Anda di halaman 1dari 24

INDUSTRI HILIR AGRO

GULA

DISUSUN OLEH :

Anisa Nabilah ( 061740421854 )

Jesica Bregita Sihombing ( 061740421861 )

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

2019
PENDAHULUAN

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel.
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun
demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-
sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggur, atau bulir jagung, juga
menghasilkan semacam pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa sebagai
komponen utama. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstraksi
(pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).
Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim
hangat seperti Australia, Brasil, dan Thailand. Hindia-Belanda (sekarang
Indonesia) pernah menjadi produsen gula utama dunia pada tahun 1930-an, namun
kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun
2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak
dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah
Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

Pabrik gula tebu di Hindia Belanda sekitar tahun 1930-an

Pabrik gula tebu di Hindia Belanda sekitar tahun 1930-an


Lain halnya dengan gula bit yang diproduksi di tempat dengan iklim yang
lebih sejuk seperti Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan beberapa
daerah di Amerika Serikat, musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya
di bulan September. Pemanenan dan pemrosesan berlanjut sampai Maret di
beberapa kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan dipengaruhi dari ketersediaan
tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan untuk di proses lebih
lanjut, namum bit yang membeku tidak bisa lagi diproses.
Pengimpor gula terbesar adalah Uni Eropa (UE). Peraturan pertanian di UE
menetapkan kuota maksimum produksi dari setiap anggota sesuai dengan
permintaan, penawaran, dan harga. Sebagian dari gula ini adalah gula "kuota" dari
industry levies, sisanya adalah gula "kuota c" yang dijual pada harga pasar tanpa
subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi membuat negara
lain susah untuk mengekspor ke negara negara UE, atau bersaing dengannya di
pasar dunia. Amerika Serikat menetapkan harga gula tinggi untuk mendukung
pembuatnya, hal ini mempunyai efek samping namun, banyak para konsumen
beralih ke sirup jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat
permen). Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut
di produksi dari jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan pemanis
buatan pembuat minuman dapat memproduksi barang dengan harga yang sangat murah.
SEJARAH GULA

Tanaman tebu diperkirakan sudah sejak lama dibudidayakan di Jawa. Perantau China,
I-Tsing, mencatat bahwa pada tahun 895 M, gula yang berasal dari tebu dan nira kelapa telah
diperdagangkan di Nusantara. Sedangkan menurut catatan perjalanan Marcopolo, hingga
abad ke-12 di Jawa belum berkembang industri gula seperti yang ada di China dan India.
Kedatangan orang Eropa, terutama orang Belanda, pada abad 17 membawa perubahan pada
perkembangan tanaman tebu dan industri gula di Jawa.

Pada pertengahan abad ke-17, industri gula didirikan di sekitar selatan Batavia, dan
dikelola oleh orang-orang China bersama para pejabat VOC. Pengolahan gula saat itu
berjalan dengan proses yang sederhana. Dua buah silinder kayu yang diletakkan berhimpitan
digunakan sebagai gilingan yang diputar dengan tenaga hewan (kerbau) atau manusia. Tebu
dimasukkan di antara kedua silinder, kemudian nira yang keluar ditam-pung dalam bejana
besar yang terdapat di bawah gilingan. Ekspor gula ke Eropa pun berlangsung pada saat itu,
yang berasal dari 130 pengolahan gula (PG tradisional) di Jawa. Se-iring dengan perjalanan
sejarah, jumlah PG di Jawa turun naik berfluktuasi. Ketika India mulai melakukan ekspor
gulake Eropa, industri gula Jawa mengalami persaingan ketat sehingga beberapa diantaranya
tutup. Pada tahun 1745 di Jawa tersisa 65 PG, tahun 1750 bertambah menjadi 80 PG,
kemudian akhir abad XVIII menyusut kembali menjadi 55 PG. Fluktuasi ini diduga berkaitan
dengan perubahan kondisi lingkungan sekitar Batavia yang tidak lagi kondusif untuk
budidaya tebu atau mungkin berkaitan dengan kesulitan permodalan.
Pada awal abad XIX, industri gula yang lebih modern yang dikelola orang-orang Eropa mulai
bermunculan. PG modern pertama didirikan di daerah Pamanukan (Subang) dan Besuki
(Jawa Timur). Akan tetapi, PG tersebut tidak bertahan lama dan meng-alami kebangkrutan
yang diduga akibat masalah perburuhan dan ketersediaan lahan sawah untuk tebu yang
terbatas. Di Pamanukan, investor gula harus membuka lahan-lahan sawah baru yang butuh
modal besar karena lahan sawah yang sudah ada diprioritaskan untuk padi.
Kurun waktu berikutnya industri gula Jawa mulai menggeliat bangkit seiring dengan
diberlakukannya Cultuurstelsel oleh van den Bosch. Liberalisasi industri gula Jawa dipasung.
Semua aktivitas ekonomi (perdagangan gula) swasta dilarang dan dikuasai sepenuhnya oleh
pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1830 Bosch mengembangkan penanaman tebu di
daerah pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur,yang dikelola secara profesional. Sebagian
besar perusahaan keluarga diserahkan kepada para manajer profesional. Modal didukung oleh
Javasche Bank, sedangkan manajemen inti dipegang orang-orang Eropa. Usaha-usaha
penetrasi pasar dilakukan pemerintah Belanda melalui regulasi impor gula dengan
memberikan potongan 15 gulden untuk setiap pembayaran cukai sebanyak 100 gulden.
Tenaga kerja hampir sepenuhnya tidak dibayar alias gratis karena unsur paksaan oleh para
penguasa bumiputra yang berkolaborasi dengan para penjajah. Perubahan kebijakan ini
berhasil baik, dimana 10 tahun kemudian gula dari Jawa mampu mendominasi pasar dunia.
Perkembangan berikutnya, beberapa PG mulai bermunculan di Jawa dengan dukungan
pembangunan infrastruktur besar-besaran terutama dalam penyediaan sarana irigasi.
Kebangkitan industri gula di Jawa pada masa itu sebenarnya terkait juga dengan perubahan
teknologi. Margarete Leidelmeijer dalam studi Doktornya di Universitas Teknologi
Eindhoven, Belanda, tahun 1995 menulis disertasi tentang industri gula di Jawa berjudul Van
suikermolen tot grootbedrift. Technische vernieuwing in de Javasuikerindustrie in de
negentiende eeuw atau dalam terjemahan bebas kira-kira artinya “dari pengolahan gula
sederhana ke pabrik-inovasi teknik pada industri gula Jawa abad sembilan belas” (No. 25
dalam seri NEHA 111, Dutch Guilders). Menurut Leidelmeijer, sejak Cultuurstelsel
diberlakukan teknologi industri gula Jawa sebagian mengadopsi teknologi pengolahan gula
bit di Eropa, salah satunya dengan menggunakan pan masak vacuum. Selain itu, dukungan
para insinyur dan peneliti di Belanda yang difasilitasi kantor Kementerian Pemerintahan
Kolonial ikut terlibat dalam pengembangan industri gula Jawa. Kontak antara para pelaku
industri gula di Jawa dan Eropa saat itu cukup intensif. Mereka saling bertukar informasi
tentang teknologi processing gula tebu dan gula bit. Industri gula Jawa pada akhirnya
berkembang cukup pesat dan bahkan menjadi acuan bagi industri gula tebu dunia lainnya.
Inovasi teknologi prosesing gula tebu yang dimulai abad XIX tersebut, kemudian
disempurnakan dengan berbagai inovasi teknologi di abad XX hingga saat ini masih bertahan
dan dipa-kai oleh sebagian besar PG Jawa.

Macam-macam Gula

Di pasar, dapat kita temukan beberapa macam gula yang dibagi berdasarkan bahan gula
tersebut:
1. Gula merah
Gula merah atau gula Jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang
dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma,
seper-ti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah yang dipasarkan dalam bentuk bubuk
curah disebut sebagai gula semut.
2. Gula tebu
Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama
bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan
yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan
kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut
kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian
dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan.
Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasa-nya sambil diaduk)
untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal
juga dapat digunakan pada proses kristalisasi.
3. Gula bit
Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi
dengan air panas. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan
kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk
lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30% saja. Gula
kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula dipisahkan de-ngan
mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada proses
kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil
gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih
yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.
Jenis-jenis Gula

1. White Sugar
Ada banyak jenis gula pasir, dan sebagian khusus hanya dipakai dalam industri
makanan dan juru masak professional dan tidak dijual di supermarket. Jenis gula pasir
ini dibedakan pada ukuran kristalnya. Setiap ukuran kristal memberikan karakteristik
yang unik sehingga gula tersebut tepat untuk dipakai pada jenis makanan tertentu.
 Bakers Special Sugar – Ukuran kristal pada gula ini jauh lebih halus daripada gula
buah. Sesuai dengan namanya, jenis gula ini hanya dibuat untuk industri bakery. Gula
ini dpakai untuk taburan pada donat dan cookies, juga pada beberapa resep cake untuk
memberikan tekstur yang halus.
 Castor / Caster Sugar – Gula jenis ini adalah gula yang amat sangat halus (superfine
sugar) sehingga akan seketika larut dalam adonan.
 Confectioners atau Powdered Sugar – Gula ini disebut icing sugar di Inggris dan
sucre glace di Perancis. Gula ini adalah gula pasir yang digiling sehingga menjadi
bubuk kemudian ditapis. Gula ini juga diberi tambahagn 3% tepung jagung untuk
mencegah penggumpalan. Gula bubuk ini digiling menjadi 3 jenis kehalusan.
Confectioners sugar yang dijual di supermarket adalah yang paling halus di antara
ketiganya, dan digunakan dalam membuat icing, permen dan whipped cream. Dua
jenis gula bubuk lainnya hanya digunakan untuk industri bakery.
 Coarse Sugar – Juga dikenal dengan nama pearl atau decorating sugar. Sesuai
dengan namanya, ukuran kristal pada gula ini lebih besar daripada gula “biasa”. Gula
ini diperoleh ketika sirup gula yang kaya sukrosa dibiarkan mengkristal. Ukuran
kristal yang besar membuat gula ini tidak berubah warna dan tidak terurai menjadi
fruktosa dan glukosa pada temperatur tinggi saat dimasak. Karakter-karakter ini
membuat gula ini tepat untuk membuat fondant, permen dan liquor.
 Date Sugar – Date sugar sebetulnya lebih merupakan sejenis makanan daripada jenis
gula. Gula ini didapat dari kurma yang dikeringkan dan digiling, sehingga
mengandung serat yang tinggi. Penggunaannya sangat terbatas karena harganya dan
juga karena gula ini tidak larut dalam cairan.
 Fruit Sugar – Gula ini sedikit lebih halus dari gula “biasa” dan digunakan pada
campuran kering seperti gelatin, pudding atau minuman bubuk. Ukuran kristal pada
fruit sugar lebih seragam, sehingga tidak ada butir-butir gula yang lebih besar di dasar
kotak / bungkusnya. Karakter ini penting untuk bahan campuran kering.
 Granulated Sugar – Juga disebut gula meja atau gula putih. Gula jenis ini sangat
popular bagi para konsumen, karena umum digunakan di rumah. Seringkali digunakan
dalam banyak resep hidangan. Karakter utama yang membedakan gula ini dengan
jenis gula lainnya adalah warnanya yang seputih kertas dan kristal yang halus.
Sugar cubes – Terbuat dari gula putih yang dilembabkan, di-press dalam cetakan,
kemudian dikeringkan.
 Raw Sugar – Gula mentah ini diperoleh sebelum tetes diangkat dari gula dalam
proses pembuatan gula. Jenis gula yang popular adalah Demerara sugar dari Guyana
dan Barbados sugar. Turbinado sugar adalah jenis raw sugar yang sudah dibersihkan
dari berbagai kontaminasi dengan cara penguapan (steam). Gula ini berwarna
kecoklatan dengan rasa molase yang ringan.
 Sanding Sugar – Juga disebut coarse sugar. Gula dengan kristal besar ini digunakan
dalam industri bakery dan permen sebagai taburan pada produk-produk bakery.
Kristal yang besar merefleksi cahaya dan memberikan tampilan berkilau pada produk.
 Superfine, Ultrafine, atau Bar Sugar – Ukuran kristal pada jenis gula ini adalah
yang paling halus dari semua jenis gula putih lainnya. Tepat untuk digunakan pada
cake dan meringue dengan tekstur rumit, juga untuk pemanis buah-buahan dan
minuman dingin karena sangat mudah larut. Di Inggris, gula ini dikenal dengan nama
castor sugar, sebutan yang diperoleh dari jenis shaker /wadah dari gula ini ketika
dijual.

2. BROWN SUGAR
 Brown Sugar – Gula ini menyimpan sebagian sirup molase yang memberikan rasa
khas yang menyenangkan. Dark Brown Sugar berwarna lebih gekap dengan rasa
molase yang lebih keras dibandingkan dengan Light Brown Sugar. Jenis light
umumnya digunakan untuk jenis hidangan yang dipanggang dan untuk membuat
permen butterscotch, kondimen dan glaze. Dark brown sugar tepat untuk dipakai
dalam membuat gingerbread, mincemeat, dan jenis-jenis hidangan yang kaya rasa.
 Demerara Sugar – Populer di Inggris, gula ini termasuk light brown sugar dengan
kristal besar berwarna keemasan dan agak lengket. Seringkali digunakan dalam teh,
kopi atau dituangkan
di atas cereal.
 Muscovado atau Barbados Sugar – Gula specialty dari Inggris ini berwarna coklat
gelap dan mempunyai rasa molase yang keras dan khas. Butiran kristal gula ini kasar
dan lebih lengket dibanding brown sugar biasa.
Free-flowing Brown Sugar – Jenis gula ini adalah produk khusus yang dibuat dengan
proses co-crystallization. Proses ini menghasilkan brown sugar bubuk yang sangat
halus dan tidak selembab brown sugar biasa. Karena tidak terlalu lembab, gula ini
tidak menggumpal.
 Turbinado Sugar – Gula ini adalah gula mentah yang sudah melalui sebagian proses
dimana lapisan molase di bagian atas sudah diangkat. Warnanya kekuningan dengan
rasa lembut brown sugar, dan seringkali digunakan pada teh dan minuman lainnya.

3. LIQUID SUGAR
 Liquid Sugar – Ada beberapa jenis gula cair. Gula cair (sukrosa) adalah gula putih
yang sudah dilarutkan dalam air sebelum digunakan. Produk ini ideal untuk resep-
resep yang menggunakan gula cair. Amber Liquid Sugar berwarna lebih gelap dan
dapat digunakan pada makanan jika ingin mendapatkan warna kecoklatan.
 Invert Sugar – Sukrosa dapat dipecah menjadi dua komponen gula (glukosa dan
fruktosa). Proses ini disebut inversi, dan produk yang dihasilkan dinamakan inverse
sugar. Gula ini dipasarkan dalam bentuk produk cair yang mengandung glukosa dan
fruktosa dalam jumlah yang sama. Karena fruktosa lebih manis dari glukosa maupun
sukrosa, gula ini lebih manis daripada gula putih. Gula ini digunakan dalam industri
makanan untuk menghambat kristalisasi gula dan menahan kelembaban dalam
makanan yang dibungkus. Jenis invert sugar yang mana yang digunakan tergantung
pada fungsi yang mana yang diperlukan – menghambat proses kristalisasi atau
menahan kelembaban. Juru masak menggunakan invert sugar manakala sebuah resep
mengharuskan untuk merebus gula dengan api kecil dalam campuran air dan juice
lemon.
GULA JAGUNG
1. Pemanis
Berdasarkan proses produksi dikenal suatu jenis pemanis yaitu sintetis dan natural.
Sedangkan berdasarkan fungsinya dibagi dalam dua kategori yaitu bersifat nutritif dan non-
nutritif. Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh dari pemanis ini antara lain
taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin. Pemanis natural dihasilkan dari proses
ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis, contohnya sukrosa,
glukosa, fruktosa, sorbitol, mantitol, dan isomalt.
Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat menghasilkan kalori atau energi sebesar 4
kalori/gram. Sedangkan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk
meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan
sedikit energi atau sama sekali tidak ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam
manajemen mengatasi kelebihan berat badan, kontrol glukosa darah, dan kesehatan gigi.
Penggunaan gula jagung sebagai pemanis merupakan salah satu contoh pemanis non-nutritif.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi
pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural
mulai banyak digunakan. Hal ini juga ditunjang oleh tren back to naturedan adanya
kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi. Penggunaan
pemanis natural juga dipacu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek
samping dalam penggunaan pemanis sintetis, yaitu bersifat karsinogenik.
Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk: mengembangkan jenis
minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan
dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi
pemanis utama. Selain itu, pemanis alternatif dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan
untuk penderita diabetes atau gula tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya.
Tren saat ini menunjukkan adanya penggunaan kombinasi dua jenis pemanis untuk
produk tertentu. Kombinasi ternyata menyebabkan sinergi pada tingkat kemanisan, sehingga
menguntungkan karena akan mengurangi pemakaian jumlah pemanis dan meningkatkan cita
rasa produk. Pemilihan penggunaan bahan pemanis alternatif yang baik biasanya didasarkan
pada sifat-sifatnya yang menyerupai sukrosa, yaitu tingkat kemanisan mendekati sukrosa,
tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai cita rasa yang menyenangkan, aman dikonsumsi,
dan mudah larut.
Salah satu contoh dari kombinasi tersebut adalah Gula jagung merupakan gula yang
diekstraksi dari tanaman jagung. Gula jagung ini dikatakan baik bagi penderita diabetes
karena termasuk kedalam jenis pemanis non-nutritif yang memiliki kadar kalori cukup rendah
yang sangat bagus untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah. Gula jagung ini termasuk
kedalam jenis gula dari pati-patian yang sering disebut juga sebagai High Fructose Syrup
(HFS). HFS yang berbentuk cair sangat menguntungkan untuk penggunaan industri
minuman. Tetapi sekarang HFS juga banyak digunakan di industri beralkohol, makanan
hewan, permen, softdrink, makanan dan farmasi. Kandungan utama gula jagung adalah
glukosa dan fruktosa, kadar fruktosa antara 42% -90%.
2. Karakteristik Gula Jagung
HFS merupakan kelompok sirup jagung melalui proses enzimatis untuk meningkatkan
kandungan fruktosa. Gula jagung memiliki karakteristik warna putih, manis seperti gula-gula
lainnya. Selain itu, gula jagung kadar kalorinya rendah dibandingkan dengan gula-gula
lainnya. Berikut beberapa bentuk dari gula jagung:
 HFS 90 (banyak digunakan dalam produk baking) yang rata-rata terdiri dari 90%
fruktosa dan 10% glukosa
 HFS 55 (banyak digunakan dalam produk minuman ringan) yang rata-rata terdiri dari
55% fruktosa dan 45% glukosa
 HFS 42 (banyak digunakan dalam produk minuman olahraga) yang rata-rata terdiri
dari 42% fruktosa dan 58% glukosa

3. Pembuatan Gula Jagung

Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan tersedianya
substrat pati jagung dan enzim isomerase yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa.
Kini telah berkembang penggunaan “immobilized enzymes”, suatu enzim yang dikurung
dalam sejenis kapsul, sehingga substrat dan produknya saja yang dapat masuk ke luar, sedang
enzimnya tidak ke luar (immobilize) dari kapsulnya. Dengan demikian penggunaannya dapat
berulang-ulang, sampai mengalami stadium “fatigue”. Salah satu produk HFCS (yang
pertama diproduksi) mengandung 71% padatan terlarut, dengan susunan 42% fruktosa, 52%
dekstrosa (glukosa) dan 6% gula-gula lain. Karena kandungan dektrosanya, suhu
penyimpanan sebaiknya dilakukan pada 80 – 90 oF, untuk mencegah terjadinya kristalisasi
glukosa.
Berikut Tahapan Dalam Pembuatan Gula Jagung
a. Likuifikasi
Kanji pati jagung (40 – 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim
amilase dan kofaktor. pH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan
kemudian dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 104oC.
Dengan tekanan uap, mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.
Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu 93oC selama 60 menit
sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada tahap tersebut seluruh pati telah
dirubah sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 –20.
Untuk per ton pati diperlukan enzym liquifaction (amylase sebanyak 1.15 kg, enzim
sakarifikasi 0.85 kg, enzim isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, “active carbon” 6.00 kg. NaCI
10.9 kg dan HCI 56.20 kg). Untuk perhitungan tahun 1983 biaya bahan tambah tersebut
meliputi Rp. 80.000,- per ton HFCS.
b. Sakarifikasi
Campuran didinginkan sehingga mencapai 600C, suhu yang optimal untuk proses
sakarifikasi. Karena reaksinya eksoterm maka ada kecenderungan proses menyebabkan
bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu sangat
penting pada tahap sakarifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 – 98.
c. Refining sirup dekstrosa
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum yang
mampu menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas dikeringkan untuk
kemudian dibuat pellet untuk makanan ternak.
Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan ion
exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif biasanya
terdiri dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dengan “retention time”
400 jam, yang diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin distribusi sehomogen
mungkin. Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki “ion
exchange” dan kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut dalam
sirup. Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan
residu protein atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif. Tahap
berikutnya adalah pengentalan kembali dengan dilakukan evaporator.
d. Isomerisasi
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya
memilih berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi yang
berbeda. Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat
dirubah menjadi glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase.
Proses perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-isomerization”. Karena enzim tersebut
“reversible” artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk akhir selalu
merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa. Relatif komposisi campuran dari
kedua jenis gula tersebut dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi, suhu dan keasaman
dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose yang diproduksi mengandung fruktosa
42%, 50% glukosa dan 8% oligomerasi (gula lain).
Sirup kental dengan kadar padatan 45% dimasukkan ke dalam isomerasi selama 15
menit untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup dipompakan
ke dalam kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu kasar dan suhu tepat (60OC)
diatur secara cermat, dilakukan di aerasi dalam kolom sehingga mencapai kevakuman 254
mm Hg dan enzim gluko-isomerasenya telah pula disiapkan. Adanya oksigen terlarut dapat
memblokir reaksi isomerasi.
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan kolom
reaktor (fixed bed, densiflow) dan beberapa “immobilized enzym” kolom reaktor. Enzim
dalam kolom secara cepat berubah secara isomerisasi, glukosa menjadi fruktosa. Kadar sirup
glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42.5 – 43 persen agar “flowrate”nya konstan.
e. Refining HFS
“High Fructose Syrup” yang diperoleh kemudian ditampung dalam tangki penampung
dan kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan “ion-exchange” kolom seperti yang
digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa. Karbon aktif mengambil senyawa
berwarna yang terjadi selama proses isomerasi dan “ion-exchange” mengambil garam
anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi sehingga kadar abu dapat ditekan menjadi
serendah mungkin. Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah
diskolom HFS untuk meningkatkan kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan
terlarut 71 persen, disaring lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki penyimpanan.

MANFAAT Gula Jagung


Gula Jagung memiliki manfaat yang cukup banyak yaitu :
1. Pemanis rendah kalori bagi penderita diabetes
Gula putih dan gula merah merupakan karbohidrat sederhana yang sangat mudah diserap oleh
tubuh. Dalam jumlah yang besar atau berlebihan karbohidrat sederhana menyebabkan
meningkatnya kadar gula dalam darah dengan cepat. Gula jagung merupakan pemanis non-
nutritif yang memiliki kadar kalori cukup rendah yang sangat bagus untuk mengontrol kadar
glukosa dalam darah.
2. Pemanis rendah kalori untuk makanan diet
Rendahnya kadar kalori gula jagung menyebabkan gula jagung banyak digunakan sebagai
pemanis substitusi. Gula jagung juga dapat digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita
rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak
ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam mengatasi kelebihan berat badan.
3. Meningkatkan cita rasa dan aroma
Dengan citarasa dan aroma yang bersih maka tidak akan membuat citarasa yang menyimpang
apabila digunakan dalam jumlah yang sesuai
4. Tingkat kemanisan yang lebih tinggi dari sukrosa
Gula jagung merupakan kombinasi dua jenis pemanis yaitu fruktosa dan glukosa yang saling
bersiergi sehingga mempunyai tingkat kemanisan yang lebih tinggi.
5. Memperbaiki sifat-sifat fisik
6. Memperbaiki sifat-sifat kimia
7. Sebagai pengawet
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling
sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang.
Ada kepercayaan bahwa pemanis berkalori adalah sumber dari berbagai penyakit
kronik seperti kegemukan, penyakit gula, penyakit jantung, karies gigi bahkan gangguan
tingkah laku. Sesungguhnya kepercayaan tersebut tidak sepenuhnya benar. Dalam jumlah
tertentu kita sangat membutuhkan pemanis berkalori. Pemanis berkalori memang bisa
menimbulkan masalah bila dikonsumsi secara berlebihan, tapi hal ini pun tentu berlaku untuk
unsur-unsur nutrisi lain. Keseimbangan adalah faktor terpenting untuk diperhatikan.

Tabel 1. Tingkat kemanisan beberapa gula terhadap sukrosa


Gula Tingkat kemanisan Gula Tingkat kemanisan
Sukrosa 100 D-Mannitol 69
Galactitol 41 D-Mannosa 59
D-Fruktosa 114 Raffinosa 22
D-Galaktosa 63 D-Rhamnosa 33
D-Glukosa 69 D-Sorbitol 51
Gula invert 95 Xylitol 102
Laktosa 39 D-Xylose 67
Maltosa 46
GULA STEVIA

1. Latar Belakang
Konsumsi gula di Indonesia dapat dikatakan cukup tinggi, karena hampir semua
makananmenggunakan bahan tersebut untuk mengolah makanan.Konsumsi gula yang tinggi
ini dapat berakibat pada penyakit diabetes mellitus karenaasupan gula yang tinggi
mengakibatkan pankreas bekerja keras memproduksi insulin yang digunakan tubuh untuk
menormalkan kadar gula dalam darah. Namun pada akhirnya, pankreas akan kelelahan
sehingga produksi insulin akan menurun dan tidak mampu menormalkan kadar gula dalam
darah. Pada akhirnya kadar gula dalam darah menjadi tinggi dan menimbulkan penyakit
diabetes mellitus.
Penderita diabetes mellitus, obesitas, dan orang yang sedang diet gula sangat
membutuhkan pemanis sintesis sebagai pengganti gula karena nilai kalorinya yang rendah
dan sulit dicerna tubuh. Industri makanan maupun minuman juga telah banyak yang
menggunakan pemanis sintesis untuk menggantikan gula tebu karena faktor ekonomi.
Pemanis sintesis memiliki harga yang lebih murah daripada gula tebu, memiliki tigkat
kemanisan yang jauh lebih tinggi, diproduksi melalui rekayasa kimia sehingga dapat
diproduksi dengan jumlah yang tinggi tanpa memperhatikan faktor lahan perkebunan. Namun
pemanis sintesis sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan kanker jika
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama (karsinogenik), tidak aman bagi ibu hamil atau
menyusui, atau bagi penderita fenilketonuria (aspartame mengandung asam amino
fenilalanin), sehingga diperlukan pemanis dengan nilai kalori rendah dan aman bagi
kesehatan, salah satunya yaitu stevia.
Pemanis stevia berasal dari tumbuhan dan diperoleh melalui ekstraksi daun stevia,
sehingga penggunaanya lebih aman. Keunggulan stevia yaitu tidak menyebabkan kanker (non
karsinogenik), karies gigi, dapat mencegah obesitas, menurunkan tekanan darah tinggi, dan
kandungan kalori yang rendah dengan tingkat kemanisan yang jauh lebih tinggi daripada gula
tebu yaitu 300 kali lebih manis. Keunggulan lainnya yaitu pembudidayaan stevia yang
mudah, pertumbuhannya yang relatif tidak lama yaitu tiga hingga empat bulan, dan
mengandung vitamin, protein, kalsium dan lain-lain yang bermanfaat bagi tubuh. Oleh karena
itu pemanis stevia dapat menjadi alternatif yang berpotensial untuk menggantikan pemanis
sintesis.

2. Pembahasan
Daun Stevia dan Kandungannya
Stevia telah digunakan sebagai pemanis alami selama bertahun-tahun di berbagai negara,
antara lain di negara-negara Amerika Selatan dan Jepang. Di Jepang dan Brazil stevia
digunakan sebagai bahan aditif makanan yaitu pemanisnon-kalori (Madan, S2010)
Pemanis stevia yang berasal dari daun Stevia rebaudiana Bertoni merupakan tumbuhan
perdu asli dari Paraguay. Daun stevia mengandung pemanis alami non kalori dan mampu
menghasilkan rasa manis 200-300 kali dari sukrosa. Stevia merupakan pemanis alam yang
berasal dari tanaman Stevia rebudiana Bertoni dan telah digunakan oleh beberapa Negara
sebagai pemanis alami pengganti gula.
Daun stevia mengandung: apigenin, austroinulin, avicularin, beta-sitosterol, caffeic acid,
kampesterol, kariofilen, sentaureidin, asam klorogenik, klorofil, kosmosiin, sinarosid,
daukosterol, glikosida diterpene, dulkosid A-B, funikulin, formic acid, gibberellic acid,
giberelin, indol-3-asetonitril, isokuersitrin, isosteviol, jihanol, kaempferol, kaurene, lupeol,
luteolin, polistakosid, kuersetin, kuersitrin, rebaudiosid A-F, skopoletin, sterebin A-H,
steviol, steviolbiosid, steviolmonosida, steviosid, steviosid a-3, stigmasterol, umbelliferon,
dan santofil (5). Kandungan utama daun stevia adalah derivat steviol terutama steviosid (4-
15%) ,rebausid A (2-4%) dan C (1-2%) serta dulkosida A (0,4-0,7%) (Mariana dan Ani
2011)
Pemanis dalam tanaman stevia dapat diperoleh dengan proses ekstraksi. Ekstraksi adalah
kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Proses ekstraksi secara umum dapat dilakukan
dengan cara maserasi, perkolasi, refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet, digesi, dan infusa
(Dian et al, 2014).
Kualitas daun stevia dipengaruhi banyak faktor lingkungan seperti jenis tanah, irigasi,
penyinaran dan sirkulasi udara. Selain itu juga dipengaruhi oleh gangguan bakteri dan jamur.
Kualitas pemanis stevia didasarkan atas aroma, rasa, penampilan dan tingkat kemanisannya.
Tidak seperti pemanis lainnya, stevia tidak memberikan rasa pahit atau after taste. Rahasia
kemanisan stevia terletak pada molekul kompleksnya yang disebut steviosid yang merupakan
glikosida tersusun dari glukosa, sophorose dan steviol. Stevia menawarkan banyak
keuntungan bagi kesehatan yang telah dibuktikan oleh lebih dari 500 penelitian, diantaranya:
Tidak mempengaruhi kadar gula darah, aman bagi penderita diabetes, mencegah kerusakan
gigi dengan menghambat pertumbuhan bakteri di mulut, membantu memperbaiki pencernaan
dan meredakan sakit perut. Baik untuk mengatur berat badan, untuk membatasi makanan
manis berkalori tinggi (Mariana dan Ani 2011).
Stevia dapat digunakan sebagai pemanis berkalori rendah bagi penderita diabetes karena
disamping berkalori rendah mempunyai sifat hipoglikemik yang berarti untuk menurunkan
dan menjaga kadar gula darah. Steviosid mempunyai efek antihiper-glikemik dengan
meningkatkan respon insulin dan menekan kadar glukagon dan antihipertensi, secara nyata
menekan tekanan darah sistolik dan diastolik pada hewan coba dan manusia. Menurut EFSA
(2010), batas konsumsi atau acceptable daily intake (ADI) untuk pemanis stevia yaitu 4
mg/kg body weight/day.

3. Proses Pengolahan Pemanis Stevia


Proses pengolahan pemanis stevia terdiri dari proses panen dan pasca panen. Namun,
pada makalah ini hanya akan dibahas proses pasca panen. Salah satu proses yang sangat
mempengaruhi dalam pengolahan pemanis stevia dalah proses ekstraksi. Ekstraksi adalah
kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak
dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Proses ekstraksi secara umum dapat dilakukan
dengan cara maserasi, perkolasi, refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet, digesi, dan infusa.
Proses pengolahan pemanis stevia terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengeringan, ekstraksi,
dan pemurnian.
Pencucian

Pengecilan Ukuran

Pengeringan
(T: 40-70 OC, t: 5-24 jam)

Ekstraksi
(T: 100 OC, t: 30 menit

Penyaringan

Pemurnian

Spray Dryer

Finish product

Gambar 1 Diagram alir proses ekstraksi daun Stevia rebaudiana (Bertoni)

Tahap awal dalam pengolahan pemanis stevia adalah pencucian. Daun stevia yang telah
dipetik dan disortasi dicuci terlebih dahulu sebelum dikeringkan. Tujuannya adalah
menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan daun, seperti pasir, debu, dan tanah.
Setelah pencucian, tahap selanjutnya adlah pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran dilakukan
dengan menggunakan blender kering atau dapat juga menggunakan mortar, kemudian
dilakukan penyeragaman ukuran menggunakan saringan mesh (40-80 mesh). Pengecilan
ukuran sangat penting peranannya karena dengan direduksinya ukuran maka luas permukaan
bahan per satuan berat menjadi luas dan kontak yang terjadi dengan pelarut akan semakin
efisien (Herdimas dan Wahono 2014).
Pengeringan stevia bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga mikroorganisme
dan enzim tidak berkembang. Pengeringan daun stevia dapat dilakukan dengan menjemur di
bawah sinar matahari atau dengan alat pengering oven. Pengeringan stevia dapat dilakukan
pada suhu 40-50OC selama 24-48 jam (Mishra et al 2010 di dalam Djajadi 2014) atau 70 OC
selama 5 jam. Proses akhir pengeringan ditandai dengan daun stevia yang berwarna hijau
kekuningan. Mutu daun stevia kering berkadar air maksimum 10%. Proses pengeringan akan
membutuhkan waktu yang lebih cepat dengan semakin tingginya suhu pengeringan. Hal ini
disebabkan karena dengan meningkatnya suhu maka penguapan air dalam bahan akan lebih
cepat. Kadar air pada daun diharapkan maksimum 10%. Semakin rendah kadar air daun
stevia maka daya simpan semakin lama dan kerusakan akibat aktifitas serangga, jamur, dan
enzim semakin kecil (Erliza dan Fifi 2010). Suhu pengeringan mempengaruhi penampakan
daun stevia kering yang dihasilkan. Pada suhu 60 OC, warna daun masih hijau sedangkan
pengeringan di atas 60OC menyebabkan daun menjadi coklat. Hal ini didukung oleh
penelitian Atmawinata (1986) di dalam Erliza dan Fifi (2010) menyatakan bahwa warna daun
stevia menjadi hijau kecoklatan pada suhu pengeringan di atas 80OC. Perubahan warna ini
diakibatkan oleh reaksi maillard, yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino.
Kemungkinan lain adalah terbentuknya senyawa pheophytin akibat reaksi antara klorofil
dengan semua asam yang menguap pada waktu proses pengeringan. Untuk mendapatkan
daun kering yang berkadar air rendah, kadar steviosida tidak berubah dan masih berwarna
hijau dan maka dipilih pengeringan dengan suhu 60 OC selama 10 jam (Erliza dan Fifi 2010).
Setelah dikeringkan, tahap selanjutnya adalah proses ekstraksi.
Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut air yang bersifat polar. Hal ini
dikarenakan senyawa glikosida bersifat polar. Sebelum diekstrak, daun stevia kering dapat
juga diperkecil ukurannya. Pengecilan ukuran sangat penting peranannya karena dengan
direduksinya ukuran maka luas permukaan bahan per satuan berat menjadi luas dan kontak
yang terjadi dengan pelarut akan semakin efisien. Semakin kecil ukuran partikel akan
memperluas permukaan bidang singgung zat pelarut dengan bahan yang diekstrak sehingga
komponen stevioside yang terkekstrak akan semakin tinggi (Herdimas dan Warhono 2014).
Proses ekstraksi dapat dilakukan pada suhu 70-100 OC selama 30-60 menit. Proses ekstraksi
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan perbandingan pelarut.
Suhu ekstraksi berpengaruh terhadap ekstraksi, semakin tinggi suhu maka akan
mempercepat ekstraksi sehingga hasilnya juga akan bertambah sampai titik jenuh tertentu.
Pada suhu 100OC, diperoleh kadar stevioside dan total gula dengan jumlah paling besar.
semakin tinggi suhu mengakibatkan pori-pori pada bubuk stevia cenderung lebih terbuka, sel-
sel akan mudah hancur dan melarutkan stevioside dalam air lebih cepat sehingga
meningkatkan jumlah stevioside yang terekstrak (Herdimas dan Warhono 2014). Hal ini
sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion) yang menyatakan bahwa suhu
berpengaruh nyata terhadap kecepatan difusi air. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai
difusivitas efektif pelarut dan nilai koefisien transfer massa cenderung meningkat. Selain
waktu, faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan ekstraksi adalah waktu ekstraksi.
Semakin lama ekstraksi maka komponen yang terekstrak bertambah sampai titik jenuh
tertentu. Semakin lama waktu ekstraksi maka akan memberikan kesempatan untuk
bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga komponen bioaktif dalam
larutan akan meningkat hingga mencapai titik jenuhnya (Herdimas dan Warhono 2014).
Herdimas dan Warhono (2014) menyatakan suhu ekstraksi terbaik adalah pada suhu 100OC
dengan waktu ekstraksi selama 30 menit.
Perbandingan jumlah pelarut dengan bahan berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi
tetapi jumlah yang berlebihan tidak akan mengekstrak lebih banyak. Pada jumlah tertentu,
pelarut dapat bekerja secara optimal. Semakin besar perbandingan air dengan bubuk stevia
maka kadar stevioside pada sari stevia semakin kecil, hal ini dikarenakan semakin besar
perbandingan air pelarut yang ditambahkan maka semakin besar fraksi air sehingga kadar
stevioside dalam larutan mengalami penurunan. Herdimas dan Warhono (2014) menyatakan
kadar stevioside dan total gula terbesar terdapat pada perbandingan air dengan bahan sebesar
1:30 (b/v). Setelah proses selesai, campuran disaring menggunakan kertas saring atau kain
saring untuk memisahkan filtrat dengan residu.
Filtrat yang diperoleh berwarna coklat kemerahan sampai hijau kehitaman. Warna ini
diperkirakan berasal dari senyawa bukan gula yang terkandung pada daun stevia, seperti
klorofil, alkaloid, tanin, steroid, flavonoid dan makromolekul yang larut dalam air (Erliza dan
Fifi 2010). Cramer dan Ikan (1986) di dalam Erliza dan Fifi (2010) menyatakan bahwa daun
tanaman stevia rebaudiana mengandung campuran dari diterpen, triterpen, tanin,
stigmasterol, minyak yang mudah menguap dan delapan senyawa manis diterpen glikosida.
Delapan glikosida diterpen yang menyebabkan daun tersebut terasa manis, yaitu steviosida,
steviolbiosida, rebaudiosida A – E dan dulkosida A. Selain itu juga stevia mengandung
protein, karbohidrat, fosfor, besi, kalsium, potasium, sodium, flavonoid, zinc (Seng), vitamin
C dan vitamin A (Elkins 1997) di dalam Erliza dan Fifi 2010).
Proses pemurnian pada ekstrak gula stevia bertujuan untuk menghilangkan dan
memisahkan senyawa glikosida dengan senyawa pengotor yang mempengaruhi penampakan
dan sifat organoleptik gula dari ekstrak daun stevia. Pemurnian gula stevia umumnya
dilakukan menggunakan proses pertukaran ion, kromatografi, fixed-bed reaktor menggunakan
zeolite atau adsorben (Mantovaneli et al., 2004 di dalam Erliza dan Fifi 2010). Proses
tersebut cukup kompleks dan menggunakan banyak bahan kimia dan menghasilkan residu,
sehingga perlu dilakukan modifikasi proses yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia
dan residu. Proses membran filtrasi dapat memisahkan kotoran bukan gula dari larutan stevia
tanpa menggunakan bahan kimia. Membran filtrasi merupakan proses pemisahan yang dipacu
oleh tekanan dengan tujuan untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran
secara selektif melalui fasa antara (membran) sehingga menghasilkan aliran konsentrat
(retentat) dari aliran filtrat (permeat). Pemurnian dengan metode membran filtrasi didasarkan
pada persen kerjernihan. Semakin tinggi persen kejernihan (%T), maka semakin banyak
kotoran-kotoran yang tersaring oleh membran (Erliza dan Fifi 2010). Setelah proses
pemurnian, ekstrak dikeringkan dengan menggunakan spray dryer. Pengeringan dengan
spray dryer bertujuan mengubah ekstrak stevia menjadi serbuk stevia. Pada spray dryer,
ekstrak stevia yang akan dikeringkan dihamburkan dengan menggunakan nozzle membentuk
butiran-butiran partikel kecil. Butiran-butiran partikel kecil tersebut dikontakkan secara
langsung dengan udara panas dan tekanan tinggi sehingga membentuk serbuk. Penggunaan
spray dryer mempunyai efektifitas pengeringan yang baik sehingga dapat dioperasikan pada
suhu yang relatif rendah dan dapat langsung menghasilkan produk serbuk (Djaeni et al 2012).
Proses pengeringan ekstrak stevia dengan spray dryerdilakukan pada suhu 170 OC. Produk
akhir yang diperoleh berupa serbuk berwarna putih.

4. Fitokimia Daun Stevia


Pemanis stevia yang berasal dari daun Stevia rebaudiana (Bertoni)merupakan tumbuhan
perdu asli dari Paraguay.Senyawa manis yang terkandung didalam daun Stevia rebaudiana
merupakan glikosida yang mempunyai rasa manis tetapi rendah kalori. Glikosida merupakan
senyawa organik yang mengandung senyawa gula (glycone) dan bukan gula (aglycone).
Stevia rebaudiana mengandung delapan glikosida diterpen yang menyebabkan daun tersebut
terasa manis, yaitu steviosida, steviolbiosida, rebaudiosida A–E dan dulkosida A dengan
komposisi yang berbeda. Variasi senyawa glikosida dalam dan stevia disebabkan oleh enzim
glikontrasferase yang berperan dalam proses penyusunan glikosida sehingga masing-masing
senyawa mempunyai sifat organoleptik yang berbeda (Richman et al 2005 di dalam Djajadi
2014). Diantara senyawa glikosida tersebut, steviosida merupakan glikosida dengan kadar
paling tinggi.

Gambar 2 Struktur Molekul Steviosida


Steviosida merupakan glikosida yang tersusun dari glukosa, sophorose dan steviol.
Steviosida memiliki tingkat kemanisan 300 kali sukrosa dan memiliki titik leleh hingga
200OC. Steviosida tidak seperti pemanis rendah kalori yang lain karena bersifat stabil
terhadap suhu dan memiliki pH antara 3 – 9 (Herdimas dan Wahono 2014). Selain
mengandung senyawa glikosida, daun stevia juga mengandung senyawa tanin dan flavonoid
yang memberikan aftertaste berupa rasa pahit (Djajadi 2014).

5. Karakteristik Daun Stevia

Stevia merupakan salah satu pemanis alami yang memiliki beberapa karakteristik yang
tidak dimiliki oleh pemanis alami lainnya termasuk pemanis alami dari tebu (sukrosa).
Karakteristik yang dimiliki pemanis stevia menjadikannya sebagai pemanis yang dapat
diaplikasikan secara luas dan lebih baik dibandingkan dengan pemanis lainnya. Berikut
adalah karakteristik pemanis stevia:
Tabel 1Karakteristik pemanis Stevia

Karakteristik Pemanis Stevia


Zero Calories
Reduce glycemic index
Tooth friendly
Suitable for cooking
No Bitterness or aftertaste
Sumber: Pure Circle (Sweetening Food & Beverages Naturally)

Pemanis stevia memiliki sifat zero calories (Tidak berkalori). Senyawa yang
memberikan efek manis pada gula stevia adalah glikosida steviol. Di dalam tubuh, glikosida
steviol tidak mampu dicerna oleh enzim dalam usus sehingga glikosida steviol tidak dapat
terserap dan melewati saluran pencernaan menuju kolon. Bakteri usus kemudian akan
memecah unit glukosa pada senyawa stevioside sedangkan rantai steviol akan dilepaskan dan
kemudian berikatan dengan asam glukoronat yang akhirnya dikeluarkan melalui urin. Oleh
sebab itu, pemanis stevia tidak memberikan kalori ( Priscilla 2015).
Senyawa steviosida pada pemanis stevia memiliki efek farmakologis hipoglikemik
untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Steviosida dan komponen-komponen yang terkait
(steviol dan rebaudisida) mempengaruhi sekresi dan sensitivitas insulin sehingga dapat
memperbesar pengurangan akumulasi gula dalam darah. Steviosida juga dapat menghambat
penyerapan glukosa di usus dan pembentukan glukosa di liver dengan cara mengubah
aktivitas beberapa enzim penting yang terlibat dalam sintesis glukosa, sehingga dapat
mengurangi penumpukan glukosa pada plasma darah (Chatsudthipong dan Muanprasat, 2009
di dalam Yohanes et al 2011). Hal ini dijelaskan oleh Jeppesen et al (2003) di dalam bahwa
steviosida bekerja dengan meningkatkan kandungan insulin dalam sel INS-1, yaitu dengan
menginduksi gene yang terlibat dalam glikolisis. Steviosida mengatur ekspresi liver-jenis
piruvat dan asetil koenzim A (CoA) karboksilase dan ekspresi karnitin palmitoil transferase 1
(CPT-1), rantai panjang asil-CoA dehidrogenase, sistolik epoksida hidrolase, dan 3-oksoasil-
CoAtiolase. Selain itu, steviosid juga memperbaiki mekanisme nutrient sensing,
meningkatkan rantai panjang sitolik fatty asil-CoA dan mengatur bagian bawah
fodfodiesterase 1 (PDE1). Oleh karena itu, pemanis stevia dapat menurunkan indeks
glikemik.
Konsumsi gula (sukrosa) yang tinggi dapat menyebabkan gigi berlubang. Bakteri yang
berada di mulut, seperti Streptococci mutans akan memfermentasikan gula menjadi asam.
Asam ini menempel pada email gigi yang menyebabkan gigi berlubang. Steviosida pada
pemanis stevia tidak dapat difermentasi oleh bakteri mulut sehingga tidak dapat
menghasilkan asam yang dapat merusak gigi (Raini dan Isnawati 2011). Oleh karena itu,
pemanis stevia memiliki sifat tooth friendly. Penggunaan pemanis stevia pada industri pangan
sangat luas. Pemanis stevia bersifat stabil pada suhu tinggi pH antara 3 – 9 (Herdimas dan
Wahono 2014). Selain itu, pemanis stevia tidak menimbulkan rasa pahit. Rasa pahit pada
yang disebabkan oleh senyawa tanin dan flavonoid telah dipisahkan memalui proses
pemurnia sehingga stevia tidak menimbulkan rasa pahit pada produk akhirnya.
Tanaman Stevia dapat tumbuh pada daerah dengan suhu 9-430C. Tanaman ini tidak
tahan dengan suhu dingin dan tidak akan tumbuh pada daerah dengan suhu dibawah 90C.
Suhu optimal untuk pertumbuhan cepat adalah 20-240C.
Daun steviaberisi glycoside yang mempunyai rasa manis tapi tidak menghasilkan
kalori. Stevioside dan rebaudioside merupakan konstituen utama dari glycoside dengan
gabungan dari molekul gula yang berbeda seperti yang terdapat pada tanaman stevia.
Glycoside yang digunakan secara komersial dinamakan stevioside yang memberikan rasa
manis 250 – 300 kali dari gula. Daun stevia selain mengandung pemanis glycoside
(stevioside, rebauside, dan dulcosida) juga mengandung protein, fiber, karbohidrat, fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, natrium, besi, vitamin A, vitamin C, dan juga minyak
Rasa manis pada stevia disebabkan karena dua komponen yaitu stevioside (3 – 10%
berat kering daun) dan rebaudioside (1 – 3%) yang dapat dinaikkan 250 kali manisnya dari
sukrosa. Stevioside mempunyai keunggulan dibandingkan pemanis buatan lainnya, yaitu
stabil pada suhu tinggi (100°C), range pH 3 – 9, dan tidak menimbulkan warna gelap pada
waktu pemasakan. Gula stevia berbentuk kristal dengan besar kristal antara 0,8-1,2 mm,
memiliki titik leleh196-198oC dengan pH 5-6 dan densitas 1,43-1,67 gr/ml (Buchori, L 2007)
Daun stevia mengandung paling sedikit delapan senyawa glikosida steviol, yang
kadarnya bervariasi. Diantara senyawa-senyawa tersebut kadar stevioside dan rebaudioside a
paling banyak yang terkandung dalam daun. Bervariasianya kadar glikosida dalam daun
stevia karena adanya enzim enzim glikotransferase. Daun stevia juga memiliki kandungan
asam amino essensial dan non essensial, berikut tabel kandungan asam amino essensial dan
non essensial :

Asam Amino Kadar Asam Amino Non Kadar


Essensial (mg/100 g berat Essensial (mg/100 g berat kering)
kering)
Argininin 0,45 Aspartat 0,37
Lisin 0,70 Serin 0,46
Histidin 1,13 Glutamic 0,42
Fenil alanin 0,77 Prolin 0,17
Leusin 0,98 Glisin 0,25
Metionin 1,45 Alanin 0,56
Valin 0,64 Sistein 0,40
Treonin 1,13 Tirosin 1,08
Isolisin 0,42
Total 7,67 Total 3,72

Tabel 2 Kandungan Asam Amino Essensial dan Non Essensial Daun Stevia
Jenis-jenis asam amino essensial yang memiliki kadar tinggi dalam daun stevia adalah
histidin, metionin, dan treonin yaitu lebih dari 1 mg/100 g berat kering, sedangkan kadar
jenia asam non essensial tertinggi adalah tirosin(Djajadi 2014).

6. Kegunaan dan Keunggulan Pemanis Daun Stevia


Stevia merupakan bahan pemanis yang mengandung kalori rendah, sehingga sesuai untuk
mencegah obesitas. Daun kering stevia mengandung 2,42 kkal/g , lebih rendah dari bahan
pemanis lain seperti aspartam yang mengandung 4 kkal/g. Senyawa yang memberikan efek
manis pada gula stevia adalah glikosida steviol. Di dalam tubuh glikosida steviol tidak
mampu dicerna oleh enzim dalam usus sehingga glikosida steviol tidak dapat terserap dan
melewati saluran pencernaan menuju kolon. Bakteri Usus kemudian akan memecah unit
glukosa pada senyawa stevioside, sedangkan rantai steviol akan dilepaskan dan kemudian
berikatan dengan asam glukoronat yang akhirnya dikeluarkan melalui urin, oleh sebab itu
stevia tidak memberikan kalori (Priscilla 2015)
Bahan pemanis yang lainseperti sukrosa dan aspartam yang mengandung kalori lebih
tinggi akan dirombak seluruhny di dalam tubuh sehiungga berpotensi meningkatkan berat
badan. Oleh karena itu pemanias stevia akan menjadi penting untuk mengontrol asupan kalori
untuk meminimalkan peningkatan berat badan. Keunggulan pemanis stevia dibandingkan
sukrosa dan aspartam adalah dapat mengurangi risiko penyakit diabetes. Dalam penelitiannya
pada manusia yang diberi asupan diet yang mengandun stevia, sukrosa dan aspartam, Anton
et al(2010) didalam Djajadi 2014, menyatakan bahwa relawan yang diberi stevia mempunyai
kadar gula darah setelah makan (postpandrial glucose) dan kadar insulin (postpandrial
insulin) paling rendah dibanding yang diberi sukrosa dan aspartam. Kadar gula darah relawan
yang diberi asupan stevia pada 30 menit dan 60 menit setelah makan yaitu 96 dan 98 mg/dL,
paling rendah dibandingkan yang diberi sukrosa yaitu 106 dan 103 mg/dL dan yang diberi
aspartam yaitu 107 dan 103 mg/dL. Demikian juga dengan kadar insulin relawan yang diberi
asupan setvia sebesar 49 IU/kg setelah 30 menit dan 46 IU /kg setelah 60 menit, paling
rendah dibandigkan yang diberi sukrosa yaitu 59 IU/kg dan 57 IU/kg dan yang diberi
aspartam yaitu 60 IU/kg dan 53 IU/kg(Djajadi 2014).
Stevia juga berfungsi sebagai bahan antioksidan alami. Thomas dan Glade (2010)
melaporkan bahwa kemampuan ekstrak daun stevia dalam mengikat radikal bebas dan
superoksida, sehingga meminimalkan berkembangnya sel-sel kanker. Rasa manis pada daun
stevia karena adanya kandungan stevioside, yang memiliki kadar kemanisan 300 kali
dibandingakan sukrosa.Stevioside stabil pada suhu tinggi (100oC), range ph 3-9 dan tidak
menimbulkan warna gelap pada waktu pemasakan (Djajadi 2014)

7. Perbandingan Pemanis Stevia dan Pemanis Sintetis


Pemanis dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemanis alami dan pemanis sintesis.
Pemanis alami diperoleh dari tanaman sedangkan pemanis buatan (sintetis) diperoleh melalui
hasil sintesis bahan kimia. Contoh dari pemanis alami, yaitu gula tebu (sukrosa), gula aren,
dan madu sedangkan pemanis sintesis, yaitu siklamat dan sakarin. Pemanis alami dapat
digunakan pada semua jenis golongan dan usia, tetapi kurang cocok bagi penderita diabetes.
Oleh karena itu, diciptakan pemanis yang dapat digunakan untuk penderita diabetes, yaitu
pemanis sintesis. Penggunaan pemanis sintesis pada awalnya ditujukan bagi penderita
diabetes, tetapi penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan. Namun,
penggunaan pemanis sintesis perlu diwaspadai karena dalam jumlah berlebihan akan
menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor, keruskan organ, dan bersifat
karsinogenik (Utomo et al 2012). Pemanis sintesis yang telah diketahui bersifat karsinogenik
dan merusak organ tubuh, yaitu siklamat dan sakarin. Tidak seperti pemanis sintesis, pemanis
alami tidak bersifat karsinogenik dan tidak merusak organ tubuh, tetapi pemakaiannya
berlebih dapat menimbulkan masalah kegemukan dan diabetes. Salah satu alternatif pemanis
yang memiliki sifat tidak menaikkan kadar gula darah, tetapi tidak bersifat karsinogenik
adalah pemanis dari daun stevia. Stevia merupakan pemanis alami tidak berkalori (natural
non-caloric sweetener). Tidak seperti pemanis sintesis, stevia tidak menimbulkan masalah
kesehatan dan tidak bersifat karsinogenik.
Beberapa pemanis sintesis menunuukkan dapat menyebabkan tumor dan bersifat
karsinogenik sehingga penggunaanya dibatasi (ADI). Pemanis siklamat misalnya hasil
metabolisme dalam tubuh akan menghasilkan senyawa sikloheksamina merupakan senyawa
karsinogenik. Eskresinya memalui urine dapat merangsang pertumbuhan tumor. Selain itu,
siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan
kromosom Cahyadi 2006). Pemanis buatan dalam darah dapat menyebabkan kerusakan
berbagai organ termasuk organ hati. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan pemanis buatan
untuk membentuk radikal bebas dalam tubuh serta menurunkan kemampuan antioksidan
sehingga dengan sendirinya akan terjadi stres oksidatif. Selain itu, dari berbagai penelitian
diketahui bahwa pemanis buatan secara langsung dapat menimbulkan terjadinya gangguan
dalam proses biokimia normal sistem hepatobilier dan juga dapat menyebabkan nekrosis sel
hati (Santosa 2005 di dalam Utomo et al 2012).
Utomo et al (2012) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa natrium sakarin yang
diberikan dalam dosis tunggal memiliki sifat retensi atau tersisa dalam organ tubuh mencit.
Kalau diberi dosis terus menerus atau dosis berulang, natrium sakarin yang tersisa mengalami
akumulasi. Natrium sakarin yang tertimbun dalam organ akan bersifat racun terhadap organ
tersebut, akibatnya organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menimbulkan tumor.
Selain natrium sakarin, pemanis buatan lain yang menimbulkan masalah kesehatan adalah
siklamat. Sebesar 0.1-8% dari total siklamat yang masuk ke dalam tubuh manusia diubah
menjadi sikloheksilamin, namun berbeda tiap individu untuk jumlah yang diekskresikan
(dapat mencapai 60% dari total yang masuk kedalam tubuh) (Buss et al 1992 di dalam Utomo
2012). Sebagian siklamat yang tidak diabsorbsi tubuh akan dikonversi oleh mikroflora
gastrointestinal menjadi sikloheksilamin yang dapat diabsorbsi oleh usus (Drasar et al 1972
Utomo 2012 ).
Penelitian yang dilakukan oleh Bauchinger et al (1970) di dalam Utomo 2012, menunjukkan
bahwa konsumsi siklamat secara rutin dalam jangka panjang mengakibatkan terjadinya
aberasi kromosomal pada limfosit dan kandung kemih. Aberasi kromosom disebabkan oleh
adanya interaksi antara sikloheksilamin dan protein regulator gen kanker (Dick et al 1974 di
dalam Utomo 2012).
Stevia tidak menimbulkan masalah kesehatan dan tidak bersifat karsinogenik. Raini dan
Isnawati 2011 di dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa senyawa steviosida pada stevia
tidak bersifat karsinogenik pada tikus Fischer 344 yang digunakan pada penelitian karena
tidak ada bukti hispatologikal neoplastik atau lesi non neoplastik yang digunakan sebagai
indikator karsinogenik. WHO juga melaporkan bahwa steviosida, rebaudiosida A dan steviol
(komponen pada stevia) tidak bersifat karsinogenik (Raini dan Isnawati 2011).
KESIMPULAN

1. Gula jagung merupakan gula yang diekstraksi dari tanaman jagung dan termasuk jenis
pemanis non-nutritif karena memiliki kandungan kalori yang rendah. Pemanis dari
gula jagung berguna untuk perencanaan konsumsi makanan diet bagi penderita
diabetes.Tahapan pembuatan gula jagung adalah Likuifikasi, Sacharifikasi, Refining
sirup dekstrosa, Isomerisasi dan Refining HFS.Gula jagung memiliki beberapa
manfaat, diantaranya pemanis rendah kalori bagi penderita diabetes, pemanis rendar
kalori untuk makanan diet, meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat
fisik dan kimia dan berfungsi sebagai pengawet.
2. Stevia merupakan bahan pemanis alami yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi
dibandingkan pemanis lainnya seperti aspartam. Kandungan utama pada daun stevia
adalah steviosida ysng merupakan glikosida dengan kadar kemanisan paling tinggi.
Pemanis stevia memiliki karakteristik rendah kalori, dapat menurunkan indeks
glikemik dan tidak menimbulkan rasa pahit sehingga sejauh ini pemanis stevia aman
digunakan dengan batasan konsumsi (ADI) 4 mg/kg body weight/day.

DAFTAR PUSTAKA

Buchori, L. 2007. Pembuatan Gula Non Karsinogenik Non Kalori dari Daun
Stevia.JurnalReaktor. Vol. 11(2): 57-60.

Dian Y, Bambang S, dan Rini Y. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi Pelarut
Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni
M.) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction (Mae). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. Vol.2 (1)

Djajadi. 2014. Pengembangan Tanaman Pemanis Stevia reaudiana (Bertoni) di Indonesia.


Jurnal Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Vol. 13 (1): 25-33.

EFSA. 2010. Scientific Opinion On The Safety Of Steviol Glycosides For The Proposed Uses
As A Food Additive.EFSA Journal Vol 8 (4) : 1537

http://dhenanoviliyanti.blogspot.com/2014/04/makalah-gula.html?m=1
https://dokumen.tips/documents/01-makalah-industri-gula.html

1. Mengontrol diabetes

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa daun stevia minim akan kandungan kalori dan
karbohidrat, sehingga sangat baik dikonsumsi saat proses penurunan berat badan.
Mengkonsumsi ekstrak daun stevia juga tidak akan berpengaruh pada kenaikan
insulin, yang tentunya aman bila disantap oleh penderita diabetes. Penelitian lainnya
mengungkapkan, seorang penderita diabetes tipe 2 yang menyisipkan daun stevia ke
dalam makanannya mengalami penurunan kadar glukosa secara perlahan
dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsinya.
2. Mengontrol berat badan

Daun stevia dapat digunakan sebagai pemanis alami yang mendorong penurunan berat badan. Sama
sekali tidak mengandung kalori, daun stevia diklaim ampuh untuk mengoptimalkan proses
penurunan berat badan, mencegah diabetes, dan juga meningkatkan penyerapan nutrisi tubuh. Agar
semakin sehat, kombinasikan daun stevia dengan makanan yang tinggi akan serat seperti buah-
buahan dan sayuran segar.

3. Mencegah kanker pankreas

Hari kanker sedunia (Foto: Thinstock)

Daun stevia mengandung banyak sterol dan senyawa antioksidan, termasuk kaempferol yang
diklaim ampuh untuk meminimalisir risiko kanker pankreas. Ya, menurut sebuah penelitian,
senyawa kaempferol yang ada dalam daun stevia dapat mengurangi risiko kanker pankreas
hingga 23 persen. Tak hanya itu, senyawa antioksidan tersebut juga berperan untuk
menangkal virus dan bakteri pemicu penyakit.

4. Menurunkan tekanan darah

Kandungan glikosida dalam ekstrak daun stevia telah terbukti dapat melebarkan pembuluh
darah dan juga mengoptimalkan fungsi saluran urin. Selain itu, sebuah studi tahun 2003
menunjukkan bahwa daun stevia berpotensi untuk membantu menurunkan tekanan darah,
menormalkan tekanan darah, serta mengatur detak jantung agar senantiasa stabil. Kendati
demikian, penelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk memperkuat pendapat tersebut.

5. Merawat kesehatan kulit

Ilustrasi Kanker Kulit (Foto: Thinkstock)

Selain mengandung glikosida, daun stevia juga diperkaya dengan sejumlah protein, serat,
fosfot, karbohidrat, kalsium, kalium, besi, natrium, magnesium, seng, vitamin C, vitamin A
dan klorofil yang melimpah. Seluruh kandungan tersebut sangat baik untuk membantu
mengencangkan kulit dan mengurangi kerutan halus pada wajah. Selain itu, kandungan anti
bakteri yang ada dalam daun berukuran kecil ini juga ampuh untuk mengobati masalah kulit
seperti jerawat, kusam, noda wajah, infeksi kulit, hingga ruam.

6. Mengobati masalah mulut

Ilustrasi bau mulut (Foto: Thinkstock)

Tak hanya merawat kulilt, kandungan anti bakteri yang ada dalam daun stevia dapat
mengurangi pembentukan bakteri di mulut. Di samping itu, mengunyah daun stevia secara
rutin juga dinilai efektif untuk menguatkan struktur gigi, mencegah penumpukan plak, dan
juga membunuh kuman dan bakteri penyebab kerusakan gigi dan gusi. Daun stevia juga
berkhasiat memelihara kesehatan mulut agar tetap sehat dan segar sepanjang hari.

7. Meringankan peradangan

Ilustrasi kanker (Foto: Thinstock)

Manfaat daun stevia yang terakhir adalah meringankan peradangan. Ya, dikemas dengan
kandungan antioksidan dan sifat anti inflamasi yang kuat, mengkonsumsi daun stevia dengan
teratur bermanfaat untuk mencegah, sekaligus menyembuhkan peradangan yang disebabkan
oleh efek buruk radikal bebas.

Anda mungkin juga menyukai