Dosen Pembimbing:
Ulfa Zakyiah
Kori Susandry
TAHUN AJARAN
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai caring. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat
awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ
yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut
apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya.
Apendiks veriformis merupakan suatu struktur berbentuk seperti jari yang menempel
pada sekum dikuadran bawah abdomen. Walaupun apendiks veriformis diketahui tidak
mempunyai fungsi apapun, ia dapat meradang dan menimbulkan penyakit yang disebut
apendiksitis.
Peradangan dikuadran kanan bawah dahulu dianggap sebagai penyakit non bedah
pada sekum (tiflitis atau peritiflitis) sampai fitz mengemukakan apendiksitis akut sebagai
suatu entitas tersendiri pada tahun 1886. Inflamasi apendiks diakibatkan oleh obstruksi pada
50% sampai 80%, biasanya oleh fekalit dan, yang lebih jarang, batu empedu, tumor, atau
gumpalan cacing (oxyuris vermikularis).(Robbins & Cotran, 2009)
Bila diagnosis klinis sudah jelas tindakan paling tepat yang satu-satunya adalah
apendiktom. Pada apendiksitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gonggrenosa atau apendisitis perforata. Apendiktomi bisa dilakukan
secara terbuka. Bila apendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosanya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksa laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila observasi masih dapat
keraguan. Apendiktomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa push yang telah
ditenangkan sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerop
dan anaerop. Baru setelah keadaan tenang yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak baik dan berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Bila sudah terjadi
abses dianjurkan drainase saja kemudian apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. (Sjamsuhidajat, 2010)
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Apendiksitis.
2. Etiologi Apendiksitis.
3. Manifestasi Klinik Apendiksitis.
4. Pemeriksaan Penunjang.
5. Pemeriksaan Medik Apendiksitis.
6. Asuhan Keperawatan Apendiksitis.
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Apendisitis
(Price & Wilson, 2005) Mengatakan apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor
yang paling sering terjadi. Walaupun apendiksitis dapat terjadi pada setiap usia,
namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Angka mortalitas penyakit
ini sangat tinggi sebelum era antibiotik.
B. Etiologi
a. Obstruksi atau penyumbatan pada lamen apendiks yang dapat disebabkan oleh
fekalit (massa feses yang keras, terutama disebabkan oleh kekurangan makanan
berserat). Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan
fungsional apendiks dan meningkannya pertumbuhan flora normal kolon,
hiperplasia jaringan limfoid, benda asing tumor, cacing atau parasit lain.
b. Infeksi bakteri (seperti, proteus, klebsiella, streptococcus dan pseudomona, dan
bakteri anaerobik terutama bacteroides fragilis), parasit.
c. Striktura karena fibrosa pada dinding usus
C. Manifestasi klinis
a. Awitan mendadak atau secara bertahap nyeri difusi di daerah epigastrium atau
peri umbilikus sering terjadi.
b. Dalam beberapa jam, nyeri menjadi lebih terlokalisasi dan dapat dijelaskan
sebagai nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah abdomen.
c. Nyeri lepas (nyeri yang timbul sewaktu tekanan dihilangkan dari bagian yang
sakit) merupakan gejala klasik peritonitis dan umum ditemukan di apendiksitis.
Terjadi defans muskular atau pengencangan perut.(J. Corwin, 2009)
d. Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi. Gejala lain yang muncul yaitu demam
yang tidak terlalu tinggu dengan suhu antara 37,50-38,50C, tetapi bila suhu lebih
tinggi diduga telah terjadi perforasi.
e. Mual dan muntah dengan anoreksia akibat nyeri visceral.
f. Obstipasi karena klien takut mengejan, klien apendiksitis akut juga mengeluh
obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa klie mengalami diare, hal
tersebut timbul biasanya pada klien apendiks pelvikal yang merangsang daerah
rektum.
g. Pada inspeksi, klien berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang saki,
timbul kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
abses apendiks. Posisi klien biasanya miring kesisi yang sakit sambil melakukan
fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri.
h. Nausea. (Saputra, 2014)
i. Regiditas abdomen (keras seperti papan)
D. Komplikasi
a) Perforasi, tanda dan gejala :
a) Nyeri seluruh abdomen.
b) Pekak hati hilang.
c) Bising usus hilang.
d) Dapat terjadi peritonitis jika apendiks yang membengkak pecah.
Peritonitis secara bermakna meningkatkan resiko komplikasi pasca
pembedahan.
b) Massa periandikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu
tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Test rectal
Hasil teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Klien mengalami lekositosis (lebih dari 12.000 mm3), leukosit meningkat sebagai
respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang. Pada klien dengan apendisitis akut, nilai netrofil akan meningkat
75%, perlu dipertimbangkan adanya penyakit infeksi pada pelvis terutama pada
wanita. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi
perforasi dan peritonia.
b. C-rective protein (CPR). Pertanda respon inflamasi akut (acute phase responce)
dengan nilai sensitifitas dan spesifitas CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih
dari 90%
c. Hb (hemoglobin) nampak normal
d. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat
e. Urinalisis: normal, tetapi eritrosit, leukosit mungkin ada. Urine rutin penting
untuk melihat adanya infeksi pada ginjal.
f. Limfosit 14.3% (nilai normal 22-44)
g. Monosit 10.4% (nilai normal 0-7)
h. MCV 75Fl (nilai normal 80-96)
i. MCH 2Fl (nilai normal 28-33)
j. Kreatinin 0,59 mg/dl (nilai normal 0.6-1.1)
3. Foto abdomen
Dapat menunjukan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus
terlokalisir. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Asuhan Keperawatan
Kasus Apendiksitis
Seorang ibu berusia 30 tahun dirawat dirumah sakit pasien mengatakan nyeri perut dibagian
kanan bawah dirasa sejak kurang lebih satu tahun yang lalu, tidak pernah berobat sebelumnya
karena dikira hanya magh, pasien datang ke IGD pada tanggal dengan membawa hasil USG
pada dengan gambaran apendiksitas untuk segera dioperasi, pasien sudah puasa sejak pukul
08.00 WIB. Terapi di IGD infus ringer laktat 20 tetes permenit, injeksi keterolac 10 mg.
Pasien dilakukan operasi atau pembedahan pada tanggal. Pada saat dilakukan pengkajian
mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan
terasa panas seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4 (0-10), dan nyeri hilang timbul, pasien
tampak lemah. Pada riwayat yang pernah dialami, pasien mengatakan tidak mempunyai
penyakit apendisitis sebelumya. Tidak pernah mengalami kecelakaan, dirawat dirumah sakit,
ataupun menjalani operasi, hanya sakit biasa seperti demam, pilek dan batuk. Riwayat
kesehatan keluarga, pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit
apendisitis, dan slah satu keluarga mempunyai penyakit keturunan yaitu diabetes militus
diderita kakek dan neneknya. Pada kasus ini pasien mengalami masalah pola eliminasi.
Buang air kecil (BAK), sebelum sakit BAK kurang lebih tujuh kali sekali sehari, warna
kunig, berbau khas. Selama sakit pasien mengatakan merasakan nyeri luka post operasi
sehingga belum bisa melakukan toileting secara mandiri, BAK dengan terpasang Dower
Cateter kurang lebih 1000 cc per hari, warna kuninh, berbau khas. Sebelum sakit mampu
melakukan aktivitas harian dengan mandiri. Selama sakit mengatakan untuk aktivitas, makan,
dan berpindah dibantu orang lain, untuk toileting dibantu dengan alat. Sebelum sakit pasien
mengatakan tidak mengalami gangguan kesadaran, gangguan pendengaran, ataupun
gangguan penglihatan. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan kesadaran,
gangguan pendengaran, ataupun gangguan penglihatan, pada luka post operasi apendiktomi
teras nyeri, nyeri dirasa saat bergerak, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, diperut kanan
bawah kuadran 4, skala nyeri 4 (0-10), nyeri hilang timbul. Pasien tampak lemah dan
merintih kesakitan. Pada pemeriksaan fisik pasien composmentis dengan nilai GCS 15
(E4V5M6). Tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 84 kali permenit, frekuensi
pernapasan 20 kali permenit dan suhu 38 derjat celcius. Pada pemeriksaan fisik abdomen,
dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi (IAPP). Inspeksi meliputi ada
luka post operasi diperut kanan bawah, tertutup kassa, warna kulit sekitar luka tidak
kemerahan, umbilikus bersih. Auskultasi peristaltik usus 5 kali permenit. Suara perut saat
diperkusi tidak terkaji. Pada saat palpasi, terdapat nyeri tekan pada bagian perut kanan bawah
kuadran 4 atau daerah post operasi apendiktomi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada pasien. Meliputi pemeriksaan laboratorium tanggal pre operasi meliputi limfosit 14,3%
(nilai normal : 22-44); monosit 10,4% (nilai normal: 0-7); MCV 75fL (nilai normal: 80-96);
MCH 2fL (nilai normal:28-33); kreatinin 0,59 mg/dl (nilai normal: 0.6-1.1). Hasil
pemeriksaan USG pada tanggal dengan hasil hepar, vesica felea, pancreas, kedua ren, lien,
vesica urinaria, maupun prostat dalam batas normal; secara sonografi adanya gambaran
edneksitis kanan, small simple cyst ovaril kiri. Pada region Mc Burney tampak struktur
tubuler blind end non kompresi menyongkokng gambaran apendisitis. Pasien diberi terapi
infus ringer laktat 20 tetes permenit pada tangan sebelah kiri, dan terpasang DC, mendapat
terapi injeksi taxegram 1gram/12 jam untuk saluran urogenital gonore tidak terkomplikasi
disebabkan neuseria. Torasic 10mg/8 jam untuk terapi somatik jangka pendek nyeri akut
serajad sedang berat. Gastridin 150 mg/12 jam untuk tungkak lambung dan usus dua belas
jari. Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 84 kali permenit,
pernapasan 20 kali permenit dan suhu 38 derjat celcius.
A. PENGKAJIAN
1. Data Pasien
Nama : Ny (A)
Umur : 31 tahun
Alamat : jl. Soekarno Hatta, Garegeh
No RM : 125699
Tanggal Masuk: 15 Maret 2018
2. Data penanggung jawab
Nama : Tn. Kim
Umur : 36 Tahun
Alamat : Jl. Soekarno Hatt, Garegeh
Hubungan dg pasien : Suami
Data pasien Ruang Rawat : Ruang Mawar
3. Eliminasi
Data subjektif :
a. Kekakuan
b. Pasien mengatakan diare (kadang-kadang)
Data Objektif :
a. BAK menggunakan Dower Cateter kurang lebih 1000cc/hari, warna kuning
dan berbau khas
b. Penurunan atau tidak adanya bunyi usus
c. Konstipasi pada awitan permulaan
Data Objektif :
5. Proteksi (keamanan)
Data subjektif :
a. Pasien mengatakan demam
Data Objektif :
7. Pernapasan
Data subjektif :
a. Pasien mengatakan batuk
b. Pasien mengatakan pilek
Data objektif :
a. Takipnea
b. Pernafasan dangkal
c. Frekuensi pernafasan 20x/menit
Data Objektif
Penatalaksanaan
PRE OPERASI
DS :
1. Pasien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 tahun yang lalu
2. Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit apendiks sebelumnya
3. Pasien mengatakan keluarga tidak mempunyai penyakit apendiksitis
4. Sebelum sakit pasien mengatakan BAK kurang lebih 7x sehari warna kuning dan
berbau khas
5. Sebelum sakit mampu melakukan aktivitas harian dengan mandiri
6. Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kesadaran, gangguan
pendengaran dan gangguan penglihatan
DO :
1. Tekanan Darah 100/70 mmHg.
2. Frekuensi nadi 84x/mnt.
3. Frekuensi pernapasan 20x/mnt.
4. Skala nyeri 4 (0-10).
5. Suhu 38 derajat celcius
6. Limfosit 14,3 % ( normal 22-24 )
7. Monosit 10,4 % ( normal 0-7 )
8. MCV 75 F L ( normal 80-96 )
9. MCH 2 FL ( normal 28-33 )
10. Kreatinin 0,59mg/dl ( normal 0,6-1,1 )
POST OPERASI
DS :
1. Pasien mengeluhkan nyeri perut post operasi
2. Nyeri dirasa timbul saat bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti
ditusuk - tusuk
3. Selama sakit pasien mengatakan merasakan nyeri luka post operasi, sehingga belum
bisa melakukan toileting sendiri, BAK terpasang Dower Cateter 1000cc/hari warna
kuning dan berbau khas
4. Selama sakit pasien mengatakan untk aktivitas makan dan berpindah dibantu orang
lain. Untuk toileting dibantu dengan alat
5. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan kesadaran, gangguan
pendengaran dan gangguan penglihatan
DO :
1. Tekanan Darah 100/70 mmHg.
2. Frekuensi nadi 84x/mnt.
3. Frekuensi pernapasan 20x/mnt.
4. Skala nyeri 4 (0-10).
5. Suhu 38 derajat celcius
6. Pasien tampak lemah dan merintih kesakitan
7. Peristaltik usus 5 kali per menit.
8. Suara perut saat diperkusi tidak terkaji.
9. Sebelum sakit BAK kurang lebih 7 kali sehari, warna kuning, berbau khas.
ANALISA DATA
Resiko infeksi
4. DS: peningkatan tekanan intanuminal Defisit pengetahuan
1) Pasien Defisit Pengetahuan
mengatakan dapat meningkatkan jumlah kuman Adalah ketiadaan
tidak pernah atau kurangnya
berobat memudahkan bakteri infasi dari dalam informasi kognitif
sebelumnya lumen menembus mukosa yang berkaitan
karena dikira dengan topik.
hanya maag. Ulserasi apendik
Apendiksitis
Kurang informasi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
Nyeri akut
Adalah pengalaman sensorik atau emosional berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional dengan oncet dadakan atau lambat dan ber intensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Alasannya: diagnosa ini dijadikan priopritas karena jika nyeri akut tidak dikontrol
dapat menyebabkan proses rehabilitasi pada pasien tertunda, proses hospitalisasi
berjalan lama. Dan karena nyeri yang pasien rasakan, pasien tidak dapat menikmati
kehidupannya dengan nyaman.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri
Gangguan mobilitas fisik
Adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
3. Manejemen nyeri
a. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri atau
faktor pencetus.
b. Observasi adanya
petunjuk nonverbal
mengenai
ketidaknyamanan
terutama pada
mereka yang tidak
dapat berkomunikasi
secara efektif.
c. Ajarkan penggunaan
teknik
nonfarmakologi
seperti hinopsis,
relaksasi, terapi
musik aplikasi,
panas dingin dan
pijatan.
d. Dukung istirahat
atau tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri.
e. Berikan individu
penurunan nyeri
yang optimal dengan
peresepan analgesik.
2. Terapi aktivitas:
a. Bantu klien untuk
meningkatkan
motivasi diri dan
penguatan
b. Berikan
kesempatan keluarga
untuk terlibat dalam
aktivitas, dengan cara
yang tepat
c. Bantu klien dan
keluarga untuk
mengidentifikasikan
kelemahan dalam
level aktivitas tertentu
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasikan
aktivitas yang
bermakna
e. Bantu klien untuk
tetap fokus pada
kekuatan (yanfg
dimilikinya)
dibandingkan dengan
kelemahan (yang
dimilikinya)
3. Manajemen nyeri:
a. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan
penerimaan pasien
terhadap nyeri.
b. Gali bersama
pasien faktor-faktor
yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
c. Bantu keluarga
dalam mencari dan
menyediakan
dukungan
d. Tentukan
kebutuhan frekuensi
untuk melakukan
pengkajian
ketidaknyamanan
pasien dan
mengimplementasikan
rencana monitor
e. Ajarkan prinsip
manajemen nyeri