Anda di halaman 1dari 10

Pengelolaan Perdarahan Postpartum

Claudia Claroni 1, Marco Aversano 1, Cristina Todde 1, Maria Grazia Frigo 1

Abstrak

Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah sama dengan


atau lebih besar dari 500 ml, yang dapat terjadi mulai 24 jam hingga enam minggu
setelah melahirkan. Perdarahan post partum adalah peristiwa kritis yang dapat dengan
cepat menyebabkan syok dan kematian ibu. Banyak upaya telah dilakukan untuk
membuat pedoman internasional dan multisektoral yang memungkinkan untuk
menghadapi penyebab sekitar seperempat dari kematian ibu. Upaya ini sangat penting
untuk membuat tim yang mampu bertindak segera sesuai dengan protokol bersama.
Ketersediaan pedoman dan protokol bersama serta pengaturan simulasi berkala dan
pelatihan kerja tim adalah bagian dari inisiatif mendasar yang dapat mempromosikan
keamanan perawatan perinatal. Tujuan dari dokumen ini adalah memberi suatu alat
kepada dokter untuk meminimalkan risiko yang terkait dengan manajemen darurat
hemoragik yang tidak memadai, menghindari risiko "terlalu sedikit atau terlalu
terlambat" dan memberi pasien keamanan yang maksimal

Kata kunci : perdarahan postpartum, komplikasi yang ada dalam proses kelahiran,
komplikasi kehamilan, syok, perdarahan, gangguan pembekuan darah, inersia uterus

Gestione dell’emorragia postparto: l’importanza della tempistica CMI 2018; 12(1):


11-15
https://doi.org/10.7175/cmi.v12i1.1326

Pendahuluan

Perdarahan dalam dunia kebidanan tetap menjadi salah satunya penyebab


utama kematian ibu, baik pada negara berkembang maupun negara industri, yang
secara signifikan mewakili masalah klinis dan sosial. Pembentukan tim multidisiplin
terlatih untuk bertindak cepat dalam mengidentifikasi dan mengobati penyebab
perdarahan sangat penting. Ketersediaan pedoman dan protokol, bersama sama dengan
adanya simulasi dan pelatihan, merupakan hal yang paling penting dalam
mempromosikan keamanan perawatan perinatal. Protokol ini dimaksudkan untuk
menyediakan pedoman yang jelas pada profilaksis dan terapi, yang melibatkan semua
spesialis, yang dapat diimplementasikan pada literatur nasional dan internasional serta
peraturan yang berlaku di Italia [1,2]

Gambaran Issue

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, perdarahan postpartum (PPH)


merupakan penyebab sekitar seperempat dari ibu kematian setiap tahun [3]. Dalam
kebanyakan kasus, kematian terjadi dalam 24/48 jam pertama setelah melahirkan.
Menurut laporan terbaru dari Centre for Maternal and Child Enquiry tentang kematian
maternal, sekitar 66% kematian pada kasus PPH disebabkan karena pasien
mendapatkan perawatan di bawah standar [4]. Selain itu banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa di negara-negara industri, peningkatan kejadian perdarahan
postpartum dalam beberapa tahun terakhir disebabkan karena perubahan dalam praktik
kebidanan pada dekade terakhir (misalnya, peningkatan tingkat operasi caesar atau
meningkatnya kecenderungan menuju praktik persalinan spontan setelah operasi
caesar)

Definisi

Perdarahan postpartum m didefinisikan sebagai kehilangan darah sama dengan


atau lebih besar dari 500 ml yang terjadi lebih awal dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) atau hingga enam minggu pascapersalinan
(sekunder perdarahan postpartum), dan jika tidak teridentifikasi dan diobati, dapat
dengan cepat menyebabkan untuk ibu mengalami syok dan meninggal [6].

Kita bicara tentang PPH minor jika diperkirakan Kehilangan darah antara 500
dan 1000 ml, tetapi jika kerugian melebihi 1000 ml, itu didefinisikan sebagai PPH
mayor, yang dapat didefinisikan sebagai kasus kehilangan darah terkontrol, dengan
gangguan kondisi klinis ibu yang membutuhkan pemantauan menyeluruh, atau massif
atau PPH persisten jika kehilangan darah berlebihan 1500 ml dan / atau tanda-tanda
syok klinis dan / atau transfusi 4 atau lebih paket darah merah unit sel, dengan
gangguan pada kondisi ibu yang menimbulkan ancaman langsung untuk kehidupan
wanita itu. [7,8]

Wanita hamil mengalami serangkaian modifikasi fisiologis yang


memungkinkannya menahan kehilangan banyak darah secara efektif. Selalu penting
untuk menganggap penting kehilangan darah > 2000 ml yang dapat menginduksi
dengan cepat perburukan kondisi, dengan penurunan tekanan darah yang tak
terhindarkan dan tanda-tanda serta gejala syok parah (pucat, agitasi, oliguria, diikuti
oleh suasana hati dan keruntuhan)

Etiologi

Terdapat banyak perubahan yang bisa mengarah ke PPH, tetapi penyebab


utama perdarahan postpartum adalah: atonia uteri (90%), laserasi serviks dan / atau
perineum (5%), retensi fragmen plasenta (4%), defisiensi atau perubahan faktor
koagulasi, inversi uterus, dan ruptur uteri. Saat ini penyebab penting terjadinya
perdarahan postpartum adalah pelekatan plasenta yang tidak benar, misalnya placenta
accreta, increta, atau percreta. Sebelumnya, operasi pada rahim, seperti operasi
caesar,secara signifikan meningkatkan risiko perlekatan plasenta yang tidak benar [9].
Perhatian juga harus ditingkatkan untuk kemungkinan terjadinya gangguan pada faktor
pembekuan dan pencegahan serta pengobatan anemia. Menurut penulis, terdapat
faktor risiko penting lainnya yang harus dipertimbangkan: kehamilan ganda, PPH
sebelumnya, preeklampsia, berat lahir di atas 4000 g, kegagalan untuk perkembangan
kala kedua, perpanjangan persalinan kala ketiga, dan episiotomi [9,10].

Dalam praktik klinis, beragam penyebab PPH dapat dijelaskan secara singkat
melalui rumus "4T" [11]:

 Tone (atonia uteri);


 Tissue (masalah terkait plasenta: plasenta, implan plasenta, dll.);
 Trauma (ruptur uteri, laserasi,inversi uterus);
 Trombin (terkait dengan gangguan pembekuan darah).

Protokol Pengelolaan Perdarahan Postpartum

Hal penting dalam manajemen perdarahan postpartum adalah profilaksis dan


terapi pada anemia atau gangguan pembentukan darah bawaan, yang dapat dirawat
dengan cara bekerja sama dengan ahli hematologi. Hal penting dalam perawatan PPH
adalah:

 Identifikasi penyebab PPH (4T);


 Pemeliharaan kontraktilitas uterus, diperoleh melalui cara fisik atau
farmakologis;
 Mempertahankan dan mendukung parameter kardiovaskular dengan rehidrasi
dan ekspansi volume yang tepat;
 Memelihara parameter fisiologis, seperti suhu dan status asam / basa;
 Pencegahan atau terapi koagulopati hemoragik [1].

Manajemen dalam "golden hour" sangat penting untuk meningkatkan


kelangsungan hidup pasien. Jika memungkinkan, pada pasien dengan risiko hemoragik
tinggi disarankan penggunaan sel separator (penyortir sel dengan aliran kontinu) dan
kehadiran ahli radiologi intervensi di ruang operasi (dengan alat portable angiografi
digital)
Kehilangan darah antara 500 dan 1000 ml tanpa tanda-tanda ketidakseimbangan
hemodinamik

 Mintalah kolaborasi semua paramedis dan tokoh medis, beri tahu Pusat
Transfusi, ruang operasi dan, jika tersedia, intervensionis radiologi.
 Pastikan dua akses vena kaliber besar.
 Perkirakan kehilangan darah segera setelah PPH terjadi dan memantau
parameter vital setiap 10 menit. Tas steril ( a graduate sterile bag ) untuk
evaluasi kehilangan darah dianjurkan
 Berikan asam traneksamat 30 mg / kg [12]
 Kirim permintaan ketersediaan darah produk ke Pusat Transfusi.
 Meningkatkan profilaksis oksitosin pada dosis terapeutik (20 IU dalam 500 ml
saline dalam dua jam). Jika setelah 20 menit tidak ada efeknya, beralih ke agen
uterotonik lini kedua (ergometrine: 2 vial 0,2 mg IM; sulprostone: 1 vial 0,50
mg dalam 250 ml IV, lalu dengan infus terkontrol: 0,1 hingga 0,4 mg / jam
hingga maksimum 1,5 mg dalam 24 jam).
 Lakukan tes Type and screen, hitung darah berulang, dan tes koagulasi ( dengan
metode Clauss atau, jika ada, tes koagulasi di tempat perawatan seperti
tromboelastografi — TEG atau tromboelastometri rotasi — ROTEM).
 Hindari atau perbaiki hipotermia, asidosis, dan desaturase
 Cari asal mula pendarahan aturan empat T (4T) :
1. Tone (evaluasi dan langkah-langkah untuk inversi /atoni uterus: uterus
bimanual kompresi, infus uterus endokaviter dengan kateter balon
hidrostatik dan penggunaan obat uterotone). bila tidak terdapat balon
hidrostatik, dimungkinkan untuk menggunakan sarung tangan lateks
atau kondom dengan hasil yang baik, seperti yang disarankan oleh
Federasi Ginekologi Internasional dan pedoman Kebidanan (FIGO)
2012 [13]. Penting untuk dicatat, pembalutan dengan kasa uterus tidak
direkomendasikan.
2. Tissue (eksplorasi dan evakuasi rahim);
3. Trauma (memperbaiki robekan pada vagina, leher rahim, dan / atau
robekan (ruptur) uterus);
4. Trombin (mengevaluasi dan memperbaiki apapun gangguan
koagulasi, jika tersedia, dengan Evaluasi Thromboelastometrik /
Grafik melalui pemantauan di tempat perawatan).
 Terapi transfusi yang ditargetkan: sel darah merah yang dikemas (PRC) untuk
mempertahankan hematokrit antara 21% dan 27% dan hemoglobin antara 7 dan
9 g / l.
 Evaluasi infus fibrinogen 30-50 mg / kg atau plasma beku segar (FFP) 20-30
ml / kg jika fibrinogen di bawah 200 mg / dl.
Kehilangan darah lebih dari 1000 ml (> 1000 ml) dengan keadan hemodinamik
yang tidak stabil

 Lakukan semua operasi di bawah titik A.


 Rehidrasi volume sirkulasi dengan kristaloid atau, jika perlu, koloid dengan
mengevaluasi sensorik, diuresis, laktat, dan excess bases level.
 Pertahankan terapi transfusi dan dukungan hemostatik.
 Transfusi pada PPH adalah dilakukan dengan indikasi klinis dan tidak
berdasarkan informasi yang berasal dari pemeriksaan hematokrit. Ingatlah
selalu bahwa unit sel darah merah yang dikemas mengandung 280 ml dan
meningkatkan hematokrit 2-3%:
 disarankan untuk menggunakan rasio 1: 1 (plasma dan trombosit )
 untuk konstitusi paket yang ditransfusikan, tergantung pada ketersediaan
produk darah, berikut ini alternatif disarankan:

4 kemasan unit sel darah merah : 4 donor dosis tunggal atau unit
plasma industri; atau
4 sel darah merah yang dikemas: 2 plasma unit dari apheresis;
Faktor konsentrat trombosit, disarankan untuk menggunakan 1
unit dari apheresis atau dari buffy coat setiap 8 unit dikemas sel
darah merah.

Hal yang perlu ditekankan dari alternatif yang telah disebutkan di atas, yang
aplikasinya dapat bervariasi tergantung pada berbagai realitas yang ada di wilayah dan
ketersediaan komponen dan alat pemantauan. Juga diharapkan bahwa setiap rumah
sakit menyiapkan protokol transfusi massal yang dapat diaktifkan jika terjadi
perdarahan kritis dengan tanda - tanda ketidakstabilan hemodinamik dan hipoperfusi.

 Ketika hasil pemeriksaan hemokoagulasi tersedia, jika rasio waktu protrombin


— PTTr atau Rasio Normalisasi Internasional — INR> 1,5, perlu untuk
melakukan infus plasma di dosis awal 20 ml / kg dengan PRC, hingga 30 ml /
kg untuk jaga-jaga koagulopati persisten
 Gunakan alat pemanas dan infus.
 Selalu menjamin kondisi dasar: hematokrit> 21%, suhu> 34 ° C, pH > 7.20, Ca
++> 1 mmol / l.
 Kasus yang tidak sesuai dengan terapi tersebut membutuhkan intervensi bedah:
jahitan kompresi, tamponasi uterus dengan menggunakan balon hidrostatik,
membuat jahitan devaskularisasi uterus, ovarium atau arteri ileus internal,
embolisasi selektif pada pembuluh darah panggul.
 Jika tidak ada respons terhadap terapi, gunakan faktor rekombinan pembekuan
aktif VII — rFVIIa (60-90 μg / kg bolus yang diulang dalam 15-30 menit)
sebagai rasio ekstrema, sebelum melakukan histerektomi. Ingatlah selalu agar
rFVIIa berfungsi membutuhkan: pH normal, suhu, tingkat kecukupan trombosit
(> 50.000 / mm3), dan fibrinogen (> 200 mg / dl).
 Jika tidak ada respons, lanjutkan ke subtotal atau histerektomi total.
 Tidak ada kesepakatan dalam literatur tentang penggunaan dan pilihan
tromboprofilaksis setelah pendarahan besar. Protokol klinis yang digunakan
tergantung pada realitas yang ada [14]

Kesimpulan

kami ingin menekankan bahwa pentingnya kecepatan tindakan dan


organisasi manajemen darurat dalam dunia kebidanan. Penting bagi semua
wanita dengan risiko perdarahan uterus diarahkan ke rumah sakit yang
dilengkapi dengan pusat transfusi dan analisis laboratorium. Sangat penting
untuk tidak pernah mengabaikan penilaian kehilangan darah agar tidak
menunda prosedur penangan awal, yang, jika dilakukan pada jam pertama,
"golden hour", dapat memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi wanita
itu untuk bertahan hidup. Hal tersebut harus selalu diingat bahwa salah satu
penyebab utama kematian PPH di negara-negara Barat adalah keterlambatan
transfusi darah. Hal Terakhir tapi tidak kalah penting yaitu pentingnya
menciptakan tim yang berdedikasi dan terlatih, bahkan melalui skenario
simulasi, yang dapat dengan cepat mengimplementasikan sesuai dengan
pedoman dan protokol bersama.
Daftar Pustaka

1. SIGO, AOGOI, AGUI, et al. Gestione multidisciplinare emorragia post partum.


Algoritmo.2014. Available at: www.sigo.it/wp-content/uploads/2015/10/algoritmo-
epp1.pdf (last accessed January 2018)
2. Affronti G, Agostini V, Brizzi A, et al. The daily-practiced post-partum hemorrhage
management: an Italian multidisciplinary attended protocol. Clin Ter 2017; 168: e307-
e316;https://doi.org/10.7417/T.2017.2026
3. World Health Organization. WHO recommendations for the prevention and
treatment of postpartum haemorrhage. Geneva: WHO, 2012
4. Cantwell R, Clutton-Brock T, Cooper G. et al. Saving mothers’ lives: reviewing
maternal deaths to make motherhood safer: 2006-2008. The eighth report of the
confidential enquiries into maternal deaths in the United Kingdom. BJOG 2011; 118
Suppl 1: 1-203; https://doi.org/10.1111/j.1471-0528.2010.02847.x
5. Bateman BT, Berman MF, Riley L, et al. The epidemiology of postpartum
hemorrhage in a large,nationwide sample of deliveries. Anesth Analg 2010; 110: 1368-
73; http://dx.doi.org/10.1213/ANE.0b013e3181d74898;
6. Mousa HA, Blum J, Abou El Senoun G, et al. Treatment for primary postpartum
haemorrhage. Cochrane Database Syst Rev 2014; (2): CD003249;
https://doi.org/10.1002/14651858. CD003249.pub3
7. Alexander J, Thomas PW, Sanghera J. Treatments for secondary postpartum
haemorrhage. Cochrane Database Syst Rev 2002; (1): CD002867;
https://doi.org/10.1002/14651858.CD002867
8. Mavrides E, Allard S, Chandraharan E, et al; on behalf of the Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists. Prevention and management of postpartum
haemorrhage. BJOG 2016;124: e106–e149
9. Donati S, Basevi V (Editors). Linee Guida Nazionali: Emorragia post partum: come
prevenirla, come curarla.
10. Lancé MD. The management of critical bleeding in obstetrics. Reviews in Health
Care 2013; 4(Suppl 3): 41-51. http://dx.doi.org/10.7175/rhc.v4i3s.879;
https://doi.org/10.7175/rhc.v4i3S.879
11. Mukherjee S, Sabaratnam A. Post-partum haemorrhage. Obstet Gynaecol Reprod
Med 2009; 19: 121-6. http://dx.doi.org/10.1016/j.ogrm.2009.01.005;
12. WOMAN Trial Collaborators. Effect of early tranexamic acid administration on
mortality, hysterectomy, and other morbidities in women with post-partum
haemorrhage (WOMAN): an international, randomised, double-blind, placebo-
controlled trial. Lancet 2017; 389: 2105-16; https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(17)30638-4
13. Lalonde A, International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and
treatment of postpartum hemorrhage in low-resource settings. Int J Gynaecol Obstet
2012; 117: 108-18; https://doi.org/10.1016/j.ijgo.2012.03.001
14. Mousa HA, Alfirevic Z. Major postpartum hemorrhage: survey of maternity units
in the United Kingdom. Acta Obstet Gynecol Scand 2002; 81: 727-30;
https://doi.org/10.1034/j.1600- 0412.2002.810807.x
15. Engelsen IB, Albrechtsen S, Iversen OE. Peripartum hysterectomy-incidence and
maternal morbidity. Acta Obstet Gynecol Scand 2001; 80: 409-12;
https://doi.org/10.1034/j.1600- 0412.2001.080005409.x

Anda mungkin juga menyukai