Bahan Kimia
Bahan Kimia
TINJAUAN PUSTAKA
11
di kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk
dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.1
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti, Aedes albopticus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lainnya. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah
Aedes aegypti, yang hidup subur di daerah tropis dan subtropics. A.
aegypti bersifat antropofiik yaitu senang sekali terhadap manusia dan
mempunyai kebiasaan menggigit ulang (multiple biters). Di Indonesia
ada dua jenis nyamuk Aedes : A. aegypti dengan jarak terbang 100
meter dan A. albopictus dengan jarak terbang 50 meter. Nyamuk ini
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian
badan, kaki dan sayapnya. Nyamuk A. aegypti hidup dan berkembang
biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung
berhubungan dengan tanah, seperti bak mandi /WC, air tempayan/
gentong, kaleng, ban bekas, dll. Untuk A. albopictus lebih senang
bertelur di kaleng-kalemh yang dibuang. Nyamuk jantan menghisap
sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina
menghisap darah. Nyamuk betina mencari mangsa pada siang hari.
Biasanya aktivitas menggigit dimulai pada pagi sampai petang hari,
terutama pada pukul 07.00, 11.00 dan 17.00. Kemampuan terbang
nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter. Kepadatan
nyamuk ini akan meningkat pada musim hujan, dimana banyak
genangan air bersih yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti .1,3,4
12
demam pasien compos mentis. Gejala klinis lain yang sangat menonjol
adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai
pada saat penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat
berupa :
a. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.
b. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran
klinis lain yang tidak khas dijumpai pada penderita DBD adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu
menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi.
c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada
seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan
pergerakan bola mata terasa pegal.
13
3.1.4 Diagnosis Demam Berdarah Dengue
Kriteria yang menjadi acuan untuk menegakkan diagnosis
Demam Berdarah Dengue adalah kriteria diagnosis menurut WHO
2011 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris untuk mengurangi
( 2,4,7)
diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, ditandai dengan uji torniquet positif dan
salah satu bentuk lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan
perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
Kriteria Laboratoris :
14
2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmhg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab
dan anak tampak gelisah
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba
dan tekanan darah tidak terukur
15
Gambaran X-Foto Thorax biasanya menunjukkan gambaran efusi
pleura terutama paru kanan atau lebih berat dapat dijumpai gambaran
edema paru. Pada penelitian prospektif, efusi pleura didapatkan pada
84% (22/26) penderita DBD, dan penderita dengan indeks efusi pleura
(Pleural Effusion Index = PEI) rata-rata 14,1% menimbulkan
15
kewaspadaan terhadap terjadinya syok.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai
menurun pada masa demam, mencapai nilai terendah pada masa syok
dan terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit. Biasanya terjadi pada
hari ketiga sampai ketujuh. (14,15) Pada penderita ini trombositopenia
terjadi pada hari ke-3 sakit/hari ke-1 perawatan (111.000/mm 3 ) dan
menurun sampai 96.000/mm 3 pada hari ke-4 sakit/ hari ke-2
perawatan.
3.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita demam berdarah
dengue dapat berupa :
a. Ensefalopati
Ensefalopati pada umumnya timbul sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan dapat menyebabkan ensefalopati. Gejala
yang tampak adalah penurunan kesadaran dari apati atau somnolen, dapat
kejang, dapat terjadi pada DBD atau SSD. Pada ensefalopati dapat
ditemukan peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), studi koagulasi
memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas darah,
dan hiponatremi. 7
b. Kelainan ginjal.
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat syok
yang tidak teratasi. Pada keadaan syok yang berat seringkali dijumpai acute
16
tubular necrosis, ditandai dengan penurunan jumlah urin, dan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin. Diuresis merupakan parameter yang penting
untuk mengetahui apakah syok sudah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml/kgBB/jam. 7
c. Udem paru
Udem paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat
pemberian cairan berlebih. Pemberian cairan yang terus berlangsung pada
saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, akan
mengakibatkan distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
adanya gambaran udem paru pada foto dada. 7
17
ditentukan karena fasilitas yang terbatas sehingga diagnosis banding
demam dengue belum dapat disingkirkan.
2. Demam Tifoid
Pada Demam tifoid, serangan demam terutama dirasakan pada
malam hari. Terdapat pula gejala gastrointestinal seperti diare,
konstipasi, mual, dan muntah. Adanya trombositopenia yang jelas dan
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit yang
lain.
Pada penderita ini didapatkan trombositopenia, gejala mual dan
muntah, namun belum dilakukan pemeriksaan Widal sehingga diagnosis
banding demam tifoid juga belum dapat disingkirkan.
18
pemberian cairan. Pemberian cairan kristaloid yang eksesif
13
kemungkinan dapat menimbulkan edema jaringan dan paru.
Pemilihan cairan untuk penderita DBD derajat II dengan
peningkatan hematokrit, menurut pedoman tatalaksana dari WHO
diberikan infus RL/NaCl 0,9 % atau Dekstrosa 5 % dalam RL/NaCl
0,9 % sejumlah 6-7 ml/kgBB/Jam. Cairan kristaloid dipakai karena
secara fisiologis sesuai dengan komposisi cairan plasma. Dalam hal
ini dipilih RL karena isoosmolar. Sedangkan pemberian NaCl 0,9 %
dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan hiperkloremik metabolik
asidosis. Kemudian dimonitor tanda vital dan kadar hematokrit serta
trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya dievaluasi 12-24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan
kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan
berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan
setelah 24-48 jam. 13
2. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa pada DBD lebih bersifat suportif untuk
mengatasi gejala simptomatis. Agen antipiretik digunakan untuk
mengurangi demam dengan mekanisme menghambat pusat sintesis
dan pelepasan prostaglandin yang menjadi mediator efek pirogenik
endogen di hipotalamus, dan juga berperan mengembalikan set -point
suhu menjadi normal lagi. Dalam kasus ini digunakan parasetamol
500 mg diberikan apabila pasien panas. Asam salisilat atau ibuprofen
tidak diberikan karena mengganggu fungsi trombosit dan
13
meningkatkan resiko perdarahan.
3. Pemantauan
Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan,
tanda-tanda syok dan nilai laboratorium hemoglobin, hematokrit dan
19
trombositopeni penderita ini telah dilakukan dengan baik selama 5
hari. Selama 5 hari perawatan, suhu tubuh menurun dan tidak terjadi
kenaikan suhu tubuh yang berarti. Tidak terjadi komplikasi dan tidak
terjadi syok, tanda vital baik, kadar hematokrit kembali normal,
jumlah trombosit mencapai normal pada hari ke-4 perawatan.
Namun pada pasien ini mengingat hari hari rawan untuk
terjadinya syok sudah terlalui maka pemantauan yang lebih penting
untuk dilakukan adalah terhadap kemungkinan terjadinya repolling,
yaitu terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskuler pada fase
konvalesen. Hal ini dapat menyebabkan edema paru dan distress
pernapasan, terutama bila cairan intravena masih terus diberikan.
Oleh sebab itu pemantauan terutama pemeriksaan fisik thorak harus
dilakukan seteliti mungkin, terutama bila pemeriksaan penunjang
lainnya yang membutuhkan biaya tinggi tidak dilakukan.
20
- Menggunakan mosquito repellent atau insektisida bentuk spray.
c. Pemberantasan vektor jangka panjang / pemberantasan sarang
nyamuk (PSN)
- Menutup tempat-tempat penyimpanan air
- Mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol atau ban
bekas serta semua barang bekas yang memungkinkan nyamuk
bersarang.
- Menguras bak mandi / tempat menampung air.
3.1.8 Prognosis
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah
baik (ad bonam) oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang
berat serta keadaan pasien membaik.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (ad bonam)
yang nampak dari keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb,
Ht, trombosit menunjukkan perbaikan dan stabil.
Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik
(ad bonam) karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan
tubuh.
21