Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN SKILL LAB BLOK 7.

3
EMERGENCY, DISASTER, AND HEALTH
SYSTEM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2016/2017
A. PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI PADA ASSESSEMENT AWAL
KASUS TRAUMA

I.TUJUAN

Mahasiswa diharapkan mampu menerapkan prinsip penanganan penderita trauma khususnya


melakukan primary survey dan resusitasinya.

II.PENDAHULUAN

Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan
yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat penting, karena
itu diperlukan penilaian awal (initial assessement) yang mudah dilaksanakan yaitu:
1. Persiapan
2. Triase pada kasus multiple dan mass casualties
3. Primary survey (ABCDE) dan resusitasi
4. Secondary survey
5. Pemantauan dan re-evaluasi
6. Penanganan definitif

Baik primary survey maupun secondary survey dilakukan beruang-kali agar dapat mengenali
penurunan keadaan penderita, dan memberikan terapi bila diperlukan. Urutan kejadian di atas
diterapkan seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam praktek sehari-hari dapat
berlangsung bersama-sama (simultan). Penerapan secara berurutan ini merupakan suatu cara
tau sistem bagi dokter untuk menilai perkembangan keadaan penderita.

III.PERSIAPAN

Persiapan berlangsung dalam 2 fase yang berbeda. Fase pertama adalah fase pra-rumah sakit
(pre-hospital), dimana seluruh penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam
koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit (hospital)
dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita, sehingga dapat dilakukan resusitasi
dalam waktu cepat.

A. Fase Pra-Rumah Sakit

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan
menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita
mulai diangkut dari tempat kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit
mempersiapkan Tim Trauma sehingga sudah siap saat penderita sampai di rumah sakit. Pada
fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol perdarahan dan
syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas yang
cocok dengan kebutuhan pasien.

Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari. Yang penting juga adalah
mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di rumah sakit, seperti waktu kejadian,
sebab kejadian, dan riwayat penderita. Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan
berat perlukaan.

B. Fase Rumah Sakit

Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada ruangan/area khusus
resusitasi. Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah dipersiapkan,
dicoba dan dileakkan ditempat yang mudah terjangkau. Cairan kristaloid (misalnya Ringer’s
Lacatate) yang sudah dihangatkan disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dicapai.
Perlengakapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan. Suatu sistem pemanggilan
tenaga medik tambahan sudah harus ada, demikian juga tenaga laboratorium dan radiologi.
Bila ada kontak dengan cairan tubuh penderita maka penolong dianjurkan memakaian alat
protektif seperti masker (face mask), proteksi mata (kaca mata goggle), baju kedap air atau
apron (celemek kedap air), sarung tangan (hands coon), dan alas kaki/sepatu

IV.TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia. Terapi didasarkan pada ABC (Airway dengna kontrok vertebra servikal, Breathing,
dan Circulation dengan kontrol perdarahan).

Triase juga berlaku untuk pemilihanpenderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk.
Merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-rumah sakit untuk mengirim ke rumah sakit yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.

Dua jenis keadaan triase yaitu:

A. Multiple Casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah yang mengancam
jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.

B. Mass Casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan rumah
sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan
kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga
paling sedikit.
V.PRIMARY SURVEY

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda vital, dan
mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas.
Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa
primary survey yang cepat dan kemudian langsung dilakukan resusitasi, secondary survey
dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma dan berusaha untuk
mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan
berikut:

A. Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)


B. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C. Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control)
D. Disability: status neurologis
E. Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia.

Selama primary survey keadaan yang mengancam nyawa harus cepat dikenali dan segera
dilakukan resusitasinya pada saat itu juga. Tindakan primary survey di atas adalah dalam
bentuk berurutan (sekuensial), sesuai prioitas dan agar leih jelas; namun dalam praktek hal-
hal di atas sering dilakukan bersamaan (simultan)

A. Airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)

Pengenalan Masalah

Saat initial assessment pada airway tindakan awal yang paling penting adalah mengajak
penderita berbicara dan memancing jawaban verbal. Penderita yang mampu berbicara (“the
talking patient”) memberikan jaminan (paling tidak pada saat itu) bahwa airwaynya terbuka.
Suatu respon verbal yang “positif dan sesuai” menunjukan bawa airway penderita terbuka,
ventilasi utuh, dan perfusi otak cukup. Kegagalan untuk merespon dengan baik memberi
kesan suatu gangguan tingkat kesadaran atau airway/ventilasi yang mengalami gangguan.

Apabila penderita dalam keadaan tertelungkup (pronasi) maka usahakan untuk membalik
posisi penderita menjadi terlentang sambil menahan bagian belakang kepala penderita agar
leher penderita stabil dan berada pada posisi in-line dengan tubuh.
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, faktur
mandibula atau maksila, faktur laring atau trakhea. Usaha untuk membebaskan airway harus
melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan manuver chin-
lift atau jaw-thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.

Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak
bertujuan mengindikasikan perlunya airway definitif.

Selama memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bawah tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. Kecurigaan adanya kelainan vertebra servikalis
didasarkan pada riwayat perlukaan; pemeriksaan neurologis tidak sepenuhnya dapat
menyingkirkannya.

Dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi. Bila alat
imobilisasi ini harus dibuka untuk sementara, maka terhadap kepala harus dilakukan
imobilisasi manual. Alat imobilisasi ini harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal
dapat disingkirkan.

Proteksi vertebra servikalis (serta spinal cord) merupakan hal penting. Foto servikal dapat
dilakukan setelah keadaan yang mengancam nyawa telah dilakukan resusitasi.

Ingat: Anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multi-trauma, terlebih bila ada
gangguan kesadaran atau perlukaan di atas klavikula.

Harus segera dilakukan usaha untuk menjaga jalan nafas dan memasang airway definitif bila
diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan gangguan airway yang
dapat terjadi kemudian, dan ini hanya dapat dikenali dengan re-evaluasi berulang terhadap
airway.
Tanda-tanda objektif sumbatan airway

1. Lihat (Look)
 Apakah penderita mengalami agitasi
atau tampak bingung. Agitasi memberi
kesan adanya hipoksia, dan tampak bingung
memberi kesan adanya hiperkarbia.
 Sianosis menunjukkan hipoksemia
yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi
dan dapat dilihat dengan mudah pada kuku-
kuku dan kulit sekitar mulut.
 Lihat adanya retraksi dan
penggunaan otot-otot nafas tambahan. Bila
ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway

2. Dengar (Listen) adanya suara-suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara nafas
tambahan) menunjukan pernafasan yang tersumbat.
 Mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor)
mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring.
 Suara parau (horseness, dysphonia) menunjukkan sumbatan pada laring
 Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami
hipoksia dan sering disalah artikan sebagai kondisi keracunan/mabuk.

3. Rasakan (Feel) lokasi trakhea dengan cepat tentukan apakah trakhea berada di tengah.

Membersihkan airway dari benda asing

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :

Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin-lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut.

Garrgling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk
“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan.

Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada
trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head-tilt and chin-lift atau jaw-
thrust saja
Jika suara napas tidak terdengar
karena ada hambatan total pada jalan
napas, maka dapat dilakukan:

Heimlich
Maneuve
r atau
Chest-
Thrust

Teknik-teknik mempertahankan airway

Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang
dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara
mengangkat dagu (head-tilt and chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang ke
bawah ake arah depan (jaw-thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan
dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharyngeal
airway). Tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau
memperburuk cedera spinal, oleh karena itu leher penderita selama mengerjakan prosedur ini
harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization).

Cek apakah ada tanda-tanda berikut :


 Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
 Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda motor)
 Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher

Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang


belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya.

Apabila ditemukan tanda-tanda di atas maka lakukan Head-tilt dan Chin-lift maneuver

1.Head-tilt and Chin-lift Maneuver

Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian secara hati-hati
diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan
ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incicivus) bawah, dan dengan dagu
secara bersamaan hati-hati diangkat. Sedangkan tangan
yang lain letakkan di dahi penderita dan menekan kepala
penderita ke bawah

Maneuver chin-lift tidak boleh menyebabkan


hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban
trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas tulang leher, dan tidak juga
beresiko mengubah patah tulang tanpa cedera spinal
menjadi patah tulah dengan cedera spinal.

Apabila ditemui tanda-tanda cedera tulang belakang servikal maka lakukan imobilisasi leher
secara manual. Hal ini untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang
bagian leher pasien. Setelah itu lakukan Jaw-thrust maneuver.

2. Jaw-thrust maneuver

Maneuver mendorong rahang (jaw-thrust) dilakukan dengan cara memegang sudut rahang
bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan, dan mendorong rahang bawah ke depan. Bila
cara ini dilakukan sambil memegang masker dari alat bag-valve, dapat dicapai kerapatan
yang baik dan ventilasi yang adekuat.

3.Orofaringeal Airway

Airway oral disisipkan ke dalam mulut di balik lidah. Teknik yang dipilih adalah dengan
menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan menyisipkan airway tersebut ke
belakang. Alat ini tidak boleh mendorong lidah
ke
belak
ang
yang
justru
akan
meng
hamb
at
airwa
y.

Teknik lain adalah dengan menyisipkan airway oral secara terbalik (upside-down), sehingga
bagian yang cekung mengarah ke kranial, sampai di daerah palatum mole. Pada titik ini , alat
diputar 180 derajat, bagian cekung mengarah ke kaudal, alat diselipkan ke tempatnya di atas
lidah. Cara ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak, karena rotasi alat ini dapat mencederai
mulut dan faring.

4.Airway Nasofaringeal

Airway nasofaringeal disisipkan pada salah satu lubang hidung dan dilewatkan dengan hati-
hati ke orofaring posterior. Pada penderita yang masih memberikan respon airway
nasofaringeal lebih disukai dibandingkan dengan airway orofaringeal karea lebih bisa
diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah. Alat tersebut sebaiknya
dilumasi dengan baik, kemudian disisipkan ke lubang hidung yang tampak tidak tersumbat.
Bila hambatan dirasakan selama pemasangan airway, hentikan dan coba melalui lubang
hidung sisi yang lain.

5.Airway Definitif

Pada airway definitif dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam trakhea pipa dengan
balon (cuff) yang dapat dikembangkan. Pipa tersebut dapat dihubungkan dengan sauatu alat
bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Terdapat tiga macam airway definitif:
 Pipa orotrakheal
 Pipa nasotrakheal
 dan airway surgikal (krikotiroidotomi atau tracheostomi)

B. Breathing dan Ventilasi

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat
bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap
komponen ini harus dievaluasi secara cepat

Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau
darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi

Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax;
flail-chest dengan kontusio paru, dan open penumothorax. Keadaan ini harus dikenali pada
saat dilakukan primary survey

Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, ada
gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotracheal, baik
oral maupun nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap vertebra servikal.
Surgikal airway (cricothyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak
memungkinkan karena ada kontra indikasi atau masalah teknis

C. Circulation dengan kontrol perdarahan

Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang
cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada penderita trauma harus
dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian
diperlukan penilaian cepat status hemodinamika penderita yakni: tingkat kesdaran, warna
kulit, dan nadi.

Lakukan kontrol perdarahan dengan tekanan langsung (direct pressure) atau secara operatif.

Perbaiki volume sirkulasi dengan pemberian cairan kristaloid (RL) yang sudah dihangatkan
2-3 liter secara cepat. Bila tidak ada respon, berikan darah segolongan (type specific). Bila
tidak ada darah segolongan, berikan darah tipe O Rhesus negatif, atau O Rhesus positif titer
terendah.

Jangan berikan vasopresor, steroid atau Bicarbonas Natricus. Bila gagal, jangan berikan infus
RL atau darah terus menerus, lakukan resusitasi operatif untuk hentikan perdarahan

D. Disability (Neurologic evaluation)

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran dan reaksi pupil, tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal.

Nilai kesadaran dengan GCS:


 Eye opening: spontan (4), terhadap suara (3), terhadap nyeri (2), tidak ada (1)
 Verbal:orientasi baik (5), bicara kacau/bingung (4), kata-kata tidak teratur (3),
mengerang (2), tidak bersuara (1)
 Movement: bergerak mengikuti perintah (6), melokalisir nyeri (5), menghindari nyeri
(4), fleksi abnormal (3), extensi abnormal (2), tidak bergerak (1)

E. Exposure/Kontrol Lingkungan

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara menggunting, guna
memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar
penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat, dan
cairan intra vena yang sudah dihangatkan.
Contoh Kasus

Seorang Pria 45 tahun ditemukan jatuh dari ketinggian 5 meter sewaktu mau memperbaiki
genteng rumahnya. Anda sebagai dokter dan juga tetangga korban menemukan korban
dengan kondisi penurunan kesadaran, nadi teraba lemah, tampak jejas didaerah leher dan
kepala serta cedera di tungkai kanan.
Anda pernah mengikuti pelatihan ATLS segera melakukan primary survey sambil
menghubungi ambulance dan RS terdekat.

CHECKLIST PRIMARY SURVEY PADA ASSESSEMENT AWAL KASUS


TRAUMA

SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
1. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
2. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
3 Cek kesadaran pasien dengan metode AVPU
 Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
 Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan
berbicara keras di telinga korban ( pada tahap ini jangan sertakan
dengan menggoyang atau menyentuh pasien ), jika tidak merespon
lanjut ke P
 Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling
mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal
kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang
dada (sternum) dan juga area diatas mata (supra orbital)
 Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien
masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan
unresponsive
4 Bebaskanlah korban dari pakaian di daerah dada (buka kancing baju
bagian atas agar dada terlihat)
5 Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang
mendekati kepala sejajar dengan bahu pasien
6 Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
7 Cek apakah ada tanda-tanda berikut
 Luka-luka atau jejas di daerah supra clavicula ke atas
 Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal :
terjatuh dari sepeda motor)
 Tanyakan saksi apakah pasien mengalami cedera di bagian
leher
AIRWAY
8 Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and
Chin Lift, atau
Apabila ditemui tanda-tanda cedera tulang belakang servikal
lakukan:
 Imobilisasi leher secara manual atau dengan cervical collar
 Lakukan jaw-thrust maneuver
9 Sambil melakukan maneuver di atas, periksa kondisi Airway (jalan
napas) dan Breathing (Pernapasan) pasien dengan cara:
 Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas),
apakah gerakan tersebut simetris ? adakah pemakaian otot
pernafasan tambahan? dan tanda-tanda cedera lainnya
 Listen : Dengarkan apakah suara nafas normal, dan apakah
ada suara nafas tambahan yang abnormal (Snoring, gargling,
crowing)
 Feel: Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa
napas dari korban ? Raba apakah trakhea berada di tengah?
10 Bila ada snoring, bersihkan jalan nafas dengan teknik cross-finger
11 Bila ada gargling, bersihkan jalan nafas dengan teknik cross-finger
kemudian lakukan finger-sweep
12 Bila diperlukan lakukan tindakan mempertahankan airway dengan
oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway
BREATHING DAN VENTILASI
13 Berikan oksigen konsentrasi tinggi
14 Hitunglah frekuensi pernapasan dalam 1 menit
(Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit untuk orang
dewasa)
15 Perkusi thorax untuk menemukan adakah redup atau hipersonor
16 Bila ditemukan tension pneumothorax lakukan needle decompresion
(*)
17 Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan
tetap melakukan Look Listen and Feel
18 Jika frekuensi nafas < 12 kali permenit, berikan nafas bantuan
dengan cara mouth to mouth menggunakan face mask
19 Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan dengan bag-
valve-mask atau lakukan intubasi endotrakheal (*)
20 Bila intubasi endotrakheal tidak memungkinkan karena kontra-
indikasi atau karena masalah teknis, lakukan krikotiroidotomi (*)
CIRCULATION
21 Explorasi untuk menemukan adanya sumber perdarahan yang fatal
22 Jika ada pendarahan yang fatal coba hentikan dengan cara menekan
atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat
mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
23 Periksalah tanda-tanda shock pada pasien :
 Denyut nadi >100 kali per menit
 Telapak tangan basah dingin dan pucat
 Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa
dengan cara menekan ujung kuku pasien dg kuku pemeriksa selama
5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar
warna ujung kuku merah lagi)
24 Jika pasien shock, pasang IV line
25 Pada saat memasang kateter IV, ambil sampel darah untuk
kepentingan laboratorium rutin dan permintaan darah
26 Perbaiki volume sirkulasi dengan pemberian cairan kristaloid (RL)
yang sudah dihangatkan 2-3 liter secara cepat
27 Bila tidak ada respon, berikan darah segolongan (type specific).
28 Bila tidak ada darah segolongan, berikan darah tipe O Rhesus
negatif, atau O Rhesus positif titer terendah.
29 Jangan berikan vasopresor, steroid atau bicarbonas natricus
30 Bila gagal, jangan berikan infus RL atau darah terus menerus,
lakukan resusitasi operatif untuk hentikan perdarahan
DISABILITY
31 Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
32 Nilai pupil untuk besarnya, isokori dan reaksi
EXPOSURE/ENVIRONMENT
33 Buka pakaian penderita tetapi cegah hipotermi
TOTAL
NILAI = (Total/69)

Keterangan
0 = tidak melakukan
1 = melakukan tetapi salah
2 = dapat melakukan tetapi kurang benar
3 = dapat melakukan dengan benar dan sempurna
B.THORACENTESIS JARUM/NEEDLE DECOMPRESSION

Needle Thoracentesis
Needle Thoracentesis is the introduction of a needle or catheter into the pleural space
to release trapped or accumulated air within the pleural space.
Needle Thoracentesis is used to decompress the pleural cavity and allow the collapsed
lung to re-inflate and also to reduce the pressure on the heart and unaffected lung usually
associated with a tension pneumothorax. A Needle Thoracentesis is to be performed on
rapidly deteriorating patients who have developed a tension pneumothorax. (If this technique
is used and the patient does not have a tension pneumothorax, there is a 10% to 20% risk of
producing a pneumothorax and or causing damage to the lung.)

Location of Needle Thoracentesis


Indications
 Tension Pneumothorax
 Tension Hemopneumothorax

Contraindications
Needle Thoracentesis (chest decompression) is indicated in the field only in the face of a life-
threatening tension pneumothorax. In that situation, there are essentially no contraindications
since the only alternative is almost certain death.
Causes
Causes of Tension Pneumothorax or Hemopneumothorax include:
1. Blunt force trauma to the chest that ruptures a portion of lung tissue,
2. Fractured rib that punctures the lung tissue,
3. Spontaneous pneumothorax for no apparent reason.
4. Conversion of a simple pneumothorax to a tension pneumothorax by positive pressure
ventilation as with a bag-valve mask device etc.
5. Open pneumothorax that is covered and left unattended developing into a tension
pneumothorax

Complication
1. Creation of pneumothorax where none existed previously
2. Laceration of lung tissue
3. Bleeding from laceration of intercostal blood vessels
4. Severe pain to conscious patient (since this is life-threatening, the procedure must be
continued)
5. Local Hematoma

Equipment
The is a sterile technique. All equipment should be placed within easy access and prepared
prior to beginning the procedure:
1. BSI ( Body substance isolation)
2. 14 Gauge 3 inch over-the-needle catheter
3. Flutter valve or one-way valve if available (can be preassembled). The flutter valve
allows air to escape from the chest, but does not allow air to enter the chest. The flutter
valve can be home-made or purchased commercially.
4. 10 ml Syringe filled with sterile water or saline if available

Technique
Always assess the A-B-C’s IE: ventilation, oxygenation, perfusion) If patient is conscious,
quickly explain the procedure and the need to perform it.
1. Open airway; stabilize neck if trauma related
2. Apply high flow oxygen via non-rebreather or assist ventilations as necessary with
BVM
3. Position the patient in the supine position
4. Expose the patients chest
5. Locate the second (2nd) intercostalspace mid-clavicularline, or the fifth (5th)
intercostals space mid-axillaryline
6. Prepare the site with aseptic technique using betadinesolution (swab)
7. Insert the needle at the second intercostalspace at the mid-clavicularline, directing the
needle just over the top of the third rib to avoid the intercostalvessels and nerves.
Nerves and Vessels are inferior the ribs.
8. After the pleural space is entered you will hear a pop and see bubbles entering the
syringe
9. Advance the catheter and remove the catheter needle and syringe
10. Secure the catheter to prevent removal and attach one-way valve
11. Once inserted the catheter can be secured by similar taping techniques used for
Intraosseous Infusions using 4X4 sponges or Abdominal pads bunched around the
catheter for protection, and wide tape to secure to the chest
12. Continuous monitoring of the placement must be done
13. Assist ventilations as needed
14. This patient will require on-going assessment during treatment and transport
15. Be prepared to repeat decompression if tension pneumothorax repeats
Contoh Kasus

Seorang pria 25 tahun korban kecelakaan lalu lintas sewaktu mengendarai motor. Dada
korban terasa nyeri dan mengeluh sesak nafas karena dada korban menabrak stang motor.
Anda sebagai dokter IGD memeriksa terdapat jejas di dada kanan korban, tidak ada luka
terbuka, suara nafas menurun di hemithoraks kanan. 15 menit kemudian pasien merasa
semakin sesak dan belum bisa dilakukan rontgen thoraks. Apa yang akan lalukan pada pasien
ini?

TORAKOSINTESIS JARUM

SKOR
NO KRITERIA
0 1 2 3
1 Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan:
 Betadine
 Kassa steril
 Plester
 Jarum abocath atau IV cannula catheter ukuran 14 Gauge untuk
dewasa dan 18 Gauge untuk anak
 Spuit 10 cc yang sudah diisi NaCl 0,90% 5 cc
 Spuit 3 cc
 lidocaine
 Stetoskop

Gunakan perlengkapan yang steril untuk keamaan anda dan pasien,


yaitu:
 Handscoon
 Face mask
 Kacamata pelindung (goggle)
 Apron (celemek) yang tahan air
2 Bila memungkinkan posisikan penderita dalam posisi tegak jika fraktur
servikal sudah disingkirkan
3 Posisikan diri anda berada di sisi dada yang cedera
4 Pastikan penderita mengalami kesulitan dalam bernafas dan segera
berikan oksigen dengan aliran tinggi 10-15 liter masker non
rebreathing.
5 Auskultasi dada penderita dan pastikan anda menemukan suara paru
yang menghilang (vesikuler menghilang) pada sisi yang sakit.
(SEMPURNA BILA MAHASISWA MELAKUKAN
AUSKULTASI SECARA ZIG ZAG DI SELURUH LAPANGAN
PARU)
6 Perkusi dada penderita dan pastikan anda menemukan daerah yang
hipersonor pada sisi yang sakit.
(SEMPURNA BILA MAHASISWA MELAKUKAN PERKUSI
SECARA ZIG ZAG DI SELURUH LAPANGAN PARU)
7 Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension
pneumothoraks
8 Lakukan asepsis dan antisepsis dada menggunakan betadine dan kassa
steril
(SEMPURNA BILA MAHASISWA MELAKUKAN ASEPSIS
ANTISEPSIS DENGAN LEGEARTIS YAITU SECARA
SIRKULER DARI DALAM KE LUAR)
9 Jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan lakukan anestesi lokal
menggunakan lidocaine dalam spuit 3 cc sub kutan pada daerah yang
akan dilakukan punksi
10 Pasang abbocath pada spuit 10 cc yang sudah diisi dengan 5 cc NaCl
0.9%
11 Insersi jarum abbocath ke kulit secara langsung membentuk sudut 90
derajat tepat di tepi atas iga ketiga pada sela iga kedua (SIC II)
12 Tusuk hingga menembus pleura parietal, ditandai dengan adanya
gelembung-gelembung udara pada spuit yg telah diisi 5 cc NaCl
13 Setelah keadaan tension pneumotoraks teratasi, angkat jarum abbocath
dan spuit dari kateter plastik serta pertahankan posisi kateter plastik
dengan plester
( “TANDA TENSION TERATASI ?” - YAITU SUDAH TIDAK
ADA LAGI GELEMBUNG UDARA DI DALAM SPUIT DAN
SESAK PENDERITA MEMBAIK)
14 Siapkan pasien untuk dilakukan pemasangan chest-tube
15 Setelah chest-tube terpasang, angkat kateter plastik dari tempat punksi
kemudian bersihkan luka bekas tusukan abbocath dengan betadine dan
tutup dengan kassa steril
SUb total
Total
NILAI = (Total/35)x100

C. RESUSITASI PADA BAYI BARU LAHIR

PENGERTIAN

Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang

adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan

oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya. (Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal, 2002)


TUJUAN RESUSITASI

1. Memberikan ventilasi yang adekuat


2. Membatasi kerusakan serebi
3. Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya
4. Untuk memulai atau mempertahankan kehidupan ekstra uteri

TANDA – TANDA RESUSITASI PERLU DILAKUKAN

1. Pernafasan

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa

pernafasan tidak adekuat. Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya

pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu

tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal

biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.

2. Denyut jantung – frekuensi

Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi tidak

teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan

cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba

arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung

secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 =frekuensi

denyut jantung selama 1 menit) Hasil penilaian ;

- Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan


menilai warna kulit.
- Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi
untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit

Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat atau bisa

sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit

menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila
terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran

darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.

KONDISI YANG MEMERLUKAN RESUSITASI

1. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang

jatuh ke posterior.

2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu

misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan

sebagainya

3. Kerusakan neurologis.

4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat,

dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan

pernapasan / sirkulasi.

5. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan

Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika

terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya.

HAL–HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM RESUSITASI

1. Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik.

2. Pemahaman tentang fisiologi pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia

yang progresif.

3. Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring.

4. Obat-obatan dan cairan yang diperlukan.

PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi

bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu
yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak

bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.

1. Persiapan Keluarga

Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-

kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan

oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang

diperlukan.

2. Persiapan Tempat Resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan

ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan

kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata

diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat

sumber pemanas (misalnya; lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt) dan tidak

banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka).

3. Persiapan Alat Resusitasi

Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat

resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:

- 2 helai kain/handuk
- Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 2,5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayi.
- Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
- Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal
- Stetoskop bayi.
- Jam atau pencatat waktu

LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI BBL

Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi:


- Bayi cukup bulan atau tidak?
- Air ketuban bercampur mekonium atau tidak?
Setelah bayi lahir, lakukan penilaian:
- Bernafas atau menangis?
- Tonus otot baik?
a. Bila hasil penilaian baik, yaitu bayi cukup bulan, air ketuban tidak bercampur mekonium,
bayi menangis, tnus otot baik. Maka lakukan PERAWATAN RUTIN: Beri kehangatan,
Bersihkan jalan nafas, Mengeringkan bayi
b. Bila hasil penilaian tidak baik, maka lakukan
A. AIRWAY (LANGKAH AWAL)
1. Jaga bayi tetap hangat..Selimuti bayi dengan kain, pindahkan bayi ke tempat

resusitasi.

2. Atur posisi bayi.. Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.

Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi. Posisi semi ekstensi yaitu hidung dan

mulut dalam satu garis lurus.

3. Isap lendir. Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.

- Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung.
- Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat
memasukkan).
- Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung
pengisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3
cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi
melambat atau henti napas bayi.
4. Keringkan dan Rangsang taktil.

- Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau
bernapas lebih baik.
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
1) Menepuk atau menyentil telapak kaki.
2) Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak

tangan. Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan

banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi.

5. Reposisi.

- Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
(disiapkan).
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada
agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.
- Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).
6. Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak

bernapas. Lakukan evaluasi meliputi:

- Pernapasan
- Frekuensi jantung
- Warna kulit
Bila bayi bernafas, FJ > 100x/menit  PERAWATAN SUPORTIF

B. BREATHING (VTP)

Bila FJ < 100x/menit /APNUE  lakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke

dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar

bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan. Sungkup harus menutupi mulut dan hidung

bayi.

2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi.

Ventilasi percobaan (2 kali) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai

bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas.

Lihat apakah dada bayi mengembang, Bila tidak mengembang

a. Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.


b. Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.

Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya

a. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air

dalam 30 detik.

b. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur?

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan

auskultasi bunyi napas.

Bila bayi bernafas, FJ > 100x/menit, kemerahan  lakukan PERAWATAN

LANJUT

C. CIRCULATION

Apabila setelah dilakukan VTP, FJ < 60x/menit  VTP dan kompresi dada

Kompresi Dada

- Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan
kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan
menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari
telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum.
- Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman
penekanan lebih baik.
- Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan
dengan frekuensi 90x/menit.
- Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi sehingga didapatkan 30x
ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi yang
dianjurkan adalah 3 : 1.
- Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon,
kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu
adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.
D. DRUG

Bila FJ < 60x/menit, berikan EPINEPRIN

AIR KETUBAN BERCAMPUR MEKONIUM?

Bila tidak terdapat mekonium  LANGKAH AWAL

Bila air ketuban bercampur mekonium, lakukan penilaian bayi bugar atau tidak:

- Usaha nafas baik


- Tonus otot baik
- FJ > 100x/menit
Bila bayi bugar  LANGKAH AWAL

Bila bayi tidak bugar  penghisapan mulut dan trachea  LANGKAH AWAL

Bagan Resusitasi Bayi Baru Lahir


CHECKLIST RESUSITASI PADA BAYI BARU LAHIR

Skor
No Langkah/Kegiatan
0 1 2
1. Mempersiapkan alat-alat:
1. alas yang datar, kering dan bersih
2. 2 kain bersih dan kering untuk menutupi
tubuh dan kepala neonatus
3. handuk kecil untuk ganjal bahu;
4. alat penghisap lendir;
5. ambu bag neonatus
6. sungkup neonatus
7. pipa orofaring (goedel)
8. lampu 60 watt dengan jarak 60 cm,
9. stetoskop bayi
Skor: 2: menyiapkan 7-9 item
1: menyiapkan 4-6 item
0: menyiapkan < 4 item, atau selain
kriteria di atas
2 Penolong mencuci tangan
3 Mengenakan sarung tangan steril
4 Letakkan bayi diatas alas yang datar, kering
dan bersih
5 Lakukan penilaian selintas :
1. Apakah bayi cukup bulan?
Ditanyakan pada
2. Apakah air ketuban jernih tak bercampur
mekonium? penolong persalinan
3. Apakah bayi menangis kuat/ bernafas?
4. Apakah tonus otot baik?
Skor : 2: menilai 4 item
1: menilai 2-3 item
0: selain kriteria di atas
6 Jika jawaban ya pada no 5  keringkan,
berikan kehangatan, bersihkan jalan napas,
nilai warna kulit
7. Jika jawaban tidak pada no 5  lakukan
penatalaksanaan asfiksia BBL
8. Posisikan kepala bayi pada posisi
sedikit ekstensi dan ganjal bahu bayi dengan
handuk yang telah disiapkan
9 Hisap lendir mulai dari mulut kemudian
hidung dalam waktu ± 6 detik.
10. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
11. Lakukan rangsangan taktil yang aman, dengan
cara :
- Menepuk / menyentil telapak kaki, atau
- Menggosok punggung/perut/dada/ekstremitas
12. Ganti kain yang telah basah dengan kain
bersih dan kering yang baru, dan atur kembali
kepala bayi sedikit ekstensi
13. Nilai pernapasan bayi dan denyut jantung
dengan stetoskop dan nilai warna kulit
14. Jika bayi bernafas, FJ > 100x/menit,
kemerahan  lakukan PERAWATAN
LANJUT
15. Jika pernapasan tetap tersengal atau
apnu atau FJ<100x/menit atau kulit sianosis,
segera persiapkan pernapasan buatan atau
ventilasi tekanan positif
16. Perbaiki posisi kepala bayi sedikit
ekstensi atau ganjal bahu
17. Bersihkan sekret terlebih dahulu dan pastikan
jalan napas bersih
18. Pasang pipa orofaring dengan benar
19. Letakkan sungkup di wajah bayi dengan rapat
agar tidak bocor melalui sisi sungkup
20. Berikan tekanan positif melalui ambubag
dengan lembut sambil melihat pengembangan
dada bayi dengan frekuensi 20 x selama 30
detik
21. Nilai denyut jantung, jika FJ<60 x/menit,
segera persiapkan kompresi dada
22. Memanggil dokter lain/perawat/bidan untuk
melanjutkan ventilasi
23 Tempatkan posisi tangan dengan benar (pada
sepertiga bagian tengah sternum, gerakkan jari
sepanjang tepi bawah iga sampai
mendapatkan sifoid. Letakkan ibu jari atau
jari-jari lain pada tulang dada, tepat diatas
sifoid dan pada garis yang menghubungkan
kedua puting susu).
24 Lakukan pijatan jantung dengan salah satu
teknik :
- Teknik ibu jari : Kedua ibu jari menekan
tulang dada. Kedua tangan melingkari dada
dan jari-jari tangan menopang bagian
belakang bayi.
- Teknik dua jari : Ujung jari tengah dan jari
telunjuk atau jari manis dari satu
tangan digunakan untuk
menekan tulang dada.Tangan yang lain
digunakan untuk menopang bagian belakang
bayi.
25 Lakukan kompresi dada dengan kedalaman ±
1/3 diameter antero-posterior dada dan lama
penekanan lebih singkat dari pada lama
pelepasan dengan 1 siklus ( 2 detik) = tiga
kompresi (1½ detik) + satu ventilasi.( ½
detik).
Lakukan kompresi selama 1 menit atau 30
siklus
26 Lakukan evaluasi denyut jantung, Jika
frekuensi jantung :
a. 60-100 kali/menit, hentikan kompresi dan
lanjutkan ventilasi dengan kecepatan 40-60
kali pompa/menit.
b. >100 kali/menit, hentikan kompresi
dada dan hentikan ventilasi secara bertahap
jika bayi bernapas spontan.
c. <60 kali/menit, lakukan intubasi, dan
berikan epinefrin intravena 0,1-0,3ml/kgBB.

Nilai = total skor/47 x 100

Skor :

2 jika melakukan semua tahapan dengan sempurna dan sesuai urutan

1 jika melakukan sebagian tahapan dan atau tidak sesuai urutan

0 jika tidak melakukan/melakukan dengan salah

Anda mungkin juga menyukai