Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan pertumbuhan perusahaan mempersyaratkan ketersediaan sumber daya


manusia yang andal. Upaya menyediakan sumber daya tersebut dapat diperoleh melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualifikasi menurut
kebutuhan perusahaan dapat diperoleh melalui program pelatihan. Perusahaan perlu
mengidentifikasi kebutuhan organisasi sehingga perusahaan dapat mendesain dan menerapkan
jenis program pelatihan yang akan diberikan kepada individu dalam organisasi agar pelatihan
tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Kesesuaian serta ketepatan dalam menjalankan
program pelatihan pada karyawan akan mendukung peningkatan kompetensi karyawan,
penyesuaian diri terhadap lingkungan kerja, menyelaraskan kemampuan diri terhadap
perkembangan teknologi dan perkembangan regulasi dalam dunia usaha.

Saat ini pelatihan merupakan salah satu wahana untuk membangun SDM menuju era
globalisasi yang penuh dengan tantangan. Oleh sebab itu, kegiatan pelatihan tidak dapat
diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki era persaingan yang semakin ketat dan berat.
Penempatan karyawan dalam suatu bidang kerja tidak dapat menjamin bahwa mereka akan
otomatis sukses dalam pekerjaannya. Karyawan yang berpotensi tinggi tidak dapat melakukan
pekerjaan mereka dengan baik adalah mereka yang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan
atau bagaimana cara melakukan. Karyawan baru sering tidak tahu pasti apa peranan dan
tanggung jawab mereka, maka program pelatihan perlu dilaksanakan. Setiap manajer penting
mengetahui cara bagaimana menentukan serta melaksanakan program pelatihan bagi
karyawannya agar tepat dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pelatihan sumber daya
manusia perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Agar pelatihan dapat
dilaksanakan dengan baik, harus lebih dahulu ditetapkan suatu program pelatihan sumber daya
manusia. Progam pelatihan sumber daya manusia hendaknya disusun secara cermat serta
berpedoman pada keterampilan yang dibutuhkan perusahaan saat ini maupun masa depan.
Pelatihan haruslah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual serta
moral sumber daya manusia agar prestasi kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Penilaian Program Pelatihan?
1.2.2 Apa saja Keuntungan dan Kekurangan Program Pelatihan?
1.2.3 Bagaimana Mendesain Program Pelatihan yang Efektif dan Efisien?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami terkait penilaian program pelatihan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami keuntungan dan kekurangan program pelatihan.
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami desain program pelatihan yang efektif dan efisien.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi Program – Program Pelatihan

Pelatihan mestilah di evaluasi dengan sistematis mendokumentasikan hasil-hasil


pelatihan dari segi bagaimana sesungguhnya peserta pelatihan berperilaku kembali pada
pekerjaan mereka dan relevansinya perilaku peserta pada tujuan-tujuan perusahaan. Dalam
menilai manfaat atau kegunaan program pelatihan, perusahaan mencoba menjawab empat
pertanyaan (Simamora, 1997) :

a) Apakah terjadi perubahan?


b) Apakah perubahan disebabkan oleh pelatihan?
c) Apakah perubahan secara positif berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan
organisasional?
d) Apakah perubahan yang serupa terjadi pada partisipan yang baru dalam program
pelatihan yang sama?

Evaluasi membutuhkan adanya penilaian terhadap dampak program pelatihan pada perilaku
sikap dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun pengukuran efektifitas penilaian
meliputi model 4 level penilaian (Simamora, 1997) :

1. Reaksi-reaksi yaitu bagaimana perasaan partisipan terhadap program.


2. Belajar yaitu pengetahuan, keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari
pelatihan.
3. Perilaku yaitu perubahan – perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari
pelatihan.
4. Hasil-hasil yaitu dampak pelatihan pada keseluruhan efektifitas organisasi atau
pencapaian pada tujuan – tujuan organisasional.

 Model 4 level
Merupakan model evaluasi pelatihan yang dikembangkan pertama kali oleh Donald. L.
Kirkpatrick (1959) dengan menggunakan empat level dalam mengkategorikan hasil-hasil
pelatihan.Empat level tersebut adalah level reaksi, pembelajaran, perilaku dan hasil. Keempat
level dapat dirinci sebagai berikut :

- Level 1 : Reaksi

Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain agar mengetahui opini dari
para peserta pelatihan mengenai program pelatihan. Pembelajaran mengetahui sejauh mana daya
serap peserta program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan. Perilaku diharapkan
setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan
pekerjaan. Hasil untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi
secara keseluruhan.

Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan peserta pelatihan.
Komponen-komponen yang termasuk dalam level reaksi ini yang merupakan acuan untuk
dijadikan ukuran. Komponen-komponen tersebut berikut indikator-indikatornya adalah :

1. Instruktur/ pelatih. Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang dapat
diukur yang disebut juga dengan indikator. Indikator-indikatornya adalah kesesuaian
keahlian pelatih dengan bidang materi, kemampuan komunikasi dan ketermapilan pelatih
dalam mengikut sertakan peserta pelatihan untuk berpartisipasi.
2. Fasilitas pelatihan. Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-indikatornya
adalah ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan dan alat yang
digunakan.
3. Jadwal pelatihan. Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah
ketepatan waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta dan
kondisi belajar.
4. Media pelatihan. Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian media
dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu berkomunikasi dengan peserta
dan menyokong instruktur/ pelatihan dalam memberikan materi pelatihan.
5. Materi Pelatihan. Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian materi
dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik pelatihan yang diselenggarakan.
6. Konsumsi selama pelatihan berlangsung. Yang termasuk indikator di dalamnya adalah
jumlah dan kualitas dari makanan tersebut.
7. Pemberian latihan atau tugas. Indikatornya adalah peserta diberikan soal.
8. Studi kasus. Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk dipecahkan.
9. Handouts. Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts yang
diperoleh, apakah membantu atau tidak.

- Level 2 : Pembelajaran

Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta program pelatihan
pada materi pelatihan yang telah diberikan, dan juga dapat mengetahui dampak dari program
pelatihan yang diikuti para peserta dalam hal peningkatan knowledge, skill dan attitude
mengenai suatu hal yang dipelajari dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirkpatrick,
bahwa evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang diperoleh dari materi pelatihan. Oleh karena itu diperlukan tes guna utnuk
mengetahui kesungguhan apakah para peserta megikuti dan memperhatikan materi pelatihan
yang diberikan. Dan biasanya data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari
pengukuran sebelum pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau tes akhir (post-
test) dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga mencakup
semua isi materi dari pelatihan.

- Level 3: Perilaku

Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku peserta
(karyawan) dalam melakukan pekerjaan. Dan juga untuk mengetahui apakah pengetahuan,
keahlian dan sikap yang baru sebagai dampak dari program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan
dan diaplikasikan di dalam perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan kinerja/ kompetensi di unit kerjanya masing-masing.

- Level 4 : Hasil

Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan kualitas, penurunan harga,
peningkatan penjualan. Tujuan dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji
dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan. Sasaran
pelaksanaan program pelatihan adalah hasil yang nyata yang akan disumbangkan kepada
perusahaan sebagai pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil yang nyata
bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program pelatihan tersebut tidak
berhasil. Ada kemungkinan berbagai faktor yang mempengaruhi hal tersebut, dan sesungguhnya
hal tersebut dapat dengan segera diketahui penyebabnya, sehingga dapat pula sesegera mungkin
diperbaiki. .

Pengukuran reaksi dan belajar yang bersangkut paut dengan hasil-hasil program pelatihan
saja disebut dengan kriteria internal. Pengukuran perilaku dan hasil-hasil yang
mengindikasikan dampak pelatihan pada lingkungan pekerjaan disebut sebagai kriteria
eksternal yaitu dukungan dari pihak manajemen memberi kesempatan peserta pelatihan
mempraktekkan apa yang telah mereka peroleh dari pelatihan.

Adanya pengukuran efektifitas pelatihan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan


bahwa evaluasi pelatihan baik mengenai program maupun instruktur/pelatih dapat menjadi
umpan balik untuk pelatihan selanjutnya demikian pula dengan pembelajaran mereka apakah
mereka mempelajari prinsip-prinsip, ketrampilan, dan fakta-fakta yang seharusnya mereka
pelajari. Selanjutnya dapat untuk mengetahui apakah perilaku peserta berubah karena program
pelatihan atau bukan. Terakhir dengan melihat hasil dari pelatihan apakah sesuai dengan tujuan
pelatihan yang ditetapkan.

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Program Pelatihan

2.2.1 On The Job Training Method

Sistem ini merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan.Sistem ini
memberikan tugas kepada pimpinan langsung pegawai untuk melatih pegawainya. Oleh karena
itu, keberhasilan pelatihan sangat bergantung pada kemampuan pempinan langsung pegawai
untuk memberikan pelatihan bagi pegawainya.

Kelebihan dari on the job training :

 Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang disimulasikan.


 Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang telah
melaksanakan tugas dengan baik.

 Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dalam kondisi


normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.

 Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.

 Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan pelatih.

 Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi kinerja tinggi.

 Metode ini relative tidak mahal karena orang yang dilatih belajar sambil bekerja, tidak
membutuhkan fasilitas di luar kantor yang mahal seperti ruang kelas atau peralatan
belajara tertentu.

 Mendapatkan timbal balik yang cepat atas prestasi mereka.

Kelemahan on the job adalah :

 Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang serius.

 Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki kemampuan
melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

 Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian menghapus elemen
penting dalam proses pelatihan.

 Karyawan yang tidak terlatih dengan baik mungkin memiliki dampak negatif pada
pekerjaan dan organisasional.

2.2.1.1 Jenis-jenis On The Job Training

1. Magang
Sistem magang ini dipergunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan (skill) yang relative tinggi.Program magang ini bisa mengombinasikan antara on
the job training dengan pengalaman, serta pentunjuk-petunjuk di kelas dalam pengertahuan-
pengetahuan tertentu sesuai dengan tujuan kebutuhan organisai.

Kelebihan :
 Mengembangkan keahlian perorangan sehingga para karyawan dapat mempelajari segala
aspek dari pekerjaannya.
 Mendapat pengalaman mengenai cara berinteraksi di lingkungan kerja.
 Memperluas koneksi terutama dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang baru di bidang
itu sendiri.

Kekurangan :

 Apabila para karyawan magang tersebut tidak memiliki komitmen yang tinggi, belum
menguasai keahliannya masing – masing maka tidak menjamin terjadinya efektivitas
organisasi apabila tidak meiliki komitmen yang tinggi dan tidak disiplin.
 Tertinggal pelajaran yang di sekolah dan banyak tugas setelah selesai magang. Karna
kebanyakan karyawan magang adalah siswa semester 3.
 Membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang cukup mahal pula.

2. Job Instruction Training

Memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan secara langsung pada pekerjaan dan terutama


digunakan untuk melatih para karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan sekarang.
Kelebihan :

 Pelatih telah mendapatkan keahlian tentang cara memilih sehigga pelatihan dapat
dilakukan dengan lebih maksimal
 Pelatihannya sangat realitas yang mendorong pembelajaran psecara personal.
 Dapat memotivasi pekerjaan dengan lebih mudah dan fokus.

Kekurangan :

 Adanya tambahan biaya untuk pelatihan.


 Membutuhkan waktu yang banyak.

3. Job Rotation
Job Rotaion adalah pergantian periodik seorang karyawan dari satu tugas ke tugas lain. Hal
ini merupakan alternatif bagi karyawan yang mengalami kebosanan atas kerja mereka. Hal
tersebut diperlukan apabila karyawan menganggap pekerjaanya tidak menantang, maka
karyawan tersebut perlu di rotasi ke pekerjaan lain pada tingkat yang sama yang mempunyai
persyaratan keterampilan dan kompetensi yang serupa. Hanya berbeda jenis pekerjaannya saja.

Kelebihan :

 Mempertahankan minat karyawan yang cemerlang dan energik, serta membuat pekerjaan
yang lebih menarik. Terkadang melakukan pekerjaan yang menonton dalam periode yang
lama bagi karyawan yag sudah ahli dalam bidangnya biasanya akan timbul kejenuhan.
 Perusahaan dapat menawarkan peluang baru dalam satu departemen lain yang memiliki
fungsi dan tugas yang berbeda. Perlu diingat bahwa karyawan akan meminggalkan
perusahaan suatu waktu. Akan lebih baik jika perusahaan mempertahakan di suatu tempat
dalam perusahaan tersebut daripada kehilangan karyawan.
 Meningkatkan kepuasan karyawan terhadap posisinya sekarang, karena merasa ada
sesuatu yang baru dan menantang untuk di kerjakan.
 Memberikan kontribusi yang menjadikan perusahaan tersebut sebagai tempat kerja yang
menyenangkan dalam waktu jangka panjang.
 Sebagai bentuk pengembangan potensi karyawan yang efektif. Hal ini merupakan strategi
perusahaan untuk mengetahui potensi setiap karyawan, sehingga perusahaan dapat
menempatkan sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Kekurangan :

 Rotasi pekerjaan yang berlebihan dapat menimbulkan masalah keamanan. Saat seseorang
berpindah dari satu departemen ke departemen lainnya, dia akan membawa banyak
password. Akan menjadi masalah apabila beberapa orang memakai satu system user yang
sama.
 Apabila ada beberapa karyawan yang dirotasilambat dalam memahami dan kemampuan
dalam melakukan pekerjaan barunya maka yang terjadi adalah kinerja perusahaan akan
menurun. Pekerjaan yang biasanya dapat diselesaikan dalam waktu sehari bisa jadi
berhari-hari katena belum ada kepahaman dari karyawan tersebut.
4. Coaching
Mengajar, membimbing, dam memberikan intruksi kepada seseorang agar memperoleh
keterampilan dalam melakukan sesuatu untuk mencapai sasaran yang telah dikehendaki.

Menurut jenisnya coaching dibagi dua jenis :


a. Authoriative : lebih menunjukan otoritas, dimana memandang tingkat posisi seseorang yang
lebih tinggi dari bawahan atau lawan bicaranya.

Kelebihan :

 Memberikan arahan dnegan cepat kepadasasaran yang dituju.


 Memnerikan kejelasan kewenangan.
 Memperlihatkan dengan jelas garis perintah.
 Tidak memberikan peluang tentang perasaan dan hubungan pribadi.

Kekurangan :

 Tidak memberikan peluang adanya sentuhan humanis.


 Jika atasan tidak kompeten akan memberikan pengarahan yang salah.

b. Facilitative : lebih menunjukan hubungan sosial.

Kelebihan :

 Memberikan arahan secara humanis.


 Memberikan bantuan terhadap permasalahan secara interpersonal.
 Memperlihatkan dengan jelas kepedulian antar sesama.

Kekurangan :

 Jika dilakukan pada keadaan yang tepat dapat mengakibatkan hubungan secara pribadi.
 Jika atasan tidak kompeten akan memberikan pengarahan yang salah.

2.2.2 Off The Job Training Method

Pelatihan di luar kerja adalah pelatihan yang berlangsung pada waktu karyawan yang
dilatih tidak melaksanakan pekerjaan rutin/biasa dan tidak sesuai namun mirip dengan situasi
pekerjaan yang sebenarnya.

Kelebihan dari off the job training :

 Pelatihan tidak akan mengganggu proses pekerjaan


 Metode tertentu dapat digunakan secara jarak jauh
 Peserta pelatihan dapat saling berinteraksi, bertukar pengalaman dan saling memahami
 Lebih efektif untuk target peserta pelatihan dalam jumlah banyak dan cepat
 pelatih biasanya seseorang yang lebih professional, memberikan wawasan tambahan bagi
karyawan tentang sesuatu yang baru.

Kelemahan dari off the job :

 Karyawan tidak melakukan pekerjaan yang sesungguhnya


 Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
 Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi buatan dan membutuhkan fasilitas pelatihan
khusus.
 Beberapa metode membutuhkan biaya yang mahal
 materi – materi yang diberikan biasanya bersifat teoritis dan nilai prakteknya berkurang,
sehingga kurang kesesuaian antara kebutuhan materi dengan keadaan sesungguhnya.

2.2.2.1 Jenis Off The Job Training

1. Simulated Training
Merupakan bentuk pelatihan dimana pelatihannya bukanlah berasal dari pimpinan
pegawai langsung, melainkan pelatih khusus (traniner specialist) melalui percobaan dibuat suatu
duplikat dari bahan,alat dan kondisi sebnernya yang ditemui dalam pekerjaan.
Simulasi merupakan peniruan dari karakteristik atau perilaku tertentu atau perilaku terntu
dari dunia nyata sedemikian rupa, sehingga peserta sedemikian rupa, sehingga peserta pelatihan
dapat merealisasikan dalam keadaan sebernya. Dengan demikian, apabila peserta pelatihan
kembali ketempat pekerjaannya, maka ia akan mampu melaksanakan pekerannya, maka ia akan
mampu melaksanakan pekerjaan yang telah disimulasikan tersebut.

Kelebihan :

 Memungkinkan peserta pelatihan untuk melakukan aktivitas yang beresiko inggi dalam
lingkungan yang aman tanpa implikasi berbahaya.
 Dapat meningkatkan ketrampilan peserta pelatihan dan membiarkan belajar dari
kesalahan.
 Peserta diajarkan untuk berpikir dalam bertindak, mengabil keputusan dan komunikasi
yang efektif.

Kekurangan :

 Terkadang simulasi tidak selalu sepenuhnya dapat menciptakan kembali pada situasi
kehidupan nyata.
 Dapat memakan waktu dan biaya yang cukup banyak.
 Tidak adanya konsekuensi yang nyata untuk kesalahan dapat memnyebabkan peserta
kurang berkineja. Sehingga menghasilkan hasil yang tidak akurat.

2. Kursus keahlian (specialist course)


Merupakan bentuk pelatihan pegawai yang lebih mirip pendidikan.Kursus biasanya diadakan
untuk memenuhi minat pegawai dalam berbagai bidang pengetahuan tertentu atau bidang lain
yang memiliki keterkaitan dengan bidang pekerjaanya saat ini, misalnya kursus bahasa
inggris,akuntasi,manajemen,kepemimpinan, kursus menjarit,dan sebagainya.Kursus- kursus
tersebut biasanya dibuat dalam bentuk program pembelajaran, dimana peserta pelatihan dapat
belajar sendiri dan menyesuaikam kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing-
masing.

Kelebihan :
 Dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan karyawan, tidak hanya
pada kemampuan teknis, namun juga kemampuan non teknis.
 Karyawan dapat dengan leluasa mengembangkan kemampuannya
 Jumlah peserta relatif sedikit sehingga karyawan bisa berlatih dengan lebih efektif
dan lebih focus
 Pelatihan lebih terarah sesuai minat dan bakat karyawan

Kekurangan :
 Biaya yang dibutuhkan relatif besar
 Membutuhkan waktu yang cukup lama

2.3 Desain Program Pelatihan yang Efektif dan Efisien

Dalam menyelenggarakan pelatihan, banyak investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan.


Investasi tersebut dapat berupa biaya penyelenggaraan, gaji trainer, resiko kekosongan karyawan
operasional, dan masih banyak lagi jenis investasi dari perusahaan dalam sebuah pelatihan.
Dengan pertimbangan itu, penyelenggaraan pelatihan harus memberikan dampak berarti untuk
perusahaan.

Saat training telah selesai dilakukan, bisa jadi kita berpikir bahwa pelatihan kita tidak
memberikan efek yang berarti untuk perusahaan. Berkaca dari hasil tersebut, kita mulai
menyalahkan banyak pihak atas hasil pelatihan yang mengecewakan. Dalam perancangan sebuah
pelatihan, seorang modul designer memegang peranan penting untuk memastikan bahwa training
yang ia buat akan memberikan efek yang diinginkan.

Berikut ini yang perlu di perhatikan dalam mendesain sebuah modul pelatihan adalah :

a. Tentukan hasil yang ingin dicapai


Untuk mengetahui apakah pelatihan kita mencapai hasil yang diinginkan atau tidak, hal
pertama yang perlu kita lakukan adalah menentukan hasil apa yang ingin dicapai. Misalnya,
apakah pelatihan tersebut didesain agar peserta mengetahui tentang sebuah pengetahuan baru
saja? Atau pelatihan tersebut dirancang agar peserta mampu mempraktekkan sebuah kemampuan
baru? Level pelatihan akan menentukan cara sebuah modul dibawakan, aktifitas yang akan
digunakan, sampai dengan evaluasi apa yang perlu dilakukan.

b. Buat pelatihan yang menyenangkan

Peserta tentunya akan lebih mudah dalam menyerap informasi apabila mereka selalu dalam
kondisi yang senang, bukan dalam kondisi pikiran yang tertekan. Banyak dari desainer modul
yang tergoda untuk menjejalkan aktifitas-aktifitas yang padat agar pelatihan mereka tidak sia-sia.
Aktifitas pelatihan yang berjejalan tanpa memberikan ruang bagi peserta untuk refresh akan
membuat peserta mudah stress dalam pelatihan. Jadi, sebaiknya ganti beberapa aktifitas menjadi
game simulasi yang sifatnya lebih menyenangkan untuk peserta namun tetap menambah
pemahaman bagi peserta pelatihan.

c. Variasikan aktifitas

Ingatlah, pelatihan tidak sama dengan pidato ataupun seminar. Jangan mendesain pelatihan
yang isinya hanyalah pemaparan materi dari trainer saja. Pelatihan seperti itu akan membuat
peserta bosan dan tidak mampu menyerap apapun dari pelatihan. Berikan variasi aktifitas secara
regular di antara presentasi materi dari trainer (setiap 20 menit lebih baik). Anda dapat sisipkan
aktifitas seperti diskusi, latihan dengan mengisi form, kuis, games, simulasi, roleplay, dan
lainnya.

d. Libatkan peserta

Peserta akan lebih mudah dalam menyerap materi pelatihan apabila mereka merasa terlibat
dalam kegiatannya. Rancanglah sebuah pelatihan yang aktifitasnya dapat melibatkan seluruh
peserta, tidak hanya mencontohkan kepada sebagian dari peserta.

Perancangan sebuah pelatihan yang efektif sangatlah bergantung pada aktifitas apa saja yang
dilakukan dalam kegiatan tersebut. Kuncinya adalah membuat aktifitas pelatihan yang
menyenangkan, variatif, dan melibatkan peserta. Seorang desainer modul harus menentukannya
dari awal daripada harus menyerahkan hasilnya pada kreatifitas dari trainernya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, H. Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta :
Bumi Aksara.

Mangkuprawira, Tb.Sjafri,2001, Manajemen Sumber Daya Manusia. Cet.1 Ed.2,Bogor,Penerbit


Galih Indonesia.
Ardana,I Komang;Mujiati, Ni Wayan; Mudiartha Utama,I Wayan.2014.Manajemen Sumber
Daya Manusia.Edisi Pertama.Cetakan kKedua.Yoyakarta:Graha Ilmu.
Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 14. Jakarta: Salemba Empat

Juni Priansa,Donni.2018.Perencanaan dan Pengembangan SDM.Bandung:Alfabeta.

Dipang, Ludfia. 2013. Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan Kinerja Karyawan Pada
Pt. Hasjrat Abadi Manado. Jurnal EMBA Vol.1 No.3 September 2013, Hal. 1080-1088.

Lyntrias. 2009.Manajemen profesional vs kekeluargaan,dikutip


darihttp://lyntrias.wordpress.com/2009/07/14/manajemen-profesional-vs-kekeluargaan/ (diakses pada
31 Agustus 2018)

Mangkuprawira, S. 2007. Mengapa harus manajemen professional,http://ronawajah.wordpress.com/20


07/05/14/mengapa-harus-manajemen-profesional/(diakses pada 31 Agustus 2018)

Anda mungkin juga menyukai