Anda di halaman 1dari 9

INAKTIVASI PANAS SPORA BACILLUS CEREUS

PADA TAHU

THERMAL INACTIVATION OF BACILLUS CEREUS SPORES IN TOFU

Bara Yudhistira1), Reny Mailia2), Endang S. Rahayu3), Yudi Pranoto4), Saiful


Rochdyanto5)
1,2) Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
3,4,5) Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Diserahkan [10 Agustus 2016]; Diterima [8 Oktober 2016]; Dipublikasi [25 Februari 2017]

ABSTRACT
As one of perishable food, tofu is susceptible for microorganisms contamination, an effort is needed to
solve the problem. Heat treatment is one of the most common methods used to reduce microorganism
population. This research aimed to analyze heat treatment effects of Bacillus cereus reduction in tofu. B. cereus
isolate was obtained from soy milk cooking process during tofu production in Sudagaran Yogyakarta. D value
measurement as parameter analysis was conducted at 80, 90, 100, 110, 120oC. The results showed that D90
value of B. cereus in tofu product was 29.41 minutes D120 value was 1.69 minute, while Z value was 33.33oC.
D and Z value obtained was then used as pasteurization reference to extend shelf life of tofu. Pasteurization
temperature of 95oC was based on household conventional boiling temperature, and the process time variations
were 0, 10, 30 and 34 minutes. During tofu storage at 100C, analyses conducted were Total Plate Count, spore-
forming bacteria, and B. cereus enumeration. Sensory parameter was also evaluated; including flavor, color,
surface appearance, mucus presence, and texture. The longest shelf life 20 days was obtained by 34 minutes
pasteurization and cool storage.

Keywords: tofu, Bacillus cereus, spore former bacteria, heat resistant

ABSTRAK
Tahu merupakan bahan pangan yang mudah rusak, terutama oleh cemaran mikroorganisme hal ini perlu
upaya untuk penanganan masalah tersebut. Proses panas merupakan salah satu metode yang sering digunakan
secara luas untuk menurunkan populasi mikroorganisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penanganan panas pada produk tahu khususnya untuk menurunkan spora Bacillus cereus. Isolat
Bacillus cereus diperoleh dari proses pemasakan sari kedelai pada proses pembuatan tahu di Sudagaran
Yogyakarta. Penentuan nilai D (reduction time) diperoleh dengan pemanasan pada suhu 80, 90, 100, 110, 120
oC. Nilai D spora Bacillus cereus pada produk tahu D90 29.41 menit sampai D120 1,69 menit sedangkan untuk
nilai Z yang diperoleh berkisar 33,33 oC. Nilai D dan Z yang diperoleh kemudian menjadi dasar penentuan
parameter proses pasteurisasi untuk memperpanjang umur simpan tahu. Proses pasteurisasi dilakukan pada suhu
95 oC sesuai dengan capaian suhu pada skala rumah tangga. Adapun waktu pasteurisasi yaitu 0, 10, 30, dan 34
menit, selain itu tahu pasteurisasi disimpan pada suhu dingin (10 oC). Selama penyimpanan dilakukan
penghitungan total plate count, bakteri pembentuk spora serta jumlah Bacillus cereus. Selain itu dilakukan
analisa sensori meliputi aroma, warna, kenampakan dari luar, kenampakan berlendir serta tekstur. Proses
pasteurisasi 34 menit dengan penyimpanan dingin memiliki umur simpan yaitu lebih dari 20 hari.

Kata kunci: tahu, Bacillus cereus, bakteri pembentuk spora, ketahanan panas

PENDAHULUAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Tahu merupakan salah satu jenis mencapai 1.165 unit usaha dengan kapasitas
makanan sumber protein nabati bagi produksi tahu sebesar 10.242.452 kg
masyarakat Indonesia. Tahu lazim pertahun (Sari, 2008). Selain itu berdasarkan
dikonsumsi sebagai lauk atau makanan kecil survei sosial ekonomi nasional (2013),
maupun kudapan. Data Dinas Perindustrian menunjukan bahwa konsumsi rata-rata per
DIY menunjukan bahwa unit usaha tahu di kapita tahu sebesar 7,039 kg. Jumlah

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017 1


produsen tahu cukup banyak dan tingkat mempertahankan mutu dan memperpanjang
konsumsi tahu relatif tinggi, maka umur simpan tahu.
menjadikan tahu memiliki pangsa pasar
cukup besar. METODE PENELITIAN
Produksi tahu di Indonesia pada
umumnya masih dilakukan secara tradisional Alat
oleh masyarakat golongan menengah ke Alat yang digunakan dalam penelitian
bawah. Dengan demikian proses pengolahan ini adalah autoclave, laminar flow, petridish,
tahu tersebut belum sepenuhnya counter, micro pipet.
memperhatikan aspek kebersihan dan
higienitas lingkungan produksi dan produk Bahan
olahannya. Padahal faktor kebersihan dan Isolat dan bahan yang digunakan
higienitas tersebut menentukan kualitas berasal pada proses produksi tahu dari
produk olahan tahu. Tahu yang tidak bersih indsutri tahu Bapak Budiyono Jalan
dapat disebabkan oleh kontaminasi Sudagaran TR 3/1027 RT 38 RW 10
khususnya oleh mikrobia yang berdampak Tegalrejo. Pengamatan dilakukan pada awal
pada kualitas tahu secara keseluruhan baik sampai akhir proses produksi tahu. Adapun
dari segi sensori maupun mikrobiologi. Pada sampel yang digunakan sebagai acuan
umumnya umur simpan tahu hasil produksi pengukuran suhu proses yaitu air, proses
unit usaha secara tradisional hanya berkisar perendaman, pemasakan, pengumpalan,
3-4 hari. Namun, beberapa waktu terakhir kecutan, dan tahu. Isolat Bacillus cereus
ada beberapa pedagang tahu yang mycoides dan B. cereus ATCC 11778 dari
menggunakan bahan pengawet berbahaya Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas
yang bukan untuk pangan seperti formalin Gadjah Mada digunakan sebagai referensi
dan boraks agar tahu menjadi awet atau isolat. Media yang digunakan yaitu PCA,
tahan lama. Penggunaan bahan yang tidak BCA, aquades.
untuk peruntukannya untuk pengawetan
Tahapan Penelitian
pangan seperti tahu tentu sangat
membahayakan kesehatan konsumen, sebab Isolasi, Enemurasi, Identifikasi
bahan kimia tersebut selain bersifat Sel Vegetatif Bacillus cereus diisolasi
karsinogenik juga dapat beracun dan dapat dari proses pembuatan tahu pada setiap
menyebabkan kematian. Pemecahan tahapan proses dan dilakukan enemurasi
permasalahan ini tentu diperlukan cara untuk yang selanjutnya dilakukan identifikasi
dapat mempertahankan kualitas tahu, agar dengan isolat referens meliputi sifat biokimia
tahu dapat dipasarkan dalam waktu lama dan morfologi serta pengecatan gram dan
tanpa mengalami perubahan kualitas yang spora dari Bacillus cereus. Media Plate
signifikan dan dapat diterima serta aman bagi Count Agar (PCA) dan Bacillus Cereus Agar
konsumen. Base (BCA), digunakan sebagai media untuk
Usaha memperpanjang umur simpan enemurasi.
tahu salah satu caranya adalah pasteurisasi.
Pasteurisasi bertujuan untuk mematikan Uji Ketahanan Panas
bakteri patogen maupun bakteri pembusuk Ketahanan panas isolat.
yang dapat menyebabkan kerusakan tahu
dengan perlakuan panas. Tahu hasil Labu elenmeyer yang telah diisi
pasteurisasi tersebut selanjutnya medium pemanas dalam hal ini susu kedelai
dikombinasikan dengan kombinasi perlakuan dimasukan kedalam penangas minyak
penyimpanan dingin untuk menekan otomatis dengan pengatur suhu. Selanjutnya
pertumbuhan bakteri. Dengan pasteurisasi suhu didalam labu Erlenmeyer diukur
dan penyimpanan dingin diharapkan dapat menggunakan termometer steril. Kemudian
labu Erlenmeyer yang telah dicemari spora

2 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017


B. cereus dimasukan dengan waktu dan dkk., 2012), selanjutnya disterilkan pada
dalam suhu tertentu. Apabila telah sesuai suhu 115 0C. Medium yang telah steril
dengan waktu yang telah ditentukan maka kemudian dicemari dengan spora Bacillus
Erlenmeyer diangkat dan dimasukan cereus SK 4 2,8x105 untuk sari kedelai dan
kedalam wadah air dingin sampai suhunya 1,0x105 CFU/g untuk medium tahu (isolat
mencapai suhu kamar. Apabila telah dari hasil isolasi penelitian sebelumnya yang
mencapai suhu kamar maka selanjutnya paling tahan panas). Selanjutnya medium
dapat dilakukan enemurasi. Adapun suhu yang telah dicemari spora, dimasukan ke
yang digunakan yaitu 80, 90,100,110 dan dalam penangas minyak dengan suhu dan
120oC dengan waktu pemanasan berkisar waktu tertentu dan dilakukan penghitungan
0,1-90 menit baik untuk medium susu total plate count.
kedelai maupun medium tahu. Perhitungan nilai D dan Z
Persiapan suspensi inokulum dan Spora Nilai D dan nilai Z menunjukan
Isolat B. cereus yang digunakan yaitu ketahanan panas bakteri B. cereus yang
berasal dari proses pemasakan (93-98oC) digunakan. Nilai D diperoleh dari penurunan
karena dengan suhu proses yang paling jumlah bakteri dengan peningkatan suhu dan
tinggi diantara proses yang lainnya. Isolat waktu. Selanjutnya nilai Z yang besar
yang didapatkan selanjutnya diinokulasikan menunjukan mikroorganisme mempunyai
dan diidentifikasi sesuai B. cereus referens daya tahan pada rentang suhu yang besar,
(B. cereus ATCC 11778), kemudian dibiakan sedangkan untuk nilai Z yang kecil
untuk memproduksi spora. Produksi spora menunjukan ketahan suhu pada rentang yang
B. cereus menggunakan metode dari Siemer sempit.
(2014), selanjutnya spora tersebut digunakan Penentuan nilai D dihitung pada titik-
untuk penentuan uji ketahanan panas (nilai D titik untuk setiap penurunan 1 log10 dari
dan Z). jumlah mikroorganisme pada suhu dan
Pada penentuan nilai D dengan waktu tertentu. Nilai D dihitung dengan
medium sari kedelai spora awal yang rumus regresi liner: y = a+bx sedangkan
digunkan yaitu 2,8x105 CFU/g dimasukan untuk nilai Z diperoleh dengan memploting
kedalam sari kedelai, sedangkan pada nilai D pada waktu tertentu, ditetapkan
medium tahu spora awal berjumlah 1,0x105 dengan rumus Nilai Z= -1/slope. Analisa
CFU/g disemprotkan keseluruh bagian tahu dilakukan dengan MS-excell software.
seberat 100 gram. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai D menunjukkan ketahanan spora
atau sel vegetatif terhadap panas pada suhu Proses pembuatan tahu secara
tertentu sedangkan nilai Z adalah suhu yang tradisional meliputi beberapa proses,
diperlukan untuk menurunkan atau diantaranya sortasi, perendaman,
meningkatkan 1 siklus log nilai D. penggilingan, penyaringan, pemasakan,
penggumpalan, pengepresan serta
Persiapan medium pemanas dan pemotongan sampai dengan penyimpanan
ketahanan panas spora tahu potong. Salah satu faktor yang
Medium pemanas yang digunakan mempengaruhi populasi mikroorganisme
adalah sari kedelai sebagai habitat asli serta dalam setiap tahapan proses produksi tahu
tahu yang merupakan produk akhir pada yaitu suhu dan pH. Semakin tinggi suhu
proses produksi tahu. Sari kedelai dimasukan proses dimungkinkan akan semakin kecil
kedalam tabung reaksi dengan volume 100 populasi mikroorganisme yang mampu
mL, sedangkan untuk tahu dengan ukuran tumbuh, begitupula sebaliknya dengan pH
4x4x4 cm dengan berat 100 gram(de Jonghe semakin tinggi semakin banyak jenis dan

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017 3


jumlah populasi mikroorganisme yang resisten terhadap radiasi, sinar gama yang
mampu tumbuh. Adapun suhu dan pH dari biasanya digunakan untuk mengurangi
masing-masing proses tersebut pada Tabel 1. populasi mikrobia patogen. Spora B. cereus
bersifat hidrofobik dan memiliki kemampuan
untuk menempel pada permukaan bahan
sehingga menyebabkan berbagai masalah
Tabel 1. Suhu dan pH bahan pada proses terutama dalam produk susu. Sebagian besar
pembuatan tahu B. cereus bersifat mesofilik tetapi beberapa
strain dapat bersifat psikotropik maupun
Bahan & Suhu pH
psikotoleran (tumbuh pada suhu 4-7°C).
proses (oC)
Beberapa strain juga dilaporkan dapat
produksi tahu
menggunakan laktosa sebagai media
Air 25-27 6,5-7,3
tumbuhnya (Kotiranta dkk., 2000).
Perendaman 28-30 6,5-7,2
Faktor selanjutnya yaitu pH (semakin
Pemasakan 96-98 6,9-7,3
asam medium pemanas makin rendah
Penggumpalan 63-65 6,0-6,6
resistensi panas) dalam Boudjemaa dkk.
Kecutan 28-38 3,4-3,9
(2006) melaporkan B. cereus pada medium
Tahu 25-35 4,5-5,3
ekstrak wortel pH 5,2 dengan D90 selama 4
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa menit sedangkan pada medium dengan pH
suhu proses tertinggi yaitu pada proses 4.0 mempunyai waktu yang lebih singkat
pemasakan yaitu berkisar 96-98 oC dan pH yaitu dengan D90 selama 2,2 menit.
tertinggi pada proses pemasakan pula. Proses Isolat dari proses pemasakan yang
pemasakan tersebut berlangsung sekitar 15- mempunyai suhu paling tinggi selanjutnya
30 menit. B. cereus dapat membentuk spora dilakukan pewarnaan dan identifikasi
dan dapat bertahan selama pemanasan seperti (Gambar 1).
pasteurisasi. Spora bakteri juga cukup

Gambar 1 Isolat bakteri B. cereus dari sari kedelai dan strain B. cereus ATCC 11778
Dari hasil analisa biokimia diperoleh ketahanan panasnya. Isolat tersebut
hasil sebagai berikut fermentasi glukosa dinamakan B. cereus SK.
positif, fermentasi manitol negatif, Sulfur Analisa ketahan panas spora B. cereus
negatif, indol positif, motil negatif, Nitrat SK dilakukan pada medium sari kedelai
broth negatif, voges prokuer positif. Selain (Gambar 2) sebagai habitat asli isolat
itu Gambar 1 menunjukan morfologi hasil tersebut dan pada medium tahu sebagai
pengamatan mikroskop menunjukan isolate produk akhir. Sedangkan pada medium tahu
yang didapatkan isolat dengan berwarna pada Gambar 3.
merah dengan letak spora ditengah-tengah Nilai D B.cereus SK pada medium
atau subterminal dan berwarna hijau. yang berbeda terangkum pada Tabel 2. Pada
Spora dari isolat B. cereus yang medium yang berbeda selain menghasilkan
didapatkan selanjutnya dilakukan analisa nilai D dan Z yang berbeda. Nilai Z pada

4 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017


masing-masing medium pada Gambar 4 dan Gambar 5.
6

4
Log N (CFU/g)

Suhu pemanasan
3 80 C
90 C
2
100 C
1 110 C
120 C
0
0 50 100
Waktu pemanasan (menit)

Gambar 2. Kurva ketahanan panas spora B. cereus SK pada medium sari kedelai

6
80 C Suhu pemanasan
5 90 C 80oC
100 C
90 oC
Log N (CFU/g)

4
110 C
120 C
100 oC
3
110 oC
2 120 oC

0
0 50 100
Waktu (menit)

Gambar 3 Kurva ketahanan panas spora B. cereus SK pada medium tahu

Tabel 2. Nilai D spora B.cereus SK pada sari kedelai dan tahu yang dipanaskan pada
berbagai suhu
Suhu D (menit)
(oC) Sari kedelai Tahu
80 27,03 29,41
90 15,87 20,41
100 10,75 13,7
110 3,55 5,49
120 1,47 1,69

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017 5


1,8
1,6
1,4
log D Value

1,2
1 y = -0,0318x + 4,0557
0,8 R² = 0,9656
0,6
0,4
0,2
0
70 80 90 100 110 120 130
Suhu (C)

Gambar 4. Kurva Nilai Z Spora B. cereus SK pada medium sari kedelai

Tabel 3. Nilai Z spora B.cereus SK pada medium sari kedelai dan tahu
Bahan Nilai Z ( oC)

sari kedelai 32,36


Tahu 33,33
1,8
1,6
1,4
1,2
Log D value

y = -0,0305x + 4,028
1
R² = 0,9355
0,8
0,6
0,4
0,2
0
70 80 90 100 110 120 130
Suhu pemanasan (C)

Gambar 5. Kurva nilai Z Spora B. cereus SK pada medium tahu


Perbedaan antara nilai D yang sedangkan Bryne dkk. (2005) melaporkan
dilaporkan menurut Bryne dkk. (2005) bahwa D90 spora B. cereus sebesar 10.10
mungkin disebabkan oleh: perbedaan strain; menit pada medium semacam sosis (Pork
perbedaan komposisi medium pemanas Luncheon Roll), akan tetapi dalam penelitian
(misalnya peningkatan kadar lemak, tersebut menggunakan B. cereus strains
karbohidrat dan protein dalam medium DSM 4313 (isolate dari suatu keracunan
pemanas sehingga meningkatkan resistensi makanan) and DSM 626 (digunakan pada
termal) (Ababouch dkk., 1995; Oteiza dkk., penelitian sporulasi dan germinasi) yang
2003); pH (makin asam medium pemanas disediakan dari DSMZ (Deutsche Sammlung
makin rendah resistensi panas) (Baril dkk., von Mikrobian und Zellkulturen,
2012); tekstur makanan (Leguerinel dkk., Braunschweig, Jerman). Perbedaan strain
2005) dan Aw (Gaillard, 1998). yang digunakan ini menyebabkan perbedaan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa ketahanan panas.
D90 spora B. cereus SK sebesar 20.41 menit,

6 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017


Kandungan proksimat sari kedelai dan melalui penetralan gradient elektrokimia dari
tahu yang berbeda, memberikan pengaruh membran sel serta denaturasi protein dalam
pada ketahanan panas spora B. cereus SK. sel. Sedangkan asam propionat dalam
Ababouch dkk. (1995) dan Oteiza dkk. kecutan efektif terhadap jamur dan bakteri
(2003) melaporkan perbedaan komposisi tapi hampir tidak efektif terhadap yeast pada
medium pemanas (misalnya peningkatan konsentrasi yang digunakan dalam makanan.
kadar lemak, karbohidrat dan protein) dalam Konsentrasi hambat asam propionat
medium pemanas dapat meningkatkan terdisosiasi adalah 0,05% terhadap jamur dan
resistensi termal. Dalam penelitian bakteri. Tindakan antimikroba dihasilkan
Ababouch dkk. (1995), spora i 5230 lebih melalui pengasaman sitoplasma serta
resistan terhadap panas pada media minyak destabilisasi gradien membran proton (Ray
dibandingkan pada media larutan buffer, dan Sandine, 1992; Baird, 1980; Doors,
dimana medium minyak mengandung lemak 1993). Perbedaan tekstur pada medium sari
yang cukup tinggi. Selain itu perbedaan pH kedelai dan tahu, mempengaruhi
medium berpengaruh pada nilai D pada sari Perbedaan nilai D dan nilai Z yang
kedelai dan tahu, dimana sari kedelai didapatkan, meskipun Leguerinel dkk.
mempunyai kisaran pH 6,9-7,3 sedangkan (2005) melaporkan bahwa faktor tekstur
untuk tahu agak sedikit lebih asam yaitu 4,5- makanan hanya sedikit mempengaruhi
5,3 karena sebelumnya telah mengalami sensibilitas nilai Z. Tahu dengan tekstur
pencampuran dengan kecutan yang bersifat padat dimungkinkan sebagai tempat spora
sangat asam (pH 3.4-3.9). Dalam hal ini berlindung melalui penetrasi pada pori-
seharusnya tahu mempunyai nilai D yang porinya, selain itu pada saat pemanasan tahu
lebih rendah dibandingkan sari kedelai, cenderung lebih lambat untuk panas
karena tahu memiliki pH yang lebih asam. dibandingkan dengan sari kedelai sehingga
Behringer dan Behringer dan Kessler (1992) hal ini dapat digunakan spora untuk
melaporkan bahwa ketahanan panas beradaptasi.
maksimum umumnya terkait pada pH netral,
dan pengasaman media dilaporkan KESIMPULAN
menurunkan ketahanan panas dari spora Ketahanan panas spora Bacillus cereus
genera Bacillus. Boudjemaa dkk. (2006) SK4 (D90) pada medium sari kedelai dan
menambahkan B. cereus pada medium tahu masing-masing 15,87 dan 20,41 menit.
ekstrak wortel pH 5,2 dengan D90 selama Sedangkan nilai Z medium sari kedelai dan
4,0 menit sedangkan pada medium dengan tahu masing-masing 32,36 dan 33,33oC.
pH 4,0 memiliki nilai D yang lebih rendah Perbedaan medium memberikan perbedaan
yaitu D90 selama 2,2 menit. Peningkatan pH pada ketahanan spora Bacillus cereus SK4
6,0-8,1 pada media buffer sporulasi juga meskipun dengan menggunakan strain yang
menyebabkan peningkatan yang signifikan sama.
dalam ketahanan panas spora Bacillus cereus
(Mazas dkk., 1997). DAFTAR PUSTAKA
Selanjutnya tahu yang sedikit asam,
mengandung asam-asam organik dari Ababouch, L.H., Grimit, L., Eddafry, R. dan
kecutan saat koagulasi. Salah satu asam Busta, F.F., 1995. Thermal inactivation
organik tersebut adalah asam asetat. kinetics of Bacillus subtilis spores
Konsentrasi penghambatan terdisosiasi asam suspended in buffer and in oils. J.
asetat adalah 0,02% terhadap Salmonella Appl. Bacteriol. 78, 669–676.
spp., 0,01% terhadap Staphlococcus aureus, Anonim (European Food Safety Agency).
0,02% terhadap Bacillus cereus. Aksi 2005a. Opinion of the Scientific Panel
penghambatan asam asetat dihasilkan on Biological Hazards on Bacillus

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017 7


cereus and other Bacillus spp. in describing the effect of three
Foodstuffs. EFSA J. 1–48. environmental factors on the apparent
Baril, E., Coroller, L., Couvert, O., D-value of Bacillus cereus spores. Int.
Leguerinel, I., Postollec, F., Boulais, J. Food Microbiol. 100: 223–229.
C., Carlin, F dan Mafart, P., 2012. Mazas, M., Lopez, M., Gonzalez, I.,
Modeling heat resistance of Bacillus Bernardo, A., dan Martin, R. 1997.
weihenstephanensis and Bacillus Effects of sporulation pH on the heat
licheniformis spores as function of resistance and the sporulation of
sporulation temperature and pH. Food Bacillus cereus. Letters in Applied
Microbiol. 30 (1):29–36. Microbiology 25: 331-334.
Baird-Parker, A.C. 1980. Organic acids, in Oteiza, J.M., Giannuzzi, L., dan Califano,
Microbial Ecology, Silliker, J.H., Ed., A.N. 2003. Thermal inactivation of
Academic Press, New York, 1: 126. Escherichia coli O157: H7 and
Behringer, R., dan Kessler, H. G. 1992. Escherichia coli isolated from morcilla
Influence of pH value and as affected by composition of the
concentration of skimmed milk on heat product. Food Res. Int. 36: 703–712.
resistance of Bacillus licheniformis and Rahayu, E. S, Siti Rahayu, Andika Sidar, Tri
B. stearothermophilm spores. Purwadi, dan Saiful Rochdyanto. 2012.
Milchwissenschaft 47(4): 207-211. Teknologi Proses Produksi Tahu.
Byrne, B. G. Dunne, D.J. Bolton. 2005. Kanisius, Yogyakarta
Thermal inactivation of Bacillus cereus Ray, B. dan Sandine, W.E. 1992. Acetic,
and Clostridium perfringens vegetative propionic and lactic acid of starter
cells and spores in pork luncheon roll. culture bacteria as biopreservatives, in
Food Microbiology 23: 803–808 Food Biopreservatives of Microbial
Doors, S. 1993. Organic acid, in Origin, Ray, B. and Daeschel, M.A.,
Antimicrobials in Foods. Davidson, Eds., CRC Press, Boca Raton, FL,
P.M. and Branen, A.L., Eds., Marcel 1992, p 103.
Dekker, New York, p. 95. Sari, B.P. 2009. Kualitas Mikrobiologi dan
Gaillard, S, I. Leguerinel, dan P. Mafart. Potensi Bakteriosin untuk
1998. Model for Combined Effects of Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Temperature, pH and Water Activity pada Tahu di Industri Rumah Tangga.
on Thermal Inactivation of Bacillus Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan
cereus Spores. JFood Sci: 887, 63, 5 Hasil Pertanian Universitas Gadjah
IFST. 1993. Shelf life of foods: Guidelines Mada, Yogyakarta
for its determination and prediction. Siemer, C., S, Toepfl, dan V, Heinz. 2014.
Institute of Food Science and Inactivation of Bacillus subtilis spores
Technology, London. by pulsed electric fields (PEF) in
Kotiranta, Anja, Kari Lounatmaa, dan combination with thermal energy II.
Markus Haapasalo. 2000. Modeling thermal inactivation of B.
Epidemiology and pathogenesis of subtilis spores during PEF processing
Bacillus cereus infections. Microbes in combination with thermal energy.
and Infection 2: 189−198. Food Control 39: 244-250.
Kim, D. H., dan Lee, K. S. 1992. Effects of
coagulants on storage of packed tofu.
Korean Journal of Food Science and
Technology 24: 92–96. Food
Microbiology 30: 29-36
Leguerinel, I., Spegagne, I., Couvert, O.,
Gaillard, S., dan Mafart, P. 2005.
Validation of an overall model

8 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017


Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. X, No. 1, Februari 2017 9

Anda mungkin juga menyukai