Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AIK

TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...........................................................................................................


Daftar Isi .....................................................................................................................
Kata Pengantar ..............................................................................................
Bab I Pendahuluan.........................................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................................

Bab II Pembahasan ........................................................................................


2.1 Pengertian dari Tauhid ...............................................................................
2.2 Makna Kalimat “Laailaahaillal-Allah” ......................................................
2.3 Tauhid Sebagai Landasan bagi Semua Aspek Kehidupan .........................
2.4 Jaminan Allah bagi Orang yang Bertauhid Mutlak ...................................

Bab III Penutupan .........................................................................................


3.1 Kesimpulan ................................................................................................

Daftar Pustaka ................................................................................................

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang tentang
“Tauhid dan Urgensinya Bagi Kehidupan Muslim”.
Dalam pembuatan maklah ini ini kami mendapat bantuan dari beberapa pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ustadz M. Ubaidillah R, S.Pd.I., M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Al-
Islam dan Kemuhammadiyahan
2. Teman-teman sejawat kelas Mutawashitin dan Mutaqaddimin prodi
Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Malang
3. Orang tua kami terutama yang tiada henti-hentinya memberikan do’a
dan dukungan baik moral maupun material yang telah diberikan.
4. Teman-teman yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas Al-Islam
dan Kemuhammadiyahan di semester 2 ini yang dibimbing oleh Ustadz M.
Ubaidillah R, S.Pd.I., M.Pd.I. Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, masih terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan baik dari
segi tulisan, bahasa, maupun isinya. Untuk itu kami mohon maklum karena kami
juga masih dalam proses belajar untuk membuat makalah yang lebih baik.
Harapan kami dengan pembuatan makalah ini dengan seoptimal mungkin
dapat menambah kedalaman ilmu utamanya dalam bidang agama islam. Tak lupa
kami juga berharap atas masukan, kritikan dan saran yang membangun dari guru
dan kawan-kawan untuk penyempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi untuk
kedepannya. Semoga makalah kami ini bermanfaat bagi kami dan pembacanya.
Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih.

Malang, 5 Maret 2019

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita kembali menulusuri sejarah islam, ternyata selama tiga belas tahun
islam berkembang di mekkah inti risalah yang nabi sampaikan adalah Tauhid.
Jadi dasar atau tonggak dalam beragama sesungguhnya adalah tauhid. Di era
4.0 ini telah banyak menyeret manusia terbuai dengan kemajuan dan
kecanggihan teknologi. Syariat memang dijalankan tetapi kondisi umat islam
bagai buih di lautan, mayoritas tapi terombang-ambing oleh kepentingan
duniawi.
Tauhid menjadi subjek dalam bidang agama islam yang harus sering
ditekankan kepada masyarakat muslim utamanya kepada pelajar yang
merupakan generasi penerus bangsa sehingga para muda-mudi memiliki
landasan yang kuat dalam beragama. Melalui latar belakang tersebut, penulis
membuat makalah yang berjudul “Tauhid dan Urgensinya bagi Kehidupan
Muslim”. Adapaun makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan
edukasi kepada berbagai pihak yang membaca agar tetap dapat mendirikan
tauhid yang sesuai dengan ajaran islam di masa sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tauhid?
2. Bagaimana makna kalimat “Laa ilaaha ill al-Allah” dan konsekuensinya
dalam kehidupan?
3. Bagaimana penempatan tauhid sebagai landasan bagi semua aspek
kehidupan?
4. Bagaimana jaminan Allah bagi orang yang bertauhid mutlak?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari Tauhid.
2. Dapat memahami makna kalimat “Laa ilaaha ill al-Allah” dan
konsekuensinya dalam kehidupan.
3. Dapat memahami dan menerapkan penempatan tauhid sebagai landasan
bagi semua aspek kehidupan.

4
4. Dapat mengetahui jaminan Allah bagi orang yang bertauhid mutlak.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tauhid
Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang
artinya mengesakan, menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang
mengesakan Allah. Arti kata tauhid adalah mengesakan, yang dimaksud dengan
mengesakan Allah Swt adalah dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya dan af‟al-Nya.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), tauhid adalah keesaan
Allah; ilmu tauhid adalah pengetahuan atau ajaran mengenai keesaan Allah;
dengan hati, dengan bulat hati, kuat-nya, tetap teguh kepercayaannya bahwa
Allah hanya satu; Mentauhidkan: 1) menyatukan;memusatkan (hati); menyeru
segala umat ibadat kepada Allah saja; 2) mengakui keesaan Tuhan: Allah
Adapun definisi tauhid secara semantiknya dalam bahasa Arab dan secara
terminologinya dalam Islam, maka dapat diuraikan sebagai berikut.Jika
ditelusuri kamus-kamus bahasa Arab, maka kata tauhid berangkat dari akar
kata (‫ د وح‬.(Ibn Manzûr mengatakan bahwa tauhid adalah beriman kepada Allah
semata dan tidak menyekutukan-Nya. Al-Jurjânî mengatakan bahwa tauhid
secara bahasa adalah:
‫واحد‬ ‫الشيء‬ ‫بأن‬ ‫الحكم‬ ‫اللغة‬ ‫في‬ ‫التوحيد‬
‫والعلم بأنه واحد‬. “Menghukumi sesuatu bahwa ia adalah satu, dan mengetahui
bahwa sesuatu tersebut adalah satu”. Sedangkan dalam al-Mu’jam al-Wasît
disebutkan bahwa tauhid berasal dari kata Wahhada Allâh Subhânah
(mengesakan Allah Ta’ala) yaitu mengakui dan meyakini bahwa sesungguhnya
Allah itu Esa.
Ilmu tauhid memiliki beberapa sebutan lain seperti berikut:
1. IlmuUshuluddin
Kata ushuluddin terdiri dari dua kata yaitu ushul yang berarti
pokok atau pangkal dan din yang berarti agama. Jadi ilmu
ushuluddin adalah ilmu tentang pokok-pokok agama. Ilmu tauhid
sering disebut juga dengan ilmu ushuluddin (pokok-pokok atau

5
dasar-dasar agama) karena ilmu itu menguraikan pokok-pokok
atau dasar-dasar agama.
2. Ilmu Aqaid
Ilmu tauhid sering juga disebut ilmu aqaid (keyakinan), karena
ilmu tersebut membahas masalah-masalah yang berhubungan
dengan keyakinan.
3. Ilmu Kalam
Kata kalam berarti perkataan atau kata-kata yang tersusun yang
menunjukkan suatu maksud pengertian. Kata kalam kemudian
dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu berkata-
kata. Jadi ilmu kalam adalah ilmu tentang kalam Allah.
Ilmu tauhid sering juga disebut dengan ilmu kalam. Penamaan
ilmu kalam didasarkan pada beberapa alasan, antara lain;
a. Problem-problem yang diperselisihkan umat Islam pada masa-
masa awal dalam ilmu ini adalah masalah Kalam Allah Swt. yaitu
al-Qur’an, apakah ia makhluk dalam arti diciptakan ataukah ia
qadim dalam arti abadi dan tidak diciptakan;
b. Dasar dalam membahas masalah-masalah ke Tuhanan tidak
lepas dari dalil-dalil aqli yang dijadikan sebagai argumentasi yang
kuat sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan dalam logika
(mantiq) yang penyajiannya melalui permainan (kata-kata) yang
tepat dan jitu.
c. Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama
menyerupai logika dalam fillsafat, maka pembuktian dalam soal-
soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan
logika dalam filsafat.

4. Ilmu Ilahiah
Ilmu tauhid juga dikenal dengan sebutan ilmu ilahiah, karena
yang menjadi obyek utama ilmu ini pada dasarnya adalah masalah
ketuhanan. Ilmu tauhid juga kadang disebut dengan
teologi.Teologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan.

6
Kata teologi berasal dari dua kata yaitu theo yang berarti Tuhan
dan logos yang berarti ilmu.Tetapi apabila kata teologi dipakai
untuk membicarakan tentang Tuhan dalam Islam, maka hendaklah
selalu ditambahkan kata Islam di belakangnya, sehingga menjadi
teologi Islam. Sebab kata itu dapat
juga dipakai untuk membicarakan Tuhan menurut agama-agama
yang lain, seperti teologi Kristen, teologi Hindu, dan sebagainya.
Ini semua dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman.

B. Makna kalimat “Laa ilaaha ill al-Allah” dan konsekuensinya dalam


kehidupan
Mengetahui makna kalimat yang mulia ini merupakan salah satu prinsip
yang sangat mendasar pada ‘aqidah seorang muslim. Bagaimana tidak,
karena jika seseorang mengucapkan kalimat tauhid ini maka dia tidak akan
bisa melaksanakan konsekuensinya sebelum mengetahui apa maknanya
serta dia tidak akan mendapatkan berbagai keutamaan kalimat yang mulia
ini sampai dia mengetahui apa maknanya, mengamalkannya dan meninggal
di atasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Al lah tidak dapat


memberi syafa`at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah)
orang yang mengakui yang hak (tauhid) dalam keadaan mereka
mengetahui(nya).” (QS. Az-Zukhruf: 86)

Dan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah menegaskan:

“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mengatahu i bahwa


sesungguhnya tiada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah maka

7
akan masuk Surga.” (HSR. Bukhary dari shahabat Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu )
Oleh karena itu, berikut penjelasan secara singkat mengenai makna kalimat
tauhid yang mulia ini:

Laa Ilaaha Illallah adalah kalimat yang terdiri dari 4 kata, yaitu: kata (laa),
kata (Ilaha), kata (illa) dan kata (Allah). Adapun secara bahasa bisa kita
uraikan secara ringkas sebagai berikut:
Laa adalah nafiyah lil jins (Meniadakan keberadaan semua jenis kata benda
yang datang setelahnya). Misalnya perkataan orang Arab “Laa rojula fid da
ri” (Tidak ada laki-laki dalam rumah) yaitu menafikan (meniadakan) semua
jenis laki-laki di dalam rumah. Sehingga laa dalam kalimat tauhid ini
bermakna penafian semua
jenis penyembahan dan peribadahan yang haq dari siapapun juga kecuali
kepada Allah ‘Azza wa Jalla .

Ilah adalah mashdar (kata dasar) yang bermakna maf’u l (obyek) sehingga
bermakna ma`l uh yang artinya adalah ma’bu d (yang diibadahi). Karena aliha
maknanya adalah ‘abada sehingga makna ma’lu h adalah ma’bu d. Hal ini
sebagaimana dalam bacaan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma terhadap ayat
127 pada surah Al-A’raf:

“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (ke pada Fir’aun):


“Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan
di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta ilahatahmu
(peribadatan kepadamu)?” .

Il ahat aka (ilahatahmu) yaitu peribadatan kepadamu, karena Fir’aun itu


disembah dan tidak menyembah. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu ‘Abbas
memahami bahwa kata Ilahah artinya adalah Ibadah

8
· Illa (kecuali). Pengecualian di sini adalah mengeluarkan kata yang
terletak setelah illa dari hukum kata yang telah dinafikan oleh laa. Misalnya
dalam contoh di atas laa rajula fid dari illa Muhammad, yaitu Muhammad
(sebagai kata setelah illa) dikeluarkan (dikecualikan) dari hukum sebelum
illa yaitu peniadaan semua jenis laki-laki di dalam rumah, sehingga
maknanya adalah tidak ada satupun jenis laki-laki di dalam rumah kecuali
Muhammad. Jika diterapkan dalam kalimat tauhid ini makna maknanya
adalah bahwa hanya Allah yang diperkecualikan dari seluruh jenis ilah yang
telah dinafikan oleh kata laa sebelumnya.
· Lafadz “Allah” asal katanya adalah Al-Ilah dibuang hamzahnya untuk
mempermudah membacanya, lalu lam yang pertama diidhgamkan
(digabungkan) pada lam yang kedua maka menjadilah satu lam yang
ditasydid dan lam yang kedua diucapkan tebal sebagaimana pendapat
Imam Al-Kisa`i dan Imam Al-Farra` dan juga pendapat Imam As-
Sibawaih.

Adapun maknanya, berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim dalam Madarij As-


Salikin (1/18) : “Nama “Allah” menunjukkan bahwa Dialah yang
merupakan ma’luh (yang disembah) ma’bud (yang diibadahi). Seluruh
makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan, pengagungan
dan ketundukan”.

Lafadz jalalah “Allah” adalah nama yang khusus untuk Allah saja, a dapun
seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah yang lainnya kembali kepada
lafadz jalalah tersebut. Karena itulah tidak ada satupun dari makhluk-Nya
yang dinamakan Allah.

Maka dari seluruh penjelasan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan


bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah tidak ada sembahan yang berhak
untuk disembah kecuali Allah. Maka kalimat tauhid ini menunjukkan
akan penafian/penolakan/peniadaan semua jenis penyembahan dan
peribadahan dari semua selain Allah Ta’ala , apa dan siapapun dia, serta
penetapan bahwa penyembahan dan peribadahan dengan seluruh macam

9
bentuknya –baik yang zhohir maupun yang batin- hanya ditujukan kepada
Allah semata tidak kepada selainnya. Oleh karena itu semua yang disembah
selain Allah Ta’ala memang betul telah disembah, akan tetapi dia disembah
dengan kebatilan, kezholiman, pelampauan batas dan kesewenang-
wenangan. Inilah makna yang dipahami oleh orang-orang Arab –yang
mukmin maupun yang kafirnya- tatka la mereka mendengar perkataan laa
ilaha illallah sebagaimana yang akan datang penjelasannya insya Allah
Ta’ala.

C. Penempatan tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan.

Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap


aktivitas manusia. Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya
pandangan, timbulnya semangat beramal dan lahirnya sikap optimistik.
Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan (amal
shalih) manusia. Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial.
Adapun bentuknya, tauhid menjadi titik sentral dalam melandasi dan
mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas historis-
empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan
modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan
alternatif yang lebih anggun dan segar.
Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya,
dehumanisasi merupakan tantangan tauhid yang harus dikembalikan kepada
tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakat.
Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi
historis sebagaimana tertera dalam firman Allah:
ِ ‫وف تَأ ْ ُم ُرونَ ِللن‬
‫اس أ ُ ْخ ِر َجتْ أُمة َخي َْر ُك ْنت ُ ْم‬ ِ ‫بِاّللِ َوت ُؤْ ِمنُونَ ا ْل ُم ْنك َِر ع َِن َوتَ ْنه َْونَ بِا ْل َم ْع ُر‬
Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia
untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada
Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).
Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai
karakteristik ilmu sosial profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi
dan transendensi. Tujuannya supaya diarahkan untuk merekayasa
masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan

D. Jaminan Allah bagi orang yang bertauhid mutlak


Umat Islam yang memegang tauhid dengan teguh di hatinya akan menjadi
orang yang sangat beruntung karena Allah SWT telah menjamin beberapa
kebaikan kepada hamba-Nya. kebaikan ini tidak hanya bisa dirasakan di dunia

10
tetapi juga di akhirat. berikut beberapa jaminan Allah SWT kepada para ahli
tauhid
1. Ahli tauhid mendapatkan keamanan dan petunjuk
َ‫ظ ْل ٍم أ ُ ْو َلئِكَ َل ُه ُم اْأل َ ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَدُون‬ ُ ‫الَّذِينَ َءا َمنُوا َولَ ْم َي ْل ِب‬
ُ ‫سوا ِإي َمانَ ُه ْم ِب‬

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan


iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am:82)

2. Ahli tauhid pasti masuk surga


Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala untuk ahli tauhid bahwa
Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga. Ahlu tauhid adalah
mereka yang bersyahadat (bersaksi). Maksud syahadat yang benar
harus terkandung tiga hal yaitu mengucapkannya dengan lisan,
mengilmui maknanya, dan mengamalkan segala konsekuensinya,
tidak cukup hanya sekadar mengucapknnya saja.

3. Ahli tauhid diampuni dosa-dosanya


Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,
ً ‫ ثم لقيتني ال تشرك بي شيئا‬،‫ يا ابن آدم؛ لو أتيتني بقراب األرض خطايا‬:‫قال هللا تعالى‬
‫ألتيتك بقرابها مغفرة‬
“Allah berfirman: ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu
datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian kamu
datang kepada-Ku tanpa menyekutukan sesuatu pun dengan-Ku,
maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula”
[8]

11
Dalam hadist ini Nabi mengkhabarkan tentang luasnya
keutamaan dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah akan menghapus
dosa-dosa yang sangat banyak selama itu bukan dosa syirik.

Selain itu ada jaminan bagi masyarakat yang semuanya bertauhid kepada
Allah SWT.
‫ف الَّذِينَ مِ ْن قَ ْب ِل ِه ْم َولَيُ َم ِ ِّكن ََّن لَ ُه ْم‬ ِ ‫ت لَيَ ْست َْخ ِلفَنَّ ُه ْم فِي ْاأل َ ْر‬
َ َ‫ض َك َما ا ْست َْخل‬ َّ ‫عمِ لُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬ َ ‫َّللاُ الَّذِينَ آ َمنُوا مِ ْن ُك ْم َو‬
َّ ‫ع َد‬
َ ‫َو‬
َ‫ش ْيئًا ۚ َو َم ْن َكف ََر بَ ْع َد ٰذَلِكَ فَأُو ٰلَئِك‬ َ ‫ض ٰى لَ ُه ْم َولَيُبَ ِ ِّدلَنَّ ُه ْم مِ ْن بَ ْع ِد خ َْوفِ ِه ْم أ َ ْمنًا ۚ يَ ْعبُدُونَنِي َل يُ ْش ِر ُكونَ ِبي‬ ْ ‫دِينَ ُه ُم الَّذِي‬
َ َ ‫ارت‬
َ‫ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahkuKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.” (QS. An Nuur:55)

Dalam ayat di atas, Allah memberikan jaminan bagi masyarakat yang


bertauhid yakni:

1. Mendapat kekuasaan di muka bumi


2. Mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama
3. Mendapat keamanan dan diajuhkan dari rasa takut

12
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan

13
DAFTAR PUSTAKA

Muawiyah, H. 2006. Tauhid. Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 1


https://muslim.or.id/2481-inilah-jaminan-bagi-ahli-tauhid.html. diakses pada
tanggal 4 Maret 2019
https://indonesiabertauhid.com/2015/04/22/jaminan-bagi-masyarakat-yang-
bertauhid/. diakses pada tanggal 4 Maret 2019

14

Anda mungkin juga menyukai