Anda di halaman 1dari 29

Untuk Keperawatan

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SS MEDIKA


NOMOR 052 /RSKBSSM-SK/DIR/XI/2015

TENTANG
KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN

RSKB SS MEDIKA

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH SSMEDIKA

Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan keselamatan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
b. Bahwa Rumah sakit membuat, melaksanakan, dan menjaga keselamatan pasien di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
c. Bahwa setiap rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b, dan c perlu
ditetapkan dengan Peraturan Direktur RSKB SS Medika.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang pokok-pokok
Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien RS.
4. Keputusan menteri kesehatan No. 129/Menkes/SK II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH SS MEDIKA.
Kedua : Kebijakan keselamatan pasien RSKB SS Medika sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini ini.
Ketiga : Direktur Rumah sakit berpartisipasi dalam perencanaan, monitoring, dan pengawasan
program keselamatan pasien

Keempat : Pelaksanaan Program keselamatan pasien RSKB SS Medika dilaksanakan oleh .

Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, di evaluasi setiap tahun dan apabila
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 18 November 2015
Direktur RS SS MEDIKA,

Dr. Mevin Gigantea Handoyo, MKK

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan

Sasaran Keselamatan Pasien ada 6 Program:


1. Identifikasi Pasien
2. Peningkatan Komunikasi Efektif
3. Peningkatan Keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Ketepatan lokasi, prosedur dalam Op dan tepat pasien
5. Pengurangan Resiko Infeksi
6. Resiko Jatuh

2.1. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN


2.1.1. PENGERTIAN
Identifikasi pasien adalah proses mencocokkan gelang identifikasi pasien pada
pergelangan tangan kiri/kanan yang tercantum nama lengkap, tanggal lahir dan nomor
Rekam Medis dengan identitas orang yang akan diberikan, dilakukan
tindakan/prosedur, diambil darah/sample, diberikan darah atau produk darah,
dilakukan pengobatan. Gelang identifikasi pasien adalah suatu alat berupa gelang
identifikasi yang dipasangkan kepada pasien secara individual yang digunakan sebagai
identitas pasien selama dirawat di RS.
2.1.2. TUJUAN
Memastikan identitas pasien dengan benar sebelum petugas memberikan obat,
melakukan tindakan/prosedur, mengambil darah/sample, memberikan darah atau
produk darah, melakukan pengobatan.
2.1.3. KEBIJAKAN PANDUAN
A. Macam – macam gelang Identifikasi Pasien Gelang identifikasi pasien yang
tersedia adalah sebagai berikut :
1. Gelang berwarna pink untuk pasien berjenis kelamin perempuan.
2. Gelang berwarna biru untuk pasien berjenis kelamin laki-laki.
3. Gelang berwarna merah untuk pasien dengan alergi tertentu.
4. Gelang berwarna kuning untuk pasien dengan risiko jatuh.
5. Gelang berwarna ungu untuk pasien do not resuscitate
B. Gelang identifikasi pasien yang akan dipasangkan minimal meliputi nama
lengkap pasien sesuai KTP, nomor rekam medis pasien dan tanggal lahir.
C. Identifikasi dilakukan dengan mengecek dua dari tiga identitas tersebut diatas
yaitu nama lengkap dan tanggal lahir pasien.
D. Semua pasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum memberikan obat,
melakukan tindakan/prosedur mengambil darah/sample, memberikan darah
atau produk darah, dan melakukan pengobatan.
E. Gelang identitas pasien harus ditulis NAMA lengkap sesuai KTP bila tidak ada
gunakan SIM atau passpor, bila tidak ada semuanya maka minta pasien atau
keluarganya menulis pada formulir identitas dengan huruf capital, nama tidak

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
boleh disingkat dan petugas yang menginput tidak boleh salah ketik walaupun
satu huruf saja.
F. Bila dalam satu ruangan terdapat pasien dengan nama yang sama, pada cover
luar folder rekam medis dan semua formulir permintaan penunjang harus
diberikan tanda ”HATI-HATI PASIEN DENGAN NAMA SAMA”
G. Cara identifikasi adalah:
1. Menanyakan secara verbal kepada pasien nama lengkap dan tanggal lahir.
2. Melihat secara visual pada gelang identitas pasien dua identitas tersebut
untuk dicocokkan dengan identitas pasien yang akan diberikan obat,
dilakukan tindakan/prosedur diambil darah/sample, diberikan darah atau
produk darah, dan dilakukan pengobatan
3. JANGAN MELAKUKAN prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang
identifikasi (kecuali jika pasien menolak menggunakan gelang identifikasi)
sebelum prosedur tersebut dimulai. Setiap klinisi yang mengidentifikasi
pasien tanpa gelang identifikasi harus segera menginformasikan kepada
perawat (named nurse).
H. Tata Laksana Gelang Pemasangan Gelang Identifikasi Pasien
1. Gelang identifikasi pasien dipasangkan di pergelangan tangan (kanan
atau kiri) oleh perawat.
2. Perawat menjelaskan manfaat pemasangan gelang identitas yaitu:
i. Jelaskan manfaat gelang pasien yaitu mencegah salah orang sebelum
pasien diberikan obat, dilakukan tindakan/prosedur diambil
darah/sample, diberikan darah atau produk darah, dan dilakukan
pengobatan.
ii. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi
gelang yaitu dapat terjadi salah obat/tindakan/prosedur/tranfusi dll.
iii. Minta pasien utuk mengingatkan petugas bila akan melakukan
tindakan atau memberi obat memberikan pengobatan tidak
menanyakan nama dan tanggal lahir serta tak mengecek ke gelang
identitas.
3. Memastikan bahwa gelang terpasang dengan nyaman dan aman.
4. Pelepasan gelang identifikasi pasien hanya ketika proses pemulangan
pasien telah selesai dan dilepas oleh perawat.
5. Ketika pasien dipindahkan dari satu unit ke unit lainnya, perawat yang
menerima pasien bertanggungjawab untuk menanyakan kembali
identitas pasien dan menyesuaikan dengan rekam medisnya.
I. Mengidentifikasi Pasien di Ruang Operasi/ Day Surgery Unit/Endoscopy Unit

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
Untuk menjaga keamanan pasien di dalam lingkungan ruang operasi, semua
pasien yang akan dibawa ke ruang operasi harus mengenakan dua gelang
identifikasi (satu di setiap anggota tubuh). Satu gelang identifikasi akan dibuka
di dalam ruang operasi untuk dilakukan intervensi klinis; maka dengan
memakai dua gelang identifikasi akan mengurangi risiko salah identifikasi.
Jika kedua gelang identifikasi dibuka pada saat pasien berada di ruang operasi,
maka gelang harus dipakaikan kembali oleh orang yang membukanya tadi,
sebelum pasien meninggalkan area ruang operasi tersebut contoh, ruang
anestesi menuju ruang operasi atau dari ruang operasi menuju ruang
pemulihan. Setiap pasien yang selesai melakukan tindakan operasi harus dikaji
resiko jatuh dan terdapat gelang resiko jatuh.
J. Mengidentifikasi Pasien Sebelum Transfer dan Penyerahan Pasien Selama
Transfer dan Pemulangan
1. Semua standar prosedur operasi dan pedoman yang berhubungan
dengan transfer dan pemulangan pasien harus menyertakan prosedur
identifikasi pasien.
2. Semua formulir klinis yang berhubungan dengan pasien harus
mempunyai label pasien.
3. Identifikasi pasien harus diketahui selama penyerahan pasien dari satu
unit ke unit lainnya.
4. Jika pasien tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri selama transfer
dan tidak ada orang yang bertanggung jawab, anggota staf dari lokasi
pasien (contoh:; rawat inap atau gawat darurat) harus mewakili pasien
untuk memverifikasi identifikasi pasien di tempat yang baru.
K. Identifikasi dan Pemberian Label Dari Specimen (lihat juga Kebijakan
Pengumpulan, Penanganan dan Transpor Spesimen)
Semua wadah spesimen, contoh: tabung tes darah, wadah kultur luka TIDAK
BOLEH diberi label sebelum spesimen dimasukkan, kecuali spesimen urin dan
feces.
Ikuti proses di bawah ini:
1. Verifikasi nama dan tanggal lahir pasien dengan formulir permintaan lab
sebelum mengambil sampel darah atau spesimen.

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
2. Setelah spesimen diambil, verifikasi rincian label dengan pasien dan
dengan formulir permintaan.
3. Tempelkan label yang telah diverifikasi di tabung spesimen atau wadah
bersamaan dengan keberadaan pasien.

JANGAN MEMBERIKAN LABEL PADA WADAH SPESIMEN SEBELUM


MENGUMPULKAN SAMPEL DAN VERIFIKASI IDENTITAS.

L. Pasien tidak dikenal


Untuk pasien yang tidak dikenal atau pasien tidak sadar (seperti pasien
trauma), identifikasi dapat dilakukan oleh anggota dari tim Resusitasi atau staf
gawat darurat, sampai identifikasi yang benar telah didapatkan.
M. Pasien meninggal
Semua pasien yang meninggal harus diidentifikasi dengan benar dengan satu
gelang identifikasi. Pada kasus nama pasien tidak diketahui, contoh karena
kecelakaan lalu lintas, dimana identitas tidak diketahui, gelang identifikasi harus
dituliskan TIDAK DIKENAL LAKI-LAKI#/ WANITA# dan nomor Rekam Medis (jika
tersedia).
N. Pengeluaran pasien dari kamar jenazah
Semua pasien yang dikeluarkan dari kamar jenazah, harus diidentifikasi oleh
keluarga atau orang lain yang bertanggung jawab terhadap pemindahan atau
pengeluaran jasad pasien.

Sebelum pengeluaran jasad pasien, petugas kamar jenazah harus memeriksa


gelang identifikasi pasien, formulir pemberitahuan kematian dan
mencocokkannya dengan kartu identitas/KTP/SIM/Paspor. Gelang Identifikasi
tidak boleh dibuka sampai setelah pasien diidentifikasi dengan benar dan siap
untuk dipindahkan.

Jika pasien masih berada di kamar jenazah, gelang identifikasi harus tetap
dipasang sampai jasad pasien dikeluarkan dari kamar jenazah.

Lampiran yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan saat identifikasi
Boleh dilakukan Tidak boleh dilakukan
Lakukan identifikasi pasien dengan benar pada Jangan membaca rincian pasien kepada
saat penerimaan. Langkah awal paling penting mereka dan meminta mereka secara pasif
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
adalah identifikasi pasien sesegera mungkin saat setuju dengan Anda. Minta pasien untuk
pasien mulai berinteraksi dengan rumah sakit. menyebutkan data lengkap mereka.
Sejauh identifikasi pasien menjadi perhatian, data
akan sama baiknya dengan informasi dari Jangan menerima bahwa pasien
pendaftaran. menunjuk kea rah papan nama di atas
tempat tidur mereka sebagai tanda bahwa
Lakukan kepastian bahwa Anda mempunyai hal yang diucapkan benar. Bicara pada
nama lengkap dari akte lahir pasien. Banyak pasien dan periksa.
pasien akan memberikan nama yang mereka tahu
contoh, Mary yang dikenal oleh temannya Jangan mengambil darah dari pasien
sebagai Molly. Hal ini tidak dapat diterima. tanpa memeriksa rincian pasien pada
formulir permintaan yang sudah
Lakukan penulisan “dikenal sebagai” pada dilengkapi.
tempat di bawah nama sesuai akte lahir , yang
mana mereka lebih akan merespon bila dipanggil Jangan menempel label pada botol
dengan nama dari “dikenal sebagai” sampel sebelum Anda mengambil darah.
Perhatian Anda akan terbagi sebelum
Lakukan pemeriksaan ulang dengan pasien Anda menyelesaikan tugas tersebut.
bahwa semua data yang ditulis adalah benar.
Jangan melakukan dua tiga sekaligus
Lakukan pemeriksaan ulang dengan pasien dalam waktu yang sama contoh,
bahwa semua data yang ditulis pada gelang mengambil darah dari beberapa pasien
identifikasi adalah benar. dan menempelkan label setelah
Lakukan pemeriksaan secara regular mengenai semuanya selesai atau mengisi formulir
kebenaran informasi dari gelang identifikasi. permintaan untuk beberapa pasien dalam
Gantikan setiap gelang, jika beberapa bagian dari waktu bersamaan.
data pasien tersebut salah.
Jangan melakukan tugas jauh dari pasien.
Lakukan selalu pemeriksaan rincian dari pasien Coba untuk mengisi formulir permintaan
walaupun Anda pikir Anda telah mengenalnya dan selesaikan tugas di samping tempat
dengan baik. Seseorang mungkin menulis obat tidur pasien.
yang salah pada kaki tempat tidur.

Lakukan pemeriksaan ulang secara verbal dan


fisik bahwa data dari pasien sosok dengan data
pada formulir permintaan yang telah dilengkapi,
terutama jika anggota lain dari tim pelayanan
kesehatan telah melengkapi formulir tersebut.

Lakukan penempelan label pada sampel yang


diambil dari pasien segera setelah sampel
dimasukkan ke dalam wadah, sebelum
meninggalkan tempat tidur pasien.

2.2. PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


2.2.1. PENGERTIAN

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh
penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).
2.2.2. TUJUAN
Komunikasi efektif bertujuan agar pesan yang diberikan oleh pemberi pesan dapat
diterima dan dimengerti oleh penerima pesan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
menerima pesan.
1.3. KEBIJAKAN
Pembacaan ulang (Readback)
1.3.1. Pembacaan ulang dilakukan di rawat inap. Verifikasi pembacaan ulang instruksi
yang lengkap dan hasil test yang kritikal oleh petugas yang menerima instruksi
secara lisan /per telepon atau hasil test yang kritikal.
1.3.2. Pembacaan ulang’ berbeda dengan ‘pengulangan kembali’. Pada saat
pembacaan ulang individu yang menerima instruksi atau hasil test
mendengarkan informasi yang diberikan, mencatatnya ke dalam catatan medik
pasien dan kemudian membaca ulang catatan tersebut kepada orang yang
memberi informasi dan mengkonfirmasikan bahwa penerima instruksi
menerima informasi yang telah dicatat kedalam catatan medik dengan tepat.
1.3.3. Penerima “pengulangan kembali” hanya mengulang informasi tanpa
mendokumentasikan di dalam bagian tertentu di rekam medis.
a. Pada keadaan tertentu pembacaan ulang mungkin tidak dapat
dilaksanakan karena penundaan dapat membahayakan keselamatan
pasien, yaitu:
1) Kegawatan darurat yang jelas, seperti cardiac arrest
2) Pada saat dokter sedang melakukan tindakan steril sehingga
penyampaian instruksi tertulis dapat secara langsung
mempengaruhi perawatan pasien
b. Dalam keadaan demikian maka petugas yang melaporkan/ memberikan
instruksi/ informasi harus melakukan ‘pengulangan kembali’
1.3.4. Proses penerimaan instruksi lisan dan per telepon
a. Penerima instruksi akan mencatat instruksi tersebut kedalam formulir
yang telah disetujui
b. Penerima instruksi akan membaca ulang instruksi tersebut kepada
dokter yang memberi instruksi
c. Dokter yang memberi instruksi akan melakukan verifikasi bahwa
instruksi yang diberikan telah diterima dan dicatat dengan tepat atau
melakukan klarifikasi sehingga pembacaan ulang harus dilakukan
kembali

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
d. Penerima instruksi kemudian mencatat di dokumen “read back”
dilakukan sebelum ditandatangani untuk catatan tertulis atau sebelum
sesi selesai untuk tandatangan secara elektronik.
e. Merujuk pada: panduan untuk instruksi dokter yang diberikan secara
lisan atau per telepon
1.3.5. Pelaporan Hasil Test yang Kritikal
a. Semua bagian yang menghasilkan hasil test yang kritikal akan
disampaikan kepada dokter / bagian yang memberi instruksi. Semua
hasil test yang jauh diatas nilai normal yang menunjukkan indikasi yang
berbahaya bagi kondisi pasien sehingga memerlukan perhatian segera
dari dokter hasil test yang kritikal selalu dilaporkan melalui telepon
(apabila DPJP tidak ada di Rumah Sakit).
b. Perawat yang menerima hasil test yang kritikal akan mencatat hasil
tersebut ke dalam catatan medik
c. Perawat yang menerima hasil tersebut akan melakukan pembacaan
ulang kepada individu yang menyampaikan hasil tersebut
d. Perawat akan melakukan verifikasi bahwa DPJP telah menerima dan
mencatat hasil dengan tepat atau perawat akan melakukan klarifikasi
dalam hal ini proses pembacaan ulang harus diulang kembali.
e. Perawat penerima hasil kemudian melakukan dokumentasi bahwa
pembacaan ulang telah dilaksanakan yang menunjukkan bahwa
pembacaan ulang hasil kepada yang melaporkan telah dilaksanakan
f. Tenaga Medis di bagian yang melaporkan hasil yang kritikal per telepon
juga akan mencatat kedalam buku untuk hasil test yang kritikal kepada
siapa dan kapan mereka melaporkan hasil tersebut, untuk itu pada saat
menelepon mereka harus menanyakan nama penerima telepon dan
mencatat jam saat menelepon
g. Staf rumah sakit diminta untuk melakukan pembacaan ulang setiap
melakukan komunikasi hasil test yang kritikal secara lisan termasuk
melalui telepon dan staf medis diharapkan untuk menerima pembacaan
ulang tersebut
h. Semua hasil test yang dilaporkan per telepon akan dinyatakan sebagai
hasil test yang kritikal (termasuk hasil “cyto” test, laporan “nilai kritikal”,
dan hasil pemeriksaan diagnostik lainnya yang memerlukan tanggapan
segera)
i. Merujuk pada: kebijakan test kritikal dan hasil test yang kritikal
(Lampiran 1)

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan

Obat-obatan kategori LASA (Lampiran 3)


Setiap petugas yang menerima instruksi obat yang memiliki kategori LASA, harus
melakukan speeling atau pengejaan huruf (Lampiran 2).

2.3. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


2.3.1. PENGERTIAN
High alert medications adalah obat-obatan yang memiliki risiko lebih tinggi untuk
menyebabkan/ menimbulkan adanya komplikasi/ membahayakan pasien secara
signifikan jika terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval, dan pemilihannya).
Berikut adalah obat-obatan yang termasuk dalam kategori high alert medications
menurut WHO:
Tabel Obat-obatan dalam Kategori High Alert Medications
-Kategori/ kelas obat-obatan Jenis Obat
Agonis adnergik IV Epinefrin, fenilefrin, norepinefrin,
isoproterenol
Antagonis adrenergic IV Propanolol, metoprolol, labetalol
Agen anestesi (umum, inhalasi, dan Propofol, ketamin
IV)
Anti-aritmia Lidocain, Amiodaron
Anti-trombotik, termasuk: Warfarin, LMWH (low-molecular-weight
a. Antikoagulan heparin), unfractionated heparin IV
b. Inhibitor faktor Xa  Fondaparinux
c. Direct thrombin inhibitors  Argatroban, bivalrudin, dabigatran
d. Trombolitik etexilate,lepirudin
e. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa  Alteplase, reteplase, tenecteplase
 Eptifibatide , abciximab, tirofiban

Larutan / solusio kardioplegik


Agen kemoterapi (parenteral dan
oral)
Dekstrosa hipertonik ( ≥ 20%)
Larutan dialysis (peritoneal dan
hemodialisis)
Obat-obatan epidural atau intratekal
Obat hipoglikemik (oral)
Obat inotropik IV Digoksin, milrinone
Insulin (SC dan IV) Insulin regular, aspart, NPH, glargin
Obat-obatan dengan bentuk amfoterisin B liposomal
liposomal
Agen sedasi moderat / sedang IV Dexmedetomidine, midazolam
Agen sedasi moderat / sedang oral, Chloral hydrate, ketamin, midazolam
untuk anak
Opioid / narkose:
a. IV
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
b. Transdermal
c. Oral (termasuk konsentrat cair,
formula rapid dan lepas lambat)
Agen blok neuromuscular Suksinilkolin, rokuronium, vekuronium,
atrakurium, pankuronium
Preparat nutrisi parenteral
Agen radiokontras IV
Akua bi destilata, inhalasi, dan irigasi
(dalam kemasan ≥ 100ml)
NaCl untuk injeksi, hipertonik,
dengan konsentrasi > 0,9%
Konsentrat KCl untuk injeksi
Epoprostenol IV
Injeksi Magnesium Sulfat (MgSO4)
Digoksin IV
Metotreksat oral (penggunaan non-
onkologi)
Opium tincture
Oksitosi IV
Injeksi natrium nitropruside
Injeksi kalium fosfat
Prometazin IV
Kalsium intravena
Vasopressin (IV atau intraoseus)
Antikonvulsan Benzodiazepin

Obat-obatan yang ditentukan oleh pihak rumah sakit RS SS Medika sebagai High
alert sebagai berikut :
a. Elektrolit Pekat : KCl 7.45 % dan NaCl 3 % (normal salin)
b. Insulin
c. Heparin
d. Chloral Hydrate
2.3.2. TUJUAN
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk
meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high alert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat
yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD)
2.3.3. KEBIJAKAN PANDUAN
A. Prinsip
1. Obat-obatan high alert hanya disimpan di farmasi
2. Obat-obatan high alert terpisah dari obat-obat regular farmasi lainnya
3. Kurangi atau eliminasi kemungkinan terjadinya kesalahan
4. Mengurangi jumlah high alert medications yang disimpan di suatu unit
5. Mengurangi konsentrasi dan volume obat yang tersedia
6. Hindarkan penggunaan high alert medications sebisa mungkin
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
B. Lakukan pengecekan ganda
C. Minimalisasi konsekuensi kesalahan
1. Misalnya: kesalahan fatal terjadi di mana injeksi vial 50 ml berisi lidokain
2% tertukar dengan manitol (kemasan dan cairan obat serupa). Solusinya:
sediakan lidokain 2% dalam vial 10 ml, sehingga kalaupun terjadi salah
pemberian, jumlah lidocain yang diinjeksikan kurang berdampak fatal.
2. Pisahkan obat-obat dengan nama atau label yang mirip
3. Minimalisasi instruksi verbal dan hindarkan penggunaan singkatan
4. Batasi akses terhadap high alert medications
5. Gunakan tabel dosis standar (daripada menggunakan dosis perhitungan
berdasarkan berat badan/ fungsi ginjal, di mana rentan terjadi kesalahan).
D. Prosedur
Lakukan prosedur dengan aman dan hati-hati selama memberikan instruksi,
mempersiapkan, memberikan obat, dan menyimpan high alert medications.
1. Peresepan
a. Jangan berikan instruksi hanya secara verbal mengenai high alert

medications.
b. Instruksi ini harus mencakup minimal:
i. Nama pasien dan nomor rekam medis
ii. Tanggal dan waktu instruksi dibuat
iii. Nama obat (generic), dosis, jalur pemberian, dan tanggal
pemberian setiap obat
iv. Kecepatan dan atau durasi pemberian obat
c. Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi penggunaan

setiap high alert medications secara tertulis


d. Sistem instruksi elektronik akan memberikan informasi terbaru secara
periodic mengenai standar pelayanan, dosis, dan konsentrasi obat
(yang telah disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapeutik), serta
informasi yang dibutuhkan untuk mengoptimalisasi keselamatan
pasien.
e. Jika memungkinkan, peresepan high alert medications haruslah
terstandarisasi dengan menggunakan instruksi tercetak.
f. Instruksi kemoterapi harus ditulis pada ‘Formulir Instruksi Kemoterapi’
dan ditandatangani oleh spesialis onkologi, informasi ini termasuk
riwayat alergi pasien, tinggi badan, berat badan, dan luas permukaan
tubuh pasien. Hal ini memungkinkan ahli farmasi dan perawat untuk
melakukan pengecekan ganda terhadap penghitungan dosis
berdasarkan berat badan dan luas permukaan tubuh.
2. Persiapan dan Penyimpanan

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
a. High alert medications disimpan di pos perawat di dalam troli/ lemari
yang memiliki kunci.
b. Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan
dipisahkan dengan obat-obatan rutin lainnya. Jika high alert
medications harus disimpan di area perawatan pasin, kuncilah tempat
penyimpanan dengan diberikan label ‘Peringatan: high alert
medications’ pada tutup luar tempat penyimpanan.
c. Jika menggunakan dispensing cabinet untuk menyimpan high alert
medications, berikanlah pesan pengingat di tutup cabinet agar
pengasuh/ perawat pasien menjadi waspada dan berhati-hati dengan
high alert medications. Setiap kotak /tempat yang berisi high alert
medications harus diberi label.
d. Infus intravena high alert medications harus diberikan label yang jelas
dengan menggunakan huruf/ tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.
3. Pemberian obat
a. Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double-check)
terhadap semua high alert medications sebelum diberikan kepada
pasien.
b. Pengecekan Ganda Terhadap High Alert Medications
c. Tujuan: identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau
pengecekan ganda oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai orang
kedua) sebelum memberikan obat dengan tujuan meningkatkan
keselamatan dan akurasi.
d. Kebijakan:
i. pengecekan ganda diperlukan sebelum memberikan high alert
medications tertentu / spesifik dan di saat pelaporan pergantian
jaga atau saat melakukan transfer pasien.
ii. Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau
pada catatan pemberian medikasi pasien.
iii. Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang

untuk menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-


obatan, antara lain perawat, ahli farmasi, dan dokter.
iv. Pengecekan kedua akan dilakukan oleh perawat lainnya. (petugas
tidak boleh sama dengan pengecek pertama)
v. Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda/ verifikasi
oleh orang kedua dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
 Setiap akan memberikan injeksi obat
 Untuk infuse:
 Saat terapi inisial
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
 Saat terdapat perubahan konsentrasi obat
 Saat pemberian bolus
 Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien
 Setiap terjadi perubahan dosis obat
 Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi
dari dokter.

2.4. KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR, TEPAT PASIEN OPERASI


2.4.1. PENGERTIAN
Tindakan pembedahan wajib memperhatikan keselamatan pasien, kesiapan
pasien, dan prosedur yang akan dilakukan, karena resiko terjadinya kecelakaan
sangat tinggi, jika dalam pelaksanaannya tidak mengikuti standar prosedur
operasional yang sudah ditetapkan.
2.4.2. TUJUAN
Program Keselamatan Pasien safe surgery saves lifes sebagai bagian dari upaya
WHO untuk mengurangi jumlah kematian bedah di seluruh dunia. Tujuan dari
program ini adalah untuk memanfaatkan komitmen dan kemauan klinis untuk
mengatasi isu-isu keselamatan yang penting, termasuk praktek-praktek
keselamatan anestesi yang tidak memadai, mencegah infeksi bedah dan
komunikasi yang buruk di antara anggota tim. Untuk membantu tim bedah dalam
mengurangi jumlah kejadian ini, WHO menghasilkan rancangan berupa checklist
keselamatan pasien di kamar bedah sebagai media informasi yang dapat
membina komunikasi yang lebih baik dan kerjasama antara disiplin klinis.
Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah prosedur
operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan
area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat.
2.4.3. KEBIJAKAN PANDUAN
A. Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien yang akan di lakukan

operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur


pembedahan, mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur operasi
serta mengurangi komplikasi kematian akibat pembedahan sesuai dengan
sepuluh sasaran dalam safety surgery (WHO 2008). Yaitu: Tim bedah akan
melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang benar.
1. Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah
bahaya dari pengaruh anastesi, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
2. Penandaan lokasi operasi dilakukan saat pasien dalam keadaaan sadar
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
3. Metode penandaan lokasi dan jenis penanda berupa lingkaran pada lokasi
operasi dan digunakan secara konsisten di seluruh rumah sakit
4. Tanda harus dibuat dengan menggunakan marker pen sekali pakai (untuk
mengurangi kejadian infeksi nosokomial yaitu infeksi yang didapat di rumah
sakit) yang cukup permanen dan tetap terlihat setelah persiapan kulit selesai
dan penutup steril dikenakan. Penandaan lokasi mengunakan bahan
adhesive tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya untuk alat untuk
menandai lokasi.
5. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup
dari adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.
6. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko
kehilangan darah.
7. Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya
resiko alergi obat pada pasien.
8. Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
9. Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada
luka pembedahan.
10. Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan) pembedahan.
11. Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang
hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang
aman.
12. Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan
pengawasan yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

B. Surgery safety ceklist


Surgery safety ceklist menurut WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal
penting tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk formulir yang diisi dengan
melakukan ceklist. Ceklist tersebut sudah baku dari WHO yang merupakan alat
komunikasi yang praktis dan sederhana dalam memastikan keselamatan pasien
pada tahap preoperative, intraoperatif dan pasca operatif, dilakukan tepat
waktu dan menunjukan manfaat yang lebih baik bagi keselamatan pasien (WHO
2008). Surgery Safety Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap,
masing-masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign
In), sebelum insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari
ruang operasi (Sign Out)(WHO 2008) diawali dengan briefing dan diakhiri

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
dengan debriefing menurut (Nhs,uk 2010) (Form Surgery Safety Checklist
terlampir).

Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang koordinator untuk


bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang
perawat atau dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam
operasi. Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk
mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan
kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang
terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan meminta operasi berhenti
sejenak dan melaksanakan tahapan yang terlewati

1. Sign in
Langkah pertama yang dilakukan segera setelah pasien tiba di ruang serah
terima sebelum dilakukan induksi anestesi. Tindakan yang dilakukan adalah
memastikan identitas, lokasi/area operasi, prosedur operasi, serta
persetujuan operasi. Pasien atau keluarga diminta secara lisan untuk
menyebutkan nama lengkap, tanggal lahir dan tindakan yang akan
dilakukan. Penandaan lokasi operasi harus oleh ahli bedah yang akan
melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli anestesi dan
harus memastikan kondisi pernafasan, resiko perdarahan, antisipasi adanya
komplikasi, dan riwayat alergi pasien. Memastikan peralatan anestesi
berfungsi dengan baik, ketersedian alat, dan obat-obatan.

2. Time out
Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien sudah berada di
ruang operasi, sesudah induksi anestesi dilakukan dan sebelum ahli bedah
melakukan sayatan kulit. Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa
tindakan dengan beberapa ahli bedah timeout dilakukan tiap kali
pergantian operator. Tujuan dilakukan timeout adalah untuk mencegah
terjadinya kesalahan pasien, lokasi dan prosedur pembedahan dan
meningkatkan kerjasama diantara anggota tim bedah, komunikasi diantara
tim bedah dan meningkatkan keselamatan pasien selama pembedahan.
Personal yang ditunjuk (tim sirkuler) memulai melakukan time out dan
seluruh yg terlibat dalam operasi tidak diperbolehkan melakukan aktivitas.

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
Seluruh tim bedah memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan peran
masing-masing. Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan
mengantisipasi risiko. Ahli bedah menjelaskan kemungkinan kesulitan yang
akan di hadapi ahli anestesi menjelaskan hal khusus yang perlu
diperhatikan. Tim perawat menjelaskan ketersedian dan kesterilan alat.
Memastikan profilaksis antibiotik sudah diberikan. Memastikan apakah
hasil radiologi yang ada dan di perlukan sudah di tampilkan dan sudah
diverifikasi oleh 2 orang.

3. Sign Out
Merupakan tahap akhir yang dilakukan saat penutupan luka operasi atau
sesegera mungkin setelah penutupan luka sebelum pasien dikeluarkan dari
kamar operasi. Koordinator memastikan prosedur sesuai rencana,
kesesuaian jumlah alat, kasa, jarum, dan memastikan pemberian etiket
dengan benar pada bahan-bahan yang akan dilakukan pemeriksaan
patologi.

2.5. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


2.5.1. PENGERTIAN
Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga “Infeksi Nosokomial”, yaitu
infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya
tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3 x 24 jam sesudah masuk
kuman. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tatanan pelayanan
kesehatan yang paling diutamakan bagi pasien maupun para profesional
pelayanan kesehatan, dimana pencegahan Infeksi RS Khusus Bedah SS Medika
diantarnya melalui cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan
adapun tatalaksana cuci tangan antara lain Lima waktu mencuci tangan yaitu :
1. Sebelum menyentuh pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptic,
3. Setelah terkena paparan cairan tubuh,
4. Setelah menyentuh pasien dan
5. Setelah menyentuh lingkungan pasien.

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
Selain itu, mencuci tangan dengan menggunakan Sabun dan Air, dengan waktu
40 – 60 detik menurut sumber WHO 2009 dan mencuci dengan menggunakan
cairan Handscrub, dengan waktu 20 – 30 detik menurut sumber WHO 2009.

Health care associated infection (HCAI) adalah masalah utama patient safety
dan kegiatan surveillance dan kegiatan pencegahan adalah prioritas utama
dalam keselamatan dan keamanan pelayanan kesehatan. Akibat dari Infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mengakibatkan waktu
menginap di rumah sakit yang memanjang, masa ketidak mampuan yang
memanjang, peningkatan resistensi mikroorganisme terhadap antimikroba,
biaya tinggi bagi pasien dan keluarga, dan angka kematian yang meningkat.
Dengan itu, untu mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial yang ada di
rumah sakit diperlukan adanya kepatuhan dari seluruh karyawan rumah sakit
untuk melakukan hand hygiene/ mencuci tangan.

2.5.2. TUJUAN
Hand hygiene atau mencuci tangan bertujuan untuk mengurangi terjadinya
infeksi nosokomial yang terdapat di Rumah Sakit, membersihkan tangan dari
segala macam jenis kotoran dan mencegah terjadinya perpindahan kuman.
2.5.3. KEBIJAKAN PANDUAN
Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat
dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan
tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silaang melalui tangan,
dan mempersiapkan bedah atau tindakan pembedahan. Mencuci tangan yaitu
proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan
dengan menggunakan sabun biasa dan air. Tubuh manusia bisa mendapatkan
Flora transien dan flora residen pada kulit. Flora transien yaitu pada tangan
yang diperoleh melalui kontak langsung dengan klien, petugas kesehatan
lainnya dan permukaan lingkungannya (misal meja periksa, alat kesehatan,
lantai dan toilet). Sedangkan Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih
dalam serta didalam folikel rambut dan tidak dapat dihilanglkan seluruhnya,
bahkan dengan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air
A. Beberapa bagian yang terdapat dalam proses mencuci tangan dan
desinfeksi:

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
1. Air bersih yaitu air yang secara alami atau kimiawidibersihkan dan
disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya
(misalnya mencuci tangan, dan membersihkan instrument medis)
karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.
2. Sabun yaitu produk-produk pembersih (batang, cair, lembar atau bubuk)
yang menggunakan tegangan permukaan sehingga membantu
melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel
sementara pada tangan
3. Agen antiseptic atau antimikroba yaitu bahan kimia yang diaplikasikan
diatas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme, sehingga mengurangi jumlah hitungan
bakteri total.
4. Emollient yaitu cairan organic, seperti gliserol, propilen glikol atau
sorbitol yang ditambahkan pada handrub dan loison. Kegunaannya
untuk membantu mencegah kerusakan kulit dan melunakkan kulit.

Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada


objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri.
Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh
kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang
terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan
dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles,
merendam dan menjcmur dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan
mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai.

1. Persiapan dan Penatalaksanaan Cuci Tangan


 Air mengalir : Sarana untuk cuci tangan adalah air mengalir
dengan saluran pembuangan atau bak penampungan yang
memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka
mikroorganime yang terlepas karena gesekan mekanis atau
kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi
dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau
dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur
dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadi
pencemaran, baik melalui gayung ataupun percikan air bekas
cucian kembali ke bak penampungan air bersih
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
 Sabun : Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan
jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme
terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya
frekuensi cuci tangan, namun di lain pihak dengan seringnya
menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan
hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah
 Larutan Antiseptik : Larutan antiseptic atau disebut juga
antimikroba topical, dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya
untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan
untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik
memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan
rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis
antiseptic tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.
Kriteria memilih antiseptic adalah sebagai berikut:
 Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas
 Efektivitas
 Kecepatan aktivitas awal
 Tidak mengakibatkan iritasi kulitdan tidak menyebabkan alergi
 Dapat diterima secara visual maupun estetik
 Efektif sekali pakai
B. Teknik membersihkan tangan dengan sabun dan air dikenal dengan istilah
TEPUNG SELACI PUPUT, yaitu:
1. Telapak tangan
2. Punggung tangan
3. Sela- sela jari
4. Punggung jari-jari (gerakan kunci)
5. Sekeliling ibu jari (putar- putar)
6. Kuku dan ujung jari (putar-putar)
7. Bilas kedua tangan dengan air mengalir
8. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-
benar kering
9. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran

C. Apabila tidak terdapat air mengalir, pertimbangkan dengan menggunakan:


1. Wadah air dengan kran dan wadah atau tempat untuk menampung air
2. Gunakan larutan berbasisi alkohol tanpa air (handrub antiseptic)
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
D. Teknik mencuci tangan menggunakan handrub antiseptik (handrub berbasis
alkohol)
Penggunaan handrub antiseptic untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan
sabun antipetik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan
mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal
yang lebih besar. Handrub antiseptic juga berisi emolien seperti gliserin, glisol
propelin, atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan kulit. Teknik untuk
menggosok tangan dengan antiseptic dijelaskan dibawah ini.

Langkah 1: Tuangkan handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh


permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh)
Langkah 2: Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya diantara jari-jari jemari dan dibawah kuku hingga kering
(menggunakan teknik membersihkan tangan; TEPUNG SELACI PUPUT))

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
Teknik Mencuci Tangan

2.6. PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH


2.6.1. PENGERTIAN
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas. Dalam rangka
menurunkan risiko cedera akibat jatuh pada pasien, petugas akan menilai dan
melakukan penilaian ulang terhadap kategori risiko jatuh pasien, serta
bekerjasama dalam memberikan intervensi yang sesuai prosedur. Jatuh adalah
suatu peristiwa di mana seorang mengalami jatuh dengan atau tanpa disaksikan
oleh orang lain, tak disengaja / tak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai,
dengan atau tanpa mencederai dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor
fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin).

2.6.2. TUJUAN
Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien, dengan cara:
A. Mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh dengan menggunakan
Asesmen Risiko Jatuh.
B. Melakukan asesmen ulang pada semua pasien (setiap hari)
C. Melakukan asesmen yang berkesinambungan terhadap pasien yang berisiko
jatuh dengan menggunakan Asesmen Risiko Jatuh Harian
D. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh secara
komprehensif

2.6.3. KEBIJAKAN PANDUAN


A. Skrining Risiko Jatuh
1. Perawat yang bertugas akan melakukan skrining risiko jatuh kepada
setiap pasien dengan menggunakan “Asesmen Risiko Jatuh Harian”
2. Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang setiap harinya
3. Asesmen ulang juga dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan
kondisi fisik atau status mental (lihat Pencegahan dan Manajemen
Jatuh)

B. Instruksi dalam Melengkapi Asesmen Risiko Jatuh Harian


1. Perawat yang bertugas akan mengevaluasi pasien dengan memberi skor
pada setiap kriteria risiko yang dimiliki pasien. Skor ini akan dipakai
untuk menentukan kategori risiko jatuh pada pasien.
2. Pasien akan dikategorikan ke dalam salah satu dari tiga kategori berikut.
(lihat Form Asesmen Risiko Jatuh Harian)

Skor Total Asesmen Risiko Jatuh Risiko Jatuh


0–4 Rendah (R)

5-8 Sedang (S)

≥9 Tinggi (T)
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
3. Perawat yang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan Prosedur
Pencegahan Jatuh, berdasarkan pada:
a. Kategori risiko jatuh
b. Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien
c. Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety
devices)
d. Asesmen Klinis Harian
4. Prosedur Pencegahan Jatuh pada pasien yang berisiko rendah, sedang,
atau tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan peralatan yang
sesuai harus optimal.
5. Dokumentasi atau Pencatatan
a. Pencatatan dilakukan pada setiap pasien dengan menggunakan
Asesmen Risiko Jatuh Harian
b. Semua pasien dengan kategori risiko sedang dan tinggi akan
dilakukan pencatatan status jatuh pada bagian “Rencana Perawatan
Interdisiplin” di sub-bagian ”Proteksi”.
6. Komunikasi
Saat pergantian jam kerja, setiap perawat yang bertugas akan
melaporkan pasien-pasien yang telah menjalani asesmen risiko jatuh
kepada perawat jaga berikutnya.
7. Asesmen ulang
Semua pasien akan dilakukan asesmen ulang oleh perawat yang
bertugas setiap harinya. Setiap perubahan yang terjadi pada kategori
risiko jatuh pasien akan dicatat pada “Rencana Perawatan Interdisiplin”.

C. Prosedur Pencegahan Jatuh untuk Semua Pasien


1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2. Posisikan bel panggilan, pispot, dan pegangan tempat tidur berada
dalam jangkauan
3. Jalur untuk pasien berjalan harus bebas obstruksi dan tidak licin
4. Jauhkan kabel-kabel dari jalur berjalan pasien
5. Posisikan tempat tidur rendah (tinggi tempat tidur sebaiknya ≤ 63,5
cm), dan pastikan roda terkunci
6. Tentukan penggunaan paling aman untuk pegangan di sisi tempat
tidur. Ingat bahwa menggunakan 4 sisi pegangan tempat tidur
dianggap membatasi gerak (mechanical restraint)
7. Menggunakan sandal anti licin
8. Pastikan pencahayaan adekuat
9. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan
10. Bantu pasien ke kamar mandi, jika diperlukan
11. Evaluasi efektifitas obat-obatan yang meningkatkan predisposisi
jatuh (sedasi, antihipertensi, diuretic, benzodiazepine, dan
sebagainya), konsultasikan dengan dokter atau petugas farmasi jika
perlu

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
12. Konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan fisioterapi pada
pasien dengan gangguan keseimbangan/ gaya berjalan/ penurunan
fungsional.
13. Nilai ulang status kemandirian pasien setiap hari
14. Pantau adanya hipertensi ortostatik jika pasien mengeluh pusing
atau vertigo dan ajari pasien untuk bangun dari tempat tidur secara
perlahan
15. Gunakan peninggi tempat dudukan toilet , jika diperlukan
16. Penggunaan alat bantu (tongkat, alat penopang), jika diperlukan
17. Berikan edukasi mengenai teknik pencegahan jatuh kepada pasien
dan keluarganya.

D. Prosedur Pencegahan Jatuh pada Pasien Risiko Sedang dan Tinggi


Langsung diterapkan pada saat pasien memasuki ruang perawatan.
1. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)
2. Kunjungi pasien setiap jam oleh petugas medis dan lakukan pengawasan
ketat
3. Pastikan sepanjang waktu bahwa posisi tempat tidur rendah dan kedua
sisi pegangan tempat tidur terpasang dengan baik
4. Tawarkan bantuan ke kamar mandi setiap 2 jam
5. Batasi aktivitas pasien dan berikan tindakan pencegahan pada pasien
dan keluarga
6. Perawat mengingatkan keluarga untuk membawa alas kaki dan alat
bantu dari rumah (seperti tongkat, alat penopang)
7. Nilai kebutuhan akan fisioterapi
8. Nilai gaya berjalan pasien dan catat dalam bagian Penanganan
Keperawatan di subbagian “Masalah Jatuh”
9. Pastikan pasien menggunakan alat bantu yang sesuai
10. Kolaborasi dengan tim interdisiplin dalam merencanakan Program
Pencegahan Jatuh
11. Pastikan perangkat keselamatan pasien digunakan dan berfungsi
dengan baik

Berdasarkan kategori risiko jatuh pasien, evaluasi penggunaan alat


pengaman dengan mengacu pada Pedoman Penggunaan Alat Pengaman
Sesuai dengan Kategori Risiko Jatuh (lihat Checklist Asesmen Risiko Jatuh,
Strategi Intervensi, dan Alat Pengaman)

Alat Pengaman Kategori Risiko


a. *walker / wheeled walker R, S, T
b. *Tongkat (cane) / quad cane R, S, T
c. wedge / pommel cushion (bantalan) R, S, T
d. dudukan toilet yang ditinggikan R, S, T
e. karpet / tikar anti-licin R, S, T
f. Alarm tempat tidur S, T
g. lap buddy S, T
h. gait belt S, T
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
i. tempat tidur rendah (khusus) T

* penggunaan walker / cane hanya ditujukan pada pasien yang memang


telah menggunakannya sebelum dirawat atau direkomendasikan oleh
fisioterapis.

E. Pada Kasus Pasien Jatuh, dengan atau Tanpa Cedera


Pada pasien yang mengalami kejadian jatuh, prosedur berikut akan segera
dilakukan:
1. Perawat segera memeriksa pasien
2. Dokter yang bertugas akan segera diberitahu untuk menentukan
evaluasi lebih lanjut
3. Perawat akan mengikuti tatalaksana yang diberikan oleh dokter
4. Pindahkan kamar pasien lebih dekat dengan pos perawat (nurse station)
5. Jika pasien menunjukkan adanya gangguan kognitif, sediakan alarm
tempat tidur. Jika kurang efektif, dapat dipertimbangkan untuk
mengunakan tali pengaman (non-emergency restraint)
6. Pemeriksaan neurologi dan tanda vital
a. Pasien yang diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur harus
ditemani oleh petugas dalam 24 jam pertama, lalu dilakukan
asesmen ulang
b. Dengan izin dari pasien, keluarga akan diberitahukan jika pasien
mengalami kejadian jatuh, termasuk cedera yang ditimbulkan
7. Kejadian jatuh akan dicatat dalam bagian “Penanganan Keperawatan” di
subbagian “Masalah”
8. Pengasuh yang menyaksikan kejadian jatuh atau menemukan pasien
jatuh akan mengisi laporan kejadian/insidens dan memberikannya ke
perawat yang bertugas. Kemudian perawat akan meneruskan laporan
insidens ini ke Departemen Penanganan Risiko.
9. Perawat yang bertugas akan melengkapi “formulir jatuh” dan
menyertakannya ke laporan insidens.
10. Resiko jatuh pasien akan dinilai ulang menggunakan asesmen risiko
jatuh harian, lalu akan ditentukan intervensi dan pemilihan alat
pengaman yang sesuai.

F. Kriteria Penggunaan Tempat Tidur Rendah (Khusus)


1. Pada asesmen awal dengan “Asesmen Risiko Jatuh Harian”, pasien
tergolong kategori risiko tinggi
2. Pada asesmen ulang harian, pasien masih berada di kategori risiko tinggi
3. Pasien ‘jatuh’ dalam situasi berikut ini:
a. Pasien mengalami delirium / disorientasi
b. Pasien jatuh saat berusaha turun atau naik tempat tidur

G. Prosedur Menggunakan Tempat Tidur Rendah (Khusus)

Pedoman Keselamatan Pasien


Untuk Keperawatan
1. Pada pasien dengan risiko tinggi, tempat tidur harus berada pada posisi
serendah mungkin. Tempat tidur hanya boleh ditinggikan saat
pemeriksaan medis, penanganan keperawatan, dan atau saat transfer
2. Bantalan diletakkan di sisi tempat tidur yang sering digunakan pasien
untuk turun dari tempat tidur. Pegangan di sisi tempat tidur harus
terpasang dengan baik. Catatan: panjang pegangan di sisi tempat tidur
< ½ panjang tempat tidur sehingga tidak dianggap sebagai pembatas
gerak (mechanical restraint).
3. Pada pasien bukan risiko tinggi, pengaturan tinggi tempat tidur tidak
boleh melebihi 63,5 cm.

H. Prosedur Mengecek Bed Pad Alarm (menggunakan tombol)


1. Hidupkan alarm
2. Cek dengan menekan tombol alarm
3. Alarm berbunyi  dapat dipergunakan (berfungsi dengan baik)
4. Alarm tidak berbunyi  segera ganti dengan alarm lainnya
5. Beritahukan kepada perawat yang bertugas

I. Prosedur Mengecek Pull String Alarm (menggunakan penarikan tali)


1. Hidupkan alarm
2. Tarik tali yang menggantung dari alarm
3. Alarm berbunyi  dapat dipergunakan (berfungsi dengan baik)
4. Alarm tidak berbunyi  segera ganti dengan alarm lainnya
5. Beritahukan kepada perawat yang bertugas (Formulir ASESMEN RISIKO
JATUH HARIAN)

J. Faktor risiko jatuh, dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:


1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi
psikologis
2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan

Selain itu, faktor risiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat
diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor
risiko yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat
terjadi sebelum pasien jatuh.

Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan dengan


kondisi pasien) lingkungan)
Dapat diperkirakan Riwayat jatuh sebelumnya  Lantai basah/silau, ruang
Inkontinensia berantakan, pencahayaan
Gangguan kognitif/psikologis kurang, kabel longgar/lepas
Gangguan  Alas kaki tidak pas
keseimbangan/mobilitas  Dudukan toilet yang rendah
Usia > 65 tahun  Kursi atau tempat tidur beroda
Osteoporosis  Rawat inap berkepanjangan
Status kesehatan yang buruk  Peralatan yang tidak aman
 Peralatan rusak
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
 Tempat tidur ditinggalkan
dalam posisi tinggi
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu terhadap obat-
diperkirakan  Aritmia jantung obatan
 Stroke atau Serangan Iskemik
Sementara (Transient
Ischaemic Attack-TIA)
 Pingsan
 ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)

K. Pencegahan dan Manajemen Jatuh


(Lampiran Form Assesmen Risiko Jatuh Morse , Cheklist Alat Pengaman,
dan Asesmen risiko jatuh humpty dumpty)
1. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2. Sediakan pencahayaan yang adekuat
3. Alas kaki anti-licin
4. Berikan instruksi kepada pasien untuk memanggil petugas jika ingin
turun dari tempat tidur
5. Beri penjelasan mengenai sistem pemanggilan perawat ke ruangan
6. Bel panggilan berada dalam jangkauan, gampang dilihat, serta
pasienmengetahui letak dan cara penggunaannya
7. Tali penarik lampu meja berada dalam jangkauan, terlihat, serta
pasien mengetahui letak dan cara penggunaannya
8. Pertimbangkan untuk menggunakan pengasuh pada pasien dengan
gangguan kognitif
9. Sediakan lingkungan yang aman (rapi, tidak licin, kabel-kabel terikat
dengan rapi, jalur berjalan bersih dari benda-benda yang tidak perlu)
10. Barang-barang pribadi berada dalam jangkauan
11. Posisikan tempat tidur serendah mungkin dengan roda terkunci
12. Mulai mobilisasi secepat dan sesering yang masih diperbolehkan
untuk kondisi pasien
13. Edukasi pasien dan keluarga mengenai pencegahan jatuh
14. Tanda pengenal kepada pasien (gelang berwarna di pergelangan
tangan, tulisan/tanda di depan kamar pasien)
15. Setiap 1-3 jam, tawarkan bantuan untuk ke kamar mandi dan
perawatan
16. Perawatan termasuk mobilisasi pasien, menawarkan minum, dan
memastikan pasien hangat dan nyaman
17. Konsultasikan dengan tim ‘manajemen jatuh’ dan farmasi (tinjau
ulang medikasi)
18. Alarm tempat tidur
19. Alarm di kursi roda
20. Lokasi kamar tidur pasien berdekatan dengan pos perawat (nurse
station)
21. Karpet di samping tempat tidur
22. Tempat tidur rendah
23. Evaluasi oleh tim interdisiplin
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
24. Untuk pasien yang berisiko cedera kepala (misalnya pasien dalam
terapi antikoagulan, gangguan kejang berat, riwayat jatuh mengenai
kepala), pertimbangkan penggunaan pelindung kepala
25. Penggunaan dudukan toilet yang ditinggikan
26. Musik relaksasi
27. Program olahraga / aktivitas
28. Transfer ke sisi yang lebih stabil
29. Secara aktif, libatkan pasien dan keluarga dalam program pencegahan
jatuh
30. Berikan instruksi kepada pasien sebelum memulai aktivitas
31. Penggunaan alat bantu sesuai dengan kebutuhan pasien
32. Menimalisir gangguan /distraksi
33. Periksa ujung anti-selip pada tongkat dan walker
34. Instruksikan pasien untuk menggunakan pegangan

Setelah dilakukan skoring tentukan Tingkat Risiko sebagai berikut:


Tidak Berisiko 0 – 24 Perawatan yang baik
Risiko Rendah 25 – 44 Lakukan intervensi jatuh standar
Risiko Tinggi ≥ 45 Lakukan intervensi jatuh risiko tinggi

Intervensi Jatuh Standar:


1. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi.
2. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau; dekatkan bel dan
telepon; gunakan penerangan yang cukup malam hari; posisi tempat tidur
rendah; terpasang penghalang tempat tidur; serta roda tempat tidur harus selalu
terkunci.
3. Monitor kebutuhan pasien. Keluarga menemani pasien yang berisiko jatuh. Bila
tidak ada keluarga, pasien diminta untuk menekan bel bila membutuhkan
bantuan
4. Edukasi perilaku untuk mencegah jatuh kepada pasien dan keluarga dengan
menempatkan standing akrilik edukasi jatuh di meja samping tempat tidur
pasien.
5. Gunakan alat bantu jalan (walker, handrail).
6. Anjurkan pasien menggunakan kaus kaki atau sepatu yang tidak licin.
7. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh bila ada perubahan kondisi atau pengobatan.

Intervensi Jatuh Resiko Tinggi


1. Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Pasang tanda peringatan risiko
jatuh warna kuning pada bed pasien
2. Lakukan Intervensi jatuh standar
3. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti analisa
cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi spesifik seperti menggunakan
terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi
Pedoman Keselamatan Pasien
Untuk Keperawatan
4. Pasien ditempatkan dekat nurse station
5. Handrail kuat dan mudah dijangkau pasien
6. Siapkan komod dan alat bantu jalan
7. Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran
menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi.
8. Pasien bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet, informasikan cara
mengunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi jangan
dikunci
9. Dampingi pasien
10. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shif (secara berkala)

Pedoman Keselamatan Pasien

Anda mungkin juga menyukai