Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TERMODINAMIKA KIMIA
ENTALPI ADSORPSI

Nama : Shavira Nargis Rambe


NIM : 171810301062
Kelas/Kelompok : A/6
Asisten : Landep Ayuningtias

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adsorpsi disebut juga sebagai proses penyerapan. Definisi dari adsorpsi
adalah pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan atau cairan. Adsorbat
adalah istilah yang digunakan untuk mrnunjukkan zat yang terserap pada
permukaan zat lain. Adsorben adalah zat dimana suatu permukaannya dapat
digunakan untuk menyerap zat lain. Peristiwa adsorpsi atau penyerapan hanya
menyentuh permukaannya saja sedangkan pada peristiwa absorpsi, zat yang
diserap namun dapat menembus sampai ke dalam zat penyerap disebut sebagai
absorpsi. Proses adsorpsi dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, luas
permukaan, jenis adsorbat, jenis adsorben dan tekanan (Underwood, 2002).
Proses adsorpsi adalah suatu proses yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam pencemaran lingkungan yang disebabkan
karena sistem industri tekstil. Pencemaran lingkungan tersebut dapat dibenahi
dengan mengatur sistem pengolahan air limbah terhadap industri tekstil secara
benar yaitu dengan cara menghilangkan warna. Warna dalam industri tekstil dapat
dihilangkan melalui proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan karbon aktif.
Karbon aktif sering disebut juga arang yaitu suatu jenis karbon yang mempunyai
luas penampang yang besar. Fungsi dari karbon aktif adalah mampu menyisihkan
kandungan warna pada bahan dalam proses penjernihan. Peristiwa adsorpsi juga
dapat dijumpai pada selembar tissue, dimana selembar tissue tersebut dapat
digunakan untuk menyerap air.
Percobaan yang akan dilakukan dalam praktikum kali ini adalah entalpi
adsorpsi. Percobaan adsorpsi ini menggunakan adsorben berupa karbon aktif atau
arang. Konsentrasi asam asetat yang digunakan sangat bervariasi yaitu 0,2 M,
0,6 M dan 1 M dengan variasi suhu 25̊C, 35̊C dan 45̊C. Suhu yang telah
ditentukan dapat digunakan untuk menentukan banyaknya larutan yang diadsorpsi
atau diserap. Konsentrasi dari suatu zat yang terdapat dalam suatu larutan dapat
diketahui. Suhu yang berbeda dapat mempengaruhi hasil serapan yang didapat
dalam proses adsorpsi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap adsorpsi asam asetat dengan karbon
aktif?
2. Berapa entalpi adsorpsi pada percobaan tersebut?
1.3 Tujuan
1. Mempelajari secara pengaruh suhu terhadap adsorpsi asam asetat dengan
karbon aktif
2. Menentukan jumlah entalpi adsorpsi pada percobaan tersebut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Asam asetat (C2H4O2)
Asam asetat memiliki rumus molekul yaitu C2H4O2. Asam asetat berwujud
cairan yang tidak berwarna dan berbau menyengat. Berat molekul yang dimiliki
oleh asam asetat yaitu sebesar 60,05 gram/mol. Titik didih asam asetat sebesar
118,1̊C sedangkan titik lelehnya yaitu 16,6̊C. Asam asetat bersifat asam dengan
pH 2. Asam asetat adalah senyawa yang bersifat mudah larut dalam air dingin dan
air panas serta larut dalam dietil eter dan alkohol. Asam asetat adalah bahan yang
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit,
menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup dan dan berbahaya jika tertelan.
Tindakan pertolongan pertama jika terkena mata adalah melepas semua kontak
lensa lalu basuh menggunakan air yang mengalir selama kurang lebih 15 menit
serta dapat menggunakan air dingin untuk membasuhnya. Tindakan pertolongan
pertama apabila terjadi kontak dengan kulit yaitu bilas dengan menggunakan air
yang mengalir kurang lebih 15 menit sambil melepas semua pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi. Cara memberikan pertolongan pertama apabila terhirup
yaitu segera cari udara segar dan berikan pernapasan buatan apabila tidak dapat
bernapas. Berikan oksigen apabila masih sulit untuk bernapas. Cara memberikan
pertolongan pertama apabila tertelan yaitu jangan memuntahkan apapun serta
jangan memasukkan apapun ke dalam orang yang tidak sadar. Asam asetat
sebaiknya disimpan dalam ruangan yang mempunyai ventilasi yang baik
(ScienceLab, 2018).
2.1.2 Asam Oksalat (C2H2O4)
Asam oksalat mempunyai rumus molekul yaitu C2H2O4. Asam oksalat
berwujud padatan berwarna putih dan tidak berbau. Berat molekul yang dimiliki
oleh asam oksalat yaitu sebesar 90,04 gram/mol. Asam oksalat bersifat mudah
larut dalam air dingin, dietil eter dan alkohol. Asam oksalat adalah suatu bahan
yang bersifat sangat berbahaya. Asam oksalat dapat mengakibatkan iritas pada
mata dan kulit serta berbahaya apabila terhirup atau tertelan. Tindakan
pertolongan pertama jika terjadi kontak dengan mata yaitu melepas semua kontak
serta basuh dengan menggunakan air mengalir kurang lebih 15 menit. Tindakan
pertolongan pertama apabila terjadi kontak dengan kulit yaitu membilas
menggunakan air mengalir selama 15 menit lalu diberi krim anti bakteri. Tindakan
pertolongan pertama apabila terhirup yaitu segera bawa ke udara segar dan jika
tidak bernapas segera berikan pernapasan buatan. Berikan oksigen apabila masih
sulit untuk bernapas. Tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan apabila
asam oksalat tidak sengaja tertelan yaitu jangan memuntahkan apapun serta
jangan memasukkan apapun ke dalam mulut orang yang tidak sadarkan diri. Asam
oksalat sebaiknya disimpan bersamaan dengan asam-asam lain pada kondisi
tempat yang tertutup, kering dan sejuk serta dijauhkan dari logam-logam
(ScienceLab, 2018).
2.1.3 Indikator phenolphtalein (PP)
Indikator phenolphtalein yaitu senyawa berwujud cairan yang tidak
berwarna. Indikator phenolphtalein mempunyai nilai pH 7 artinya bersifat netral.
Indikator phenolphtalein bersifat sangat mudah larut dalam air dingin, air panas,
metanol dan dietil eter serta bersifat larut dalam aseton. Indikator phenolphtalein
bersifat berbahaya karena dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit serta ber
berbahaya apabila tertelan. Tindakan pertolongan pertama apabila terkena mata
yaitu melepas semua kontak lensa lalu membasuhnya dengan menggunakan air
yang mengalir selama kurang lebih 15 menit. Cara memberikan pertolongan
pertama apabila indikator phenolphtalein terkena kulit yaitu dengan membilas
menggunakan air mengalir selama 15 menit dan dapat menggunakan sabun.
Tindakan pertolongan pertama jika senyawa ini tertelan yaitu jangan
memuntahkan apapun serta jangan memasukkan apapun ke dalam mulut orang
yang tidak sadarkan diri. Indikator phenolphtalein sebaiknya disimpan dalam
tempat yang tertutup dan jauhkan dari panas (ScienceLab, 2018).
2.1.4 Karbon aktif
Karbon aktif disebut juga sebagai arang aktif. Karbon aktif adalah
senyawa yang berbentuk padatan bubuk yang tidak berbau dan berwarna hitam.
Berat molekul yang dimiliki oleh karbon aktif yaitu 12,01 gram/mol. Titik leleh
yang dimiliki oleh karbon aktif yaitu sebesar 3500̊C. Karbon aktif bersifat tidak
larut dalam air panas dan air dingin. Karbon aktif bersifat sedikit berbahaya
apabila terkena mata dan kulit serta bila terhirup dan tertelan. Karbon aktif dapat
menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Tindakan pertolongan pertama yang
harus dilakukan jika terkena mata yaitu melepas semua kontak lensa lalu
membasuhnya dengan menggunakan air yang mengalir selama kurang lebih 15
menit. Cara memberikan pertolongan pertama apabila karbon aktif terkena kulit
yaitu dengan membilas menggunakan air dan sabun. Tindakan pertolongan
pertama jika senyawa ini tertelan yaitu jangan memuntahkan apapun tanpa
bantuan tenaga medis. Tindakan pertolongn pertama apabila terhirup yaitu segera
bawa ke udara yang segar. Karbon aktif sebaiknya disimpan dalam tempat yang
memiliki ventilasi yang baik serta jauhkan dari panas (ScienceLab, 2018).
2.1.5 Natrium hidroksida (NaOH)
Rumus molekul yang dimiliki oleh natrium hidroksida yaitu NaOH.
Natrium hidroksida adalah suatu senyawa yang berwujud padatan kristal berwarna
putih. Natrium hidroksida mempunyai berat molekul sebesar 40 gram/mol. Titik
didih yang dimiliki oleh natrium hidroksida adalah sebesar 1388ºC sedangkan
titik lelehnya adalah sebesar 323ºC. Natrium hidroksida dapat menyerap air atau
uap air dalam keadaan terbuka. Natrium hidroksida bersifat mudah larut dalam air
dingin. Natrium hidroksida termasuk senyawa yang sangat berbahaya karena
dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit serta berbahaya apabila terhirup
dan tertelan. Tindakan pertolongan pertama jika terkena mata adalah melepas
semua kontak lensa yang digunakan setelah itu membasuhnya dengan air mengalir
selama kurang lebih 15 menit. Tindakan pertolongan pertama jika terkena kulit
yaitu melepas semua pakaian dan sepatu yang terkontaminasi lalu membilasnya
dengan menggunakan air mengalir kurang lebih 15 menit. Natrium hidroksida
yang terhirup dapat diberikan pertolongan pertama dengan cara memindahkan ke
udara yang segar lalu jika tidak bernapas segera berikan pernapasan buatan.
Berikan oksigen apabila masih sulit untuk bernapas. Tindakan pertolongan
pertama yang harus dilakukan apabila senyawa ini tertelan yaitu jangan
memuntahkan apapun tanpa bantuan medis. Natrium hidroksida sebaiknya
disimpan dalam tempat yang tertutup serta pada tempat yang sejuk dan kering
(ScienceLab, 2018).
2.2 Tinjauan Pustaka
Adsorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu fluida baik cairan
maupun gas terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film atau
disebut lapisan tipis pada permukaan padatan tersebut. Adsorpsi disebut juga
dengan penyerapan. Adsorpsi secara umum yaitu proses penggumpalan substantsi
terlarut yang terdapat dalam suatu larutan oleh permukaan zat penyerap dimana
terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Zat yang
terserap pada suatu permukaan zat lain disebut adsorbat. Zat yang permukaannya
dapat menyerap zat lain disebut adsorben (Brady, 2000).
Adsorpsi atau penyerapan pada permukaan mempunyai arti yang berbeda
dengan absorpsi atau penyerapan. Absorpsi adalah suatu proses dimana zat yang
terserap dapat menembus ke dalam zat penyerap. Adsorpsi dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu:
1. Adsorpsi kimia, yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut
2. Adsorpsi fisik, yaitu berhubungan dengan gaya Van der Waals. Adsorpsi
adalah suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut
dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan
pelarutnya maka zat terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben
(Bird, 1993).
Hubungan yang menunjukkan adanya distribusi pada adsorben antara fasa
teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada
temperatur tertentu disebut dengan isoterm adsorpsi. Isoterm Langmuir
didasarkan pada:
1. Proses adsorpsi yang dijalani dilakukan dengan mekanisme yang sama
2. Adsorben mempunyai permukaan yang bersifat homogen dan hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul saja untuk tiap molekul adsorbennya. Tidak terjadi
interaksi antara molekul molekul yang terserap
3. Terbentuk satu lapisan tunggal saat terjadi adsorpsi maksimum (monolayer)
(Underwood, 2002).
Proses adsorpsi dapat dinyatakan sebagai proses dimana molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan suatu zat adsorben akibat
kimia dan fisika. Zat pencemar dalam proses adsorpsi disebut juga sebagai
adsorbat atau zat yang diadsorpsi. Adsorpsi dapat dibagi menjadi tiga langkah,
yaitu sebagai berikut:
1. Makrotransport, yaitu perpindahan zat pencemar di dalam air menuju ke
permukaan adsorben
2. Mikrotransport, yaitu perpindahan adsorbat menuju ke pori-pori di dalam
adsorben
3. Sorpsi, yaitu pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan
pembuluh kapiler mikroskopis
(Bird, 1993).
Jenis bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben adalah air, natrium
hidroksida dan asam sulfat. Air digunakan untuk pemisahan partikel debu dan
tetesan cairan serta untuk gas yang mudah larut. Natrium hidroksida cocok untuk
digunakan sebagai adsorben untuk gas yang bereaksi dengan asam sedangkan
asam sulfat digunakan untuk gas yang bereaksi dengan basa. Kolom adsorpsi
adalah kolom atau suatu tabung dimana terjadi proses pengadsorpsi dari zat-zat
yang dilewatkan atau dialirkan melalui kolom atau tabung tersebut
(Warnana, 2007).
Sifat zat padat yang mengadsorpsi seperti sifat suatu molekul atau atom
yang diserap, temperatur, konsentrasi dan sebagainya dapat mempengaruhi proses
adsorpsi. Proses adsorpsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu chemisorpotion,
adsorpsi fisika dan pertukaran ion. Chemisorpotion terjadi karena adanya ikatan
kimia antara zat terlarut dengan adsorbennya. Adsorpsi fisika atau physical
adsorption terjadi karena adanya gaya tarik menarik oleh gaya Van der Waals.
Pertukaran ion atau ion exchange terjadi karena adanya gaya elektrostatis.
Efektivitas adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Temperatur lingkungan
2. Luas permukaan
3. Jenis adsorbat
4. Jenis adsorben
5. Tekanan
6. Konsentrasi
(Atkins, 1999).
Permukaan padatan yang bersentuhan secara langsung dengan larutan
dapat mengakibatkan molekul-molekul zat terlarut terserap pada permukaan
padatan. Reaksi pada molekul yang teradsorpsi dapat dituliskan sebagai berikut:
A+B AB (2.1)
Dimana:
A = adsorbat
B = adsorben
AB = jumlah zat yang terserap
Molekul yang terserap akan berkumpul pada permukaan penyerap atau karbon
aktif apabila terjadi reaksi balik. Reaksi balik menyebabkan jumlah zat yang
berada diruas sebelah kanan akan sama dengan jumlah zat yang berada diruas kiri.
Proses adsorpsi akan berakhir apabila terjadi kesetimbangan (Sukardjo, 1997).
Adsorpsi berbanding lurus dengan luas permukaan adsorben yaitu apabila
adsorben mempunyai luas permukaan yang besar maka adsorpsi juga akan
semakin besar. Konsentrasi yang digunakan dalam proses adsorpsi akan bernilai
besar apabila zat yang diadsorpsi juga semakin besar. Pengaruh konsentrasi
larutan terhadap proses adsorpsi dinyatakan sebagai berikut:
X/m = K.Cn (2.2)
Dimana:
X = berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorben
C = berat adsoben saat keadaan setimbang
K dan n = tetapan adsorben
(Tim Kimia Fisik, 2018).
Kuat atau lemahnya interaksi antara adsorben dengan adsorbatnya
dipengaruhi oleh sifat adsorben dan adsorbatnya. Sifat keras atau lemahnya
adsorben dan adsorbat juga dapat mempengaruhi tingkat kekuatan interaksinya.
Kepolaran antara adsorben dengan adsorbatnya dapat digunakan untuk
menentukan mengetahui komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat. Adsorben
yang bersifat polar maka komponen yang sifatnya polar akan terikat lebih kuat
dibandingkan dengan komponen yang bersifat kurang polar (Alberty, 1992).
Adsorben yang paling banyak digunakan untuk menyerap zat-zat dalam
suatu larutan adalah arang. Arang adalah zat yang paling banyak digunakan dalam
dunia industri karena dapat berfungsi untuk menghilangkan zat-zat dalam suatu
larutan. Pernyerapan pada arang bersifat selektif yaitu hanya menyerap zat terlarut
atau pelarut saja dan bersifat sangat mirip dengan penyerapan oleh zat padat.
Massa zat terlarut yang terdapat dalam cairan akan mengalami perpindahan
menuju permukaan absorben apabila terjadi kontak antara pelarut yang
mengandung zat terlarut dengan absorben. Konsentrasi zat terlarut dalam cairan
juga akan berubah terhadap waktu dan posisinya dalam kolom adsorpsi apabila
terjadi perubahan massa zat terlarut dalam suatu cairan menuju ke permukaan
absorben (Keenan, 1984).
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph dan berpori yang
mengandung sekitar 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa dan sebagainya. Karbon aktif
dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat
adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas
permukaan. Daya serap yang dimiliki oleh karbon aktif sangat besar, yaitu senilai
25-1000% terhadap berat karbon aktif. Karbon aktif sebanyak satu gram pada
umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif
dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001
mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak
dengan karbon tersebut. Produksi karbon aktif di dunia hampir 60% dimanfaatkan
oleh industri-industri gula dan pembersihan minyak dan lemak, kimia dan farmasi
(Keenan, 1984).
BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Erlenmeyer
- Buret dan statif
- Gelas beaker
- Kertas saring
- Pipet volume
- Gelas ukur
- Labu ukur 50 mL
- Waterbath
- Pipet tetes
- Corong gelas
- Pipet mohr
- Ball pipet
3.1.2 Bahan
- Asam asetat
- Asam oksalat
- Indikator phenolphtalein
- Karbon aktif
- NaOH
3.2 Diagram Alir
3.2.1 Standarisasi

Larutan Asam Asetat 1 N

- dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 10 mL


- ditambahkan 2 atau 3 tetes indikator phenolphtalein
- dititrasi dengan larutan NaOH
- dilakukan secara duplo
Hasil

3.2.2 Penentuan Entalpi Adsopsi

Asam Asetat

- dibuat masing-masing larutan sebanyak 50 mL dengan


konsentrasi 0,8; 0,6; 0,4 dan 0,2 N
- diambil 10 mL pada tiap-tiap larutan
- dititrasi dengan 0,5 M NaOH menggunakan indikator
phenolphtalein sebanyak 3 tetes kemudian hasil titrasinya
menunjukan konsentrasinya mula-mula
- diambil setiap larutan sebanyak 10 mL lalu dimasukkan dalam
erlenmeyer
- ditambahkan sebanyak 0,5 gram adsorben (karbon aktif) lalu
dikocok dan ditutup menggunakan kertas saring serta didiamkan
selama 20 menit
- diambil 10 mL pada masing-masing filtrat dan diberi indikator
sebanyak 2 tetes
- dititrasi dengan larutan NaOH sehingga dapat diketahui
konsentrasinya yang ada di dalam larutan
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Standarisasi Larutan NaOH

No M C2H2O4 V C2H2O4 M NaOH V NaOH ̅


X M NaOH

1. 1N 10 mL 0,92 M 21,6 ml
0,95 N
2. 1N 10 mL 0,99 M 20,2 ml

4.1.2 Konsentrasi Mula-Mula Asam Asetat


No N V M V NaOH M CH3COOH
CH3COOH CH3COOH NaOH
1. 0.2 N 10 mL 0,95 M 4,2 mL 0,39 M
2. 0.6 N 10 mL 0,95 M 13,5 mL 1,28 M
3. 1N 10 mL 0,95 M 20,2 mL 1,91 M

4.1.3 Konsentrasi CH3COOH setelah adsorpsi pada suhu 25o C


N CH3COOH V CH3COOH M NaOH V NaOH M CH3COOH

0.2 N 10 mL 0,95 M 4,0 mL 0,38 M


0.6 N 10 mL 0,95 M 11,5 mL 1,09 M
1N 10 mL 0,95 M 18,0 mL 1,71 M

4.1.4 Konsentrasi CH3COOH setelah adsorpsi pada suhu 35o C


N V CH3COOH M NaOH V NaOH M CH3COOH
CH3COOH
0.2 N 9,5 mL 0,95 M 3,8 mL 0,38 M
0.6 N 10 mL 0,95 M 11,2 mL 1,06 M
1N 9,3 mL 0,95 M 17,4 mL 1,77 M
4.1.5 Konsentrasi CH3COOH setelah adsorpsi pada suhu 45o C
N CH3COOH V CH3COOH M NaOH V NaOH M CH3COOH
0.2 N 8,0 mL 0,95 M 3,7 mL 0,44 M
0.6 N 8,7 mL 0,95 M 10,5 mL 1,14 M
1N 10 mL 0,95 M 16,5 mL 1,57 M

4.1.6 Data Hasil Perhitungan


Suhu 25℃
Konsentrasi Berat Molekul Log (X/m) Log C k
NaOH NaOH
0.2 M -1,81 -0,42
0,6 M 40 g/mol -0,81 0,03 3,64
1M -0,77 0,23

Suhu 35℃
Konsentrasi Berat Molekul Log (X/m) Log C k
NaOH NaOH
0,2 M -1,51 -0,42
0,6 M 40 g/mol -0,75 0,02 4,80
1M -0,67 0,24

Suhu 45oC
Konsentrasi Berat Molekul Log (X/m) Log C k
NaOH NaOH
0,2 M -1,42 -0,35
0,6 M 40 g/mol -0,64 0,05 2,29
1M -0,55 0,19
Nilai Entalpi Adsorpsi (∆Hadsorpsi)
T (K) 1/T (K-1) k ln k ∆H
(adsorpsi)
298 0,00335 364 1,29
308 0,00324 4,80 1,56 17,135kJ/mol
318 0,00314 2,92 0,82

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu membahas tentang entalpi adsorpsi. Adsorpsi
merupakan suatu proses penggumpalan substantsi terlarut yang terdapat dalam
suatu larutan oleh permukaan zat penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia
fisika antara substansi dengan penyerapnya. Proses adsorpsi terdiri atas adsorbat
dan adsorben. Adsorbat adalah zat yang terserap pada permukaan zat lain
sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain disebut sebagai
adsorben. Entalpi adsorpsi yaitu energi atau kalor yang dibutuhkan untuk
mengadsorpsi zat lain pada permukaan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari secara kualitatif sifat-sifat adsorpsi dari suatu bahan adsorben dan
untuk menentukan entalpi adsorpsinya.
Adsorben yang digunakan dalam percobaan ini adalah karbon aktif atau
arang sedangkan zat yang berperan sebagai adsorbat adalah asam asetat (C2H4O2).
Arang aktif atau karbon aktif dicampurkan dalam konsentrasi asam asetat.
Konsentrasi asam asetat dibuat secara bervariasi yaitu 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N.
Konsentrasi dilakukan secara bervariasi dengan tujuan agar dapat mengetahui
konsentrasi pada saat suhu yang sama dalam penyerapan larutan asam oksalat
oleh arang aktif atau karbon aktif. Suhu yang digunakan dalam percobaan ini juga
dibuat secara bervariasi yaitu 25˚C, 35˚C dan 45˚C. Perlakuan variasi suhu
dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui pengaruh temperatur terhadap
kelarutan asam oksalat. Percobaan ini menghitung selisih antara volume larutan
NaOH yang dibutuhkan larutan asam asetat dalam mencari titik akhir titrasi saat
sebelum dicampurkan atau ditambahkan karbon aktif dan sesudah dicampurkan
atau diberi tambahan karbon aktif.
Larutan NaOH haruslah distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan
primer asam oksalat 1 N. Standarisasi diperlukan agar dapat mengetahui kadar
atau konsentrasi NaOH secara tepat. Titrasi yang dilakukan perlu ditambahkan
dengan indikator phenolptalein sebanyak 3 tetes. Fungsi penggunaan indikator
phenolptalein dalam percobaan ini adalah untuk mengetahui kapan terjadinya titik
akhir pada proses titrasi. Indikator phenolptalein memiliki nilai trayek antara 8,2-
10,0. Indikator phenolptalein tidak berwarna pada saat suasana asam dan akan
berwarna pink saat suasana basa. Nilai pH pada titrasi ini diramalkan akan
mencapai titik akhir pada saat suasana basa. Hal tersebut dikarenakan larutan
NaOH berasal dari basa kuat sedangkan asam oksalat merupakan asam lemah.
Semakin tinggi konsentrasi asam oksalat yang digunakan maka larutan yang
terbentuk akan semakin bersifat asam dan larutan NaOH yang dibutuhkan saat
proses titrasi untuk mencapai titik akhir akan semakin banyak. Reaksi yang terjadi
pada proses titrasi antara asam oksalat dengan larutan NaOH adalah sebagai
berikut:
H2C2O4 (aq) + 2 NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 2 H2O (l) (4.1)
Percobaan selanjutnya yaitu membuat asam asetat dengan konsentrasi
yang bervariasi yaitu 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N. Variasi konsentrasi yang digunakan
dilakukan dengan cara pengenceran menggunakan akuades. Volume asam asetat
yang digunakan antara lain 10 mL, 30 mL dan 50 mL. Variasi konsentrasi asam
asetat dititrasi dengan tujuan agar mendapatkan konsentrasi mula-mula larutan
asam asetat sebelum diadsorpsi dengan karbon aktif atau arang. Volume titran
atau asam asetat yang dibutuhkan agar mencapai titik akhir titrasi pada variasi 0,2
N, 0,6 N dan 1,0 N secara berurutan adalah 4,2 mL, 13,5 mL dan 20,2 mL.
Berdasarkan data percobaan yang diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasinya
maka jumlah titran yang dibutuhkan agar mencapai titik akhir juga akan semakin
banyak serta volume NaOH yang dibutuhkan juga semakin besar. Persamaan
reaksi antara asam astetan dengan larutan NaOH adalah sebagai berikut:
CH3COOH (aq) + NaOH (aq)→ CH3COONa (aq)+ H2O (l) (4.2)
Percobaan selanjutnya yaitu menentukan konsentrasi asam asetat ketika
telah diadsorpsi dengan menggunakan karbon aktif serta variasi suhu yang
berbeda-beda. Perlakuan pertama yaitu pada suhu 25˚C dengan mengambil
sebanyak 10 mL larutan asam asetat yang telah diencerkan menggunakan akuades
dengan variasi konsentrasi yang berbeda-beda. Karbon aktif yang telah ditimbang
sebesar 0,5 gram kemudian dimasukkan dalam larutan asam asetat dalam gelas
beaker. Karbon aktif yang telah dimasukkan dalam gelas beaker harus ditutup
kemudian dikocok. Gelas beaker ditutup bertujuan agar larutan tidak
terkontaminasi oleh zat-zat yang dapat mempengaruhi daya asam asetat oleh
karbon aktif. Proses pengocokan pada gelas beaker bertujuan agar karbon aktif
tercampur secara sempurna dalam larutan sehingga penyerapannya dapat
berlangsung secara optimal. Pelakuan pada variasi suhu 25˚C, gelas beaker tidak
diletakkan dalam waterbath namun hanya didiamkan dalam ruangan karena suhu
ruang dianggap setara dengan suhu 25˚C. Proses pendiaman dilakukan saat gelas
beaker telah diletakkan pada ruangan terbuka selama 20 menit dengan tujuan
untuk membiarkan terjadinya kontak atau interaksi antara karbon aktif dengan
larutan asam asetat. Larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring
agar larutan yang dihasilkan tidak terkontaminasi atau tidak terkandunng unsur
karbon. Hasil larutan yang tidak mengandung unsur karbon didalamnya maka
dilakukan titrasi dengan mengambil volume larutan tersebut sebanyak 10 mL pada
setiap variasi konsentrasi dan diberi indikator phenolptalein sebanyak tiga tetes.
Titrasi ini dilakukan untuk menentukan titik ekivalen. Volume titran yang
diperlukan dengan variasi konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N secara berturut-turut
adalah 4,0 mL, 11,5 mL dan 18,0 mL. Hasil percobaan tersebut telah sesuai
dengan literatur, dimana volume larutan NaOH yang dibutuhkan saat sebelum
diberi tambahan karbon aktif lebih besar dibandingkan setelah diberi tambahan
karbon aktif.
Perlakuan selanjutnya yaitu pengujian adsorpsi larutan asam asetat oleh
karbon aktif menggunakan variasi konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N dengan
suhu 35˚C. Larutan asam asetat yang telah diencerkan dengan akuades sesuai
dengan variasi konsentrasi kemudian diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan
karbon aktif sebanyak 0,5 gram. Campuran larutan asam asetat tersebut diletakkan
pada gelas beaker yang ditutup menggunakan aluminium foil lalu dikocok dan
diletakkan pada waterbath untuk dipanaskan selama 20 menit. Pemanasan
dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh suhu terhadap hasil adsorpsi.
Larutan segera disaring menggunakan kertas saring setelah dipanaskan agar tidak
terkontaminasi karbon. Larutan yang telah disaring diambil sebanyak 9,5 mL pada
konsentrasi 0,2 N, 10 mL pada konsentrasi 0,6 N dan 9,3 mL pada konsentrasi 1,0
N lalu diberi indikator phenolptalein sebanyak tiga tetes yang kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalennya berdasarkan konsentrasi terendah ke tertinggi adalah 3,8 mL, 11,2
mL dan 17,4 mL. Konsentrasi asam asetat berubah menjadi 0,38 N, 1,06 N dan
1,77 N. Hasil perlakuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi awal
sebelum diadsorpsi dan setelah diadsorpsi pada saat suhu 35˚C. Hasil yang
diperoleh dalam perlakuan ini juga telah sesuai dengan literatur dimana volume
NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit daripada saat sebelum diberi penambahan
karbon aktif.
Perlakuan terakhir yaitu pengujian adsorpsi larutan asam asetat oleh
karbon aktif menggunakan variasi konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N dengan
suhu 45˚C. Larutan asam asetat yang telah diencerkan dengan akuades sesuai
dengan variasi konsentrasi kemudian diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan
karbon aktif sebanyak 0,5 gram. Campuran larutan asam asetat tersebut diletakkan
pada gelas beaker yang ditutup menggunakan aluminium foil lalu dikocok dan
diletakkan pada waterbath untuk dipanaskan selama 20 menit. Pemanasan
dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh suhu terhadap hasil adsorpsi.
Larutan segera disaring menggunakan kertas saring setelah dipanaskan agar tidak
terkontaminasi oleh karbon. Larutan yang telah disaring diambil sebanyak 8 mL
pada konsentrasi 0,2 N, 8,7 mL pada konsentrasi 0,6 N dan 10 mL pada
konsentrasi 1,0 N lalu diberi indikator phenolptalein sebanyak tiga tetes yang
kemudian dititrasi dengan larutan NaOH. Volume titran yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalennya berdasarkan konsentrasi terendah ke tertinggi adalah
3,7 mL, 10,5 mL dan 16,5 mL. Konsentrasi asam asetat berubah menjadi 0,44 N,
1,14 N dan 1,57 N. Hasil perlakuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan
konsentrasi awal sebelum diadsorpsi dan setelah diadsorpsi pada saat suhu 45˚C.
Hasil yang diperoleh dalam perlakuan ini juga telah sesuai dengan literatur
dimana volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit daripada saat sebelum diberi
penambahan karbon aktif.
Grafik hubungan antara log X/m dengan Log C pada saat suhu 250C
adalah sebagai berikut:
y = 0.5444x + 0.5618
Grafik Hubungan log C dengan log X/m R² = 0.9283
0.3
0.2
0.1
0
log C

-2 -1.5 -1 -0.5 -0.1 0 Series1


-0.2 Linear (Series1)
-0.3
-0.4
-0.5
log X/m

4.1 Grafik hubungan Log (X/m) dengan Log C pada suhu 250C
Massa adsorben yang digunakan pada suhu 25°C setelah didiamkan dengan
penambahan karbon aktif dari konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N secara berturut-
turut adalah 0,503 g, 0,501 g dan 0,505 g. Nilai n dan k dapat diketahui dengan
memplotkan nilai log C pada sumbu x dan log X/m pada sumbu y. Berdasarkan
grafik diatas diperoleh persamaan y = 0,544x + 0,561. Nilai n adalah 0,544
sedangkan nilai log k adalah 0,561, sehingga nilai k adalah sebesar 3,64.
Grafik hubungan antara log X/m dengan Log C pada saat suhu 350C
adalah sebagi berikut:

Grafik Hubungan log C dengan log


X/m y = 0.7271x + 0.681
R² = 0.8782
0.4
0.2
0 Series1
log C

-2 -1.5 -1 -0.5 0
-0.2 Linear (Series1)

-0.4
-0.6
log X/m

4.2 Grafik hubungan Log (X/m) dengan Log C pada suhu 350C
Massa adsorben yang digunakan pada suhu 35°C setelah didiamkan dengan
penambahan karbon aktif dari konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N secara berturut-
turut adalah 0,500 g, 0,504 g dan 0,512 g. Nilai n dan k dapat diketahui dengan
memplotkan nilai log C pada sumbu x dan log X/m pada sumbu y. Berdasarkan
grafik diatas diperoleh persamaan y = 0,727x + 0,681. Nilai n adalah 0,727
sedangkan nilai log k adalah 0,681, sehingga nilai k adalah sebesar 4,80.
Grafik hubungan antara log X/m dengan Log C pada saat suhu 450C
adalah sebagi berikut:

y = 0.5784x + 0.4666
Grafik Hubungan log C dengan log X/m R² = 0.9752
0.3
0.2
0.1
0
log C

-1.5 -1 -0.5 Series1


-0.1 0
-0.2
-0.3
-0.4
log X/m

4.3 Grafik hubungan Log (X/m) dengan Log C pada suhu 450C
Massa adsorben yang digunakan pada suhu 35°C setelah didiamkan dengan
penambahan karbon aktif dari konsentrasi 0,2 N, 0,6 N dan 1,0 N secara berturut-
turut adalah 0,500 g, 0,505 g dan 0,512 g. Nilai n dan k dapat diketahui dengan
memplotkan nilai log C pada sumbu x dan log X/m pada sumbu y. Berdasarkan
grafik diatas diperoleh persamaan y = 0,578x + 0,466. Nilai n adalah 0,578
sedangkan nilai log k adalah 0,466, sehingga nilai k adalah sebesar 2,92.

Grafik 1/T vs ln k
2

y = 2061.7x - 5.4674
1.5
R² = 0.3532
ln k 1 Series1

0.5

0
0.00310.003150.00320.003250.00330.003350.0034
1/T

4.4 Grafik hubungan ln k dengan 1/T


Gambar diatas menunjukkan hubungan antara ln k dengan 1/T. Grafik
tersebut menunjukkan garis melengkung yang membuktikan bahwa variasi suhu
yang digunakan tidak terpaut jauh. Suhu yang digunakan adalah 250C, 350C dan
450C. Grafik yang diperoleh menunjukkan persamaan y = 2061x – 5,467. Entalpi
pelarutannya dapat diperoleh sebesar 17,135 kJ/mol. Entalpi pelarutan yang
diperoleh bernilai positif yang menunjukkan bahwa proses pelarutannya terjadi
secara endotermis, yaitu menyerap energi berupa panas selama proses pelarutan
berlangsung.
BAB 5. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tentang entalpi adsorpsi yang telah dilakukan,
kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum mengenai entalpi adsorpsi ini
adalah mengetahui sifat dari bahan adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif
atau arang. Karbon aktif merupakan suatu senyawa yang memiliki sifat adsorpsi
yang sangat kuat baik di udara maupun dalam suatu cairan. Semakin tinggi suhu
yang digunakan maka semakin banyak pula volume NaOH yang dibutuhkan
dalam titrasi sehingga akan semakin banyak pula substansi yang terserap oleh
asam asetat. Konsentrasi yang semakin besar maka semakin banyak juga volume
NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi. Entalpi adsorpsi dapat diukur melalui titrasi
secara kuantitatif. Entalpi adsorpsi yang dihasilkan pada percobaan ini adalah
17,135 kJ/mol

4.2 Saran
Saran untuk praktikum ini adalah lebih berhati-hati ketika sedang
melakukan titrasi, khususnya ketika menjelang titik akhir titrasi. Penimbangan
karbon aktif yang akan digunakan juga harus diperhatikan dengan teliti. Peralatan
yang digunakan dalam praktikum ini juga harus dijaga kebersihan dan
kesterilannya agar memperoleh hasil atau data yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, Robert. 1992. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Atkins. 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Bird. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia.
Brady. 2000. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keenan, Charles. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
ScienceLab. 2018. MSDS Asam asetat. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922769 [14 Oktober 2018].
ScienceLab. 2018. MSDS Asam oksalat. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926346 [14 Oktober 2018].
ScienceLab. 2018. MSDS Indikator phenolphtalein. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926477. [14 Oktober 2018].
ScienceLab. 2018. MSDS Karbon aktif. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923386 [14 Oktober 2018].
ScienceLab. 2018. MSDS Natrium hidroksida. [Serial Online].
www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924998. [14 Oktober 2018].
Sukardjo. 1997. Termodinamika Kimia. Jakarta: Erlangga.
Tim Kimia Fisik. 2018. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia. Jember:
Universitas Jember.
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta: Erlangga.
Warnana. 2007. Termodinamika. Jakarta: Universitas Terbuka.
LEMBAR PERHITUNGAN

A. Standarisasi Larutan NaOH


 Perc 1
N H2C2O4 . V H2C2O4 = N NaOH . VNaOH
1×2× 10 ml = N NaOH . 21,6 ml
N NaOH = 0,92 M
 Perc 2
N H2C2O4 . V H2C2O4 = N NaOH . VNaOH
1 M x 2 x 10 ml = N NaOH . 20,2 ml
N NaOH = 0,99 N

̅ = 0,95 N
X

B. Konsentrasi Mula-Mula Asam Asetat (sebelum penambahan karbon aktif)


 Perc 1
N CH3COOH . V CH3COOH = N NaOH . VNaOH
M CH3COOH. 10 ml = 0,95 M . 4,2 ml
M CH3COOH = 0,39 M
 Perc 2
M CH3COOH . V CH3COOH = M NaOH . VNaOH
M CH3COOH. 10 ml = 0,95 M . 13,5 ml
M CH3COOH = 1,28 M
 M CH3COOH . V CH3COOH = M NaOH . VNaOH
M CH3COOH. 10 ml = 0,95 M . 20,2 ml
M CH3COOH = 1,91 M
C. Konsentrasi asam asetat setelah adsorpsi pada suhu 25℃
 Perc.1 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 10 mL = 0,95 M x 4 mL
M CH3COOH = 0,38 M
 Perc. 2
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 10 mL = 0,95 M x 11,5 mL
M CH3COOH = 1,09 M
 Perc. 3
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 10 mL = 0,95 𝑀 x 18 mL
M CH3COOH = 1,71 M
D. Konsentrasi asam asetat dalam larutan pada suhu 35℃
 Perc.1 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 9,5 mL =0,95 M x 3,8 mL
M CH3COOH = 0,38 M
 Perc.2 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 10 mL = 0,95 M x 11,2 mL
M CH3COOH = 1,06 M
 Perc.3 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 9,3 mL = 0,95 M x 17,4 mL
M CH3COOH = 1,77 M
E. Konsentrasi asam asetat dalam larutan pada suhu 45℃
 Perc.1 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 8 mL = 0,95 M x 3,7 mL
M CH3COOH = 0,44 M
 Perc.2 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 8,7 mL = 0,95 M x 10,5 mL
M CH3COOH = 1,14 M
 Perc.3 :
M CH3COOH x V CH3COOH = M NaOH x V NaOH
M CH3COOH x 10 mL = 0,95 M x 16,5 mL
M CH3COOH = 1,57 M
F. Massa zat yang diadsorpsi
X = (a − b) × [NaOH] × BM NaOH
Ket : a = volume NaOH sebelum adsorpsi
b = volume NaOH setelah adsorpsi
1. Massa zat yang diadsorpsi pada suhu 25℃
 Perc 1
X = (4,2 − 4) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 7,6 × 10−3 g
 Perc 2
X = (13.5 − 11,5) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 76 × 10−3 𝑔
 Perc 3
X = (20,2 − 18) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 83,6 × 10−3 g
2. Massa zat setelah diadsorbsi pada suhu 35℃
 Perc 1
X = (4,2 − 3,8) × 10−3 L × 0,95M × 40g/mol
X = 15,2 × 10−3 g
 Perc 2
X = (13,5 − 11,2) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 87,4 × 10−3 g
 Perc 3
X = (20,2 − 17,4) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 106,4 × 10−3 g
3. Massa zat setelah diadsorbsi pada suhu 45℃
 Perc 1
X = 4,2 − 3,7 × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 19 × 10−3 g
 Perc 2
X = (13,5 − 10,5) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 114 × 10−3 g
 Perc 3
X = (20,2 − 16,5) × 10−3 L × 0,95 M × 40g/mol
X = 140,6 × 10−3 g
G. Nilai log C pada suhu 25℃

 CH3COOH (0,2N)
log C = log 0,38
= -0.42
 CH3COOH (0,6N)
log C = log 1,09
= 0,03
 CH3COOH (1N)
log C = log 1,71
= 0,23
H. Nilai log C pada suhu 35℃

 CH3COOH (0,2N)
log C = log 0,38
= -0.42
 CH3COOH (0,6N)
log C = log 1,06
= 0,02
 CH3COOH (1N)
log C = log 1,77
= 0,24
I. Nilai log C pada suhu 45℃
 CH3COOH (0,2N)
log C = log 0,44
= -0.35
 CH3COOH (0,6N)
log C = log 1,14
= 0,05
 CH3COOH (1N)
log C = log 1,57
= 0,19
J. Nilai log X/m pada suhu 250C
 X1= 7,6 × 10−3 g m=0,5
𝑥
log𝑚 = -1,81
 X2= 76 × 10−3 𝑔 m=0,5
𝑥
log𝑚 = -0,81
 X3= 83,6 × 10−3 𝑔 m=0,5
𝑥
log𝑚 = -0,77
K. Nilai log x/m pada suhu 35℃
 CH3COOH (0,2N)
𝑥 15,2×10−3
log𝑚 = log 0.5
= -1,51
 CH3COOH (0,6N)
𝑥 87,4×10−3
log𝑚= log 0.5
= -0,75
 CH3COOH (1N)
𝑥 106,4×10−3 𝑔
 log𝑚= log 0.5
= -0,67
L. Nilai log x/m pada suhu 45℃
 CH3COOH (0,2N)
𝑥 19×10−3
log𝑚 = log 0.5
= -1,42
 CH3COOH (0,6N)
𝑥 114×10−3
log𝑚= log 0.5
= -0,64
 CH3COOH (1N)
𝑥 140,6 ×10−3 𝑔
 log𝑚= log 0.5
= -0,55
M. Grafik log C (y) vs log X/m (x) pada suhu 𝟐𝟓℃

Nilai n dan k pada suhu 25oC


y = mx + c
y = 0,544x + 0,561
Maka, m = n = 0,544
c = log k = 0,561
k = 3,64
ln k = 1,29
y = 0.5444x + 0.5618
Grafik Hubungan log C dengan log X/m
R² = 0.9283
0.3
0.2
0.1
0
-2 -1.5 -1 -0.5 0
log C

-0.1 Series1

-0.2 Linear (Series1)

-0.3
-0.4
-0.5
log X/m

N. Grafik log C (y) vs log X/m (x) pada suhu 35o C

Nilai n dan k padasuhu 32oC


Y = mx + c
y = 0,727x + 0,681
Maka, m = n = 0,727
c = log k = 0,681
k = 4,80
ln k = 1,56
Grafik Hubungan log C dengan logy X/m
= 0.7271x + 0.681
R² = 0.8782
0.3
0.2
0.1
0
-2 -1.5 -1 -0.5 0
log C

-0.1 Series1

-0.2 Linear (Series1)

-0.3
-0.4
-0.5
log X/m

O. Grafik log C (y) vs log X/m (x) pada suhu 45o C

Nilai n dan k padasuhu 37oC


Y = mx + c
y = 0,578x + 0,466
Maka, m = n = 0,578
c = log k = 0,466
k = 2,92
ln k = 0,82

Grafik Hubungan log C dengan logy =X/m


0.5784x + 0.4666
R² = 0.9752
0.3
0.2
0.1
0 Series1
log C

-1.5 -1 -0.5 -0.1 0


-0.2
-0.3
-0.4
log X/m
P. Grafik 1/T (x) vs ln k (y)

Grafik 1/T vs ln k
1.8
y = 2061.7x - 5.4674
1.6
R² = 0.3532
1.4
1.2
1
ln k
0.8 Series1
0.6 Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034
1/T

Nilai ∆H
Y = mx + c dari persamaan ln k= -∆H/R . (1/T)
y = 2061x -5467
∆H (entalpi adsorpsi) = m x R
= 2061 K x 8,314 J/mol K
= 17,135 kJ/mol

Anda mungkin juga menyukai