Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI:

GLAUKOMA dan KATARAK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan dosen

Pembimbing Ibu Monica Septianingsih

Oleh :

Charles Ananta Adi 30140116001

Veronica Maya 30140116015

Elizabet Br.Manalu 30140116024

Elrika Zebadiah 30140116028

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

Jalan Parahyangan Kav. 8 Blok B/1, Kota Baru Parahyangan

2018
ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi mata

a. Struktur Mata Eksternal

Gambar 1.

Struktur mata eksternal

(Brunner&Suddarth, 2002)

1) Alis

Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan
pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar
matahari.

2) Kelopak mata

Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang terdiri dari
jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva.
Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata atas lebih besar
daripada kelopak mata bawah serta digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar,
yaitu muskulus orbikularis okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi
dan meratakan air mata ke permukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar
yang masuk.
3) Bulu mata

Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

b. Struktur Mata Internal

Gambar 2.

Struktur mata internal

(Brunner&Suddarth, 2002)

1) Sklera

Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan tersambung
pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang bening, yaitu kornea.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu
mempertahankan bentuk biji mata.

2) Khoroid

Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria


oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris
yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput
berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian
menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya.
Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris.
Selaput ini menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid
dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang
letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan
pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea
yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Peradangan pada masing-masing
bagian berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara
bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami
peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain
disekitarnya.

3) Retina

Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf
batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan
jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan
saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus, yang
merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik
buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina
adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis
berhadapan dengan pusat pupil.

4) Kornea

Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih
dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah
epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.

5) Bilik anterior (kamera okuli anterior)

Terletak antara kornea dan iris.

6) Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi
dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan
ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu

sendiri.

7) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana
cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.

8) Bilik posterior (kamera okuli posterior)

Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi
dengan aqueus humor.

9) Aqueus humor

Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah pada
sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm.

10) Lensa

Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm


dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni)
yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah
membran semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya.
Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air,
35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.

11) Vitreus humor

Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi dengan
cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk
memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara
retina dengan selaput khoroid dan sklerotik.

2. Fisiologi mata

Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan


berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut saraf
nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan otak untuk
ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan mempertahankan ketajaman focus
objek dalam retina. Prinsip optik adalah sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke
medium lain dari kepadatan yang berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan
melalui pusat kelengkungan lensa sumbu utama. Indera penglihatan menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantaraan serabut nervus
optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk
ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang difokuskan
pada retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan
aqueus dan vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada
retina, bersatu menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa
adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang
mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa
rasa nyeri.

a. Pembentukan bayangan

Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina.
Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata.
Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik
reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk
direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan bayangan abnormal
terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan
retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk melihat lebih jelas harus
mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa bikonkaf yang
memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik fokus
jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan
pada presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan
lensa.

b. Respon bola mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga


bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda
dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika
benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda pada
retina menjadi tajam. Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat
pupil mengecil dan melebar. Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar
sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar
agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh
kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam
lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif
secara otomatis.

c. Lintasan penglihatan

Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus
optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan
serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk
dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk
gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan
secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar
dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang
GLAUKOMA

DEFINISI

Menurut Sarah C.Smith (2015: 437) Glaukoma merupakan sekumpulan


gangguan okular yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf
optik dan kehilangan lapang pandang.
Menurut Prof.dr.H.Sidarta Ilyas, SpM (2009: 241) Glaukoma merupakan
kelompok penyakit saraf optik yang melibatkatkan hilangnya sel ganglion retina.
Glaukoma disebut juga sebagai maling penglihatan karena hilangnya penglihatan
dan lapang pandangan perlahan- lahan yang baru diketahui setelah keadaan sudah
berat, dan penglihatan tidak akan kembali lagi.
Menurut Ns.Anas Tamsuri, S.Kep (2012: 72) Glaukoma adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokular,
penggaungan dan degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas.

KLASIFIKASI

1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork
sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang
menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma
primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem
trabekulum dan kanalis schlemm. Sehingga tekanan di dalam mata perlahan-
lahana akan meningkat penglihtaan yang progresif.

 pandangan kesamping berkurang


 sakit kepala ringan
 gangguan penglihatan yang tidak jelas
 sulit melihat benda-benda terletak disisi lain
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler
karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork
oleh iris perifer.

2. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan
manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan
paling sering disebabkan oleh uveitis.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora
dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera
okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat
berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital).
ETIOLOGI

1. Penyebab utama glaukoma primer atau sudut terbuka kronis merupakan proses
degeneratif pada jaringan trabekular sehingga terjadi penurunan aliran humor
aqous. Peningkatan tekanan intraokular juga terjadi karena uveitis (inflamsi
pada uvea, struktur penyaring). Penekanan akibat tumor yang tumbut cepat dan
penggunan kortokosteroid topikal kronis juga dapat menghasilkan menifestasi
glaukoma sudut terbuka.
2. Glaukoma sekunder terjadi akibat edema, cedera pada mata (hifema), inflamsi,
tumor, dan proses lanjut katarak dan diabetes. Jaringan edematosa dapat
menghambat aliran humor aqous melalui jaringan reabekular. Penyembuhan
luka tepi kornea yang terlambat dapat menyebabkan pertumbuhan sel epitel
diruang okuli anterior.

PATOFISOLOGI
Tekanan intraokular (TIO) ditentukan oleh laju produksi akous humor
dibadan siliaris dan hambatan aliran akous humor dari mata. TIO bervariasi dengan
siklus diurnal (tekanan tertinggi biasanya pada waktu bangun tidur) dan posisi
tubuh (meningkatkan ketika berbaring). Variasi normal biasanya tidak melebihi 2-3
mm Hg. TIO dan tekanan darah tidak berhubungan satu sama lain, tetapi variasi
pada tekan darah sistemik dapat berhubungan dengan variasi TIO. Peningkatan TIO
dapat terjadi karena peningkatan produksi humor aquous atau obstruksi aliran. Jika
humor aquous terakumulasi pada mata, peningkatan tekanan suplai darah ke saraf
optik dan retina. Jaringan lunak ini menjadi iskemik dan terjadi penurunan fungsi
secra bertahap.

Humor aqueous mengalir


ke dalam bilik posterior kemudian
masuk diantara permukaan
posterior iris dan selanjutnya
masuk ke bilik anterior. HA keluar
dari bilik anterior melalui dua jalur,
yaitu jalur konvensional (jalur
trabekula) dan jalur uveosklera
(jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan
kornea perifer, melewati trabekular meshwork (TM) dari sklera, masuk ke kanal
schlemn (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal
kolektor, HA dibawa ke pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan
darah. Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra
arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.

MANIFESTASI KLINIS
1. Penglihatan kabur
2. Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
3. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga)
4. Mual, muntah, berkeringat
5. Mata merah, hiperemia kongjungtiva, dan silar
6. Virus menurun
7. Edema kornea
8. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka)
9. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya
10. TIO meningkat

KOMPLIKASI

Komplikasi dari glaukoma menurut berbagai sumber yangsalah satunya


www.iec-online.com (2009) adalah Kebutaan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan daignostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut


(Harnawartiai,2008) :

1. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina,


discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
2. Tonometri : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai
mencurigakan apabila berkisar anara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila
melebihi 25 mmHg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta
Ilvas, 2004):
a. Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata.
b. Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi
kekakuan sklera (Selaput putih mata)
3. Pemeriksaan Lampu Slit
Lampu slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea
sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam
tuberkulum dengan lensa khusus.
4. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberkan gangguan lapang pandang yang khas
pada glaukoma. Secara sederhana lapang pandangdapat diperiksa dengan tes
konfrontasi
5. Pemeriksaan Ultrasonografi
Digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe:
a. A-Scan Ultrasan
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata
untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaukoma
congenital.
b. B-Scan Ultrasan
Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang
kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.

PENATALAKSANAAN

1. Terapi Medik
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler) terutama dengan
menggunakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi tubuh.
a. Obat Sistemik
1) Asetazolamida
Obat yang menghambat enzim karbonik anhidrase yang akan
mengakibatkan diuresis dan menurunkan sekresi cairan mata sebanyak
60%, menurunkan tekanan bola mata. Pada permulaan pemberian
akan terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek samping
hilangnya kalium tubuh parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu
ginjal dan miopia sementara.
2) Agen Hiperosmotik
Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah glycerol
dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol.
Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide
sudah tidak efektif lagi
b. Obat Tetes Mata Lokal
1) Penyekat Beta
Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol,
carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk
menurunkan TIO.
2) Steroid (Prednison)
Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata. Diberikan
sekitar 30-40 menit sesudah terapi sistemik.
2. Terapi Bedah
a. Iridektomi Perifer
Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang dan depan
karena telah terdapat hambatan dalam pengalran humor akueus.
b. Tabekulotomi (Bedah Drainase)
Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan
iridektomi.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

1. Riwayat
a. Riwayat okular:
- Tanda peningkatan TIO: nyeri tumpul, mual, muntah, pandang kabur.
- Pernah mengalami infeksi: uveitis, trauma, pembedahan.
b. Riwayat kesahatan:
- Menderita diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
serebrovaskular,gangguan tiroid.
- Keluarga menderita glaukoma.
- Penggunaan obat kartikosteroid jangka lama: topikal/sistemik
- Penggunaan antidepresan trisiklik, antihistamin.
c. Psikososial
Kemampuan aktifitas, gangguan membaca, risiko jatuh, berkendaraan.
d. Pengkajian umum:
- Usia
- Gejala penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, gangguan
kardiovaskuler, hipertoid.
- Gejala gastrointestinal: mual, muntah
e. Pengkajian khusus mata
- Pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mm Hg)
- Nyeri tumpul orbita
- Perimetri: menunjukan penurunan luas lapang pandang.
- Kemerahan
- Gonioskopi menunjukan sudut mata tertutup atau terbuka.

Diagnosa dan Intervensi keperawatan

1. Penurunan persepsi sensori: penglihatan yang berhubungan dengan penurunan


tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Subjektif:
Menyatakan penglihatan kabur, tidak jelas, penurunan area penglihatan.
Objektif:
a. Pemeriksaan lapang pandang menurun
b. Penurunan kemampuan identifikasi lingkungan (benda, orang, tempat).

Tujuan:
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang
penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil:
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi
penglihatan.
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif untuk
meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa penurunan persepsi sensori:
penglihatan

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ketajaman penglihatan klien. 1. Mengidentifikasi kemampuan
2. Dekati klien dari sisi yang sehat. visual klien.
3. Identifikasi alternatif untuk
optimalisasi sumber rangsangan. 2. Memberikan rangsang sensori
4. Sesuaikan lingkungan untuk mengurangi rasa
optimalisasi penglihatan: isolasi/terasingi.
- Orientasikan klien terhadap
ruang rawat. 3. Memberikan keakuratan
- Letakkan alat yang sering penglihatan dan perawatannya.
digunakan didekat klien atau
pada sisi mata yang lebih sehat. 4. Meningkatkan kemampuan
- Berikan pencahayaan cukup. persepsi sensori.
- Letakkan alat di tempat yang
tetap.
- Hindari cahaya menyilaukan.
5. Anjurkan penggunaan alternatif 5. Meningkatkan kemampuan
rangsang lingkungan yang dapat respons terhadap stimulas
diterima auditorik, taktil. lingkungan.

2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular.


Subjektif:
Mengatakan mata tegang, nyeri hebat, lebih sakit untuk melihat.
Objektif:
a. Meringis, menangis menahan nyeri
b. Sering memegangi mata

Tujuan:
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri
b. Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat nyeri setiap hari atau 1. Nyeri glaukoma umumnya
sesering mungkin, jika diperlukan. sangat parah terutama pada
glaukoma sudut tertutup.
2. Terangkan penyebab nyeri dan Penyebab munculnya nyeri
faktor/ tindakan yang dapat adalah peningkatan tekanan
memicu nyeri. intraokular, yang dapat
meningkatkan akibat dipicu
oleh.
- Mengejan (valsalva
maneuver)
- Batuk
- Mengangkat benda berat
- Penggunaan kafein (rokok,
kopi, teh)
- Tidur pada sisi yang sakit.
- Hubungan seks
2. Untuk menurunkan sensasi
3. Ajarkan tindakan distraksi pada nyeri dan memblokir sensasi
relaksasi pada klien. nyeri menuju otak. Teknik ini
umumnya efektif saat nyeri
tidak sangat mengganggu klien.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat nyeri setiap hari atau 1. Nyeri glaukoma umumnya sangat
sesering mungkin, jika parah terutama pada glaukoma
diperlukan. sudut tertutup.
2. Terangkan penyebab nyeri dan 2. Penyebab munculnya nyeri adalah
faktor/ tindakan yang dapat peningkatan tekanan intraokular,
memicu nyeri. yang dapat meningkatkan akibat
dipicu oleh.
- Mengejan (valsalva maneuver)
- Batuk
- Mengangkat benda berat
- Penggunaan kafein (rokok,
kopi, teh)
- Tidur pada sisi yang sakit.
- Hubungan seks
3. Untuk menurunkan sensasi nyeri
dan memblokir sensasi nyeri
menuju otak. Teknik ini umumnya
3. Ajarkan tindakan distraksi pada efektif saat nyeri tidak sangat
relaksasi pada klien. mengganggu klien.
KATARAK

DEFINISI

Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh didalam bola


mata. Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang
masuk ke dalam mata sehingga penglihatan menjadi menurun. Katarak
termasuk kedalam golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah dan
dapat disembuhkan. (Prof dr. H. Sidarta Ilyas. SpM, 2009: 144).

Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Beberapa tingkatan katarak


dapat ditemukan pada kebanyakan lansia berusia di atas 70 tahun.
Katarak merupakan penyebab penurunan penglihatan dan kebutaan
diseluruh indonesia. Bentuk katarak yang paling umum adalah tipe
senilis. (Sarah C. Smith, 2015: 43).

ETIOLOGI

Paparan kumulatif sinar ultraviolet pada mata sepanjang umur


seseorang merupakan faktor risiko penting bagi perkembangan katarak.
Seseorang yang tinggal di ketinggian atau yang bekerja di sinar
matahari terang seperti nelayan cenderung lebih awal menderita katarak.
Pekerja pada industri kaca atau las yang tidak mengenakan proteksi
mata juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Trauma tumpul, laserasi,
benda asing, radiasi, paparan sinar inframerah juga dapat menjadi faktor
resiko katarak.
PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,


transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa
mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus
multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah
diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses
ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan


yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik,
seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari
proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara
kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama

KLASIFIKASI

Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:

1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum umur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh
infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih
dini, katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusaia kurang dari
1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada
bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang
kurang tepat.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari
katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya.
3. Katarak Senile
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan lensa
dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senile terdiri
dari 4 stadium yaitu,:

 Stadium Awal (Insipen)


Kekeruhan lensa mata masih sangat minimal bahkan
tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
 Stadium Imatur
Kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak tahu, belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian
bagian yang jernih pada lensa.
 Stadium Matur
Pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium,
bila dilakukan uji bayangan, iris akan terlihat negatif.
 Stadium Hipermatur
Akibat korteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini
maka nukleus tenggelam ke arah bawah, lensa akan
mengeriput.
4. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degeneratif yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah
lensa disertai pembengkakan menjadi bengkak dan besar yang
akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibandingan dengan keadaan normal.
5. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat samapai hitam (katarak migra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien
diabetes militus dan miopia tinggi.

Klasifikasi berdasarkan lokasi:

1. Katarak Inti (Nuclear)


Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa.
Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Biasanya terjadi pada bagain korteks, mulai dengan kekeruhan
putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ke tengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita diabetes
militus.
3. Katarak Subkapsular
Mulai dengan kekeruhan kecil di bawah kapsul lensa, tepat pada
lajur jalan sinar masuk. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

MANIFESTASI KLINIS

1. Penglihatan kabur, kadang diplopia monokular (penglihatan ganda)


2. Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
3. Klien biasanya melihat lebih baik pada cahaya yang remang-
remang ketika pupil dalam keadaan dilatasi yang menyebabkan
cahaya dapat menembus sekeliling opositas lensa
4. Nyeri sering kali tidak dikeluhkan

KOMPLIKASI

1. Edema makular
2. Kejadian ablasio retina sering terjadi pada saat 12 bulan
pascaoperasi
Komplikasi pada pasien yang menderita katarak pada umumnya adalah sebagai
berikut:

1. Uveitis
Terjadi karena mata lensa merupakan benda asing untuk jaringan uvea.
2. Glaukoma
Terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata sehingga mengganggu
aliran cairan balik mata depan (Istiqomah,2003).

TES DIAGNOSTIK
1. Uji Mata ( Kartu mata snellen/ mesin telebinokular (test ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan)
2. Keratometri
3. Pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel yang sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan.
6. Darah putih : dibawah 10.000 normal.

PENATALAKSANAAN
1. Extracapsular Cataract Ekstraktie (ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan
untuk mencegah prolaps viterus, untuk melindungi retina dari sinar
ultraviolet dan memberikan sokongan untuk implantasi lensa
intraokuler. ECCE paling sering dilakukan karena memungkinkan
dimasukannya lensa intraokuler ke dalam kapsul yang tersisa.
Setelah pembedahan dilakukan koreksi virus lebih lanjut. Virus
basanya pulih dalam 3 bulan setelah pembedahan. Teknik yang
sering digunakan dalam ECCE adalah Fakoemulsifikasi, jaringan
dihancurkan dan debris diangkat melalui pengisapan (suction)
(Istikomah,2003).
2. Intracapsula Cataract Extractie (ICCE)
Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya.
Keuntungan dari prosedur ini adalah kemudahan prosedur ini
dilakukan, sedangkan kerugiannya , mata beresiko tinggi
mengalami retinal detechmentdan mengangkat struktur penyokong
untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu teknik ICCE adalah
menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe
superdingin dan kemudian diangkat. Menurut (Ilyas,2003)
pembedahan dengan cara ini mengurangi penyulit yang sering
terjadi pada teknik ECCE.

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Riwayat
a. Riwayat penyakit: trauma mata, penggunaan obat
kortikosteroid, penyakit diabetes mellitus, hipotiroid,
glaukoma
b. Riwayat keluhan gangguan: stadium katarak
c. Psikososial: kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko
jatuh
2. Pengkajian umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipotiroid
3. Pengkajian khusus mata
a. Dengam pelebaran pupil, ditemukan kekeruhan lensa pada
lensa
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia)
d. Tanda glukoma (akibat komplikasi)

Diagnosis dan Intervensi Keperawatan

1. Penurunan persepsi sensori: penglihatan yang berhubungan dengan


penuruanan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
DS:
a. Mengeluhkan pandangan tidak jelas, pandangan berkabut,
pandangan ganda.
b. Mengatakan harus ganti kacamata
c. Mengatakan aktivitas terbatas, sering terjatuh

DO:
a. Visus berkurang
b. Penurunan tajam penglihatan (miopia)
c. Terdapat kekeruhan lensa pada pemeriksaan

Tujuan:
Klien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses
ransangan penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil:
a. Klien mengindetifikasi faktor-faktor yang memengaruhi fungsi
penglihatan
b. Klien mengindentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatif
untuk meningkatkan penerimaan rangsangan penglihatan

Intervensi keperawatan untuk diagnosis penurunan persepsi sensori:


penglihatan

Intervensi Rasional
1. Kaji ketajaman penglihatan klien 1. Mengindentifikasi kemampuan
visual klien
2. Identifikasi alternatif untuk 2. Memberikan keakuratan
optimalisasi sumber rangsangan. penglihatan dan perawatannya
3. Meningkatkan kemampuan
3. Sesuaikan lingkungan untuk persepsi sensori
optimalisasi penglihatan:
- Orientasikan klien terhadap
ruang rawat
- Letakkan alat yang sering
digunakan di dekat klien atau
pada sisi mata yang lebih sehat
- Berikan pencahayaan cukup
- Letakkan alat ditempat yang
tetap
- Hindari cahaya menyilaukan
- Anjurkan penggunaan 4. Meningkatkan kemampuan
alternatif rangsangan respons terhadap stimulus
lingkungan yang dapat lingkungan
diterima: auditorik, taktil

Diagnosis keperawatan preoperasi

2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


kejadian operasi
DS:
Mengatakan cemas, takut
DO:
a. Nadi meningkat, tekanan darah meningkat
b. Tampak gelisah, wajah murung, sering melamun
Tujuan:
Tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil:
a. Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal
b. Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi

Intervensi keperawatan untuk diagnosis ansietas

Intervensi Rasional
1. Jelaskan gambaran kejadian pre-dan 1. Meningkatkan pemahaman tentang
pascaoperasi, manfaat operasi dan gambaran operasi untuk menurunkan
sikap yang harus dilakukan klien ansietas
selama masa operasi

2. Jawab pertanyaan khusus tentang 2. Meningkatkan kepercayaan dan kerja


pembedahan. Berikan waktu untuk sama. Berbagi perasaan membantu
mengekspresikan perasaan, menurunkan ketegangan.
informasikan bahwa perbaikan Informasitentang perbaikan penglihatan
penglihatan tidak terjadi secara bertahap diperlukan untuk
langsung, tetapi bertahap sesuai mengantisipasi depresi atau
penurunan bengkak pada mata dan kekecewaan setelah fase operasi dan
perbaikan kornea. Perbaikan memberikan harapan akan hasil operasi
penglihatan memerlukan waktu enam
bulan atau lebih
Diagnosis keperawatan pascaoperasi

3. Resiko cedera yang berhubungan dengan penigkatan tekanan


intraokular (TIO), perdarahan, kehilangan viterus.
DS:
a. Perilaku gelisah
b. Menggosok daerah mata
c. Gerakan tubuh kurang terkontrol

Tujuan:
Tidak terjadi cedera mata pascaoperasi
Kriteria hasil:
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang menigkatkan resiko
cedera

Intervensi keperawatan untuk diagnosis resiko cedera

Intervensi Rasional
1. Diskusikan tentang rasa sakit, 1. Meningkatkan kerja sama dan
pembatasan aktivitas dan pembalutan pembatasan yang diperlukan
mata.
2. Istirahat mutlak diberikan hanya
2. Tempatkan klien pada tempat tidur beberapa menit hingga satu atau dua
yang lebih rendah dan anjurkan untuk jam pascaoperasi atau satu malam jika
membatasi pergerakan mendadak atau ada komplikasi
tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebihan.
3. Mencegah atau menurunkan resiko
3. Bantu aktivitas selama fase istirahat. komplikasi cedera
DAFTAR PUSTAKA

http://www.autoimuncare.com/klasifikasi-katarak/ [31 Maret 2018]

Ilyas, Sidarta.2009.Ikhtisar Ilmu Penyamit Mata.Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Tamsuri, Anas.2010.Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan: Keperawatan Medikal


Bedah: Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai