuronil transferase.
Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk
diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang
ususnya bebas dari bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai
gantinya, usus bayi banyak mengandung beta glukuronidase yang
menghidrolisisbilirubinglukoronid menjadi bilirubin indirek dan akan
direapsorpsikembali melalui sirkulasi enterohepatik ke aliran darah.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
Hipoksia, dan Hipoglikemia (Mansjoer, A. dkk. 2007).
Observasi
Bila terdapat :
- Asfiksia Pengobatan seperti pada kadar
- RDS bilirubin yang lebih tinggi berikutnya
- Asidosis metabolik
- Protein total < 5 gr%
- BBL < 1500 g
- Tanda-tanda kelainan S.S.P.
Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seprti
asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabofik, hiportemia, kadar
protein kurang atau sama dengan 5g%, berat badan lahir kurang dari 1.500
g dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati
seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.
Pengobatan umum
Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan
perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pemberian
makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar
bersalin dan bangsal bayi yang baik.
Tindak lanjut
Bahaya hiperbilirubinemia ialah kernicterus. Oleh karena itu terhadap bayi
yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai
berikut:
4. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
5. Penilaian berkala pendengaran
6. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.
(Staf Pengajar IKA Fakultas Kedokteran UI. 2007)
2.7 KOMPLIKASI
Ikterus baru dapat dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan
dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak
mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus.
Kern-icterus (ensefalopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak (Abdul Bari Saifudin. 2006: 381
DAFTAR PUSTAKA
Ladewig, P dkk. (2006) Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
EGC
Staf Pengajar IKA Fakultas Kedokteran UI. (2007) Buku Kuliah 3 IKA. Jakarta:
Infomedika
I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan
lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan
Ikterus Fisiologi timbul pada hari kedua dan ketiga setelah lahir
Dianggap seperti rubinemia jika :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Ikterus yang disertai dengan masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom, gangguan pernapasan, infeksi, trauma lahir
pada kepala, hipoglikemia
- Ikterus biasanya bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada orang
berkulit putih dan lebih tinggi pada orang yang berkulit berwarna
(Rusepno Hasan . 2007 : 1101 – 1102) .
- Waspada terhadap riwayat prenatal tentang imunisasi Rh, inkompatibilitas
ABO, penggunaan aspirin pada ibu, solfonamida, atau obat-obatan
antimikroba keturunan asli Amerika, Jepang, Cina, atau kebangsanaan
Korea (faktor predisposisi bagi kadar biurubin yang meningkat), cairan
amnion berwarna kuning, yang mengindikasikan penyakit hemolitik
tertentu.
(Ladewig, P. dkk. 2006)
B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
- Ikterus bisa menjadi potologis bila disertai dengan berat badan < 2000
(Mansjoer, A dkk. 2007)
b. Pemeriksaan Khusus
- Ikterus dapat dilihat sebagai suatu penampakan kekuning-kuningan pada
kulit mukosa, sklera, dan urine (Ladewig, P. dkk. 2006).
- Gejala klinis yang dapat diamati pada ikterus adalh mata yang berputar,
letargi, kejang, tidak mu menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan
akhirnya oprstotonus (Staf Pengajar IKA Fakultas Kedokteran VI. 2007).
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Ikterus yang timbul 24 jam pertama, dilakukan pemeriksaan
- kadar bilirubin serum berkala
- Darah tepi lengkap
- Golongan darah ibu dan bayi
- Uji Coomb
- pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah/ biopsi
heper bila perlu (Staf Pengajar IKA Fakultas kedokteran VI. 2007).
IV. KEBUTUHAN
- Pemberian penyuluhan tentang pemberian ASI pada bayi ikterus
- Konsultasi dengan dokter
V. TUJUAN
Mencegah dan menghentikan peningkatan ikterus dengan pengawasan antenal
yang baik (Staf Pengajar IKA Fakultas Kedokteran UI. 2007)
VII. EVALUASI
Penilaian terhadap kadar bilirubin
Pernilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
Fisioterapi dan rehabilitasi bila terjadi gejala sisa
Penilaian berkala pendengaran
(staf pengajar IKA fakultas kedokteran UI . 2007 : 1100)
VIII. IMPLENTASI
Melakukan IMD
Menjemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 10 menit dengan kondisi
bayi telanjang dan mata tertutup.
Sering menyusukan bayi.
Menasehati ibu apabila bayi semakin kuning.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
1) Data Subyektif
a. Identitas
Nama Bayi : By. ”KN”
Tanggal lahir : 16-06-2013
Umur : 4 hari
Jenis Kelamin : perempuan
Anak Ke :2
a. Keluhan utama
Ibu mengatakan bayi lahir secara normal di bidan desa 4 hari yang lalu,
bayi lahir dalam keadaan sehat dan langsung menangis. Ibu kemudian dirujuk
ke RSUD karena robekan jalan lahir yang luas, bayi ikut dibawa ke RSUD
dan mendapatkan perawatan di ruang bayi. Keesokan harinya (tanggal 17-6-
2013) dilakukan rawat gabung bayi dengan ibu, bayi mau menyusu, namun 2
hari terakhir bayinya malas menyusu dan sering tidur.
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : cukup
BB / PB : 2900 gram/51 cm
Suhu : 367 0C
Pernafasan : 42 x/menit
HR : 136 x/menit
Kesadaran : menangis kuat, gerakan aktif
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : Rambut hitam, tidak tampak benjolan abnormal, tidak
ada caput succedaneum, tidak ada cephal hematoma.
Muka : Muka tampak kekuningan, tidak cyanosis, tangis (+).
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera kekuningan.
Hidung : Simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : Bibir lembab, tampak kemerahan, tidak ada
palatoskisis, tidak ada labio palatoskisis.
Telinga : Simetris, serumen tidak ada ka/ki.
Leher : Tidak terlihat pembesaran kelenjar vena jugularis dan
kelenjar tyroid, tampak kekuningan.
Dada : Sesak (-), tampak kekuningan.
Mammae : Simetris.
Tulang Belakang : Tidak ada spina bifida.
Abdomen : Tampak tali pusat yang terbungkus kasa steril, tampak
kekuningan.
Anogenetalia : labia mayora menutupi labia minora, anus (+)
berlubang.
Ekstermitas : Simetris, tidak terdapat polidaktil, tidak terdapat
sindaktil, warna kemerahan, pergerakan sendi lemah.
Palpasi
Muka : bila ditekan berwarna kuning
Leher : bila ditekan berwarna kuning
Dada : bila ditekan berwarna kuning
Abdomen : bila ditekan berwarna kuning
Auskultasi
Dada : Tidak terdengar suara ronchi dan wheezing
Abdomen : Bising usus (+) normal 3-5 x/menit
Perkusi
Abdomen : Tidak meteorismus
Reflek patella : +/+
3. Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan Lahir : 3100 gram
Berat Badan Sekarang : 2900 gram
Panjang Badan : 51 cm
Lingkar Kepala : 31 cm
Lingkar Dada : 30 cm
Lingkar Lengan Atas : 10 cm
4. Reflek
Reflek Rooting :+
Reflek Sucking :+
Reflek Grasping :+
Reflek Tonick neck :+
Reflek Moro :+
5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 19 Juni 2013
Bilirubin Indirect 12,7 mg/dl 0,21-0,52
Bilirubin Direct 0,90 mg/dl 0,21-0,52
Bilirubin total 13,60 mg/dl 0,36-0,96
6. Kesimpulan
Neonatus usia 4 hari dengan Hiperbilirubinemia kremer IV
II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA, MASALAH DAN KEBUTUHAN
Data Dasar Dx/Mx/Keb
DS : Dx :
Ibu mengatakan bayi lahir secara normal di bidan desa 4 hari yang Neonatus usia 4 hari
lalu, bayi lahir dalam keadaan sehat dan langsung menangis. Ibu dengan
kemudian dirujuk ke RSUD karena robekan jalan lahir yang luas, Hiperbilirubinemia
bayi ikut dibawa ke RSUD dan mendapatkan perawatan di ruang kremer IV
bayi. Keesokan harinya (tanggal 17-6-2013) dilakukan rawat
gabung bayi dengan ibu, bayi mau menyusu, namun 2 hari terakhir
bayinya malas menyusu dan sering tidur.
DO :
Keadaan Umum : Cukup
BB : 2900 gram
PB : 51 cm
Suhu : 367 0C
Pernafasan : 42 x/menit
HR : 136 x/menit
Kesadaran : menangis, gerakan aktif
Inspeksi
Kepala : Rambut hitam, tidak tampak benjolan
abnormal, tidak ada caput succedaneum, tidak
ada cephal hematoma.
Muka : Muka tampak kekuningan, tidak cyanosis,
tangis (+).
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera
kekuningan.
Hidung :Simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : Bibir lembab, tampak kemerahan, tidak ada
palatoskisis, tidak ada labio palatoskisis.
Telinga : Simetris, serumen tidak ada ka/ki.
Leher :Tidak terlihat pembesaran kelenjar vena
jugularis dan kelenjar tyroid, tampak kekuningan
Dada : Sesak (-), tampak kekuningan
Mammae : Simetris.
Tulang Belakang : Tidak ada spina bifida.
Abdomen : Tampak tali pusat yang terbungkus kasa steril,
tampak kekuningan.
Anogenetalia : labia mayora menutupi labia minora, anus (+)
berlubang.
Ekstermitas : Simetris, tidak terdapat polidaktil, tidak
terdapat sindaktil, warna kemerahan, pergerakan
sendi lemah.
Palpasi
Muka : bila ditekan berwarna kuning
Leher : bila ditekan berwarna kuning
Dada : bila ditekan berwarna kuning
Abdomen : bila ditekan berwarna kuning
Auskultasi
Dada : Tidak terdengar suara ronchi dan wheezing
Abdomen : Bising usus (+) normal
Perkusi
Abdomen : Tidak meteorismus
Reflek patella : +/+
Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan Lahir : 3100 gram
Berat Badan Sekarang : 2900 gram
Panjang Badan : 51 cm
Lingkar Kepala : 33 cm
Lingkar Dada : 32 cm
Lingkar Lengan Atas : 10 cm
Reflek
Reflek Rooting :+
Reflek Sucking :+
Reflek Grasping :+
Reflek Tonick neck :+
Reflek Moro :+
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 19 Juni 2013
Bilirubin Indirect 12,7 mg/dl 0,21-0,52
Bilirubin Direct 0,90 mg/dl 0,21-0,52
Bilirubin total 13,60 mg/dl 0,36-0,96
V. INTERVENSI
Diagnosa: Neonatus umur 4 hari dengan hiperbilirubinemia kremer IV
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2x24 jam
diharapkan kadar bilirubin berkurang dan tidak terjadi kern
ikterus.
Kriteria Hasil :
KU: baik
Suhu: 36,5-37,50C
Nadi: 120-160 x/menit
Nafas: 40-60 x/menit
Kulit, mukosa, sclera bayi tidak kuning.
Bilirubin Indirect < 10 mg%.
Bayi tidak malas minum
Turgor kulit baik
Intervensi
1. Lakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga serta memberikan
KIE tentang keadaan bayinya.
R/ Membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga akan menciptakan
rasa percaya kepada petugas, keluarga akan lebih kooperatif dalam setiap
tindakan yang akan dilakukan untuk membantu meningkatkan keadaan
bayinya saat ini.
2. Lakukan perawatan bayi setiap hari, seperti perawatan tali pusat,
mengganti popok, mengganti baju bayi dan menunda memandikan bayi.
R/ Meminimalkan kejadian infeksi dan mencegah terjadinya hipotermi.
3. Berikan diit nutrisi ASI/PASI pada bayi.
R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi.
4. Lakukan pemeriksaan kolaborasi dengan laboratorium.
R/ Mengetahui keadaan bayi/kadar bilirubin direct dan bilirubin indirect
didalam tubuh bayi secara detail untuk menentukan penanganannya dan
mencegah terjadinya kem ikterus.
5. Siapkan bayi untuk dilakukan penyinaran, melepas seluruh baju bayi dan
memakaikan kaca mata kasa karbon.
R/ Memaksimalkan hasil penyinaran yang akan dilakukan pada bayi serta
menjaga mata bayi dari sinar blue light.
6. Berikan foto terapi selama 24 jam dengan istirahat 12 jam
R/ Fototerapi akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik
yang dapat dikeluarkan sempurna
7. Ubah posisi fototerapi tiap 6 jam (miring kiri/kanan, terlentang,
tengkurap).
R/ Penyinaran merata dan lebih maksimal
8. Observasi keadaan umum dan TTV bayi
R/ Pemantauan keadaan umum dan TTV bayi berguna sebagai deteksi dini
adanya komplikasi
9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
R/ Pemberian terapi yang tepat akan mempercepat proses penyembuhan
VI. IMPLEMENTASI
1. Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga serta memberikan
KIE tentang keadaan bayinya. Jelaskan pada keluarga bayi bahwa bayinya
saat ini mengalami peningkatan kadar bilirubin sehingga menyebabkan
warna kuning pada kulit dan membutuhkan penyinaran.
2. Melakukan perawatan bayi sehari-hari dengan mengganti popok sesuai
kebutuhan bayi dan perawatan tali pusat dengan kasa steril untuk
meminimalkan kejadian infeksi pada tali pusat bayi.
3. Memberikan diit nutrisi ASI/PASI pada bayi sesuai kebutuhan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi.
- ASI/susu formula 12 x (25-30 cc)/hari
4. Melakukan pemeriksaan, kolaborasi dengan laboratorium untuk
mengetahui kadar bilirubin direct dan bilirubin indirect didalam tubuh bayi
secara detail untuk menentukan penanganannya dan mencegah terjadinya
kem ikterus.
5. Menyiapkan bayi untuk dilakukan penyinaran, melepas seluruh baju bayi
yang hanya menyisakan pampers dan memakaikan kaca mata kasa karbon
pada matanya untuk memaksimalkan hasil penyinaran yang akan
dilakukan pada bayi serta menjaga mata bayi dari sinar blue light.
6. Memberikan foto terapi selama 24 jam dengan istirahat 12 jam, untuk
memecah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik yang dapat
dikeluarkan dengan sempurna.
7. Mengubah posisi fototerapi tiap 6 jam (miring kiri/kanan, terlentang,
tengkurap) untuk mendapatkan hasil penyinaran yang lebih maksimal.
8. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi.
9. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi yang tepat
guna mempercepat proses penyembuhan bayi.
VII. EVALUASI
Tanggal: 21 Juni 2013 Jam 10.00 WIB
S : -
O:
- KU : Baik
- S : 36,6 OC,
- RR : 48 x/mnt.
- HR : 128 x/mnt.
- Minum Speen (+) 30 cc, muntah (-).
- Warna kulit kemerahan, sclera putih keabuan
- Hasil laboratorium tgl 21-6-2013
Bilirubin Indirect 7,19 mg/dL
Bilirubin Direct 0,85 mg/dL
Bilirubin Total 8,67 mg/dL
A: Neonatus umur 6 hari
P : - Berikan KIE pada ibu dan keluarga tentang perawatan bayi di rumah
- Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif di rumah
- Pasien KRS
- Anjurkan ibu untuk kontrol di poli anak 3 hari lagi
BAB 4
PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam pembuatan asuhan kebidanan pada
Bayi bayi Ny. “KN” dengan Hiperbilirubinemia yaitu pada tahap pengkajian data
yang terdiri atas data subjektif diperoleh data secara lengkap yang berasal dari
pasien dengan metode wawancara atau tanya jawab dan data objektif yaitu
pemantauan langsung oleh tenaga kesehatan. Data yang didapatkan dalam
pengkajian digunakan sebagai dasar dalam menentukan identifikasi diagnosa atau
masalah terhadap keadaan yang dirasakan oleh bayi. Bayi tidak mengalami
keadaan yang gawat darurat, sehingga untuk penulisan kebutuhan segera hanya
perlu di lakukan pemantauan suhu bayi dan pemantauan berat badan bayi serta
kolaborasi dengan dokter.
Pada penatalaksanaan rencana tindakan disusun berdasarkan keadaan yang
dialami oleh bayi dan juga disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Setelah rencana
kegiatan telah tersusun dengan baik maka tahap selanjutnya adalah melaksanakan
rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya.
Evaluasi yang didapat berdasarkan asuhan kebidanan yang diberikan
sehingga bayi tidak mengalami komplikasi/ masalah dan bayi sudah di bolehkan
pulang pada hari ke tiga karena kondisinya baik.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan
1. Dalam memberikan asuhan kebidanan diharapkan tetap
mempertahankan untuk menjaga komunikasi dalam menjalin kerjasama
antara petugas dan pasien untuk keberhasilan asuhan yang diberikan.
Selain itu dalam melakukan tindakan petugas kesehatan harus benar-
benar mempertahankan kebersihan dan kesterilan.
2. Memberi waktu kepada klien dan keluarga untuk bertanya serta
memberikan keterangan dan informasi yang jelas dan tepat.
5.2.2 Bagi Masyarakat
1. Keluarga diharapkan selalu bekerja sama dengan petugas kesehatan agar
asuhan dapat berjalan dengan baik / lancar
2. Melaksanakan saran dan petunjuk yang diberikan petugas kesehatan
3. Segera datang / memeriksakan diri kepada petugas kesehatan jika
mengalami komplikasi atau ketidaknyamanan.