Anda di halaman 1dari 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN PROGRAM P2 ISPA DI PUSKESMAS


PEGANDAN KOTA
Rizki Tri Putriarti, Anneke Suparwati, Putri Asmita Wigati
Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email : rizki_che09@yahoo.com

Abstract : Pneumonia becomes the biggest concern in public health among any
other respiratory diasease (ISPA) because pneumonia can cause death especially
in children under five. Evaluation of P2 ISPA program at Puskesmas is measured
by calculating the coverage of pneumonia case finding in children under five.
Puskesmas that has the lowest coverage in Semarang is Puskesmas Pegandan
(1.07%), while DKK’s target is 39%. Problem faced by Puskesmas Pegandan are
there’s no specific fund allocated for the program, and there’re no KIE tools for
the program. The purpose of this research is to analyze the management system of
P2 ISPA program at Puskesmas Pegandan.The method used is qualitative method,
with 2 main and 4 triangulation informants. The result showed that commitment
of the implementer and DKK in this program are lacking. This can be seen that
there’s no training for Puskesmas due to the limited fund for this program in
DKK, there’re no specific fund allocated for the program because there’s no
detailed program’s planning. There’re no KIE tools for the program, but
Puskesmas not trying asked for that to DKK, and the manual of the program
hasn’t been fully understood by Puskesmas. The program’s planning not made in
detail because P2 ISPA isn’t a priority program, and this program rarely
discussed in both supervision or mini lokakarya. No specific teams for the
program. This program’s output is very low because Puskesmas never diseminate
information to the public so they can’‘t really understand about this diasease.
There has been no follow-up given by Puskesmas head and DKK. It’s necessary to
do intervention to the implementers and stakeholders to be more committed for
this program, so that this program can run optimally.
Keyword : Management System, P2 ISPA Program, Health Services
Puskesmas Kota Semarang
Bibliography : 28, (1980-2014)

PENDAHULUAN Penyakit ISPA yang paling


menjadi perhatian dalam kesehatan
Penyakit Infeksi Saluran masyarakat adalah pneumonia,
Pernapasan Akut (ISPA) adalah karena penyakit ini merupakan
penyakit infeksi akut yang mengenai penyakit yang paling banyak (80,9%)
salah satu bagian atau lebih dari menyebabkan kematian khususnya
saluran napas.1 Infeksi Saluran pada balita diantara penyakit ISPA
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan lainnya.3 Dalam pelaksanaan
penyakit yang sering terjadi pada program penanggulangan
anak. 2 pneumonia, upaya yang diharapkan

85
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

bertujuan untuk menurunkan pada tahun 2013 adalah Puskesmas


kematian balita karena pneumonia, Pegandan. Cakupan penemuan
oleh karena itu diseluruh sarana penderita pneumonia balita di
pelayanan kesehatan diharapkan Puskesmas Pegandan pada tahun
mampu mendeteksi/menemukan 2013 adalah 1,07%, jauh di bawah
kasus-kasus pneumonia balita sedini target yang telah ditetapkan oleh
mungkin. Departemen Kesehatan maupun
Berdasarkan Rencana Strategis Dinas Kesehatan kota Semarang.5
Kementerian Kesehatan 2010-2014 Tren cakupan penemuan
target cakupan penemuan kasus penderita pneumonia balita di
pneumonia balita pada tahun 2010 Puskesmas Pegandan juga
ditetapkan menjadi 60%. Cakupan mengalami penurunan dari dua tahun
pneumonia balita selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 2012, cakupan
berkisar antara 22,18 - 35,9%.4 Puskesmas Pegandan sebesar 8% dan
Secara nasional cakupan penemuan mengalami penurunan di tahun 2013
pneumonia pada tahun 2011 masih menjadi 1,07%. Berdasarkan survey
rendah yaitu 23,98%, jauh di bawah awal yang dilakukan oleh peneliti di
target nasional yang di tetapkan yaitu Puskesmas Pegandan, diperoleh
70%. 1 informasi bahwa sistem manajemen
Kementrian Kesehatan telah program P2 ISPA di Puskesmas
menetapkan target cakupan Pegandan belum berjalan dengan
penemuan penderita pneumonia optimal. Hal ini ditunjukkan dengan
balita di dalam rencana strategis tidak dianggarkannya dana khusus
Departemen Kesehatan tahun 2010 – untuk program P2 ISPA, di
2014. Target yang ditetapkan pada Puskesmas Pegandan juga tidak
tahun 2013 adalah 90% sedangkan tersedia sarana informasi tentang
pada tahun 2014 target yang penyakit ISPA baik berupa leaflet,
ditetapkan naik menjadi 100%.6 Kota pamflet, maupun poster.
Semarang, melalui Dinas Kesehatan
Kota telah menetapkan target METODE PENELITIAN
cakupan penemuan penderita Metode yang digunakan dalam
pneumonia balita pada rencana penelitian ini yaitu metode Kulitatif
strategis 2011 – 2015 sebesar 39%. dengan menggunakan pendekatan
Di kota Semarang, realisasi cakupan deskriptif (explanatory research).
belum memenuhi target yang telah Informan yang dipillih adalah
ditetapkan oleh Departemen petugas penanggung jawab program
Kesehatan maupun Dinas Kesehatan P2 ISPA di Puskesmas. Sedangkan
Kota Semarang. Pada tahun 2013, sebagai informan triangulasi adalah
cakupan penemuan penderita kepala Puskesmas, kepala seksi
pneumonia balita di Kota Semarang P2ML di Dinas Kesehatan Kota
sebesar 22,6% berada di bawah Semarang, dan kader kesehatan di
target dari Departemen Kesehatan wilayah kerja Puskesmas Pegandan.
(90%) maupun dari Dinas Kesehatan Metode pengumpulan data yang
Kota Semarang (39%).5 digunakan dalam penelitian ini
Puskesmas yang memiliki adalah teknik wawancara mendalam
cakupan terendah di kota Semarang (indepth interview). Selain itu data

86
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

juga didapatkan dari studi Kota Semarang kepada penanggung


dokumentasi, arsip-arsip dan laporan jawab program P2 ISPA seperti yang
yang berkenaan dengan objek seharusnya, yang ada hanya
penelitian. Variabel yang diteliti pertemuan-pertemuan koordinasi
meliputi input (SDM, dana, sarana antar petugas ISPA yang diadakan
dan prasarana, pedoman), proses oleh Dinas Kesehatan Kota. Tidak
(perencanaan, pengorganisasian, diadakannya pelatihan kepada
penggerakan, pengawasan), output petugas ISPA Puskesmas
(cakupan penemuan penderita dikarenakan terbatasnya dana yang
pneumonia balita dan cakupan balita dialokasikan kedalam program P2
dengan pneumonia yang ditangani), ISPA di Dinas Kesehatan Kota
serta feedback (pencatatan dan sendiri.
pelaporan dan umpan balik dalam Dalam aspek kompetensi,
program). petugas pemegang program P2 ISPA
di Puskesmas Pegandan sudah
HASIL DAN PEMBAHASAN
memenuhi syarat yakni memiliki
Sumber Daya Manusia kompetensi D3 Keperawatan.
Hasil penelitian menunjukkan Dana
bahwa ketersediaan sumber daya
Aspek dana meliputi
manusia untuk melaksanakan
ketersediaan dana, sumber dana, dan
program P2 ISPA di Puskesmas
bagaimana alokasi dana di dalam
Pegandan dirasa masih kurang. Hal
program P2 ISPA. Dukungan dana
itu karena memang terbatasnya
sangat membantu terlaksananya
jumlah SDM yang ada di Puskesmas.
kegiatan. Dari hasil penelitian
Di Puskesmas Pegandan terdapat
didapatkan bahwa memang tidak
satu orang yang bertugas sebagai
dianggarkan secara khusus dana
pemegang program P2 ISPA, namun
untuk program P2 ISPA di
petugas ini bukan hanya memegang
Puskesmas Pegandan karena
program P2 ISPA, tetapi juga
perencanaan program yang tidak
program TB paru dan kusta. untuk
dibuat secara detail sehingga tidak
pelaksana program, pemegang
dapat ditentukan besaran dana yang
program bertanggung jawab untuk
seharusnya dibutuhkan untuk tiap
memeriksa pasien ISPA dewasa dan
kegiatan dalam program. Dana untuk
membuat laporan bulanan. Selain itu
program P2 ISPA di Dinas
juga terdapat seorang bidan di bagian
Kesehatan Kota Semarang sendiri
KIA yang bertugas memeriksa pasien
juga sangat terbatas. Dana yang
ISPA balita dan membuat laporan
diajukan oleh Dinas Kesehatan Kota
ISPA harian. Tenaga yang ada harus
Semarang tidak sampai 15% yang
sesuai dengan kebutuhan yang
disetujui, dalam setahun dana untuk
diperlukan, baik kuantitas maupun
program P2 ISPA di DKK Semarang
kualitasnya yang meliputi latar
hanya sebesar 10 juta rupiah.
belakang pendidikan, lama waktu
bekerja serta pelatihan yang pernah Sarana Prasarana
diikuti.7 Aspek sarana dan prasarana
Selain itu, belum ada pelatihan dilihat dari ketersediaan alat baik
yang diberikan oleh Dinas Kesehatan

87
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

medis maupun non medis yang dapat Metode/Panduan


menunjang kegiatan program P2 Pedoman adalah peraturan
ISPA. Dalam program P2 ISPA, standar pelayanan dan kebijakan
fasilitas yang harus ada diantaranya yang ada di suatu organisasi. Dalam
sound timer, oksigen konsentrator, hal ini pedoman yang dimaksud
antibiotik, antiviral, obat-obatan adalah cara penyelenggaraan
penunjang, APD untuk petugas, program kepada sasaran program. 8
laboratorium, surveilans kit, media Dari hasil penelitian yang
KIE (poster, leaflet, dll), serta dilakukan, memang ada panduan
formulir pencatatan dan pelaporan.8 tentang program P2 ISPA yang
Dari hasil penelitian, dalam hal diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota
ketersediaan sarana dan prasarana pada tahun 2009. Meskipun panduan
untuk menunjang pelaksanaan sudah ada, namun petugas ISPA di
program P2 ISPA di Puskesmas Puskesmas masih belum memahami
Pegandan belum maksimal. Dilihat apa yang terdapat di dalam buku
dari sarana medis, di Puskesmas panduan. Hal ini terjadi karena
Pegandan hanya memiliki satu buah petugas tidak diberikan penjelasan
sound timer karena yang lain rusak. lebih lanjut tentang isi dari buku
Seharusnya satu Puskesmas minimal pedoman dan yang harus dilakukan
memiliki tiga buah sound timer. dalam program P2 ISPA, sehingga
Seharusnya Puskesmas mengajukan petugas kurang paham tentang isi
permintaan pengadaan sound timer dari buku pedoman. Dengan
kepada Dinas Kesehatan Kota. Untuk kurangnya pemahaman petugas
obat-obatan, Puskesmas Pegandan terhadap buku panduan, maka
sudah cukup lengkap. Sudah tersedia penerapan hal-hal yang ada di buku
obat-obatan yang diperlukan untuk panduan tersebut di pelakasnaan
Pasien ISPA yaitu antiviral dan program menjadi kurang maksimal.
antibiotik. Untuk media KIE,
Puskesmas Pegandan tidak memiliki Perencanaan
media KIE baik itu berupa poster Dalam manajemen Puskesmas,
atau leaflet, karena poster tersebut ada dua perencanaan yang dilakukan
hilangsaat ada perbaikan yang yaitu Penyusunan Rencana Usulan
dilakukan di Puskesmas,. Untuk Kegiatan (RUK) dan Rencana
sarana register, pihak Dinas Pelaksanaan Kegiatan (RPK).
Kesehatan Kota Semarang sudah Rencana Usulah Kegiatan (RUK)
memberikan form bulanan untuk harus memuat antara lain jenis
petugas ISPA Puskesmas. Tetapi program, kegiatan pokok, rencana
petugas harus menggandakan sendiri kegiatan, target, volume kegiatan,
form tersebut bila harus sasaran yang ingin dicapai, dan lain-
menyerahkan laporan bulanan ke lain. Sedangkan penyusunan RPK
Dinas Kesehatan Kota. yang harus dirinci dan menjelaskan
Untuk obat-obatan, Puskesmas hal-hal antara lain sebagai berikut:
Pegandan sudah cukup lengkap. jenis kegiatan, rincian kegiatan,
Sudah tersedia obat-obatan yang volume kegiatan, lokasi pelaksanaan,
diperlukan untuk Pasien ISPA yaitu tenaga pelaksana, sumber
antiviral dan antibiotik. pembiayaan, penjadwalan, serta

88
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

hambatan potensial yang mungkin ditunjuk seorang penanggung jawab


timbul dalam pelaksanaan program untuk program P2 ISPA.
dan langkah – langkah Deskripsi pekerjaan atau Job
7
penaggulangannya. Description harus diberikan secara
Dari hasil penelitian didapatkan jelas kepada petugas agar pekerjaan
bahwa, proses perencanaan selama yang dilakukan dapat lebih terarah
ini belum dilakukan dengan baik. Hal dan terstruktur. Berdasarkan hasil
ini ditunjukkan dengan tidak penelitian diperoleh informasi bahwa
dibentuknya perencanaan baik itu sudah diberikan jobdesk tertulis
rencana usulan kegiatan maupun kepada petugas puskesmas oleh
rencana pelaksanaan kegiatan secara Kepala Puskesmas pada awal tahun.
rinci. Tidak dibuatnya perencanaan Kemitraan merupakan upaya
untuk program P2 ISPA di melibatkan berbagai komponen baik
Puskesmas Pegandan karena sektor kelompok, masyarakat,
keterbatasan waktu dari petugas lembaga pemerintah atau non
dengan pekerjaan yang sudah pemerintah unuk bekerja sama
banyak. Sehingga petugas tidak mencapai tujuan bersama
dapat meluangkan waktu untuk berdasarkan atas kesepakatan,
membuat perencanaan secara prinsip, dan peran masing-masing.10
terperinci dan terprogram untuk Dari hasil penelitian diperoleh
diusulkan kepada Dinas Kesehatan informasi bahwa pihak yang diajak
Kota Semarang. bekerja sama untuk program P2
ISPA di Puskesmas Pegandan adalah
Pengorganisasian
kader kesehatan. Peran kader
Pembentukan tim di dalam dibutuhkan untuk membantu petugas
fungsi organisasi dimaksudkan agar Puskesmas yang tidak bisa selalu
mempermudah proses pelaksanaan langsung terjun di masyarakat. Selain
program nantinya. Hal ini berarti kader, seharusnya Puskesmas juga
bahwa pembentukan tim didalam melakukan kerjasama dengan tokoh
penyelenggaraan fungsi masyarakat (TOMA) dan tokoh
pengorganisasian bukan hanya agama (TOGA).8 Hal ini agar
pentingnya ada hubungan tersebut program P2 ISPA dapat berjalan
yang harus terlihat dengan jelas secara komprehensif. Kerjasama
melainkan juga bentuk hubungan dengan TOGA dan TOMA bertujuan
tersebut dan apa yang diharapkan untuk mensosialisasikan ciri-ciri
dari adanya hubungan tim yang penyakit pneumonia dan cara
serasi tersebut.9 pencegahannya. Dengan adanya
Hasil penelitian menunjukkan mitos-mitos di masyarakat maka
bahwa tidak ada tim khusus yang masyarakat akan cenderung
dibentuk untuk melaksanakan menganggap remeh gejala-gejala
program P2 ISPA di Puskesmas penyakit yang ditunjukkan anak dan
Pegandan. Hal ini disampaikan oleh tidak membawanya ke pelayanan
informan utama dan diperkuat oleh kesehatan. Di sinilah peran TOGA
pernyataan dari informan triangulasi dan TOMA akan dibutuhkan untuk
yaitu kepala Puskesmas. Walaupun memberikan pengertian kepada
tidak ada tim khusus, namun sudah masyarakat, karena masyarakat

89
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

kadang lebih mempercayai TOGA tentang program P2 ISPA kepada


dan TOMA dibanding petugas Puskesmas.
kesehatan. Menurut keterangan dari Pemberian tambahan
informan, untuk program P2 ISPA penghasilan atau insentif telah diatur
Puskesmas Pegandan hanya dalam Permendagri No. 59 Tahun
bekerjasama dengan kader kesehatan, 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan
tidak bekerja sama dengan TOGA Keuangan Daerah pasal 39 ayat (2)
dan TOMA. yang menyebutkan bahwa tambahan
penghasilan diberikan dalam rangka
Penggerakan
meningkatkan kesejahteraan pegawai
Lokakarya mini bulanan, adalah
berdasarkan beban kerja, tempat
alat untuk pergerakan pelaksanaan
bertugas, kondisi kerja, kelangkaan
kegiatan bulanan dan juga
profesi, prestasi kerja, dan/ atau
monitoring bulanan kegiatan
pertimbangan objektif lainnya.
Puskesmas dengan melibatkan lintas
Tambahan penghasilan berdasarkan
program intern Puskesmas.7 Dari
prestasi kerja diberikan kepada
hasil penelitian diperoleh bahwa
Pegawai Negeri Sipil yang memiliki
setiap bulan Puskesmas mengadakan
prestasi kerja yang tinggi dan/atau
lokakarya mini bulanan untuk lintas
inovasi.11 Berdasarkan keterangan
program. Dalam lokakarya mini
informan, sistem insentif baik berupa
tersebut melibatkan lintas program
uang maupun non uang tidak pernah
internal Puskesmas yang dihadiri
diberlakukan. Dari sisi petugas, hal
oleh petugas dan Kepala Puskesmas.
seperti insentif, pujian maupun
Puskesmas Pegandan rutin
penghargaan memang kurang
menyelenggarakan lokakarya mini
diharapkan, karena bagi mereka
bulanan namun untuk program P2
sudah merupakan kewajiban mereka
ISPA itu sendiri hanya sedikit
untuk menjalankan tugas dengan
disinggung. Hal ini karena program
baik.
P2 ISPA bukan menjadi program
yang diprioritaskan di Puskesmas Pengawasan
Pegandan. PWS adalah kegiatan untuk
Komunikasi di lingkungan kerja menemukan masalah – masalah
merupakan salah satu unsur penting kesehatan di dalam masyarakat
dalam hubungan kerja. Komunikasi dengan melakukan penemuan
yag tidak terjalin atau macet dapat langsung ke lapangan. Dari hasil
berakibat pada pekerjaan yang tidak penelitian, PWS Puskesmas
lancar, konflik meningkat serta Pegandan dilakukan dengan melihat
kinerja yang menurun.25 Menurut pencatatan dan pelaporan program
hasil penelitian, komunikasi antara P2 ISPA yang ada. Pencatatan hanya
petugas dengan Kepala Puskesmas dilakukan pada pasien yang datang
adalah melalui komunikasi ke Puskesmas saja, sedangkan
interpersonal. Kepala Puskesmas pencatatan dan pelaporan di luar
sering menanyakan cakupan-cakupan gedung dilakukan dengan melihat
program kepada petugas Puskesmas laporan yang diberikan oleh kader
saat ada kesempatan. Namun Kepala kesehatan. Pelaporan dari kader
Puskesmas jarang sekali menanyakan berupa form yang diberikan dari

90
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Puskesmas yang isinya bukan hanya wilayah Puskesmas didasarkan pada


mengenai ISPA saja, melainkan data angka insidens pneumonia balita dan
atau informasi yang berkaitan dengan jumlah balita di wilayah kerja
kegiatan, kondisi, dan perkembangan Puskesmas yang bersangkutan.
yang terjadi di setiap posyandu. Cakupan penemuan penderita
Pentingnya pengawasan adalah pneumonia balita di Puskesmas
untuk menilai hasil kegiatan program Pegandan selalu berada di bawah
yang telah dicapai serta mengadakan target dari Dinas Kesehatan Kota
tindakan – tindakan perbaikan Semarang maupun Kementrian. Hal
sedemikian rupa apabila diperlukan, ini karena Petugas hanya mencatat
sehingga hasil dari kegiatan program penderita yang datang untuk periksa
tersebut sesuai dengan rencana yang ke Puskesmas. Pencatatan luar
telah ditetapkan sebelumnya.12 gedung dilakukan dengan melihat
Sedangkan dari hasil penelitian, laporan yang diberikan oleh kader.
informan utama menyatakan belum Hal ini terjadi karena adanya
bekerja secara maksimal, karena keterbatasan sumber daya manusia,
keterbatasan sumber daya yang waktu, maupun dana yang dimiliki
dimiliki baik dana, tenaga, maupun oleh Puskesmas. Selain itu
sarana. Puskesmas Pegandan juga memiliki
Supervisi dilakukan untuk wilayah yang luas. Hal ini yang
menjamin pelaksanaan pengendalian menjadi alasan petugas tidak dapat
ISPA berjalan sesuai dengan yang melakukan surveilans langsung ke
telah direncanakan/ditetapkan dalam masyarakat.
pedoman baik di provinsi,
Cakupan Balita Dengan
kabupaten/kota, Puskesmas dan
Pneumonia yang Ditangani
rumah sakit menggunakan instrumen
supervisi.7 Dari hasil penelitian Puskesmas bertanggungjawab
diperoleh bahwa supervisi oleh untuk melakukan penanganan
Kepala Puskesmas dilakukan dengan penderita pneumonia sesuai dengan
melihat hasil laporan bulanan oleh tataklaksana yang telah ditetapkan.
pemegang program P2 ISPA. Namun Setelah penderita pneumonia Balita
mengetahui bahwa cakupan dari ditemukan dilakukan tatalaksana
program P2 ISPA masih sangat sebagai berikut 1) pengobatan
rendah, Kepala Puskesmas tidak dengan menggunakan antibiotik:
melakukan tindak lanjut. Hal ini kotrimoksazol, amoksisilin selama 3
karena program ISPA bukan hari dan obat simptomatis yang
merupakan program prioritas dari diperlukan seperti parasetamol,
Puskesmas Pegandan. Saat ini salbutamol, 2) tindak lanjut bagi
Puskesmas hanya fokus pada penderita yang kunjungan ulang
program yang berkaitan langsung yaitu penderita 2 hari setelah
dengan target MDG’s 2015. mendapat antibiotik di fasilitas
pelayanan kesehatan. 3) rujukan bagi
Cakupan Penemuan Penderita penderita pneumonia berat atau
Pneumonia Balita penyakit sangat berat.7 Berdasarkan
Target penemuan penderita keterangan dari informan utama,
pneumonia bagi balita di suatu Puskesmas sudah melakukan

91
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tatalaksana penderita sesuai dengan pneumonia balita di Puskesmas


yang telah ditetapkan. Namun selama dua tahun terakhir berada
petugas jarang melakukan tindak jauh di bawah target yang telah
lanjut kepada balita yang tidak ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
melakukan kunjungan ulang ke Kota Semarang maupun Kementrian
Puskesmas setelah dua hari. Hal ini Kesehatan. Namun walaupun
karena petugas beranggapan bahwa cakupan tersebut sangat rendah, tidak
jika pasien tidak datang lagi ke ada pembinaan yang dilakukan.
Puskesmas berarti pasien sudah Pembinaan sangat diperlukan, karena
sembuh. dengan adanya pembinaan dapat
meningkatkan kinerja petugas dalam
Pencatatan dan Pelaporan
menjalankan tugasnya. Dengan tidak
Pelaporan program harus memenuhi adanya pembinaan, menyebabkan
beberapa syarat, diantaranya harus petugas kesehatan terutama
disusun secara lengkap dengan pemegang program kurang optimal
format yang sudah ditentukan, dalam menjalankan tugasnya karena
kemudian harus bersifat fakta dan tidak ada upaya perbaikan.
dilaporkan tepat pada waktunya. Dari
hasil penelitian diperoleh selama ini KESIMPULAN
Puskesmas Pegandan selalu tepat Input dari program P2 ISPA di
waktu dalam mengumpulkan laporan Puskesmas Pegandan belum optimal,
ke Dinas Kesehatan Kota. Namun ini ditunjukkan dengan masih sangat
menurut keterangan salah satu terbatasnya SDM untuk program P2
informan, sebenarnya pelaporan ISPA, tidak adanya pelatihan bagi
program Puskesmas seharusnya petugas, tidak tersedianya sarana
sudah bisa dilakukan melalui online KIE di Puskesmas, serta pedoman
dengan software yang sudah yang belum sepenuhnya dipahami
disediakan oleh Dinas Kesehatan oleh petugas. Karena input yang
Kota. Tapi sistem pelaporan tersebut kurang optimal maka proses juga
belum bisa berjalan karena tidak bisa berjalan dengan optimal
kebanyakan petugas Puskesmas pula. Hal ini ditunjukkan dengan
belum dapat mengoperasikan tidak dibuatnya perencanaan secara
software tersebut. detail karena terbatasnya waktu yang
dimiliki petugas sebab petugas bukan
Umpan Balik dari Kepala
hanya memegang program P2 ISPA,
Puskesmas dan Dinas Kesehatan
puskesmas hanya melakukan
Kota Semarang
kerjasama dengan kader tanpa
Umpan balik dibutuhkan untuk melibatkan TOMA seperti yang
mengetahui kesalahan – kesalahan seharusnya, program P2 ISPA juga
yang dilakukan selama pelaksanaan jarang dibahas di dalam lokakarya
program, sehingga dapat dilakukan mini Puskesmas karena bukan
upaya perbaikan untuk pelaksanaan merupakan program prioritas,
selanjutnya. Berdasarkan hasil Puskesmas juga tidak bisa secara
penelitian, Kepala Puskesmas langsung melakukan PWS karena
Pegandan telah mengetahui bahwa keterbatasan SDM dan dana sehingga
cakupan penemuan penderita PWS dilakukan dengan bantuan dari

92
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

kader. Karena proses yang berjalan DAFTAR PUSTAKA


kurang optimal, maka output yang 1. Kementrian Kesehatan Republik
dihasilkan juga kurang maksimal. Indonesia. Direktorat Jenderal
Cakupan penemuan penderita PPM & PLP. INFORMASI
pneumonia balita di Puskesmas PENGENDALIAN PENYAKIT
Pegandan masih jauh di bawah target DAN PENYEHATAN
dari DKK Semarang. Namun LINGKUNGAN. Jakarta. 2013
walaupun cakupan dari program P2 2. DepKes RI. Direktorat Jenderal
ISPA rendah, selama ini belum ada PPM & PLP. Pedoman
pembinaan terkait program P2 ISPA Pemberantasan Penyakit Infeksi
untuk dapat meningkatkan cakupan Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
program. Jakarta. 1992.
SARAN 3. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Direktorat Jenderal
Bagi Puskesmas Pegandan
PPM & PLP. Profil
a. Melakukan rapat koordinasi rutin
Pengendalian Penyakit dan
dan sistematis dengan seluruh
Penyehatan Lingkungan Tahun
pihak yang terkait dengan
2011. Jakarta. 2012
program P2 ISPA agar dapat
4. Kementrian Kesehatan Republik
diketahui permasalahan apa saja
Indonesia (Ed). Buletin
yang ditemui dalam pelaksanaan
Epidemiologi : Pneumonia
program.
Balita. Jakarta. 2010
b. Menyusun perencanaan program
5. Data Tahunan Sie P2ML,
P2 ISPA secara terperinci dan
Bagian P2P, Dinas Kesehatan
terkonsep termasuk alokasi dana,
Kota Semarang Tahun 2013
kegiatan apa saja yang harus
6. Edi Rosdi, Kristiani.
dilakukan, dan siapa saja petugas
Pengelolaan Program
yang terkait agar program dapat
Pemberantasan Infeksi Saluran
berjalan dengan optimal.
Pernapasan Akut di Puskesmas
c. Menambahkan inovasi khusus
Bengkulu Utara. Yogyakarta :
pada ruang KIA agar balita yang
KMPK Universitas Gadjahmada.
datang berobat ke Puskesmas
2005
merasa nyaman sehingga
7. Budioro Brotosaputro.
memudahkan petugas untuk
Pengantar Administrasi
melakukan pemeriksaan.
Kesehatan. Badan Penerbit
d. Melakukan kerjasama dengan
Universitas Diponegoro.
TOGA dan TOMA untuk
Semarang. 1997
mensosialisasikan tentang
8. Kementrian Kesehatan Republik
ppenyakit pneumonia kepada
Indonesia. Pedoman
masyarakat, karena meningkatkan
Pengendalian Infeksi Saluran
pengetahuan masyarakat dan
Pernapasan Akut. Jakarta. 2009
kesadaran untuk membawa
9. Azrul Azwar. Pengantar
anaknya ke Puskesmas jika
Administrasi Kesehatan. PT.
muncul gejala klinis pneumonia
Binarupa Aksara. Jakarta. 1996
merupakan cara yang lebih
10. Achmad Farich. Manajemen
efektif.
Pelayanan Kesehatan

93
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 3, Nomor 1, Januari 2015 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Masyarakat. Gosyen Publishing.


Yogyakarta. 2012
11. Permendagri No. 59 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
12. Nursyamiah (2009). Analisis
Implementasi Program
Pemberian Asi Eksklusif di
Puskesmas Wilayah kota
Semarang Tahun 2009. Thesis.
Universitas Diponegoro.2009

94

Anda mungkin juga menyukai