Anda di halaman 1dari 11

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Demam Berdarah Dengue


3.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan
tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam
(purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun. Hal yang dianggap serius pada demam berdarah dengue adalah
jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan.
3.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko DBD
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam
tubuh nyamuk Aedes aegepty (betina). Virus ini termasuk dalam kelompok
B Arthropod borne virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviridae dan memiliki 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 dan serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan. Virus ini dapat tetap hidup di alam ini melalui 2 mekanisme.
Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk, dimana virus
yang ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya yang nantinya akan
menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada
nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua, transmisi virus
dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk
mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada
saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus
yang sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi (memecah
diri/berkembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai

11
di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk
dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.1
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, Aedes albopticus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lainnya. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah
Aedes aegypti, yang hidup subur di daerah tropis dan subtropics. A.
aegypti bersifat antropofiik yaitu senang sekali terhadap manusia dan
mempunyai kebiasaan menggigit ulang (multiple biters). Di Indonesia
ada dua jenis nyamuk Aedes : A. aegypti dengan jarak terbang 100
meter dan A. albopictus dengan jarak terbang 50 meter. Nyamuk ini
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan, kaki dan sayapnya. Nyamuk A. aegypti hidup dan berkembang
biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung
berhubungan dengan tanah, seperti bak mandi /WC, air tempayan/
gentong, kaleng, ban bekas, dll. Untuk A. albopictus lebih senang
bertelur di kaleng-kalemh yang dibuang. Nyamuk jantan menghisap
sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina
menghisap darah. Nyamuk betina mencari mangsa pada siang hari.
Biasanya aktivitas menggigit dimulai pada pagi sampai petang hari,
terutama pada pukul 07.00, 11.00 dan 17.00. Kemampuan terbang
nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter. Kepadatan
nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana banyak
genangan air bersih yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti .1,3,4

3.1.3 Manifestasi klinik


Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD
dengan masa inkubasi antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami
demam akut atau suhu meningkat tiba-tiba, sering disertai menggigil, saat

12
demam pasien compos mentis. Gejala klinis lain yang sangat menonjol
adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai
pada saat penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat
berupa :
a. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.
b. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran
klinis lain yang tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi.
c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada
seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan
pergerakan bola mata terasa pegal.

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-


menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan
timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada,
lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak
darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara
tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau
keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki
dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan
terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba) kadang
kesadarannya menurun.

13
3.1.4 Diagnosis Demam Berdarah Dengue
Kriteria yang menjadi acuan untuk menegakkan diagnosis
Demam Berdarah Dengue adalah kriteria diagnosis menurut WHO
2011 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris untuk mengurangi
( 2,4,7)
diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, ditandai dengan uji torniquet positif dan
salah satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.

c. Perbesaran hati (hepatomegali)

d. Syok yang ditandai dengan nadi cepat, lemah, tekanan nadi


menurun ( 20 mmHg), tekanan darah turun, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris :

a. Trombositopeni (100.000/L atau kurang)

b. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20 % atau lebih


dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen).

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan


hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan.7

Derajat DBD menurut WHO tahun 2011 diklasifikasikan dalam 4


derajat:
1.Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet

14
2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmhg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab
dan anak tampak gelisah
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak terukur

Diagnosis definitif DBD hanya dapat dilakukan dengan cara


isolasi virus, deteksi antigen virus dan deteksi antibodi spesifik dalam
serum pasien. Dikenal 5 uji serologis yang biasa untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu : 9
 Uji hemoglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibiton test
: HI test)
 Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
 Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
 IgM Elisa dan
 IgG Elisa

Akhir-akhir ini mulai dikembangkan tes PCR (polymerase chain


reaction) yang dapat menampilkan diagnosis serotipe spesifik secara
cepat, namun teknologi ini baru dapat dikerjakan pada sentra
13
laboratorium penelitian.
Karena berbagai tes serologis tersebut membutuhkan waktu yang
lama dan biaya yang besar, maka pada prakteknya diagnosis klinis dan
laboratoris lebih banyak digunakan.
Pemeriksaaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :
 Dengue Blot
 X-Foto Thorax

15
Gambaran X-Foto Thorax biasanya menunjukkan gambaran efusi
pleura terutama paru kanan atau lebih berat dapat dijumpai gambaran
edema paru. Pada penelitian prospektif, efusi pleura didapatkan pada
84% (22/26) penderita DBD, dan penderita dengan indeks efusi pleura
(Pleural Effusion Index = PEI) rata-rata 14,1% menimbulkan
15
kewaspadaan terhadap terjadinya syok.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam, mencapai nilai terendah pada masa syok
dan terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit. Biasanya terjadi pada
hari ketiga sampai ketujuh. (14,15) Pada penderita ini trombositopenia
terjadi pada hari ke-3 sakit/hari ke-1 perawatan (111.000/mm 3 ) dan
menurun sampai 96.000/mm 3 pada hari ke-4 sakit/ hari ke-2
perawatan.

3.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita demam berdarah
dengue dapat berupa :
a. Ensefalopati
Ensefalopati pada umumnya timbul sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan dapat menyebabkan ensefalopati. Gejala
yang tampak adalah penurunan kesadaran dari apati atau somnolen, dapat
kejang, dapat terjadi pada DBD atau SSD. Pada ensefalopati dapat
ditemukan peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), studi koagulasi
memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah,
dan hiponatremi. 7
b. Kelainan ginjal.
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat syok
yang tidak teratasi. Pada keadaan syok yang berat seringkali dijumpai acute

16
tubular necrosis, ditandai dengan penurunan jumlah urin, dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin. Diuresis merupakan parameter yang penting
untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml/kgBB/jam. 7
c. Udem paru
Udem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat
pemberian cairan berlebih. Pemberian cairan yang terus berlangsung pada
saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, akan
mengakibatkan distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
adanya gambaran udem paru pada foto dada. 7

3.1.6 Diagnosis Banding


1. Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi
mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala
berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, sendi, mual, muntah
dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul
pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang, timbul kembali
pada hari ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, tangan dan telapak
kaki maupun tangan. Petekie dapat dijumpai, leukopeni biasanya
ditemukan, trombositopeni kadang-kadang ditemukan. Masa
penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama
pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya Demam
Dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri dan menoragi. Demam dengue
dengan perdarahan harus dibedakan dengan demam berdarah dengue.
Pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi, efusi pleura dan asites. 7
Pada penderita ini terdapat perdarahan, tidak disertai dengan
hemokonsentrasi, namun untuk tanda kebocoran plasma belum dapat

17
ditentukan karena fasilitas yang terbatas sehingga diagnosis banding
demam dengue belum dapat disingkirkan.

2. Demam Tifoid
Pada Demam tifoid, serangan demam terutama dirasakan pada
malam hari. Terdapat pula gejala gastrointestinal seperti diare,
konstipasi, mual, dan muntah. Adanya trombositopenia yang jelas dan
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit yang
lain.
Pada penderita ini didapatkan trombositopenia, gejala mual dan
muntah, namun belum dilakukan pemeriksaan Widal sehingga diagnosis
banding demam tifoid juga belum dapat disingkirkan.

3.1.7 Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat II


Untuk dapat menanggulangi dan mengatasi masalah yang dihadapi
penderita ini, maka dibutuhkan penanganan secara menyeluruh dan
komprehensif. Maka dari itu perlu pengelolaan secara promotif, preventif,
kuratif.
a. Kuratif
Meliputi :
1. Penggantian Volume Plasma
Patofisiologi kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler pada DBD belum diketahui secara
pasti, sehingga belum jelas mekanisme untuk memotong proses
kebocoran vaskuler. Peningkatan permeabilitas yang ditunjukkan
dengan adanya kebocoran plasma dan protein ke dalam
ekstravaskular mengakibatkan hipovolemi dan perdarahan yang
berhubungan dengan diapedesis eritrosit dari kapiler. Resusitasi
cairan dibutuhkan untuk mengembalikan volume intravaskular agar
perfusi jaringan tetap normal, sambil menunggu berlalunya masa
kritis. Selama menunggu masa kritis, diperlukan monitoring pada

18
pemberian cairan. Pemberian cairan kristaloid yang eksesif
13
kemungkinan dapat menimbulkan edema jaringan dan paru.
Pemilihan cairan untuk penderita DBD derajat II dengan
peningkatan hematokrit, menurut pedoman tatalaksana dari WHO
diberikan infus RL/NaCl 0,9 % atau Dekstrosa 5 % dalam RL/NaCl
0,9 % sejumlah 6-7 ml/kgBB/Jam. Cairan kristaloid dipakai karena
secara fisiologis sesuai dengan komposisi cairan plasma. Dalam hal
ini dipilih RL karena isoosmolar. Sedangkan pemberian NaCl 0,9 %
dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan hiperkloremik metabolik
asidosis. Kemudian dimonitor tanda vital dan kadar hematokrit serta
trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya dievaluasi 12-24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan
kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
setelah 24-48 jam. 13
2. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa pada DBD lebih bersifat suportif untuk
mengatasi gejala simptomatis. Agen antipiretik digunakan untuk
mengurangi demam dengan mekanisme menghambat pusat sintesis
dan pelepasan prostaglandin yang menjadi mediator efek pirogenik
endogen di hipotalamus, dan juga berperan mengembalikan set -point
suhu menjadi normal lagi. Dalam kasus ini digunakan parasetamol
500 mg diberikan apabila pasien panas. Asam salisilat atau ibuprofen
tidak diberikan karena mengganggu fungsi trombosit dan
13
meningkatkan resiko perdarahan.
3. Pemantauan
Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan,
tanda-tanda syok dan nilai laboratorium hemoglobin, hematokrit dan

19
trombositopeni penderita ini telah dilakukan dengan baik selama 5
hari. Selama 5 hari perawatan, suhu tubuh menurun dan tidak terjadi
kenaikan suhu tubuh yang berarti. Tidak terjadi komplikasi dan tidak
terjadi syok, tanda vital baik, kadar hematokrit kembali normal,
jumlah trombosit mencapai normal pada hari ke-4 perawatan.
Namun pada pasien ini mengingat hari hari rawan untuk
terjadinya syok sudah terlalui maka pemantauan yang lebih penting
untuk dilakukan adalah terhadap kemungkinan terjadinya repolling,
yaitu terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskuler pada fase
konvalesen. Hal ini dapat menyebabkan edema paru dan distress
pernapasan, terutama bila cairan intravena masih terus diberikan.
Oleh sebab itu pemantauan terutama pemeriksaan fisik thorak harus
dilakukan seteliti mungkin, terutama bila pemeriksaan penunjang
lainnya yang membutuhkan biaya tinggi tidak dilakukan.

b. Promotif dan Preventif


Pasien dan orang tua pasien dijelaskan tentang penyakit DBD serta cara-
cara yang dapat dilakukan dalam rangka pemberantasan dan pencegahan
penyakit tersebut.
a. Penjelasan tentang penyakit DBD meliputi :
Penyebab dari penyakit ini adalah virus dengue yang ditularkan
dengan perantaraan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut hitam
berbintik-bintik putih di seluruh tubuh dan kaki, berkeliaran pada
waktu siang sampai sore hari yaitu kurang lebih pukul 10.00 sampai
pukul 17.00 dan lebih suka pada tempat genangan air yang bersih.
Dijelaskan pula bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya karena
dapat mematikan.
b. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk dengan
cara :
- Pemasangan kasa nyamuk, sehingga nyamuk tidak akan masuk ke
rumah.

20
- Menggunakan mosquito repellent atau insektisida bentuk spray.
c. Pemberantasan vektor jangka panjang / pemberantasan sarang
nyamuk (PSN)
- Menutup tempat-tempat penyimpanan air
- Mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol atau ban
bekas serta semua barang bekas yang memungkinkan nyamuk
bersarang.
- Menguras bak mandi / tempat menampung air.

3.1.8 Prognosis
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah
baik (ad bonam) oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang
berat serta keadaan pasien membaik.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (ad bonam)
yang nampak dari keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb,
Ht, trombosit menunjukkan perbaikan dan stabil.
Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik
(ad bonam) karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan
tubuh.

21

Anda mungkin juga menyukai