Anda di halaman 1dari 18

Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Pada Pekerja

Devi Meutia Laksani

102015193/A1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Jalan Arjuna Utara No.16,Jakarta Barat 11510

Abstrak

Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyakit akibat kerja. Lingkungan kerja yang
bising sebagai dampak dari sektor industri. Hal ini merupakan penyebab tersering terjadinya
hearing loss. Di seluruh dunia, 16% hearing loss pada orang dewasa disebabkan oleh lingkungan
kerja yang bising. Noise-induced hearing loss (NIHL) merupakan gangguan pendengaran akibat
terpapar bising di suatu lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.
NIHL merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Faktorfaktor
yang mempengaruhi terjadinya NIHL adalah intensitas, lamanya pemaparan bising, frekuensi
bising, usia dan Jenis Kelamin. Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh
dimana dimulai dari pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Apabila pekerja mengalami tuli
sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu pencegahan sangat penting.

Kata kunci : Noise-induced hearing loss, penyakit akibat kerja, kebisingan

Abstract

Hearing loss is one of the occupational diseases. A noisy occupational environment is an effect
of industrial sector, which is one of the most common cause of hearing loss. In the world, 16% of
hearing loss in adults is caused by noisy occupational environment. Noise-induced hearing loss
(NIHL) is a hearing disorder which caused by a long period and continuous exposure to noise at
work. NIHL is one kind of sensoryneural deafness and usually happens in both ears.Factors that
influenceNIHL are the intensity and duration of noise exposure, noise frequency, age and sex.
The treatment of hearing loss must be done comprehensively, which started from the preventiveto
the rehabilitative stage. If a worker suffers from permanent cochlear-sensoryneural deafness and
can not be cured by medication and surgery, so its prognosis is not good. Therefore, the
prevention is very important.

Key words : Noise-induced hearing loss, occupational disease, noise


Pendahuluan

Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan di lingkungan kerja. Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyakit akibat
kerja. Lingkungan kerja yang bising sebagai salah satu dampak dari sektor industri. Hal ini
merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan pendengaran (hearing loss). Di seluruh
dunia, 16% hearing loss pada orang dewasa disebabkan lingkungan kerja yang bising. 1,2 The
National Institute of Health melaporkan bahwa sekitar 15% orang Amerika yang berusia 20-69
mengalami hearing loss sehubungan dengan kegiatan kerja. Oleh karena kebisingan dapat
menyebabkan hearing loss, maka pemerintah membuat standar yang mengatur paparan
kebisingan yang diperbolehkan. Gangguan pendengaran akibat kebisingan atau yang lebih
dikenal dengan Noise-Induced Hearing Loss (NIHL) memiliki gejala secara bilateral dan
simetris pada kedua telinga, biasanya mempengaruhi frekuensi yang lebih tinggi (3k, 4k atau
6kHz) dan kemudian menyebar ke frekuensi yang lebih rendah (0.5k, 1k atau 2k Hz). Dampak
dari gangguan ini adalah kurangnya konsentrasi, iritasi, kelelahan, sakit kepala, gangguan tidur,
hingga berdampak kepada kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu sangatlah penting bagi pihak
industri maupun pekerja memahami tentang NIHL sehingga dapat melakukan pencegahan untuk
mengatasi permasalahan ini.1,2

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya
secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman, yaitu:3

Tentukan Diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: Penjelasan
mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis, Lamanya
melakukan masing-masing pekerjaan, Bahan yang diproduksi, Materi (bahan baku) yang
digunakan, Jumlah pajananny, Pemakaian alat perlindungan diri (masker), Pola waktu terjadinya
gejala, Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa),
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan
sebagainya).

Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung. Perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar

Untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat
terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk
dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.
Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.

Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab


langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah
ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan
pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada
saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

1. Diagnosis Klinis

Anamnesis

Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina suatu
hubungan saling percaya. Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Harus mencakup
semua hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis:4

Identitas pasien ( Nama, Usia, Alamat, Pekerjaan )

Kemudian ditanyakan lebih rinci mengenai pekerjaannya yaitu :


 Sudah berapa lama kerja sekarang
 Riwayat pekerjaan sebelumnya
 Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
 Barang yang diproduksi/dihasilkan
 Waktu bekerja sehari
 Kemungkinan pajanan yang dialami
 APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai
 Hubungan gejala dan waktu kerja

Keluhan Utama

Tanyakan sejak kapan keluhannya dirasakan, apakah gejala yang dirasakan hilang timbul
atau terus menerus dan apakah ada faktor yang memperberat atau memperingan keluhannya
tersebut seperti gangguan mendengar jika di keadaan ramai atau sepi
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah dulu pernah mengalami gangguan pada telinganya, jika ya
kapan dan apakah gejalanya sama seperti yang di rasakan sekarang atau tidak
 Riwayat Sosial
Bisa ditanyakan apakah pekerja di tempatnya bekerja ada yang mengalami hal serupa atau tidak
 Riwayat pengobatan
Apakah pasien sudah berobat sebelumnya atau sudah minum obat untuk mengatasi gejalanya
atau mungkin sedang dalam masa pengobatan dan mengkonsumsi obat-obat tertentu yang bisa
menyebabkan gangguan pendengaran.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum : keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik
menyeluruh. Pada pasien di skenario ini disebutkan pemeriksaan umumnya dalam keadaan baik.
Sering penyakit akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital.Misalnya adanya
kenaikan tekanan darah ataupun detak jantung dikarenakan stres kerja akibat dari kebisingan di
tempat kerjanya.Dalam skenario ditemukan pasien dalam batas normal

Pemeriksaan Khusus : karena pasien mengeluh mengalami penurunan pendengaran, maka


dilakukan pemeriksaan khususnya pada telinga pasien dengan menggunakan otoskop dan
beberapa tes seperti tes penala. Pada pemeriksan telinga bagian luar di dapatkan hasil dalam
batas normal.Jika pada tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga
yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Dari tes penala ini didapatkan jenis
ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga.2

Pemeriksaan Penunjang

Audiometri nada murni (Pure Tone Audiometry atau PTA)

Audiometer nada murni dapat mengukur ambang batas pendengaran.Pemeriksaan ini


penting sekali untuk memastikan NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis
(konduksi tulang dan udara).Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga
melalui earphone yang sesuai.Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-
tahun, yang biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada
murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi tinggi (umumnya 3-6 kHz) dan pada
frekuensi 4 kHz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.
Terdapat ambang batas intensitas nada murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar
dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut tidak akan terdengar. Namun hasil pemeriksaan
dapat berbeda pada waktu pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi keterampilan operator alat,
motivasi pekerja, dan adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan.2

Tes PTA di tempat kerja digunakan untuk mencatat kondisi pendengaran para pegawai,
guna menemukan individu yang rentan terhadap bising (bisa untuk penyaringan pekerja baru
yang mau masuk), memonitor keadaan pendengaran berkurang selama bekerja sebagai pegawai,
dan mengatur program perlindungan pendengaran. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran
awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan PTA sebelum bekerja adalah bila audiogram
sebelum bekerja baik, lalu setelah bekerja menunjukkan ada ketulian, maka dapat diperkirakan
berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja. Data dasar audiometri ini
bisa dilakukan saat pertama kali masuk ke tempat kerja (paling mudah bila pemeriksaan ini
dimasukkan ke dalam bagian pemeriksaan kesehatan sebelum diterima bekerja) dan nanti bisa
sebagai rujukan perbandingan hasil tes audiometri di kemudian hari.2

Audiometri dilakukan berkala (tiap tahun atau tiap dua tahun sekali) untuk memonitor
adanya pendengaran yang berkurang di antara pekerja yang bekerja di tempat tersebut dan untuk
mengkaji jumlah pekerja yang telah kehilangan pendengaran (bila ada) yang terjadi selama ia
bekerja sebagai pegawai di tempat tersebut. Pegawai harus terhindar pajanan bising yang tinggi
setidaknya 16 jam sebelum pemeriksaan audiometri berkala. Audiometer yang dipakai untuk
PTA harus sesuai dengan standar nasional atau internasional.Petunjuk kalibrasi harus diikuti
secara ketat.Bising pada latar belakang harus kecil dan memenuhi standar yang ditentukan.Tes
audiometri dilakukan oleh petugas yang telah terlatih dan diawasi dokter.

Gambar 1. Normal Audiogram2 Gambar 2. NIHL Audiogram2

Sound Level Meter


Merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri
dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuatir” dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur
kebisingan antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. SLM ini dibuat berdasarkan
standar ANSI (American National Standard Intitute) tahun 1977 dan dilengkapi dengan alat
pengukur 3 macam frekuensi yaitu A,B dan C yang menentukan secara kasar frekuensi bising
tersebut. Jaringan frekuensi A mendekati frekuensi karakteristik respon telinga untuk suara
rendah yang kira-kira dibawah 55 dB. Jaringan frekuensi B dimaksudkan mendekati reaksi
telinga untuk batas antara 55 – 85 dB. Sedangkan jaringan frekuensi C berhubungan dengan
reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.

Pemeriksaan Tempat Kerja

Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saja yang bisa
dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat
kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial.Faktor ini menjadi
penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit.Contoh keluhan sakit punggung
kemungkinan disebabkan karena masalah ergonomi; dermatitis kontak pada pasien mungkin
disebabkan oleh karena pajanan kimia ataupun biologis.Pasien di skenario ini bekerja di bagian
perakitan mobil yang bisa menimbulkan kebisingan yang jika diukur hasilnya >85dBA.3

2. Pajanan yang Dialami

Pajanan saat ini dan sebelumnya (sejak 3 tahun yang lalu) yang dialami pasien masih sama
yakni bising dikarenakan pasien bekerja di bagian perakitan mobil. Diketahui bahwa pajanan
yang dialami pasien adalah kebisingan dengan 100 dB setiap harinya.

Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari definisi ini
menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing
individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.3

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Pasien mengatakan ia mengalami hal seperti ini sudah sejak 3 tahun yang lalu, tetapi mulai
mengalami penurunan pendengaran sejak 1 bulan yang lalu.Dari sini dapat disimpulkan memang
ada hubungan antara pajanan dengan keluhan sakitnya. Tempat ia bekerja yaitu perakitan mobil
disebutkan bahwa setiap harinya ia memiliki tingkat kebisingan 100 dB dan itu artinya sudah
melewati nilai ambang batas normal bising yakni 85 dB/8 jam/hari. Bila kebisingan melewati 85
dB, lama-kelamaan menimbulkan keluhan berdenging (TTS) hingga akhirnya kemampuan
pendengaran berkurang dan mengakibatkan tuli akibat kerja (NIHL).3

4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar

Patofisiologi NIHL

Paparan bising mengakibatkan perubahan sel-sel rambut silia dari organ Corti. Stimulasi
dengan intensitas bunyi sedang mengakibatkan perubahan ringan pada sillia dan hensen’s body,
sedangkan stimulasi dengan intensitas tinggi pada waktu pajanan yang lama akan mengakibatkan
kerusakan pada struktur sel rambut lain seperti mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robek
membrane reissner. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan
adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada
sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi.

Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak
kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal.
Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin
tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan
semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga
dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. Gangguan pendengaran akibat paparan
bising terus-menerus harus dibedakan dari trauma akustik. Gangguan pendengaran trauma
akustik terjadi akibat paparan singkat (satu kali) langsung diikuti dengan gangguan pendengaran
permanen. Intensitas rangsangan suara umumnya melebihi 140 dB dan sering bertahan selama <
0,2 detik. Trauma akustik menyebabkan terjadinya robekan membrane timpani dan gangguan
pada dinding sel sehingga tercampur perilimfe dan endolimfe. Trauma akustik juga dapat
menyebabkan cedera tulang pendengaran.

Efek Pendengaran Lain Akibat Bising

Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah pajanan
terhadap bising dan dapat menjadi permanen bila pajanan bising tersebut terus berlangsung
dialami.Tinitus merupakan akibat pajanan bising bernada tinggi. Selain tinitus, efek lain akibat
kebisingan adalah vertigo. Vertigo hanya timbul setelah mengalami pajanan bising dari suara
mesin jet yang sedang menyala ataupun bisa terjadinya vertigo sementara atau permanen jika
mendapat pajanan bising setelah ledakan senjata api. Namun vertigo tidak terjadi pada pajanan
bising industri biasa seperti yang terjadi pada tinitus.

Presbiakusis merupakan gangguan pendengaran akibat usia lanjut yang timbul pada
frekuensi tinggi. Sedangkan “Socioacusis” adalah istilah yang digunakan untuk tuli akibat
penyebab selain usia dan pajanan bising.5
Kualitatif

Cara atau Proses kerja :

Pasien bekerja di bagian perakitan mobil yang kebisingannya sekitar 100 dB.Akibat dari
pajanan inilah membuat kerusakan pada sel rambut di telinga luarnya yang membuat
kemampuan mendengar semakin menurun (tidak sepeka dulu) menjadi tuli sementara hingga
akhirnya bisa menyebabkan tuli permanen.

Observasi Tempat dan Lingkungan Kerja

Tempat kerja pasien di bagian perakitan mobil dimana tingkat kebisingan ini disebutkan
100 dB.Perlu diperhatikan juga apakah di area kerjanya ada peredam suara ataupun ventilasi
yang baik, lalu periksa juga apakah para pekerja mendapat alat pelindung diri yang baik dan
sesuai standar.Selain itu perlu diketahui apakah disana ada pengontrolan pajanan.

Pemakaian APD

Jenis-jenis alat pelindung telinga yang digunakan :

a. Sumbat telinga (ear plugs /insert device/ aural insert protector)  Dimasukkan ke dalam
liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Sumbat
telinga ini bisa mengurangi bising hingga 30 dBA lebih.
b. Tutup telinga (ear muff/ protective caps/ circumaural protectors)  Menutupi seluruh
telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising hingga 40- 50 dBA atau frekuensi
100 - 8000 Hz.
Pakailah APD yang sudah sesuai dengan standar nasional/internasional. Yang perlu diperhatikan
dalam pemilihan alat pelindung telinga adalah :

1. Ear plug digunakan bila bising di atas 85 dBA


2. Ear muff dgunakan bila di atas 100 dBA
3. Kemudahan perhatikan cara pemakaian alat yang benar, biayanya agar tidak merugikan
perusahaan/tempat kerjanya, lalu kemudahan membersihkan APD tersebut dan kenyamanan
selama pemakaian APD.5
Jumlah pajanan

Dalam skenario hanya disebutkan 1 pajanan saja di tempat kerjanya yakni kebisingan.

5. Faktor Individu

Status kesehatan pasien : Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat
dalam keluarga, kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau sekitar daerah
telinga. Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pendengaran juga yang sama
seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Penting juga
menanyai riwayat pengobatan pasien karena perlu dicurigai adakah pemakaian obat-obatan yang
ototoksik seperti obat anti tuberkulosis (isoniazid), aminoglikosida, klorokuin dan lain-
lainnya.Dalam skenario tidak disebutkan adanya riwayat sakit lainnya dan riwayat keluarga,
tidak ada riwayat pengobatan ataupun trauma. Umur pasien 45 tahun, masih bisa dikatakan
dalam tahap aman belum mengalami proses kehilangan sel rambut (sel sensori) di telinga
sehingga kemungkinan mengalami presbikusis tidak ada juga.5

Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami pajanan
di tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan pajanan tersebut
telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan saat bekerja ataupun
kesulitan dalam komunikasi saat bekerja.

Higiene perorangan : Ini berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa
menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi telinga yang sampai-sampai menyumbat
saluran telinga (otitis media) atau bahkan merusak membran timpani (penyakit meniere)

6. Faktor Lain di luar Pekerjaan

Hobi : Di skenario pasien tidak mempunyai hobi mendengarkan musik dengan earphone.

Kebiasaan :Tidak diketahui. Contohnya seperti merokok, karena ditakutkan rokok ini akan
mempengaruhi tekanan darah dan pembuluh darah pasien nantinya.

Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya yakni
stres bila ada permasalahan di rumah.
Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui.

7. Diagnosis Okupasi

Penyakit Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan atau Noise Induced Hearing Loss
(NIHL)

Noise-induced hearing loss NIHL merupakan gangguan pendengaran akibat terpapar


bising di suatu lingkungan kerja dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. NIHL
merupakan jenis tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga. 4 Bising adalah
semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Secara audiologik
bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising dengan intensitas
berlebih dapat merusak organ pendengaran.

Noise-induced temporary threshold shift


Pada keadaan ini terjadi kenaikan am-bang pendengaran sementara yang secara perlahan-
lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan sampai bebe-rapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang sementara ini mula-
mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi apabila pe-maparan berlangsung lama maka
kenaikan nilai ambang sementara akan menyebar pa-da frekuensi sekitarnya. Makin tinggi
intensitas dan lama waktu pemaparan makin be-sar perubahan nilai ambang pendengaran-nya.
Respon tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung sensitivitas masing-masing
individu.

Noise-induced permanent threshold shift


Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan terutama pada
frekuensi 4000 Hz. Gangguan ini paling ba-nyak ditemukan dan bersifat permanen. Kenaikan
ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan.
Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui
setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.

Differential Diagnosis
NIHL harus bisa dibedakan dengan tipe tuli sensorineural lainnya seperti presbycusis
ataupun tuli tipe konduktif. Pastinya untuk membedakan tipe tuli ini harus berdasarkan dari
pemeriksaan penunjangnya seperti tes penala dan audiometri. Namun anamnesis juga diperlukan
untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang ada dan riwayat sakitnya. Untuk diagnosa banding
yang mendekati NIHL adalah presbikusis. Presbikusis ini dipengaruhi oleh faktor usia. Sekitar
usia 55-60 tahun seseorang mulai mengalami gangguan pendengaran namun ada juga presbikusis
dini yang bisa terjadi pada umur 40 tahun. Presbikusis ini termasuk dalam tipe tuli
sensorineural.Patofisiologinya dikarenakan adanya devaskularisasi pada koklea sehingga terjadi
pengurangan fungsi dari sel rambut. Hal ini akan terjadi dengan semakin bertambahnya usia.6

Diagnosa banding yang keduanya adalah penyakit meniere. Penyakit ini mengenai
telinga bagian dalam dengan karekteristiknya terdapat episode vertigo selama beberapa menit
hingga hitungan jam, ada fluktuasi antara kehilangan/pengurangan pendengaran dan tinnitus.
Dan sering juga pasien merasakan adanya tekanan yang penuh di telinganya selama terjadi
serangan.Biasanya ini terjadi pada satu telinga saja. Penyakit meniere ini termasuk tuli
sensorineural. Patofisiologinya dikarenakan adanya distensi pada membran telinga dalam oleh
karena adanya kelebihan cairan atau inadekuatnya drainase cairan. Akibat distensi, membran
menjadi rupture sehingga terjadi percampuran antara endolimfe (inner) dan perilimfe (outer)
yang menyebabkan disturbansi yang memicu dizziness. Setelah membran kolaps akan
mengalami pemulihan, namun bisa terjadi eksaserbasi dan remisi.

Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan :

Intensitas kebisingan, Frekuensi kebisingan, Lamanya waktu pemaparan bising, Kerentanan


individu, Jenis kelamin, Usia dan Kelainan di telinga tengah

Intensitas bising (dB) Waktu paparan per hari dalam jam


85 8
88 4
91 2
94 1
97 0,5
100 0,25
103 0,125

Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan

Epidemiologi

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di berbagai
Negara.Sedikitnya 7 juta orang (35% dari total populasi industry di Amerika dan Eropa) terpajan
bising 85 dB atau lebih.Ketulian yang terjadi dalam industry menempati urutan pertama dalam
daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa.

Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB.
Di laporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga untuk keperluan ganti rugi
asuransi, ditemukan 85% menderita tuli saraf dan dari jumlah tersebut 37% di dapatkan
gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.

Gambaran Klinis
Kekurangan pendengaran dibagi atas:
1. Konduktif: disebabkan adanya gangguan hantaran dari saluran telinga, rongga tympani dan
tulang-tulang pendengaran
2. Sensoneural: disebabkan kerusakan di telinga dalam seperti organ corti, nervus cochlearis, N
VIII sampai ke otak
3. Campuran (mixed): tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan senso-neural

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAP) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
adalah tuli senso-neural dimana terjadi kerusakan sel rambut luar cochlea karena paparan bising
terus menerus dalam jangka waktu lama. Ketulian biasanya bila-teral dan jarang menyebabkan
tuli derajat sangat berat. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi atrofi sehingga mengurangi
respon terhadap stimulasi. Dengan bertam-bahnya intensitas dan lamanya paparan akan dijumpai
lebih banyak kerusakan seperti hi-langnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah
daerah basal. Dengan hi-langnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan
parut. Dengan se-makin luasnya kerusakan sel-sel rambut da-pat timbul degenerasi pada saraf
yang dapat sampai di nukleus pendengaran pada batang otak.
Gejala awal yang sering dikeluhkan adalah sensasi telinga berdenging (tinnitus) yang
hilang timbul. Tinitus akan menjadi lebih keras sensasinya bila terpapar bising dengan intensitas
yang lebih besar. Tinitus lebih mengganggu bila berada di tempat yang sepi atau saat penderita
akan tidur sehingga menyebabkan sulit konsentrasi dan sukar tidur. Pasien akan mengalami
penurunan fungsi pendengaran sehingga sulit bercakap-cakap walaupun berada di ruangan yang
sunyi. Pendengaran yang terganggu biasanya mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah.

Penatalaksanaan

Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan
hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja yang belum atau sudah terpajan dengan kebisingan
diberikan perlindungan menurut tata cara medis berupa:

1. Monitoring paparan bising

a. Melakukan identifikasi sumber bising :

 Menilai intensitas bising dan frekuensinya.


Tujuannya untuk menilai keadaan maksimum, ratarata, minimum, fluktuasi jenis intermiten
dan steadiness bising. Untuk pengukuran bising dipakai alat Sound Level Meter. Ada yang
dilengkapi dengan Octave Band Analyser;

 Mencatat jangka waktu terkena bising.


Makin tinggi intensitas bising, jangka waktu terpajan yang diizinkan menjadi semakin
pendek. Hal ini sudah ditetapkan dalam keputusan menteri tenaga kerja RI no. KEP-
51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja.

b. Pengurangan jumlah bising di sumber bising :

 Pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan (engineering control


program);
 Pemasangan peredam, penyekat mesin dan bahan-bahan penyerap suara.
c. Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising ataupun menggunakan ear protector seperti :

 Penggunaan ear plug/mold yaitu suatu alat yang dimasukkan ke dalam telinga, alat ini
dapat meredam suara bising sebesar 30-40 dB;
 Ear muff/valve, dapat menutup sendiri bila ada suara yang keras dan membuka sendiri
bila suara kurang keras;
 Helmet, suatu penutup kepala yang melindungi kepala sekaligus sebagai pelindung
telinga.
d. Menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta menerapkan penggunaan
APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data.
Pemasangan poster dan tanda pada daerah bising adalah salah satu usaha yang dapat
dilakukan.

2. Pemeriksaan pendengaran para pekerja dengan audiometri nada murni, yang terdiri atas :

a. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di lingkungan bising (pre


employment hearing test). Termasuk masyarakat yang berada di lingkungan bising diperiksa
pendengarannya.

b. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur 6 bulan sekali. Agar didapatkan
gambaran dasar dari kemampuan pendengaran pekerja dan masyarakat di lingkungan bising.

3. Bila hearing loss sudah mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan pemasangan alat bantu
dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid masih susah untuk berkomunikasi maka diperlukan
psikoterapi agar dapat menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) bertujuan
agar penderita dapat menggunakan sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar, secara efisien
dapat dibantu dengan membaca gerakan ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota
badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Bila penderita mendengar suaranya
sendiri sangat lemah, maka dapat dilakukan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume,
tinggi rendah dan irama percakapan. Pada penderita yang telah mengalami tuli total bilateral
dapat dipertimbangkan pemasangan implan koklea.
Pencegahan

Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff (penutup
telinga) dapat menurunkan kebisingan antara 25-40 dB atau penggunaan ear plugs (sumbat
telinga) dapat menurunkan kebi-singan 18-25 dB bila bahannya terbuat dari karet. Selain
penutup dan penyumbat telinga, dapat digunakan penutup kepala. Mengendalikan suara bising
dari sumbernya dapat dilakukan dengan memasang peredam suara dan memempatkan suara
bising (mesin) dalam ruangan yang terpisah dari pekerja. Perlu dilakukan tes pendengaran secara
periodik pada pekerja serta dilakukan analisa bising dengan menilai intensitas bising, frekuensi
bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam
pengukuran bising adalah sound level meter.7

Prognosis

Apabila pekerja mengalami tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap dan tidak
dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu
pencegahan sangat penting.

Kesimpulan

Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan faktor risiko di lingkungan kerja. Hearing loss merupakan salah satu penyakit akibat
kerja. Noise-induced hearing loss merupakan gangguan pendengaran akibat terpajan bising di
suatu lingkungan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus. Hearing loss
dapat sangat mempengaruhi pekerjaan dan kualitas hidup pekerja. Pengaruh bising tidak hanya
pada fungsi pendengaran namun dapat juga mengganggu psikis pekerja. Penanganannya harus
dilakukan secara menyeluruh dimulai dari pencegahan hingga tahap rehabilitatif. Bagi pekerja
yang belum atau sudah terpajan bising diberikan perlindungan menurut tata cara medis.
Prognosis kurang baik pada tuli seonsorineural koklea oleh karena sifatnya menetap, dan tidak
dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.
Daftar Pustaka

1. Mathur, N. Noise-Induced Hearing Loss Treatment & Management. 2012.

2. American Hearing Research Foundation. Noise Induced Hearing Loss. 2012.

3. Kirchner, DB et al. Occupational NoiseInduced Hearing Loss. American Journal of


Occupational and Environmental Medicine. 2012. Vol 54. 106-108.

4. Latifah NL. Fisika bangunan dan kebisingan dalam industri. Griya Kreasi Penebar Swadaya.
Jakarta. 2015. h. 243-51

5. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010.

6. Rambe Andrina Yunita Murni. Gangguan pendengaran akibat bising. Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara.

7. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada symposium


penyakit THT akibat hubungan kerja & cacat akibat kecelakaan kerja. Jakarta; Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai