Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

WAWASAN KEMARITIMAN

“Terumbu Karang Indonesia”

OLEH

AYU HIDAYATI (M1A116163)

AMALIA INTAN PRATIWI (M1A117056)

HARIANTO (M1A118031)

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Assalamu’alaikum, wr. wb.

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah Subhana

Wata’ala, shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, juga untuk para keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai

akhir zaman. Karena atas rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini yang berjudul “Terumbu Karang Indonesia”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Wawasan

Kemaritiman”. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan

baik materi maupun bahasanya, maka penyusun mengharapkan saran dan kritik

yang membangun untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak yang menjadikan makalah ini sebagai

bahan literatur mengenai materi terkait. Amin.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb.

Kendari, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan ...................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 4

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 5

1.3. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5

BAB II Pembahasan ...................................... Error! Bookmark not defined.

2.1. Ekosistem Terumbu Karang ............................................................ 6

2.2. Keadaan terumbu karang di Indonesia .............................................. 8

2.2.1 Dimensi ekologis .......................................................................... 8

2.2.2 Dimensi ekonomi .......................................................................... 9

2.2.3 Dimensi sosial............................................................................. 10

2.2.4 Dimensi kelembagaan ................................................................. 11

BAB III Penutup ........................................... Error! Bookmark not defined.

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 13

3.2 Saran. .......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulau terbesar di dunia terkenal

memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati laut salah satunya terumbu

karang. Menurut Moosa,et al 1987 dalam Fachrudin 2011, Indonesia memiliki

sekitar 17.500 km2 ekosistem terumbu karang yang beragam jenisnya. Tersebar

diseluruh perairan pesisir yang jernih, hangat, beroksigen serta bebas dari

sedimentasi. Sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat terumbu karang

di dunia.

Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki terumbu

karang cukup tinggi seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut),

Kepulauan Derawan (Kaltim), Kepulauan Wakatobi (Sultra) dan Teluk

Cendrawasih (Papua) (Dahuri,1999) .Namun sayang saat ini kekayaan terumbu

karang Indonesia justru terancam rusak akibat berbagai faktor yakni faktor alam

seperti perubahan iklim dan faktor pemanfaatan sumberdaya yang tidak terkontrol

oleh manusia. Saat ini 22% terumbu karang di wilayah Indonesia bagian timur

mengalami rusak, sedangkan di bagian barat kerusakannya lebih parah lagi yaitu

sebesar 71% ( Dahuri, 1999). Sedangkan menurut P2O LIPI, 2006 dalam Muzaki

A, 2008 menyebutkan bahwa, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir kondisi

ekosistem terumbu karang terus mengalami kerusakan dari 10% menjadi 50%.

Kondisi ini yang melatarbelakangi semua pihak untuk segera bertindak

menjaga ekosistem yang telah dianugerahkan kepada kita karena dampak dari
kerusakan terumbu karang bukan hanya akan berpengaruh pada sektor perikanan

saja tetapi akan saling terkait berdampak pada sektor lainnya juga.

1.2. Rumusan Masalah

Laut adalah wilayah unik karena di laut tidak ada status kepemilikan

pribadi, laut merupakan lahan milik bersama atau milik umum (common property)

akibatnya pemanfaatannya bersifat open acces dimana dapat diakses semua

pengguna. Kerusakan ekosistem terumbu karang diakibatkan oleh semua

kalangan yang memanfaatkan sumberdaya kelautan, meskipun dampaknya yang

paing merasakan adalah masyarakat disekitar kawasan pesisir. Adanya keterkaitan

dari berbagai sektor tersebut maka upaya pelestariannyapun harus dirumuskan

secara bersama antar berbagai sektor.

Dari uraian diatas makalah ini merumuskan masalah sebagaiberikut :

1) Bagaimana keadaan terumbu karang di Indonesia sekarang ?

2) Bagaimana fungsi ekosistem terumbu karang berdasarkan dimensi ekologi,

sosial-ekonomi dan kelembagaan ?

1.3. Tujuan Penulisan

1) Mengetahui kondisi terumbu karang di Indonesia

2) Merinci keterkaitan pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan

dimensi ekologi, sosial-ekonomi dan kelembagaan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang berasal dalam bahasa inggris adalah coral reefs reefs atau

terumbu merupakan sekumpulan struktur keras dan padat yang berada didalam

perairan. Sedangkan coral atau karang merupaka salah satu organisme laut tidak

bertulang belakang (invertebrate) berbentuk polip namun mampu menyerap

kapur dari air laut dan mengendapkannya membentuk timbunan kapur yang padat

(http://dict.die.net/reef/).

Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang

dibedakan menjadi dua kelompok yakninkarang hermatipik dan karang

ahermatipik. Karang hermatipik adalah bangunan karang yang dikenal

menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis.

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok

yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaaan utama karang hermatipik dan

karang ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik

dengan zooxanthellae yaitu sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular),

seperti Gymodinium microadriatum, yang terdapat dijaringan-jaringan polip

binatang karang dan melaksanakan fotosintesis. Hasil samping dari aktivitas ini

adalah endapan kalsium karbonat yang struktur bentuk bangunannya khas.

Umumnya jenis karang ini hidup diperairan pantai/laut yang tidak terlalu dalam

dimana penetrasi cahaya matahari masih menjagkau kedasar perairan. Disamping

itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar

antara 25-32oC ( Nybakken 1982 dalam Dewi 2006 ).


Veron (1995) dan Walace 1998) dalam Fachrudin (2011) mengemukakan

bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umunya hanya terdapat

diperairan tropis, sangat sensitive terhadapp perubahan lingkungan hidupnya

terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas

perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan

pemandan global yang melanda perairan troipis di tahun 1998 telah menyebabkan

pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal

mencapai 90-95%. McCook (1999) menjelaskan bahwa curah hujan yang tinggi

dan aliran material dari daratan (mainland run off) dapat membunuh terumbu

karang melalui peningkatan penigkatan sedimen dan penurunan salinitas air laut.

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang dibedakan menjadi tujuh

kategori utama yaitu karang bercabang (branching coral), karang massif/padat

(massive coral), karang submasif/semi padat (submassive coral), karang

jamur/soliter (mushroom coral),karang meja (tabulate coral), karang lembaran

(folius coral), dan karang menjalar (encrusting coral) (Coremap II, 2007 dalam

Kasim, 2011).

Moberg dan Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi

ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses

ekosistem sebagai peyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan

yang terkait dengan sumberdaya pulih seperti bahan pangan yaitu ikan, dan

tambang sepeerti pasir karang. Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu

karang dibedakan :

1) Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai

2) Jasa biologi sebagai habitat dan penopang mata rantai kehidupan.


3) Jasa biokimia sebagi fikasasi nitrogen.

4) Jasa informasi sebagai pencatat iklim.

5) Jasa sosisal dan budaya sebagai nilai keindahan, rekreasi dan permainan.

2.2. Keadaan terumbu karang di Indonesia

2.2.1. Dimensi ekologis

Sebagai negara maritim Indonesia memiliki kekayaan biota laut yang

beraneka ragam. Dengan suhu peraian 21-29o terumbu karang tumbuh subur

diperairan negara kita. Secara ekologis terumbu karang berfungsi sebagai suatu

ekosistem yakni penyedia habitat, dan memfasilitasi proses-proses yang

berlangsung didalamnya.

Berdasarkan penelitian dan pemantauan beberapa tahun terakhir

menujukan bahwa kondisi terumbu karang Indonesia sudah sangat

memprihatinkan, dari luas terumbu karang yang dimiliki seluruhnya hanya 5,56%

kondisinya yang baik (http://medanbung.wordpress.com). Kerusakan tersebut

disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yakni :

1) Faktor alam antara lain pemanasan global, el-nino, tsunami dan letusan

gunung berapi.

2) Faktor manusia yang memanfaatkan sumberdaya kelautan, seperti kegiatan

penangkapan ikan, kegiatan pariwisata, dan transportasi laut.

3) Faktor pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan seperti

reklamasi pantai, buangan limbah industri, dan sedimentasi akibat

penggunaan lahan pertanian yang tidak baik.


2.2.2. Dimensi ekonomi

Terumbu karang menyediakan berbagai pemakaian langsung dan tak

langsung bagi masyarakat indonesia. Khusus bagi masyarakat pesisir terumbu

karang merupakan faktor penopang perekomian. pemakaian yang paling dominan

adalah terumbu karang bisa menjadi pendukung besarnya hasil yang dapat

diperoleh dari sumbedaya perikanan laut. Terumbu karang bisa menyumbang

sumberdaya perikanan laut dengan estimasi sebesar 5 ton/km2 (Snedaker and

Getter 1985 dalam Fachrudin, 2011).

White and Trinidad (1998) dalam Rembet (2011) mengemukakan, jumlah

panena ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang lestari diseluruh dunia

dapat mencapai 9 juta ton atau sekurangnya 12& dari jumlah tangkapan perikanan

dunia. Perkiraan perhitungan nilai produksi perikanan dari terumbu karang

tergatung pada kondisi terumbu karang an kualitas pemanfataan dan pengelolaan

oleh masyarakat sekitarnya.

Potensi panen lestari ikan karang di perairan laut Indonesia diduga sebesar

80.082 ton/tahun (Ditjen Perikanan, 1991). Dengan demikian perikanan karang

komersial memiliki konstribusi yang nyata bagi perekonomian Indonesia.

Selain menyumbang manfaat dibidang barang seperti sumberdaya

perikanan, terumbu karang memiliki nilai ekonomi dari sektor jasa pariwisata.

Keindahan terumbu karang Indonesia menarik jutaan turis domestik dan asing

untuk datang ke Indonesia. Nilai ekonomis wisata bahari ini sangat tinggi karena

tidak hanya menghasilkan devisa tetapi

Juga efek pengganda lainnya seperti perdagangan, jasa transportasi, hotel

dan restoran.
2.2.3. Dimensi sosial

Sebagian kota di Indonesia merupakan wilayah pesisir dengan demikian

jutaan penduduk yang mendiaminya menggantungkan hidupnya dari sumberdaya

pesisir dan lautan. Seiring dengan peningkatan jumlah masyarakat pesisir maka

persaingan hidup semakin kompetitif, hal ini berdampak pada pemanfaatan

sumberdaya kelautan yang semakin tidak terkontrol, ditambah lagi laut

merupakan wilayah yang termasuk common comunity sehingga pemanfaatanya

sering bersifat open acces. Hal ini yang membuat sulitnya menjaga kelestarian

sumberdaya hayati laut, khususnya terumbu karang. Budianto (2012)

menyebutkan, faktor-faktor sosial penyebab kerusakan sumberdaya kelautan

adalah rendahnya tingkat pendidkan, sebagaimana mayoritas masyarakat pesisir

lainnya, rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya pengetahuan

masyarakat nelayan dalam bidang pengelolaan sumberdaya perikanan

berkelanjutan. Hal ini dicerminkan dengan kerusakan lingkungan pesisir seperti

akibat penebangan mangrove. Selain itu rendahnya tingkat pendidikan pada

masyarakat miskin mengakibatkan keterpaksaan untuk melakukan eksploitasi

sumberdaya yang secara ekologis rentan atau dengan cara-cara yang tidak ramah

lingkungan.

Pada sisi lain, padangan dan persepsi masyarakat terhadap keberadaan

sumberdaya alam tidak lagi mengikuti syariat serta kearifan kearifan budaya.

Masyarakat telah terkontaminasi budaya konsumtif, sehingga berlomba-lomba

mengeruk sumberdaya alam sebagai pendapatan ekonomi tanpa memperhatikan

kelestarian lingkungan.
2.2.4. Dimensi kelembagaan

Laju degradasi terumbu karang akan terus terjadi apabila tidak ada upaya

penanganan serius dari pemerintah. Salah satu upaya pemerintah dalam

menyelematan terumbu karang Indonesia adalah melaksanakan program Coral

Reef Rehabilitation dan Management Program (Coremap). Program ini

melibatkan seluruh instansi yang terkait yang terkait dalam pengelolaan terumbu

karang yakni perikanan, pariwisata, dan lingkungan hidup. Program ini

melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat dari tingkat bawah (grass root)

hingga pengambil kebijakan tertinggi, secara garis besar terdapat 5 komponen

penting dalam Coremap yakni, program berbasis masyarakat, penguatan

kelembagaan, monitoring dan kontrol , penyadaran masyarakat dan dukungan

ilmuwan melalui kajian ilmiah ( Purnomo, 2007 ).

Kesempatan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya alam yang

terdapat diwilayahnya dalam hal ini sumberdaya terumbu karang semakin besar

karena didukung oleh UU No. 2 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Tetapi

pengelolaan tersebut harus selalu disertai tanggung jawab dalam pengelolaannya

dan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan.

Bagi pemerintah daerah tanggung jawabnya dibidang penyedian

infrastruktur, regulasi dan penegakan hukum, bantuan teknis dan teknologi,

penciptaan alternatif pekerjaan dan peningkatan SDM. Bagi masyarakat lokal

tanggung jawab yang harus dipikul adalah peningkatan partisipasi berupa

peningkatan kesadaran tentang persepsi pentingnya menjaga kelestarian terumbu

karang, termasuk dalam hal ini dukungan dari tokoh-tokoh agama, tokoh
masyarakat, keluarga nelayan serta seluruh masyarakat pesisir untuk selalu

berkomitmen dalam pelestarian ekosistem terumbu karang.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Ekosistem terumbu karang di Indonesia terus mengalami degradasi, dari

luas keseluruhan terumbu karang tinggal 5,56% kondisinya yang baik.

2) Faktor penyebab kerusakan terumbu karang sangat terkait antar dimensi,

dimensi ekonomi ( pemanfaatan sumberdaya yang tidak bertanggung

jawab), dimensi sosial ( faktor rendahnya tingkat pendidikan dan persepsi

masyarakat tentang kelestarian terumbu karang) dimensi kelembagaan (

rendahnya penegakan hukum dan belum adanya zonasi )

3.2. Saran

Agar laju degradasi terumbu karang dapat dihentikan maka diperlukan peran

serta semua pihak diantaranya, penguatan lembaga, peningkatan SDM, penguatan

partisipasi masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan kearifan budaya lokal.


DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin A. et al. 2011. Status keberlanjutan pengelolaan terumbu karang di pulau


Hogow dan putus-putus Sulawesi Utara. Jurnal perikanan dan kelautan
vol.VIII-3.

Muzaki A. 2008. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap


perkembangan terumbu karang. Makalah.

Kasim F. 2011. Penyuluhan kemah bakti UNG.. Makalah. Fakultas Pertanian


UNG

Budianto Sahono. 2012. Pengelolaan subsector perikanan tangkap yang


berkelanjutan. Tesis. FMIPA.UI

Wikipedia. 2014. Terumbu karang (http://id.wikipedia.org/wiki) akses Nopember


2014

Anda mungkin juga menyukai