Anda di halaman 1dari 3

Abbu merupakan zat anorganik sisa dari pembakaran suatu bahan organik yaang komposisinya

tergantung pada cara pengabbuan daan jenis bahan yaang digunakan (Sudarmadji, 1989).
Kandungan mineraal dalam bahan pangan dapat diketahui dengan menentukkan kaadar abbu.
Pengabbuan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineraal.
Hal ini dilakukan karena untuk menentukan jumlah mineraal bahan dalam bentuk asli sangat
sulit (Winarno, 1997). Semakin tinggi kaadar abbu maka kemurnian bahan tersebut juga semakin
tinggi. Mineraal yaang tidak terbakar daan menjadi zat yaang dapat menguap disebut kaadar
abbu (Rusky et al, 2014). Sebanyak 96% bahan anorganik daan air terkandung pada bahan
pangan, 4% lainnya adalah unsur mineraal. Unsur mineraal disebut juga zat organik atau kaadar
abbu, dimana kaadar abbu menunjukkan kandungan mineraal pada suatu bahan pangan. Terdapat
dua jenis garam mineraal yaang terkandung dalam bahan pangan, yaitu garam organik daan
anorganik (Akbar Maulana et al, 2016).

Pengabbuan bahan pangan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara kering, cara
konduktrimetri daan cara basah. Praktikum kali ini menggunakan cara kering dimana bahan
yaang akan diabbukan terlebih dahulu dikeringkan sebelum dimasukkan kedalam pemanas.
Pengabbuan cara kering dilakukan dengan tujuan untuk menentukan abbu yaang tidak larut daan
larut air serta abbu yaang tidak larut dalam asam yaang memerlukan waktu relatif lama.
Pengabbuan cara kering dilakukan dengan suhu tinggi daan sampel yaang relatif banyak
(Sudarmadji et al., 1989).

Sampel yaang digunakan dalam praktikum pengukuran kaadar mineraal total adalah teepung
putih telur. Teepung putih telur memilihi ukuran partikel yaang sangat kecil daan halus sehingga
memudahkan dalam proses analisa. Seperti yaang dikatakan Winarno et al., (1980) yaitu proses
pengeringan lebih baik jika pemanasan terjadi pada semua sisi permukaan sampel, yaang berarti
sampel harus memiliki ukuran partikel yaang sangat kecil daan seragam.

Teepung putih telur yaang digunakan harus ditimbang dahulu dalam cawan porselen sebelum
dimasukkan kedalam tanur untuk pengeringan. Cawan porselen digunakan karena dapat
mencapai berat konstan yaang cepat daan tidak mahal, tetapi disamping itu cawan porselen
merupakan alat yaang mudah pecah pada perubahan suhu yaang sangat mendadak (Sudarmadji,
1980). Proses pengeringan sampel dilakukan pada suhu 550o C selama 3 – 5 jam. Lama waktu
pengeringan tergantung sampai didapat berat yaang konstan (berat kering). Pengeringan
bertujuan untuk menghilangkan atau mengeluarkan kandungan air dalam bahan pangan dengan
menguapkan air dengan energi panas (Winarno, 1995). Temperatur proses pengabbuan harus
benar-benar diperhatikan karena komponen abbu banyak yaang mudah menguap pada suhu
tinggi. Suhu tidak sesuai dengan bahan dapat menyebabkan dekomposisi atau koponen bahan
menguap.

Setelah proses pengabbuan selesai, cawan porselen yaang berisi abbu ditimbang. Tetapi
penimbangan harus dilakkan dalam suhu yaang lebih rendah, maka dari itu cawan porselen
yaang berisi abbu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100oC selama 1 malam supaya suhu
turun. Hal ini bertujuan untuk mencegah cawan porselen pecah, karena cawan porselen mudah
pecah pada perubahan suhu yaang mendadak. Setelah itu dimasukkan ke dalam deksikator
selama 15 menit, dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kapur aktif atau kalsium
klorida, sodium hidroksida (Sudarmadji, 1989).

Hasil dari penentuan kaadar abbu teepung putih telur kloter F menunjukkan hasil yaang tidak
memenuhi syarat SNI 01- 4323 – 1996. SNI 01- 4323 – 1996 menyatakan syarat kaadar abbu
teepung putih telur adalah maksimal 5%. Sedaangkan kaadar abbu hasil dari praktikum ini lebih
dari 6%, dimana kelompok F1,F2, F4 daan F5 menunjukkan hasil 6,17% sampai 6,77% daan
kelompok F3 sebanyak 11,50% daan F6 sebanyak 13,27%. Kelompok F3 daan F6 mendapatkan
hasil kaadar abbu lebih tinggi karena cawan porselen digunakan lebih berat dibanding yaang lain,
sehingga mempengaruhi hasil kaadar abbu. Ketidaksesuaian dengan syarat SNI 01- 4323 – 1996
terjadi karena proses pengabbuan yaang tidak sempurna. Pada praktikum ini tidak semua sampel
yaang diabbukan sudah berwarna putih keabbu-abbuan, terdapat beberapa sampel yaang masih
terdapat bintik hitam setelah diabbukan. Hal ini menandakan proses pengabbuan yaang belum
selesai sehingga tidak sempurna. Seharuskan jika hal seperti ini terjadi, sampel harus
dimasukkan kedalam tanur lagi untuk melanjurkan proses pengabburan sampai benar-benar putih
keabbu-abbuan (Sudarmadji, 1989). Pengabbuan yaang tidak sempurna menyebabkan hasil
perhitungan yaang kurang akurat, karena komponen selain mineraal yaang terdapat dalam bahan
pangan ikut terhitung.
Penentuan kaadar abbu digunakan untuk mengetahui baik atau tidak suatu proses pengolahan
bahan pangan, mengetahui jenis bahan yaang digunakan dalam proses pengolahan, menentukan
keaaslian bahan yaang digunakan daan sebagai parameter nilai gizi suatu bahan pangan. Ketika
terdapat abbu yaang tidak larut dalam asam tinggi, berarti terdapat kotoran yaang terkandung.
Penentuan kaadar abbu total merupakan indeks pemurnian makanan yaang dapat diterima secara
luas (Akbar Maulana et al, 2016). Selain itu pengabbuan dengan cara kering memerlukan sedikit
ketelitian daan kemampuan menganalisa kandungan Ca, P, Fe daan K. senyawa K dapat hilang
ketika suhu yaang digunakan terlalu tinggi (Anton dkk, 15-16).

Pengabbuan cara kering dipengaruhi oleh beberapa faktor, contohnya suhu tinggi mempercepat
proses pengabbuan, semakin lama waktu menghasilkan abbu yaang sempurna, zat pengoksidasi
yaang mampu mempercept oksidasi daan pengabbuan, serta jenis bahan dimana bahan yaang
mudah menjadi arang maka proses pengabbuan semkain cepat. Air juga merupakan faktor
penting yaang mempengaruhi kaadar abbu. Air yaang digunakan dalam pengolahan pangan harus
tidak berwarna, tdak berbau, jernih, tidak memiliki rasa daan tidak mempengaruhi kesehatan.
Ketika air yaang digunakan tidak memenuhi syarat maka akan meningkatkan kaadar abbu,
karena terjadi pembentukan pati atau teepung yaang belebih (Eka, 2014).

Mineraal mengandung berbagai senyawa, seperti P, Fe, Ca, Na, K, Mg, S, Co daan Zn. Bahan
pangan yaang banyak mengandung Ca (Kalsium), Potasium (P) daan belerang (S) terdapat pada
telur, susu daan hasil olahannya, kacang-kacangan, sayur, daging, ikan daan buah. Mineraal
yaang terdapat pada bahan pangan biadaanya ditentukan dengan cara pengabbuan atau insinerasi
(pembakaran). Dari proses pembakaran ini senyawa organik rusak, tetapi zat anorganiknya tidak
rusak sehingga meninggalkan mineraal, karena itulah disebut abbu (Winarno, 2004). Tetapi abbu
yaang dihasilkan dari proses ini tidak mengandung nitrogen yaang terkandung dalam protein,
anion organik hilang daan logam menjadi oksidaanya. Pada proses pengabbuan terbentuk
karbonat dari proses penguraian bahan organik (De Man, 1997).

Anda mungkin juga menyukai