Anda di halaman 1dari 16

FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat,
2014).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit.

B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
C. Tanda dan Gejala
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di
sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

D. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2013:629)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2011:50)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & suddarth, 2013: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya (Doenges, 2010:629).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
F. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Artery
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat
dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada
luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan
pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot
yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering
pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau
ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat
menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh,
gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit
ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan
leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal
yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus,
atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan
fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular
memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
A. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif
dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan
secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A. Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang
panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban
maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open
Reduction Internal Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
 Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
 Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
 Memantau status neurologi.
 Mengontrol kecemasan dan nyeri
 Latihan isometrik dan setting otot
 Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
 Kembali keaktivitas secara bertahap.

G. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas klien : umur untuk menentukan jumlah cairan yang
diperlukan
b. Keluhan utama ( keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian)
c. Riwayat Kesehatan sekarang: Mulai kapan mual,muntah dan
pusing.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu : melalui kemungkinan pernah
mual,muntah, penyakit penyebab nyeri
e. Riwayat Kesehatan Keluarga : melalui penyakit menular atau
menahun yang mengakibatkan nyeri
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : kesadaran, status nutrisi, RR, TD, suhu.
3. Pemeriksaan Persistem
1. Sistem pernafasan
2. Sistem Kardiovaskuler
3. Sistem Gastrointestinal
4. Sistem Perkemihan
5. Sistem Persyarafan
6. Sistem Immune
7. Sistem Reproduksi
8. Sistem Muskuloskeletal
9. Sistem Endokrin
10. Sistem Integumen
11. Sistem Sensori
12. Sistem Hematologi
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur
2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
tekanan dan disuse
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
5. Kerusakan mobilitas fisik
I. Intervensi

Diagnosa NOC/Tujuan NIC/Intervensi Rasional


Keperawatan
Nyeri akut b/d Setelah dilakukan
Pain manajemen
agent injury tindakan Manajemen nyeri
fisik (fraktur) perawatan selama - Kaji kondisi nyeri yang diberikan
2 x 24 jam nyeri - Observasi respon non diharapkan menekan

akut dapat diatasi verbal stimulus/rangsangan


dengan kriteria: ketidaknyamanan. terhadap nyeri
NOC : - Gunakan kkomunikasi sehingga nyeri
-Tingkatkan teraupetik pasien berkurang.
nyeri, kontrol - Evaluasi pengalaman

nyeri, tingkat nyeri pasien

kenyamanan - Kontrol lingkungan.

-Efek distruptive - Meminimalkan faktor

Clien outcome : pencetus nyeri

-Skala nyeri - Ajarkan teknik non

menurun farmakologi

-Klien merasa - Tingkatkan

nyaman istirahat/tidur

-Kecukupan - Pastikan pasien

istirahat dan menerima analgetik

tidur. - Monitor pemberian

-kemampuan analgesik. Memberikan


aktivitas pengobatan akan
Manajemen medikasi
menekan stimulasi
- Tentukan obat yang
terhadap nyeri
ditentukan sesuai
sehingga nyeri
dengan order.
berkurang
- Monitor efeksivitas
pengobatan
- Monitor tanda-tanda
toxisitas.
- Jelaskan pada pasien
kerja dan efek obat.
- Ajarkan pasien
memperhatikan aturan
pengobatan.

Penkes proses penyakit


Resiko Cidera Setelah dilakukan
tindakan - Kaji tingkat Menurunkan

perawatan selama Pengetahuan pasien ketegangan otot dan

1 x 24 jam cidera tentang Fraktur memfkuskan


dapat dihindari - Jelaskan patofisiologi kembali perhatian
dengan kriteria: fraktur pasien
NOC : - Jelaskan tanda, gejala

Status dan diskusikan terapi

keselamatan yang diberikan.

Injuri fisik
Client outcome :
Manajemen Lingkungan
- Bebas
- Batasi pengunjung
dari cidera
- Pertahankan kebersihan
- Pencegah
tempat tidur.
an Cidera
- Atur posisi paien yang
nyaman
Memberikan posisi
yang nyaman unuk
Kurang Setelah dilakukan Bantuan perawatan
Klien:
perawatan diri tindakan diri dapat membantu
- Berikan posisi yang
b/d kerusakan perawatan selama klien dalam
aman untuk pasien
muskuloskeleta 5 x 24 jam terjadi beraktivitas dan
dengan meningkatkan
l peningkatan self melatih pasien untuk
obsevasi pasien, beri
care dengan beraktivitas kembali.
pengaman tempat tidur
kriteria:
- Periksa sirkulasi periper
NOC :
dan status neurologi
Perawatan diri :
- Menilai ROM pasien
ADL
- Menilai integritas kulit
Client outcome:
- Pasien dapat pasien.
melakukan - Libatkan banyak orang
aktivitas dalam memidahkan
- Kebersihan pasien, atur posisi
diri pasien
Bantuan perawatan diri
terpenuhi
- Monitor kemampuan
pasien terhadap
perawatan diri
- Monitor kebutuhan
akan personal hygiene,
berpakaian, toileting
dan makan
- Beri bantuan sampai
pasien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri
- Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
- Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
- Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin

Kontrol infeksi

- Batasi penginjung
- Pertahankan kebersihan
lingkungan
Setelah dilakukan Meminimalkan
- Ajarkan pasien teknik
Resiko infeksi tindakan invasi
cuci tangan.
perawatan selama mikroorganisme
4 x 24 jam infeksi - Cuci tangna sebelum penyebab infeksi
dapat dicegah dan sesudah kontak
dengan kriteria dengan pasien.
NOC : - Gunakan teknik steril
- Status imun dalam perawtan luka.
- Kontrol infeksi - Kelola antibiotik sesuai
- Kontrol resiko order
Client outcome: - Pertahankankan intake
- bebas tanda nutrisi dan cairan.
infeksi - Jelaskan tandan dan
- Sel darah gejala infeksi
putih dalam
batas normal
Pencegahan infeksi

- Monitor tanda infeksi


- Monitor hasil Lab.
- Jelaskan pada pasien cara
pencegahan infeksi

Monitor vital sign


Mencegah adanya
Terapi ambulasi infeksi lanjutan

- Konsultasi dengan
terapi untuk
perencanaan ambulasi
- Latih pasien ROM
sesuai kemampuan
Setelah dilakukan - Ajarkan pasien
Kerusakan tindakan berpindah tempat Melatih latihan gerak
mobilitas fisik perawatan selama - Monitor kemampuan ekstremitas pasien
b/d kerusakan 5 x 24 jam ambulasi pasien serta mencegah
muskuloskeleta mobilitas fisik adanya kontraktur
l dapat sendi dan atropi otot
ditingkatkan Pendidikan kesehatan
dengan kriteria: - Jelaskan pada pasien
NOC : pentingnya ambulasi
- Ambulasi : dini
- Tingkat - Jelaskan pada pasien
mobilisasi tahap ambulasi
- Perawtan diri
Client outcome :
-Peningkatan
aktivitas fisik

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
NANDA, 2005 – 2006, Nursing Diagnosis : Definitions and Classifications,
Philedelphia, USA
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PADA PASIEN Ny A
Di Ruang Prabu Kresna RSUD K.R.M.T Wongsonegoro

Disusun Oleh :
1. Itsnaini Nur Laila : 1601027

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2018

Anda mungkin juga menyukai