Anda di halaman 1dari 4

Sabtu siang lalu (1/4), sejumlah perajin kain tenun di Peringgasela nampak menikmati kesibukannya

seperti sehari-hari biasanya. Ada yang menenun mengunakan alat tradisional, ada juga memasak
pewarna alami berbahan baku daun-daunan serta. Sebagian perajin ada yang membuat berbagai
kerajinan dari bahan kain tenun, seperti tas, sajadah dan lainnya.

Usaha kerajinan kain tenun di Peringgasela dua tahun belakangan ini, sudah mulai menggeliat. Tak
hanya memproduksi kain tenun seperti biasanya, namun kini sudah dilakukan transformasi untuk
memproduksi berbagai kerajinan berbahan baku dari kain tenun. Mulai dari baju berbahan kain
tenun, tas berbagai ukuran, sajadah dan sebagai cinderamata lainnya.

Kreativitas dan inovasi para perajin mulai muncul diawal tahun 2017 belakangan ini, setelah
mendapatkan sentuhan dan pendampingan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi
NTB dengan menyiapkan konsultan pendamping dalam rangka meningkatkan kualitas dan
kuantititas produksi kerajinan kain tenun hingga pemasaran.”Alhamdulillah, beberapa bulan
belakangan ini omzet penjualan kain tenun kami meningkat. Biasanya paling tinggi penjualan itu Rp 3
juta, tapi sekarang sudah lebih dari Rp10 juta perbulan,” tutur Muharromah, salah seorang perajin
kain tenun Peringgasela.

[postingan number=5 tag=”boks”]

Perajin kain tenun di Desa Peringgasela tergabung dalam 4 kelompok. Setiap kelompok
beranggotakan 20 orang perajin yang seluruhnya adalah perempuan. Sementara pria atau bapak-
bapaknya lebih kepada memasarkan dari produk kain tenun yang sudah jadi.

Penjualan hasil produksi selain langsung oleh perajin juga melalui jasa sejumlah jasa artshop.
Adapun harga jual yang dilepas oleh perajin, disesuaikan dengan tingkat kesulitan pembuatan dan
juga bahan baku dengan pewarnaan alami atau dengan pewarnaan berbahan kimia. Khusus untuk
pewarnaan berbahan alami, harga jualnya lebih mahal dibandingkan dengan harga jual kain tenun
yang menggunakan pewarna kimia. “Untuk pewarna alami dan tingkat kesulitan pembuatan kain
tenun, harga jualnya bisa mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu/kain,” sebut Muharromah.

Perajin kain tenun Peringgasela lainnya, yani Muhammad Maliki mengakui penjualan kain tenun
Peringgasela yang diproduksinya mendapat respon sangat besar dari pasar. Bahkan, dirinya sudah
memasarkan produk kain tenun Peringgasela hingga ke sejumlah negara.
Maliki menyebut harga jual yang dipatok ke pembeli disesuaikan dengan tingkat kesulitan pembuatan
dan bahan-bahan yang digunakan seperti perwana alami dan pewarna kimia. Jika kain berbahan
alami dengan motif yang cukup sulit dan dibutuhkan kejelian dalam menenunnya, maka harganya
bisa tembus diangka Rp 800 ribu. Sementara itu, jika kain tenun dengan berbahan pewarna
kimia,maka harga jual pun lebih murah berkisar antara Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu per
potongnya. “Harga jual kain tenun kami sesuai dengan tingkat kesulitan pembuatannya termasuk
pewarnaan alami atau kimia,” kata Maliki.

Perajin kain tenun Peringgasela memproduksi sejumlah motif yang cukup populer dan laris disukai
konsumen baik pasar dalam negeri maupun luar negeri, diantaranya jenis songket dengan motif
sundawa, motif srinanti, motif bawan, songket bima dan beberapa motif lainnya

Peningkatan penjualan kain tenun sudah barang tentu berdampak terhadap perekonomian
masyarakat setempat, baik itu para perajin maupun masyarakat secara umum. Pendampingan yang
dilakukan Perwakilan BI Provinsi NTB membawa berkah bagi geliat industri kerajinan kain tenun di
Desa Peringgasela.

BI Provinsi NTB sendiri secara resmi menjadikan perajin kain tenun Peringgasela sebagai klaster
usaha kain tenun pada akhir tahn 2016. Namun jauh sebelumnya, para perajin ini sudah diberikan
pembinaan. Bahkan sebagian para perajin ini dilibatkan dalam berbagai pameran yang diikuti oleh
BI, baik itu di dalam daerah Provinsi NTB, bahkan pameran di sejumlah daerah di Indonesia, seperti
Jakarta dan beberapa provinsi lainnya.

Setiap even atau pertemuan yang digelar oleh BI NTB baik itu tingkat lokal maupun nasional bahkan
internasional, perajin kain tenun Peringgasela ini dilibatkan untuk pameran. Dengan demikian, kain
tenun Peringgasela ini kian banyak dikenal oleh konsumen dari dalam negeri maupun luar negeri,
sehingga berdampak terhadap omzet para perajin.(*)
Lombok Timur, (Antara NTB) - Masyarakat di Kecamatan Pringgasela, Kabupaten
Lombok Timur, terus mengembangkan batik Sasambo khas Nusa Tenggara Barat karena
memiliki prospek bisnis.

"Di Pringgasela ini sudah berkembang kerajinan kain tenun, namun kami ingin
berkreativitas dengan mengembangkan batik Sasambo," kata Ketua Kelompok Usaha
Batik Sasambo Jaya Abadi Kusman Jayadi, di Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu.

Sasambo adalah singkatan dari tiga nama suku di NTB, yakni Suku Sasak (Etnis
Lombok), Suku Samawa (Etnis Sumbawa), Suku Mbojo (Etnis Bima).

Kusman mengaku tekun menekuni usaha kerajinan batik Sasambo sejak 2010 untuk
memenuhi permintaan pasar, terutama dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) di
daerahnya.

Permintaan batik Sasambo terus berkembang, terutama setelah ada kebijakan


pemerintah daerah di NTB, agar PNS mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota
dan kecamatan mengenakan batik khas daerah itu sebagai upaya
menumbuhkembangkan industri kerajinan batik lokal.

"Alhamdulillah pesanan tidak hanya datang dari kalangan PNS, tapi dari instansi swasta
juga mulai berdatangan," ujar Kusman yang ditemui ketika memproduksi batik Sasambo
pesanan dari Kantor Pegadaian Lombok Timur.

Namun, kata dia, upaya untuk terus mengembangkan usaha batik Sasambo masih
terkendala dari sisi bahan baku dan peralatan yang belum tersedia di daerah.

Kusman mengatakan, semua bahan baku kain dan peralatan cetak didatangkan dari
Pulau Jawa, sehingga mempengaruhi kecepatan menyelesaikan pesanan konsumen.

"Hampir 100 persen bahan baku dan alat produksi dipesan di Yogyakarta, hanya kompor
yang kami buat sendiri di daerah. Saya pernah memperoleh bantuan kompor listrik tapi
cepat sekali rusak," ucapnya.

Meskipun ada kendala, Kusman tidak mau menjadikannya sebagai satu alasan yang
bisa mengendorkan semangatnya mengembangkan usaha batik Sasambo yang sudah
mulai berkembang, tidak hanya di Kabupaten Lombok Timur, tapi juga di kabupaten/kota
lainnya di NTB.

"Di Kota Mataram, ada SMK Negeri 5 yang juga memproduksi, di Kabupaten Lombok
Barat juga ada pengusaha batik Sasambo yang sampai sekarang masih eksis," kata
Kusman. (*)

Anda mungkin juga menyukai